Bagaimana Kiranya Peran Tiongkok Dalam
Dua Dekade Yang Akan Datang Di Dunia
Dan
Siapa dan Apa Peran Intelektual
Dalam Negerinya
http://www.pptstore.net/ppt_tubiao/5154.html
Selama dua atau tiga dekade yang lalu banyak dari
kita melihat Tiongkok (RRT) adalah negara yang susah dan miskin, keadaan
politik ekonomi yang tidak stabil. Tapi sejak 1978 dimana Deng Xiaoping
mencanang politik ekonomi terbuka (Politik Refomasi & Keterbukaan),
terjadilah suatu perkembangan yang luar biasa.
Seorang penulis opini di Washington Post ---
Robert Samuelson pada 14 Mei 2014 ada menuliskan : Kemungkinan ekonomi AS tidak
lagi terbesar di dunia. Menurut data/angka Bank Dunia Baru, berdasarkan catatan
enokom Arvind Subramanian dari Peterson Institute, menunjukkan bahwa sekitar
tahun 2014 Tiongkok akan mengambil alih posisi AS dalam produk domestik bruto
yaitu produksi barang dan jasa.
Mereka menyadari bahwa kenyataan ini pasti akan
datang, tetapi jika angka-angka Bank Dunia sudah benar maka akan tiba lebih
cepat dari apa yang diperkirakan oleh banyak ahli. Dengan berdasarkan
angka-angka yang terdapat pada 2011, Robert
memperkirakan bahwa GDP Tiongkok pada 2014 akan mencapai $ 16,8 trilyun
dibanding dengan $ 16.1 trilyun untuk AS (semua angka-angka ini dalam kondisi
dollar “konstan” pada 2011).*
Ini adalah tonggak bersejarah yang sangat
signifikan dalam waktu dekat. Tapi itu tidak membuat Tiongkok jadi lebih kaya
dari AS, karena GDP Tiongkok yang lebih besar namun dikarenakan dibagi dengan
rakyat Tiongkok yang jauh lebih banyak. Menurut ukuran kasar dari standar
hidup, PDB per kapita AS sekitar lima kali lebih tinggi daripada Tiongkok,
sekitar $ 50.000,- per orang di AS dibanding $ 10.000.- per orang di Tiongkok.
Demikian juga status ekonomi Tiongkok lebih
mantap/mampan, terlepas dari apakah GDP melebihi AS atau tidak. Pada tahun 2011
Tiongkok sudah menjadi negara perdagangan terbesar dunia, menurut catatan
Mckinsey Global Institute.
Menurut Robert lebih lanjut mengatakan angka-angka
Bank Dunia cukup menarik baginya. Pada 2011 ekonomi AS masih lebih besar dari
Tiongkok. Tapi menurut perkiraannya data ini perlu diperbaharui untuk tahun 2014, perlu untuk disesuaikan
perbandingan PDB kedua negara dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2012 dan 2013,
ditambah perkiraan untuk tahun 2014. Karena pertumbuhan Tiongkok lebih cepat
dari AS, jadi kemungkinan PDB Tiongkok bisa menyusul AS pada tahun 2014 ini.
Angka-angka ini mencerminkan tren yang luas, karena
mengukur ekonomi harus berdasarkan berbagai tahap pengembangan dan dengan mata
uang, sehingga akan menjadi sulit. Teknik yang digunakan Robert dalam hal ini adalah “paritas
daya beli”(purchasing power parity) dengan membandingkan nilai barang serupa
diberbagai negara dalam upaya untuk mendapatkan dasar umum. Tetapi dengan
variasi yang luas antara lain “selera, budaya, iklim struktur harga dan ketersediaan
produk” akan
mendapatkan hasil yang rumit, menurut catatan Timothy Taylor. Beberapa ekonom
menggunakan nilai tukar untuk membuat perbandingan, tapi ini juga melibatkan
distorsi yang serius. Berdasarkan matematika nilai pertukaran tarif untuk
perbandingan, perekonomian Tiongkok masih lebih kecil dari AS (dalam situs
Taylor menjelas masalah pengukuran ini)*1.
Angka-angka diatas ini juga menjadi issue yang ramai. Yang kemungkinan
besar akan menjadi issue besar untuk geopolitik global tentang pandangan dunia
untuk Tiongkok dan AS.
Pelajaran yang menarik dari Depresi Besar dan
Perang Dunia II adalah terjadinya isolasionisme AS pada tahun 1920 dan
1930an telah memberi kontribusi untuk
keduanya. Kebijakan luar negeri AS pasca P.D II telah ditafsirkan kepemimpinan
AS di dunia diperlukan agar tercipta keadaan lebih damai dan kesejahteraan. Idenya
negara-negara bisa menjadi seperti AS--- demokratis dan makmur agar konflik
global bisa mereda. Kekuatan militer AS dari menciptakan NATO pada tahun 1949
hingga “perang melawan terorisme”, bertujuan untuk meminimalkan ancaman keamanan untuk tujuan visi
ekonomi.
Berbeda dengan AS, Tiongkok tidak berusaha untuk
mengubah dunia menurut gambarannya sendiri. Tiongkok lebih menginginkan sebuah
sistim global yang mendukung pertumbuhan ekonomi domestik menjadi kuat, yang
dipandang penting mempertahankan cengkraman PKT (Partai Komunis Tiongkok) pada
kekuasaan. Pasar ekspor harus tetap terbuka, Tiongkok harus memiliki akses
mudah ke minyak, biji-bijian dan mineral, itu yang menjadi kebutuhan
ekonominya. “Beijing masih melihat tindakan dan kebijakan dari persepektif
sempit bagi kepentingan nasionalnya daripada perannya sebagai seorang
pemimpin”, demikian menurut ekonom Cornell University—Eswar Prasad di Wall Street Journal.
Sebagai contoh , AS belum memenangkan banyak dukungan Tiongkok dalam upaya untuk
mengekang program nuklir Korea Utara dan Iran.
Kedua pandangan dunia ini kini
telah hidup berdampingan namun dalam
keadaan gelisah, tapi dengan Tiongkok menjadi lebih makmur, mereka
memperkirakan kompetisi pasti meningkat. Kekuatan ekonomi dan kemampuan untuk
memberi keuntungan atau sebaliknya pada negara-negara lain untuk mempengaruhi
pasar global dan arus investasi, secara pelahan akan berubah kearah keuntungan
Tiongkok. Mudah-mudahan tidak terjadi
konflik yang mendunia kelak.
*http://www.washingtonpost.com/opinions/robert-samuelson-economic-power-shifting-in-chinas favor/2014/05/14/bee0d608-daf3-11e3-b745-87d39690c5c0_story.html Robert J. Samuelson :
“Is China No.1 ?”
*1 GDP Snapshots from the International Comparison
Project
Pandangan
Para Intelektual Tiongkok Terhadap Negaranya
Dalam 20 tahun yang akan datang para pakar ekonomi
Tiongkok meramalkan bahwa keadaan ekonomi Tiongkok akan berkembang menjadi dua
kali lipat dari keadaan ekonomi AS sekarang. Mereka memperkirakan bahwa pasaran
domestik akan menjadi yang terbesar didunia dan akan menjadi penanam modal ke luar
negeri yang terbesar di dunia, mereka akan membeli perusahaan-perusahaan Barat,
merek-merek produk terkenal, berikut asset serta simpanannya.
Sedang pakar Barat meramalkan bahwa dengan
Tiongkok menjadi lebih makmur dan lebih berkembang maka Tiongkok akan seperti
mereka (Barat). Maka Barat menjadi
sangat tertarik dengan adanya perdebatan para pakar/pemikir Tiongkok dalam
berargumentasi tentang pandangan mereka (reformis Tiongkok) untuk membangun
negerinya berdasarkan masa-masa yang lalu dan yang akan datang. Dimana ada yang
menyadurkan
pandangan-pandangan Barat dan ada yang Maois “konservatif”.
Banyak orang Tionghoa mempercayai bahwa perkembangan
sejarah bersiklus dalam putaran 30 tahunan. Sehingga sejarah modern RRT (Republik
Rakyat Tiongkok) dibagi sebagai Tiongkok 1.0 adalah era Mao Zedong yang mulai dari1949
hingga 1978, dimana masa itu Tiongkok sedang merancang pembangunan ekonomi,
Sistim politik Leninis, dan politik luar negeri dengan mengekspor revolusi
global. Tiongkok 2.0 adalah era Deng Xiaoping yang dimulai 1978 hingga krisis
keuangan dunia 2008. Kebijaksanaan ekonomi Deng diberi label “Sosialisme
Berkarakteristik Tiongkok”, dengan memicu pertumbuhan ekspor untuk mendukung
“represi keuangan”. Agenda Deng ditandai dengan mencari kestabilan dan
konsensus dalam kalangan elit politiknya setelah terjadi Peristiwa Tiananmen.
Sedang kebijaksanaan luar negerinya adalah menciptakan lingkungan yang damai
untuk menunjang pembangunan kekuatan dalam negeri dan tetap menjaga “low
profil”.
Maka sejak krisis keuangan dunia terentaskan pada
2008, maka Tiongkok telah berhasil mencapai gol dari kebijaksanaan Deng diatas
---- kemakmuran, stabilitas dan kekuasaan. Namun banyak pakar Barat ( Francois
Godemnt dalam tulisannya ‘China at the Crossroad’ ) memperkirakan keberhasilan
ini akan menjadi sumber masalah baru, karena era Hu Jinto + Wen Jiapao yang
dapat menumbuhkan perekonomian Tiongkok dengan tiap tahun 10% secara bersinambungan
untuk lebih dari satu dekade, namun tidak mengadakan reformasi. Hal ini akan
mengharuskan Tiongkok mencari jalan bagaimana untuk mendapat solusi untuk
keberhasilan 3 kebijakan Deng diatas.
Pakar Barat memprediksi akankah Tiongkok akan mengadakan
perubahan radikal seperti jamannya komunis 1949 (Tiongkok 1.0) ataukah ke
ekonomi pasar jaman 1979 (Tiongkok 2.0) , karena perubahanan kali ini tidak
memiliki model internasional yang dapat dijadikan “rol model”, dikuatirkan
tidak saja konsensus Beijing yang akan rusak, selain itu pengalaman reformasi
Barat juga tidak bisa diandalkan. Namun intelektual Tiongkok 3.0 dapat
menemukan jalan mereka di wilayah yang belum terpetakan dalam sejarah di dunia sebelumnya
selama ini.
Jalan keluar ini merupakan hasil dari perdebatan
yang dimulai dikalangan akademisi dan berimbas keluar hingga kedalam lingkaran
penguasa elit Partai Komunis Tiongkok, berupa “pertarungan” ide dari rol model pembangunan Provinsi
Guangdong yaitu daerah terletak di pesisir yang sudah makmur dan Chongqing kota
penting yang terletak didalam daratan Tiongkok.
Perdebatan atau “pertarungan” ide ini berintikan dimana
Guangdong yang makmur yang terletak di pisisir, proses pembangunan ekonominya
dapat meredam akses-akses ketegangan
sosial yang terjadi dengan menggunakan media bebas, masyarakat sipil dan
politik keterbukaan. Sebaliknya Chongqing melakukan ekprimen suatu ‘laboratorium’
provinsi pedalaman yang mundur kebelakang dengan kebijaksanaan sosialis
egaliter dan konsumsi domestik. Tapi dengan terjadinya skandal Bo Xilai, sejak
saat itu membuat Wang Yang pemimpin partai wilayah Guangdong bersikap low
profil. Namun perdebatan diluar tetap berlanjut.
Dalam bidang ekonomi pakar Barat coba memisahkan
dua pandangan pokok dalam negeri Tiongkok, antara kalangan intelektual yang ‘New
Right Social Darwinis’ dimana mereka ini menginginkan untuk memberi kebebasan
kepada kewirausahaan oleh swasta dan memprivatisasi BUMN. Sedang ‘New Left Egaliter’
meyakini bahwa gelombang berikutnya haruslah pertumbuhan berdasarkan
perencanaan negara yang cemerlang.
Dalam bidang politik perbedaan pandangan pada
garis besarnya terjadi perbedaan antara politik leberal yang menginginkan
pembatasan kekuasaan kepada negara, baik melalui pemilihan umum, ‘rule of law’,
atau mengikut sertakan publik; sedang neo-authoritarian justru berpadangan bahwa
langkah-langkah ini dikuatirkan dapat menyebabkan pemerintahan kolektif
birokratif tidak dapat mengambil keputusan yang tegas terhadap vested interest
yang korup dan para kroni klas kapitalis.
Dalam bidang politik luar negeri, kesenjangan
utama terjadi antara defensif internationalis yang menginginkan Tiongkok berperan
dalam badan dan lembaga-lembaga dunia yang telah ada dengan menekankan
kehati-hatian, dan pihak yang mengharapkan
nasionalis Tiongkok memutuskan untuk masuk aktif berperan serta dalam pentas
dunia.
Mark Leonard dalam [China 3.0] mengelompokkan
pakar Tiongkok sebagai berikut :
Dalam Bidang Ekonomi yang berpandang dalam mencari
jalan keluar dari perangkap kemakmuran.
Seperti berikut:
New Left : Cui Zhiyuan( 崔之元 ) ; Wang
Shaoguang( 王绍光 ) ; Wang Hui( 王辉 )
New Right : Zhang Weiying( 张维迎 ) ; Hu Shuli( 胡舒立 ) ; Justin Yifu Lin( 林毅夫 )
Free Market Egalitarian : Yu Yongding(余永定)
Dalam Bidang Politik yang berpandangan untuk
menghindari perangkap stabilitas :
Yang Mencari Sumber Legitimasi Politik :
Neokonservatif : Panwei ( 潘维 )
Neo-Maoist : Wang Shaoguang (王绍光) : Wang
Hui (王辉)
Pembatasan atas Pemerintahan :
Liberal
: Sun Liping ( 孙立平 ) ; Ma Jun ( 马军 ) ; Xiao Bin ( 肖斌 ) ;
Michael Anti ( 赵静 / Zhao Jing)
Dalam Politik Luar Negeri yang berpandangan untuk
Menghindari Perangkap Kekuasaan :
Internationlis
: Globalis : Wang Yizhou ( 王逸舟 ) ;
Defensif Realis : Wang Jisi ( 王缉思 )
Nationalis : Neo-Comms : Yan Xuetong ( 阎学通 ).
Perdebatan
Pemikir dan Eksprimen Pembangunan
Memang selama 30 tahunan para pimpinan negara ini
terlihat selalu khawatir tentang persoalan kemiskinan dan perkembangan
perekonomian mereka. Namun setelah terlihat keberhasilan pembangunan ekonominya,
mereka kini menguatirkan tentang masalah kemakmuran, kesejahteraan dan masalah
pemasaran. Seperti diketahui pada 1979 Deng Xiaoping menegaskan bahwa tujuan
dari modernisasi Tiongkok adalah menuju “masyarakat sosial sejahtera yang moderat”
(moderately well-off society/小康社会), dan
selama satu dekade lebih rakyat Tiongkok hidup dalam konsep utopia ini. Tapi
sejak krisis moneter dunia, pemerintah mulai kuatir akan legitimasi dari
lahirnya kapitalis kecil yang makin membesar ini.
Tapi sejak tahun 2008 seperti daerah Guangdong
yang makmur dengan segera menghadapi kekacauan karena permintaan import dari
negara Barat terus menurun dengan tajam. Hal ini dengan sendirinya akan
berpengaruh terhadap ketenaga kerjaan, harga tanah dan nilai tukar mata uang.
Sedang stimulus secara masif hanya akan menanggulangi dalam jangka pendek, tapi
untuk jangka panjang akan mempengaruhi keseimbangan.
Dalam keadaan kritis demikian beberapa pakar
memberikan pandangannya, seperti Justin Yifu Lin (林毅夫) berpendapat bahwa Tiongkok akan ketinggalan dua dekade jika berkembang
berdasarkan cara tradisionil yang ada. Pada saat yang sama Yu Yongding (余永定) merasa lebih optimistik dibanding dengan
pendapat pakar lainnya, menurut analisisnya Tiongkok secara jangka panjang
masih harus menghadapi tantangan. Namun tidak demikian menurut Lin, dia masih
ingat pada masa revolusi kebudayaan, Tiongkok mengalami kemerosotan yang tajam
bahkan terasa berjungkir balik. Suatu saat ini dia berada di sekolah yang
terkenal, dimenit berikutnya harus berada di bengkel besi industri berat.
Para pemikir Tiongkok yang lain seperti Wang
Shaoguang (王绍光) dan Sun Liping ( 孙立平 ) lebih melihat segi menarik dari krisis ini, dan
dapat memahami keadaan ini. Mereka bukannya mempelajari pengalaman jatuhnya
rezim komunis negara lain, melainkan justru balik menemukan karya klasik dari
J.K. Galbraith yang membahas tentang ‘masyarakat makmur’ dan mengadaptasi
kritiknya terhadap spiral yang terjadi di AS yang terus terjadi ketidak adilan
pada abad keduapuluhan yang lalu, dan dia memperkirakan Tiongkok juga akan
dilanda keadaan konsumtif yang demikian juga. Wang berpendapat dengan teori Galbraith
akan mudah untuk mengenali gejala masyarakat makmur Tiongkok hari ini.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa kepemimpinan
Tiongkok dengan segala obsesinya telah menghabiskan satu generasi untuk fokus
pada pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan segalanya. Tapi akibatnya terjadi
ketimpangan yang merajarela bagi sosialisme Tiongkok, yang menghancurkan politik
“Mangkok nasi besi” (keadilan merata untuk sandang pangan) pelindungan sosial.
Tiongkok telah berubah dari negara “sama rata sama rasa” yang paling
berkeadilan di dunia menjadi bangsa yang kesenjangan kaya dan miskin melebihi
dari AS sekarang. Selain itu lonjakan yang menyolok dari konsumsi swasta,
dengan mengorbankan investasi barang yang berbasiskan untuk publik atau untuk kesehatan
serta pendidik publik.
Seperti diketahui selama ini Tiongkok telah dapat
mengekspor barang dengan murah, ini terjadi karena adanya sistim hukou (户口)/kependudukan yang mengikat hak sosial pada
tempat kelahiran bagi setiap insan, ini menyebabkan kurang menguntungkan bagi
pekerja migran yang datang ke kota-kota. Akibatnya terjadi di Kota Guangzhou
kota terbesar di Provinsi Guangdong seperti apa yang terjadi di Arab Saudi,
dimana GDP per kapita setara dengan negara berpengahasilan menengah, namun para
pakar akademisi memperkirakan hanya 3 juta dari 15 juta penduduknya yang
terdaftar sebagai hukou di kota ini. Sehingga hanya 3 juta yang berhak untuk
bisa mendapatkan jatah perumahan, pendidikan atau kesehatan dari pemerintah dan
mendapatkan gaji standard yang ditetapkan pemerintah. Hal demikian terjadi
seperti di Arab Saidi buruh migran murah tertarik dengan keyaaan minyak, tapi
di Guangdong buruh murah merupakan produk sampingan yang juga menjadi
kekayaannya. Tapi reformasi untuk kondisi ini masih sangat lamban sekali.
Dengan tidak adanya perlindungan kesejahtaraan kepada
sebagian besar pekerja ini, dengan sendirinya membantu memperkuat bagi
investasi infrastuktur dalam negeri dengan modal murah. Dengan tidak adanya
dukungan sistim pensiunan dari negara dan jaminan pendidikan dan kesejahteraan
ini menyebabkan menghemat hampir setengah dari pendapatan mereka terhadap nasib
sial pekerja.
Selain itu Bank-bank BUMN juga memberi kredit
dengan suku bunga rendah. Ini mengakibatkan sejumlah besar modal yang tersedia
tersedot oleh kapitalis dan kroninya untuk berinvestasi spekulatif, yang juga
membengkakkan GDP. Yang terjadi lahan-lahan menjadi banyak berdiri
gedung-gedung tinggi, pabrik yang mangkrak dan hotel-hotel yang kosong atau
langka pengunjung.
Salah satu perdebatan yang terjadi tentang
bagaimana menghindari perangkap kemakmuran dalam kesenjangan sosial ekonomi,
misalnya Zhang Weiying (张维迎) yang
membentuk suatu kelompok yang berpandangan kanan baru yang pro-pasar. Mereka
ini yang melopori reformasi ekonomi secara bertahap dari 1980an hingga 1990an,
dan kini mereka menginginkan negara untuk menyelesaikan pekerjaan ini dan sekaligus
memprivatisasi ekonomi.
Zhang yang dicap sebagai seorang ekonom neoliberal
‘kanan baru’ yang pernah mengikuti pendidikan di Inggris ini menjadi pionir
dalam reformasi ekonomi secara bertahap pada tahun 1980an dan 1990an, dan kini
mereka menginginkan menuntaskan misinya dan memprivatisasi ekonomi yang
tersisa. Mereka berpendapat bahwa solusi untuk menyelesaikan krisis adalah
dengan memulai mencari solusi hambatan dalam privatisasi sektor negara untuk
meliberalisasi sistim keuangan, terutama memberi hak yang sama bagi sektor
swasta dalam melakukan pembiayaan, memprivatisasi tanah dan mengakhiri
pemilikan kolektif.
Dilain pihak ada perdebatan yang berpendapat lain dari
golongan pemikir ‘New Left’ seperti Wang Hui, Cui Zhiyuan dan Wang Shaoguang,
yang mengusulkan suatu model lain sejak pembangunan 1990an. Wang mengacu pada
penemuannya dalam karya klasik dari J.K Galbraith tentang ‘masyarakat makmur’
yang menyebabkan terjadi ketidak setaraan dan ini bisa terjadi juga pada
Tiongkok.
Mereka mengatakan bahwa antusias Tiongkok untuk
pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran telah menciptakan (bubble) ekonomi berbuih,
dan menyebabkan jutaan orang terjebak dalam kemiskinan, solusi seharusnya
terletak pada perencanaan bukanlah harus dengan privatisasi. Sejak 1990an
mereka sudah memberi usulan yang menentang atas usulan sistim ortodok dari
golongan neolib dan mengusulkan untuk kembali kepada kepemilikan negara. Ketidak setaraan/kesengjangan sosial yang telah
merajarela di Tiongkok dan telah menghancurkan ‘mangkok beras besi’ dalam
proteksi sosial. Tiongkok telah menjadi negara yang tadinya paling ‘setara/adil’
di dunia menjadi negara yang jurang pemisah antara kaya dan miskin lebih lebar
dari AS. Gelombang konsumsi dan proyek swasta meningkat dengan menyolok dengan
mengorbankan investasi untuk kewajiban negara kepada rakyatnya seperti
perawatan kesehatan, pensiun dan pendidikan yang terjangkau rakyat pada
umumnya.
Golongan ini tidak seperti Maoist refuseniks
(pengikut membabi-buta Maoist yang mengikuti apa yang dikatakannya), melainkan
masih mencakup ekonomi pasar, mereka menguatirkan akan timbulnya ketidak
setaraan. Karena mereka mengira model reformasi
pembangunan ekonomi Tiongkok selama ini lebih menekankan pada gajih, yang
berujung pada subsidi ekspor, yang memberi ekses pada layanan sosial, reformasi
tentang sistim hukou, akibatnya berakhir pada ‘krisis keuangan’ dikarenakan
suku bunga rendah yang artifisial. Mereka lebih menekankan pada pelayanan
kesehatan murah, mengsosialisasikan kapital dan reformasi hak milik untuk
memberi kesempatan pekerja otoritas dalam perusahaan-perusahaan tempat mereka
bekerja dan tentang perbangunan hijau (green delvelopment绿色发展).
Usulan New Left ini bergema bertepatan dengan
terjadinya krisis global, bintangnya mulai bersinar dan berkembang hingga sampai
terjadinya skandal Bo Xilai. Pada 1990an mereka coba mencari tokoh berpengaruh
untuk mendukung idee mereka; untuk tujuan ini mereka mencari pada tokoh dan
pimpinan daerah pedalaman yang masih memegang jiwa kolektif sebagai gacoannya. Bakhan
tahun lalu Li Keqiang PM Tiongkok telah memberi laporan pendahuluan sebanyak
468 halaman tentang seruan tentang “perubahan mendasar” untuk model pembangunan
Tiongkok dalam menuju ke pasar hingga tahun 2030, dan diterbitkan oleh Bank
Dunia-Komisi Reformasi & Pembangunan Nasional
Pada 1996 Cui Zhiyuan mempublikasikan ulasan
tentang Nanjie (南街村) sebuah desa di Provinsi
Henan, yang dilaporkan sebagai desa dengan konsep kolektivism Maoist, desa
dibangun dengan model ‘komunisme utopia sosialistik’. Pada 1991 desa ini
dilaporkan sebagai desa yang makmur, 1992 GDP dari desa ini melebihi 100 juta Yuan(mata
uang Tiongkok) dan menjadi terkenal sebagai “desa millioner”. Pimpinan desa
menjadi ketua pembangunan desa yang tidak memperkenankan usaha pribadi dan
melarang adanya karaoke dan usaha hiburan lainnya. Setiap pagi diadakan upacara
kenaikan bendera, menyanyikan lagu revolusi, barulah para PNS masuk kerja,
demikian juga pulang kerja di akhiri dengan upacara serupa. Para karyawan
mendapat gaji tetap Y 150 – 200. Rakyat desa mendapat pelayanan kesehatan dan
pengobatan, sekolah, sandang pangan gratis. Pesta pernikahan diadakan secara
massal dengan biaya desa, kedua mempelai mendapat hadiah buku “Koleksi Pikiran
Mao’. Namun akhirnya keberhasilan ini diketahui hanyalah semu, karena sebagian
besar dibiayai dengan kredit bank yang akhirnya terjadi default, kredit bank
tidak terbayar. Dan ternyata usaha desa secara rahasia 60% dimiliki oleh
swasta. Jadi Nanjie pada 1980an menjalankan konsep kolektivitisasi dalam
pembangunan pertanian, sedang disebagian besar Tiongkok sedang mengenalkan
reformasi pasar sesuai dengan seruan Deng Xiaoping. Sedang mereka tetap
menjalankan konsep egalitarian Maoist, bahkan menjadi atraksi tourisme pada
kala itu.
Cui Zhiyuan (崔之元) lahir 1963 di Beijing (Ayahnya
seorang insinyur nuklir di Provinsi Zhichuan), seorang professor di Universitas
Qinghua-Beijing untuk School of Public Policy & Management (清华大学管理学院教授). Pernah diundang menjadi dosen di fakultas hukum
Universitas Cornel-AS. Pada 1995 mendapatkan gelar Doktor untuk Ilmu Politik,
pernah mengajar Ilmu Politik di Massachusett Institute dan di Centre for
Advance Study di Berlin Jerman, sebagai peneliti di Harvard Law School terutama
untuk penelitian bidang ekonomi politik dan filsafat politik.
Menerbitkan buku
“Invisible Hand Paradigm Paradox/Paradigma Paradoks Yang Tak Terlihat” (Economic Science Press/Press Ilmu
Ekonomi/经济科学出版社) ;
“Institutional Innovation and the second emancipation” (Oxford University Press) dan karya tulis lainnya dalam Inggris dan
Mandarin.
Gagasan Cui tetap mengacu pada model Chongqing,
walaupun telah diadakan perbaikan-perbaikan setelah terjadinya skandal Bo. Dia
ber-argumen bahwa Model Shenzhen adalah untuk era 1990an dan Pudong untuk era
2000an, tapi model Chongqing menjadi model untuk perkembangan Tiongkok yang
akan datang. Dia mengklaim bahwa pembangunan daerah lain Tiongkok harus meniru
langkah-langkah innovatif Chongqing untuk mengurangi jurang antara pembangunan
perkotaan dan pedesaan melalui reformasi sistim hukou yang ketat dan skema
pertukaran tanah yang memberi petani akses terhadap modal. Yang terpenting
menurut visi Cui adalah ekonomi campuran yang tergantung pada konsumsi
domestik, dan memberi penjelasan tentang perekonomian campuran antara swasta
dan publik.
Cui memberi penjelasan dalam esainya, mengapa
banyak intelektual Tiongkok banyak yang yakin akan ide “Model Chongqing” sebelum
adanya skandal Bo yang dramatik, mereka mendasarkan pada sebuah makalah
akademik “Partial Intimidations of the Coming Whole: The Chongqing Expriment In
Light of The Theories of Henry George, James Meade dan Antonio Gramci” (Modern China, November 2011 37: 664-660), yang secara luas dibahas dalam dunia akademisi dan partai (PKT). Cui
menjelaskan Chongqing sebagai model untuk pembangunan dapat mengakhiri Tiongkok
dari ketergantungan pada ekspor dan tabungan (bank); yang dengan demikian dapat
mempersempit jurang pertumbuhan antara kota dan pedesaan, serta penggunaan
kepemilikan publik (negara) dan perencanaan negara untuk merangsang bisnis
swasta.
Permasalahan pendekatan Neolib dan Newleft telah
merangsang permintaan disatu sisi dan reformasi di sisi lainnya. Selama ini
mereka dipusingkan dengan kepentingan besar ini, dimana yang selama dua dekade
lalu kepentingan ini telah diambil alih oleh kapitalis dan kroninya.
Namun menurut sosialog Sun Liping (孙立平) yang juga pernah menjadi mentor dari Xi Jingpin
(presiden Tiongkok) saat mendapatkan gelar Doktor di Universitas Qinghua,
menjelaskan bagaimana peran negara dalam bidang perekonomian telah menciptakan
kelompok berkepentingan baru yang memusuhi reformasi, itu menunjukkan bagaimana
kelompok-kelompok ini telah mendominasi pemilikan tanah, pertambangan, sumber
daya keuangan, infrastuktur dasar nasional, pembangunan perkotaan,
proyek-proyek publik, pengembangan air pedesaan dan energy, listrik,
telekomunikasi, manufaktur dan industri penting lainnya. Kelompok ini telah
diuntungkan dari kebangkitan ekonomi yang abu-abu ini, serta terjadinya korupsi
dimana-mana. Jadi lawan terbesar bagi ‘kiri baru’ dan ‘kanan baru’ bukan antar
mereka tapi adalah manfaat dari sistim yang telah berkembang ini. Dan bagaimana
mereka harus memecahkan pertanyaan-pertanyaan dan persoalan-persoalan yang
makin banyak dalam masalah politik yang timbul ini.
Sebelum 1989, mayoritas intelektual Tiongkok
percaya bahwa negara harus menuju seperti model negara Barat, menganut pemilu
multi partai, pemisahan kekuasaan dari partai dan negara, pembagian kekuasaan.
Tetapi setelah terjadinya Peristiwa Tian Anmen dan kolaps/jatuh serta
terpecahnya negara Uni Soviet, maka Tiongkok menghindari reformasi politik yang
demikian, mereka takut hal ini akan membuat negara
Tiongkok jadi bubar.
Tetapi Sun Liping dalam laporannya di Qinghua
University berpendapat bahwa obsesi
kemenangan untuk stabilitas ada pada diri sendiri : “Hasil akhir dari
keinginan pelestarian stabilitas yang kaku dan proyek pelestarian stabilitas
yang besar sebenarnya yang menyebabkan pendorong ketegangan sosial.”
Cui Zhiyuan dalam “ The Chongqing expriment : the
way forward for China?”( 重庆试验:未来路向中国? Eksprimen
Chongqing: Jalan Untuk Masa Depan Tiongkok?)
Menuliskan: Jika kota Shenzheng merupakan simbol
dari pembangunan Tiongkok tahun 1980an dan Pudong (bagian pusat kota Shanghai
baru yang menjadi metropolitan) menjadi simbol dari tahun 1990an, banyak orang
kini melihat Chongqing sebuah kota yang terletak dipedalaman bagian barat
Tiongkok dengan populasi yang 33 jutaan sebagai perwujudan dari pertumbuhan
dari Tiongkok pada dekade pertama abad ke21.
Niall Fergusson sejarawan ekonomi Harvard yang menciptakan istilah
“Chimerica” mengatakan : Tidak lama setelah terjadinya krisis perkreditan di Barat:
Saya mengadakan kunjungan ke tempat dimana merupakan negara bertabungan terbesar
di Timur, yang berbelanja secara royal. Dimana tidak ada tempat yang dapat
menandingi perwujudan ekspansi ekonomi yang sangat tinggi dari Tiongkok
daripada kota Chongqing yang terletak jauh di tepi sungai Yangzhe ini, kota ini
menjadi kota tercepat perkembangannya di dunia saat ini. Saya melihat beberapa
prestasi spektakuler dalam pembangunan dalam kunjungan saya sebelumnya, tapi
ini bahkan melebihi dari Shanghai dan Shenzheng.
(speech on “Chimerica” at the Carnegie Council, 20
November 2009 : http://www.youtube.com/watch?v=-DeQYWro8YU
)
Setelah kunjungannya ke Chongqing ini, Fergusson mengubah pendapatnya tentang
“Chimerica”. Awalnya dia membayangkan tentang pembagian kerja dimana Tiongkok
“yang menabung” dan Amerika “yang mengkonsumsi”, dia kira Tiongkok tidak
memiliki pasar domestik cukup besar karena itu harus bergantung kepada
pertumbuhan yang dipicu ekspor. Tetapi setelah melihat pembangunan yang
spektakuler di kota Chongqing, dia melihat realita yang menunjukkan pasar besar
domestik Tiongkok yang dengan sendirinya juga mementahkan dan mengakhiri
istilah “Chimerica”.
Dengan demikian Furgusson harus mengakui bahwa Chongqing sebagai antitesis
dari pandangan dia tentang “Chimerica”, karena model Chongqing telah dipilih
oleh pemerintah Tiongkok pada 2007 sebagai “zona ekprimental nasional untuk
mengintegrasikan perkembangan perkotaan dan pedesaan”. Kunci intergrasi ini
untuk merangsang permintaan domestik Tiongkok. Bila penduduk perkotaan saja mengkonsumsi enam
kali lebih banyak dari pedesaan, maka itu dapat mengubah pola pertumbuhan
Tiongkok dari yang berbasis ekspor ke pasar domestik.
Pada bulan Maret 2011, Kongres Rakyat Tiongkok secara resmi mengumumkan “12
Tahun Repelita” dan mengubah pola pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat, yang menjadi pilar baru dari kebijaksanaan ekonomi sosial
Tiongkok. Setelah pengumuman ini media dalam dan luar negeri menjadi hangat
mendiskusikan “Pengalaman Chongqing” dan “Model Chongqing”.
( China 3.0 by Mark Leonard – European Council On
foreign Relations – ECFR November 2012 )
Repelita
Model Tiongkok
Pada 28 Oktober 2010 pemerintah pusat Tiongkok mencanangkan
Rekomendasi ‘Kebijakan Rencana Pembangunan Lima Tahun” (十二五规划/Repelita)dari tahun
2011 s/d 2015 untuk mencapai masyarakat adil makmur yang moderat, dengan lebih
menajamkan reformasi dan membuka diri, mempercepat pembangunan ekonomi pada
periode krusial ini. Dalam Kebijakan ini menyerukan :
- Mempercepat
transformasi pembangunan ekonomi, dan menciptakan situasi baru dalam
pengembangan ilmu pengetahuan.
- Patuhi
strategi memperluas permintaan domestik dan mempertahankan pembanguan ekonomi
yang stabil dan cepat.
- Mempromosikan
modernisasi pertanian, mempercepat pembanguan pedesaan sosialis baru.
- Pengembangan
sistem industri modern, meningkatkan daya saing industri inti.
- Mempromosikan
pembangunan daerah yang terkoordinasi, secara aktif dan terus mempromosikan
urbanisasi.
- Mempercepat
pembanguan sumber daya alam dengan hemat dan effisien, ramah lingkungan,
meningkatkan tingkat peradaban ekologi.
- Menerapkan strategi
dan melakukan pendalaman strategi ini, untuk mempercepat pembanguan suatu
negara yang inovatif.
- Memperkuat
kontruksi sosial, membanguan dan memperbaiki sistim pelayanan dasar publik.
- Mempromosikan
pemgembangan budaya dan kesehtareaan, meningkatkan soft power budaya nasional.
- Mepercepat
laju reformasi, meningkatkan dan menyempurnakan sistim ekonomi pasar sosialis.
- Mengimplementasikan
strategi kerjasama win-win yang saling menguntungkan, melangkah lebih maju
dalam tingkat kebijakan keterbukaan.
- Menyatukan
seluruh langkah partai dan semua anak bangsa untuk berjuang mencapai
keberhasilan Repelita ini.
Menurut Cui hal yang
penting dalam Repelita ini dengan ‘Model dan Pengalaman Chongqing’ adalah
kebutuhan untuk melindungi dan meningkatkan taraf kehidupan rakyat, untuk
mematuhi dan mempercepat transformasi pembangunan ekonomi sebagai titik awal
dan titik akhir. Jika diperhatikan perkembangan Chongqing adalah untuk kesejahteraan
warga negara. Misalnya tindakan anti-kejahatan, reformasi pendaftaran anggota
rumah tangga perkotaan dan pedesaan (hukou), meningkatkan pendapatan penduduk
di luar kota, semuanya ini erat hubungannya dengan mata pencarharian
masyarakat.
Hasil pengamatan Cui di
tahun 2012, selama tiga tahun di
Chongqing dalam melaksanakan kebijakan ‘proyek 10 paket peningkatan tarap
hidup’ adalah sebagai berikut :
- Pembangunan 30 juta meter persegi rumah sewa (rusunawa), berarti telah
memecahkan permasalahan lebih dari 50 juta perumahan orang-orang
berpenghasilan rendah yang membutuhkan.
- Implementasi dari proyek untuk jutaan pendapatan, maka 95% warga dua
sayap luar kota dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 3 juta yang dengan
sendirinya juga meningkatkan pendapatan mereka.
- Hutan kota mencapai 40% , tingkat penghijauan perkotaan mencapai 35%,
sehingga menjadi sebuah hutan kota nasional, Kota kebun yang ramah
lingkungan ( Kota hijau).
- Sekolahan-sekolahan dalam kota, taman kanak-kanak disediakan polisi/petugas
keamanan, dibangun 500 pos patroli keamanan.
- Menyiapkan asuransi untuk para pensiunan petani kota secara penuh
(full coverage) dengan mendirikan rumah pensiunan, sehingga 3 juta kaum petani
pensiunan tua merasa hari tuanya terjamin.
- Pelatihan untuk mengurus 1,3 juta anak-anak desa tertinggal, untuk
menghilangkan rasa kuatir bagi para pekerja migran yang meninggalkan
putra-putrinya di desa.
- Mengadakan terobosan untuk reformasi sistim registrasi kependudukan
bagi para pekerja migran.
- Menekan biaya pengobatan bagi rakyat kecil, agar rakyat mudah berobat
dan murah.
- Menciptakan dan mengembangkan 60 ribu usaha mikro untuk menambah 300
ribu posisi pekerjaan usaha.
- Melakasanakan dan mengembangkan “Tiga Masuk Sekaligus/三进三同”, “Pro keluarga miskin/结穷亲” “Turba/Turun ke bawah/ 大下访”, memperdalam ‘tiga sistim’ ini, dengan mendengar suara mereka dalam memecahkan masalah/kesulitan mereka. (Blusukan)
Bursa
Serfikat Tanah (该土地证市场)
Jauh sebelum Chongqing ditetapkan sebagai “zona
eksprimental nasional untuk mengintegrasikan perkembangan pedesaan dan
perkotaan” Presiden Hu Jintao (sekarang mantan) telah mendefinisikan peran
strategi pembangunan Tiongkok secara keseluruhan, ketika memberi keynote speech
kepada delegasi Chongqing pada pertemuan tahunan Kongres Rakyat pada Maret
2007. Menurut Hu Jintao misi Chongqing ada tiga: pertama untuk menjadi pusat
ekonomi di hulu sungai Yangzhi; kedua untuk menjadikan “tonggak pertumbuhan”
bagi seluruh wilayah bagian barat Tiongkok; dan ketiga menjadi wilayah pertama
di Tiongkok untuk menciptakan “masyarakat makmur sejahtera yang moderat”(小康 社会/xiao kang shehui).
Dengan semangat misi ini, di Chongqing didirikan “bursa
tanah” satu-satunya di Tiongkok. Pada Desember 2008, yang masuk dalam bursa
bukan saja untuk sertifikat tanah disekitar kota Chongqing saja, tapi juga
termasuk tanah dipedesaan yang tanahnya telah diubah menjadi tanah pertanian.
Misalnya bidang tanah tempat tinggal pedesaan yang tanahnya telah dijadikan
tanah pertanian, hak tanah mereka dapat dijual dalam “bursa tanah” kepada
pengembang atau pertanian/perkebunan dengan cara lelang.
Bursa sertifikat tanah ini mirip dengan skema
perdagangan emisi karbon di Eropa dan tempat lainnya. Tapi yang terpenting
adalah dalam konteks ini bahwa secara implisit orang desa ini memiliki hak atas
pembangunan tanah yang diakui, sesuatu yang tidak ada di “hukum pengolahan
tanah” di Tiongkok selama ini. Jadi bursa sertifikat tanah ini hampir sama
dengan “expriment in transfer of delvelopment rights (TDR)” untuk beberapa kota
di AS pada tahun 1970an. (baca: What is Transfer of Development Rights (TDR)
program? - https://njaes.rutgers.edu/highlands/tdr.asp
)
Reformasi
Pendaftaran Rumah Tangga (户籍改革)
Elemen kedua dalam eksprimen Chongqing adalah
reformasi pendaftaran rumah tangga untuk dua juta petani dan keluarganya yang
telah pindah dari pedesaan pinggiran kota Chongqing ke dalam kota sejak tahun 2010.
Reformasi ini terkenal dengan istilah hukou,
yang memperkenankan siapapun yang sudah bekerja didalam kota lebih dari 5 tahun
dapat memindahkan registrasi kependudukan keluarganya dari desa ke kota
(semacam K.K. dan KTP). Tindakan ini merupakan langkah besar dalam mengurangi
diskriminasi untuk pekerja yang datang dari desa, ini menjadi prakondisi untuk
“integrasi bagi pembanguan desa dan kota”, dan manjadi misi Chongqing sebagai
“zona eksprimental nasional”. (Hukou adalah izin tinggal di Tiongkok atau
seperti KTP/KK di Indonesia, tapi ini khusus untuk zona perumahan tertentu yang
membedakan antara daerah pedesaan dan perkotaan, yang berkaitan dengan
fasilitas atas hak tertentu. Misalnya, tanpa izin tinggal di Beijing, seseorang
tidak mungkin bekerja secara legal atau membeli sebuah appartment di kota
tersebut).
Dengan tanpa adanya bursa sertifikat tanah akan
menjadi sulit bagi Chongqing untuk menangani ‘banjir urbanisasi’ yang terjadi,
karena penduduk desa tidak dapat dipaksa untuk menyerahkan tanah miliknya di
desa ketika mereka telah ter-regristrasi sebagai penduduk kota, yang mana jika akan
membuat perencanaan lahan secara rasional akan sulit. Dengan bursa sertifikat
tanah memberi peluang bagi para pekerja migran suatu insentif bagi mereka untuk
menukarkan lahan rumahnya secara sukarela dan menukarkan sertifikat tanahnya
yang akan dikonversi menjadi lahan subur pertanian.
Contoh. Saat itu sertifikat tanahnya dihargai Yuan
150 ribu hingga 200 ribu per “mu”(= 666.66 m2). Sehingga “Reformasi
Pendaftaran Rumah Tangga” dan “Bursa Setifikat”
membuat keluarga mereka yang pindah hidup di kota secara signifikan
menjadi lebih nyaman. Lebih-lebih lagi kini mereka terdaftar sebagai penduduk
kota.
Kenyataan yang terjadi di banyak tempat di
Tiongkok harga tanah meningkat dengan pesat karena adanya industrilisasi, hal
ini sangat menguntungkan bagi penduduk kota dan penduduk pinggiran kota. Di
Chongqing, Bursa Sertifkat Tanah dan Reformasi Pendaftaran Penduduk bahkan
memungkinkan bagi penduduk desa yang tinggal jauh dari kota untuk mendapatkan
keuntungan dengan adanya peningkatan harga tanah, dengan menjual hak
pengembangan atas tanahnya.
Sistim Sewa-Menyewa Lahan Publik (Negara) (公共土地批租制度)
Elemen ketiga dalam ekspimen Chongqing adalah
masalah Sistim Sewa-Menyewa tanah milik publik(negara). Ketika Huang Qifan yang
dimutasi dari Shanghai untuk menjabat sebagai wakil walikota Chongqing tahun
2001, pendapatan pemda Chongqing dari penyewaan lahan publik hanya Yuan 0,2
milyar. Huang menjadi kaget dengan kenyataan bahwa “harga dasar” sewa lahan
publik di Chongqing yang topografinya rata justru lebih rendah dari Chengdu
yang bertopografi naik turun, yang seharusnya lebih mudah untuk dijual dibanding
dengan Chendu.
Maka ditetapkan harga dasar sewa baru untuk
tanah-publik Chongqing pada 2002. Sehingga pendapatan Chongqing dari sewa tanah
publik dari 0,6 milyar yuan meningkat menjadi 2,2 milyar yuan pada 2003 dan
mencapai 98 milyar yuan pada 2010.
Kebijakan diatas ini menjadikan bagian besar
peningkatan pendapatan daerah Chongqing atas nilai tanah melonjat, ini menjadikan
Pemda Chongqing dapat menarik pajak swasta 15%, dibandingkan dengan rate
pemerintah yang 33%.
Sistim Sewa-Menyewa ini dapat dilihat argumen yang
lebih luas sebagai kasus khusus dimana kepemilikan publik dan bisnis dapat
berkembang bersama dengan saling menguntungkan. Karena menurut kebijaksanaan
konvensional bisnis swasta dan negara hanya dapat saling menggantikan satu sama
lain, ketika salah satu mundur maka yang lain menggantikannya.
Tapi di Chongqing yang terjadi sektor publik dan
swasta dapat berkembang pesat dalam dekade terakhir. Asset publik (negara)
telah meningkat lebih dari 170 milyar yuan di 2002 menjadi 1.386 milyar yuan
pada 2011. Sedang sektor swasta juga berkembang dengan pesat, pada 2001
diperhitungkan hanya 38,8% dari GDP Chongqing dan menjadi 61,2% pada akhir
2010.
Dari eksprimen Chongqing dapat menunjukkan bahwa
“zero sum game’ antara kepemilikan asset publik dan bisnis swasta tidak ada. Bahkan
sebaliknya seperti apa yang dikatakan oleh James Meade pemenang Hadiah Nobel
Ekonomi: mereka dapat saling melengkapi satu sama lain. Eksprimen Chongqing ini
dapat dianggap sebagai upaya untuk menemukan pendapat Meade “untuk
mengoptimalkan campuran” pemilikan publik dan swasta. Gagasan Huang dari “third
finance” dapat dipahami dari teori Meade ini, yang mengatakan: ketika
pemerintah bisa mendapatkan pendapatan pasar (maket revenue) dari asset
masyarakat, maka dapat mengurangi beban pajak perusahaan swasta dan perorangan
shingga kepemilikan swasta dan publik dapat saling memperkuat satu sama lain.
Perdebatan
Pakar Untuk Model Guangdong dan Chongqing
Pada 30 Juli 2011, terjadi perdebatan antara model
Chongqing dan model Guangdong dalam suatu serial seminar dan diskusi yang
hangat, dilanjutkan dengan simposium yang sangat berpengaruh di luar kota Beijing-Unirule
Institute (天则研究所北京) pada 12 Agustus 2011.
Diskusi meja bundar terbuka tentang implikasi politik dari Guangdong-Chongqing
dan segala kemungkinan bagi pemerintah pluralis bagi masa depan Tiongkok.
Diskusi terbuka jenis ini merupakan yang pertama terjadi selama ini dengan tema
‘China Elections and Governance/中国选举与治理Zhongguon
xuanju yu zhili). Walaupun dalam event ini Cui Zhiyuan yang merupakan supporter
utama dari ‘model Chongqing’ tidak dapat hadir dalam ‘konfrontasi’ ini, namun
presentasi Xiao Bin ( 肖斌 ) menjadi tur de force dari acara ini, dengan makalah “The Evolving
Guangdong Model: An Analytical Framework” (Diterbitkan dalam Journal of Public Administration 1 Juni
2011)
Peserta diskusi ini dihadiri oleh :
Mao
Yishi (茅于轼) - Presiden Unirule
Institute, Beijing.
Xiao
Bing (肖滨) – Professor & Vice Presiden, Departemn of
Public Affair, Sun Yat-sen University, Guangzhou.
Yang
Fan (杨帆)- Professor, Department of
Commerce, China University of Political Science and Law, Beijing.
Zhang Musheng (张木生)
- Vice Secretary, The Chinese Tax Institute, Beijing.
Qiu Feng (邱枫)
- Vice President of the Science Committee, Unirule Institute, Beijing.
Xiao Shu (萧疏)
- Senior Analyst, Nanfang Zhoumo weekly newspaper, Guangzhou.
Li Weidong (李卫东)
- Political Analyst, former Director of the monthly China Reform,
Beijing.
Shi Xiaomin (石小敏)
- Senior Economist and Vice President, China Society of Economic Reform,
Beijing.
Zhang Shuguang (张曙光)
- Researcher, Institute of Economics, Chinese Academy of Social Sciences;
President of the Academic Committee, Unirule Institute, Beijing.
Xu Dianqing (徐滇庆)
- Professor, National School of Development at Peking University.
Gao Quanxi (高全喜)
- Professor, Faculty of Law at the Beijing University of Aeronautics and
Astronautics.
Li Shengping (李升平)
- Political Analyst and former Director of the Beijing Institute for Research
in Social and Technological Development.
Cai Xia (蔡霞)
- Professor, Department of Teaching and Research on the Construction of the
Party, Party School of the Central Committee of the CCP, Beijing.
Yang Ping (杨平)
- Director of the bimonthly Beijing Cultural Review.
Wang Zhanyang (王詹阳)
- Professor and Director, Research Department of Political Science, Institute
of Socialist Studies, Beijing.
Zhou Hongling (周红岭)
- President, Beijing “New Era” Institute for Research in Public Education.
Dalam diskusi meja budar ini, Xiao Bin, Li Weidong dan Zhang Shuguang, antara lain menyebutkan bahwa selama tahapan pembangunan Guangdong dan Chongqing berada dalam tahapan yang berbeda, maka tidak dapat langsung diadakan perbandingan. Xiao Bin mengatakan bahwa Model Guangdong atau lebih tepatnya Model Pearl River telah lebih dulu berkembang sejak awal reformasi ekonomi. Pemda Guangdong telah memberi dorongan kepada perusahaan swasta, usaha kecil dan menengah yang mengarah pada pertumbuhan ekspor. Ini menyebabkan berkembangnya ekonomi pasar di kawasan ini dan berhasil untuk beradaptasi dengan globalisasi, sehingga membawa pertumbuhan yang luar biasa dalam dua dekade. Sedang Yang Ping mengatakan bahwa Chongqing berada 20 tahun tertinggal dari Guangdong, dikarenakan terletak di pedalaman (daratan) yang kurang menguntungkan. Ekonominya baru take-off 10 tahun belakangan sejak adanya proyek ‘pembangunan daerah Barat’(西部大开发/xibu da kaifa) yang dicanangkan oleh pememrintah pusat RRT tahun 2000. Oleh karena ada perbedaan latar belakang ini, Guangdong dan Chongqing memiliki permasalahan ekonomi dan sosial yang berbeda.
Pembangunan
Guangdong Menuju Kesejahteraan/Kebahagiaan ( 幸福广东/xingfu
guangdong)
Xiao Bin mengatakan bahwa pertumbuhan Guangdong
sedang menuju ke fase perubahan diatas (kebahagiaan) ini tidak dapat dihindari,
namun ada hal yang sangat sulit untuk dapat dihindari. Perkembangan yang sangat
cepat selama 30 tahun, memiliki konskuensi serius bagi wilayah ini dalam
pencemaran lingkungan, masalah perselisihan perburuhan, pelanggaran hak-hak
pekerja migran, dan terjadinya kolusi pemegang kekuasaan dan pemilik modal
(KKN). Yang lebih buruk lagi masalah perpecahan soasial yang terkait terjadinya
kesenjangan antara kota dan desa, ketidak seimbangan setempat dan kesenjangan kekayaan antara pekerja
individual.
Li Weidong (李卫东) mengatakan
bahwa Guangdong merupakan mikrokosmos dari masyarakat Tiongkok, dengan
permasalahan yang sama seperti peningkatan secara keseluruhan akan ketidak
adilan yang terjadi dan konflik sosial antara pekerja migran dan pekerja lokal.
Guangdong dengan 36,67 juta pekerja migran yang hampir seluruhnya berasal dari
desa dan pedalaman, yang kebanyakan telah 20an tahun tinggal di delta Sungai
Peral (珠江) ini, sering terjadi stagnasi
pembayaran upah dan upah yang dibayar tertundah berulang-ulang kali pada tahun-tahun
terakhir ini (2011), menyebabkan terjadinya huru hara oleh pekerja migran di
kota Zheng Cheng dan Hui Zhou. Menurut sensus 2010 populasi migran di Guangdong
telah meningkat 70 kali lipat dalam 30 tahun, hingga akhir tahun 2010 populasi
migran telah mencapai 1/3 dari seluruh populasi provinsi. Di kota Shenzheng dan
Dongguan migran bahkan lebih banyak daripada penduduk lokal.
Tapi beberapa komentator mengatakan bahwa Pemda
Guangdong telah mengadakan modifikasi kebijakan ekonominya secara signifikan
dalam mengatasi provinsi yang menjadi makmur namun hasil pembangunannya masih
tidak merata. Pada awal jabatannya Wan Yang sangat liberal pada isu-isu
ekonomi, mendorong ‘percepatan pembaharuan dan modernisasi sektor industri’,
dan menekankan bahwa sudah waktunya untuk “membuka kandang dan mengganti
burungnya” (腾笼换鸟 / tenglong huanniao), yang bermakna
kapasitas Guangdong untuk inovasi secara independen harus diperkuat dan
pertumbuhan ekonomi akan dibangun atas dasar permintaan eksternal dan internal.
Sistim pembangunan industri modern harus dipercepat dan pengembangannya harus
terkoordinasi antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Pada 2010, Wen Jiabao (kini mantan PM) pernah
menyerukan untuk memperbesar “kue” kemakmuran sosial melalui pembangunan,
sehingga lebih mudah memperbesar pembagian untuk rakyat. Wang lebih menekankan
pada kualitas dari “kue” daripada ukuran besarnya. Salah satu langkah Wang
adalah meningkatkan upah minimum sebesar 18,6% pada bulan Januari 2011, yang
merupakan kenaikan 21,1% dari 2010. Tindakan ini dimaksudkan untuk memberi
pekerja bagian keuntungan yang lebih besar, serta mendorong usaha padat karya
untuk meningkatkan teknologi dan daya saing mereka. Jika langkah tersebut
berhasil dapat mendatangkan keuntungan bisnis yang sangat besar, tapi dalam
jangka pendek hal itu dapat mempersulit mereka.
Li Weidong(李卫东) meragukan
kemampuan Guangdong untuk mereformasi industri padat karya yang telah
mempekerjakan sebagian besar pekerja migran di kawasan itu selama dua dekade
terakhir itu. Tapi dia menunjukkan bahwa jika industri ini dapat berkolaborasi
dengan industri high value added (industri dengan produksi nilai tambah
tinggi), maka rencana modernisasi industri
ini bisa bekerja dengan baik.
Lebih lanjut Qiu mengatakan
sistim yang ada sekarang tidak memiliki saluran kelembagaan yang memungkinkan
partisipasi publik dalam pemerintahan daerah, untuk mengatasi masalah ini pada
Sidang Pleno kedelapan Sidang kesepuluh PKT
Komite Provinsi Guangdong pada 2011, pemerintah setempat menggelar
rencana lima tahun (2011-15) untuk memperkuat rule of law dalam pemerintahan.(法治广东建设五年规划2011-2015年). Dalam pertemuan ini juga
untuk pertama kalinya Wan Yang secara resmi memperkenalkan target Provinsi
untuk 12 konsep rencana ‘Guangdong Menuju Kebahagiaan’ (幸福 广东, Xingfu Guangdong
). Xiao Shu mengatakan bahwa ini merupakan kemajuan yang nyata dalam memperkuat
sistim pembangunan sosial (社会 建设,
Shehui Jianshe), yang dimulai dari rekontruksi sosial dari tingkat bawah naik ke
atas (社会 底盘,
she hui dipan). Dorongan untuk menuju kebahagiaan harus dengan penciptaan
sebuah masyarakat sipil yang terbuka dan pembentukan landasan bagi setiap warga
negara untuk memantau dan memberi reaksi terhadap kebijiakan lokal, khususnya
melalui internet/jaringan elektronik sosial (网络问政、公民问政 wangluo wenzheng, gongmin wezheng).
Wang Yang juga pernah berujar saat interview
dengan News Week tentang modernisasi
ekonomi(腾笼换鸟 / tenglong huanniao) dan
kebijakan sosial untuk kesejahteraan (幸福 广东, Xingfu Guangdong) di Guangdong akan saling
berkaitan (11 Maret 2011). Modernisasi ekonomi akan memperkaya “porsi kue”, sementara
kebijakan sosial mengatur pembagian tersebut. Namun “kue” tidak akan bisa
dibagi jika belum dibuat, dan satu-satunya alasan untuk membuat “kue” adalah
untuk dapat dibagikan. Tapi pada 10 Juli 2011 pada sessi kesembilan pertemuan
untuk perencanaan Komite Provinsi, Wang mengemukakan padangannya yang sedikit
berbeda. Dengan mengatakan walaupun sharing untuk “kue” itu penting, tapi tugas
utama Partai tetap harus membuat “kuenya”.(分蛋糕不是重点工作,做蛋糕是重点/fen dangao buzhi zhongdian
gongzuo, dangao shi zhongdian).
Tapi hal diatas ini dikritik
karena hanya memproritaskan effisiensi atas ekuitas. Wang Zhanyang mengatakan
Guangdong yang fokus pada pembuatan “kue” merupakan satu tindakan “politik yang
benar”, selama Guangdong harus mengikuti kebijakan pemerintah pusat meskipun
mereka salah. Tapi gagasan menciptakan kekayaan menjadi satu-satunya kebijakan
pemerintah adalah sesuatu yang tidak dapat diterima, karena ketidak adilan yang
disebabkan oleh distribusi arus pendapatan menjadi tidak tertahankan. Gao
Quanxi mengatakan aturan dan hukum untuk penciptaan kekayaan perlu dibentuk.
Ini penting supaya memungkinkan sengketa ekonomi yang harus ditangani melalui
hukum yang independen dapat berjalan, juga agar dapat membantu untuk
mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan berbasiskan pada hukum.
Model Chongqing Menciptakan Kesejahteraan Umum Tanpa Mengubah Sistim
Yang Ping mengatakan bahwa
timbulnya ketegangan sosial yang terjadi di Guangdong hanya baru mulai terjadi di
Chongqing. Sistim ekonomi pasar Chongqing masih tidak semaju dari Guangdong,
sehingga belum menghadapi banyak masalah tradisionil yang lazim akan terjadi
dalam pembangunan. Sudah bertahun-tahun mekanisme pasar hampir lumpuh karena kontrol
pasar dikuasai oleh mafia dan pejabat korup. Yang Fan, Zhang Musheng dan Cai
Xia mencatat bahwa sebagian penduduk Chongqing masih hidup dalam kemiskinan.
Zhang Musheng mengatakan Chongqing
telah menderita akibat adanya pembangunan Dam ‘Three Gorges’ (Poryek besar
waduk di hulu sungai Yanzhi), yang mulai berlangsung tahun 1997. Pemerintah
kota menyerap jumlah besar migran yang sangat miskin dari daerah tidak
berkembang provinsi tetangga – Sichuan. Kedatangan migran berpenghasilan rendah
ini makin melebarkan kesenjangan yang sudah besar dalam standar hidup antara
Chongqing dan daerah pedesaan sekitarnya yang membentuk 90% dari wilayah
kotamadya. Pada saat itu tercatat 80% penduduk pedesaan sebagai “petani” dan
hidup dibawah garis kemiskinan. Situasi itu sedikit lebih baik dari kota, tapi
memiliki tingkat pengaguran yang besar jumlahnya akibat diPHK dari
perusahaan-perusahaan negara yang bermasalah.
Qiu Feng lebih percaya bahwa tidak ada yang baru tentang rencana pertumbuhan Chongqing. Dia melihat itu sebagai analog dengan pengembangan Pudong di Shanghai pada tahun1990an. Pertumbuhan lokal dirangsang dengan menggabungkan modal asing dengan tenaga lokal, dan pemerintah bekerja untuk menarik perusahaan swasta dan investasi asing melalui kebjikan fiskal yang menguntungkan di Zona Pembangunan Khusus. Yang Fan lebih lanjut mengatakan pengembangan seperti Chongqing yang dibangun hanyalah untuk mengejar ketinggalan dengan pasar lain dalam waktu singkat, sering memerlukan intervensi pemerintah yang cukup besar dalam ekonomi, karena jika dibiarkan begitu saja pasar akan tidak mampu berfungsi secara normal.
Yang Fan, mengatakan bahwa
Model Chongqing merupakan sintesis dari serangkaian langkah-langkah politik,
ekonomi, sosial dan budaya baru. Model tradisional daerah pesisir seperti
Guangdong yang diarahkan untuk perakitan dan ekspor. Dua kutub rantai pasokan
sumber input dan pasar untuk produk jadi di luar negeri dipadukan (两头 在外/liangtou zai wai). Jadi Model Chongqing adalah untuk
pertumbuhan, disisi lain berdasarkan produk lokal untuk suku cadang sebagai
hulu perakitan dan juga sebagian besar untuk dipasarkan ke luar negeri (一头 在外, 一头 在内/yitou
zaiwai, yi tou zainei).
Qiu Feng lebih percaya bahwa tidak ada yang baru tentang rencana pertumbuhan Chongqing. Dia melihat itu sebagai analog dengan pengembangan Pudong di Shanghai pada tahun1990an. Pertumbuhan lokal dirangsang dengan menggabungkan modal asing dengan tenaga lokal, dan pemerintah bekerja untuk menarik perusahaan swasta dan investasi asing melalui kebjikan fiskal yang menguntungkan di Zona Pembangunan Khusus. Yang Fan lebih lanjut mengatakan pengembangan seperti Chongqing yang dibangun hanyalah untuk mengejar ketinggalan dengan pasar lain dalam waktu singkat, sering memerlukan intervensi pemerintah yang cukup besar dalam ekonomi, karena jika dibiarkan begitu saja pasar akan tidak mampu berfungsi secara normal.
Wei Libing kepada tabloid akhir minggu Nanfang
Zhoumo (Mingguan/南方周末,2009年4月29日) mengatakan bahwa peran Pemda terbukti penting pada tahap awal
pengembangan Chongqing, dengan bantuan kebijakan preferensial dari Beijing, Pemkot
membangun infrastruktur dan mengadakan reformasi pada BUMN dengan memanfaatkan
sumberdaya tanah negara untuk mendapatkan pembiayaan dari bank. Kemudian
melekatkan ke tren menuju percepatan pengembangan industri berat dan
industrialisasi di daerah pedalaman Tiongkok, dan Chongqing memungkinkan untuk
menikmati masa peningkatan investasi dan pertumbuhan yang tinggi. Wei memetaforakan
situasi ini sebagai “membagun sarang untuk menarik burung phoenix/筑巢引凤-zhuchao yinfeng”
Menurut Qiu Feng: Pemda Chongqing saat Bo Xilai
berkuasa (sebelum terjadinya kasus skandal pembunuhan seorang Inggeris partner
bisnisnya yang menyebabkan Bo menjadi pesakitan) telah menekankan akan
kesejahteraan umum sebagai tujuan dari semua kebijakan sosial sejak tahun 2007.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Model Guangdong merupakan perpanjangan dari
wacana yang dominan dalam reformasi sejak 1980an. Tapi Model Chongqing secara
fondamental berbeda. Alih-alih memprioritaskan effsiensi, sebaliknya justru
lebih menekankan pada level yang sama untuk effsiensi dan ekuitas. Bo dalam
wawancaranya dengan TV Hong Kong Phoenix (3 Juli 2011) pernah mengatakan
pembangunan Chongqing mengikuti jalur yang berlawanan dengan daerah lain, dia
sedang mencoba untuk “membagi kue dengan adil dulu, barulah membuat yang lebih
besar”( 先将 蛋糕 分 好, 再做 大, zian jiang dangao fenhao, zai zuo da). Dia mengingatkan kata-kata Deng
Xiaoping “biarkan lebih banyak orang-orang menjadi kaya dengan demikian dapat
mencapai kesejahteraan umum” (让人民群众共享致富,从而实现共同繁荣/ rang renmin qunzhong gongxiang zhifu, cong er shixian gongtong fanrong),
tapi ia kira sejehteraan umum harus
menjadi prioritas utama dari Pemkot (komite kota PKT). Pandangan ini
dikonfirmasikan dengan resolusi “Perihal keputusan tentang pengurangan tiga
kesenjangan dan promosi kesejahteraan umum” (中共 重庆 市委 关于 缩小 三个 差距 促进 共同 富裕 的 决定/zhonggong chongqing shiwei guanyu suoxiao sange
chaju cujin gongtong fuyu de jueding) pada Sesi Sidang Pleno ke-sembilan untuk
yang ke-3 Chognqing Municipal Komite PKT Juni 2011.
Langkah-langkah untuk berbagi “kue” diuraikan
dalam sebuah dokumen yang disebut “Rencana Kerja Untuk Kesejahteraan Penduduk”
(民生工程/minsheng gongcheng). Zhang Musheng mengatakan
bahwa sistem inovatif Chongqing tentang “Bursa Sertifikat Tanah” (地 票/dipiao) merupakan upaya untuk memecahkan masalah polarisasi pendapatan
antara kota dan negara. Lahan pertanian di daerah-daerah yang kurang berkembang
harganya dapat diambangkan pada pasar real estat dalam kota, sehingga
memungkinkan petani untuk mau menyerahkan hak penggunaan lahan mereka untuk
berbagi buah atau keuntungan dari urbanisasi. Hal ini dapat merangsang pertumbuhan
permintaan internal dari penduduk yang tadinya merasa kurang diuntungkan.
Dengan demikian dapat membantu para pekerja migran, penduduk berpengahasilan
rendah diperkotaan dan mahasiswa.
Wang Zhanyang mengatakan bahwa kebijaksanaan
sosial Chongqing dapat bereffek positif
terhadap seluruh negeri. Dalam situasi ekonomi Tiongkok yang terus
berkembang, maka negara harus bekerjasama dengan tepat antara pemerintah dan
pasar untuk menentukan peran masing-masing dalam pembangunan ini. Dia
mengatakan penciptaan kekayaan harus diserahkan kepada pasar, sementara
pemerintah harus fokus pada cara pembagian “kue”, dengan dimulai dari reformasi
pajak keuangan publik. Dan Chongqing membuktikan bahwa “kue” dapat dibagikan
tanpa mereformasi sistim politik pada saat itu. Menurut Wang kunci kerberhasilan
dari percobaan Chognqing ini berkat kecerdasan dari pimpinan penguasaan
setempat (saat itu Bo Xilai dan Huang Qifan).
Tapi Li Shengping melihat kekuatan yang
mengadalkan pimpinan ini sangat berpotensi merusak dalam prospek jangka panjang
di kawasan ini. Perkiraan dia sukses Chongqing mungkin lebih disebabkan oleh
kemampuan Huang Qifan & Bo Xilai, dukungan keuangan dan politik Beijing
daripada momentum intrinsik pembangunan ekonomi di wilayah tersebut.
Kampanye
Politik Dalam Perkembangan Chongqing
Dalam bidang politik para pakar juga membahas
mekanisme idelologi dan konsep tata sosial daerah tersebut, dengan menfokuskan
pada lembaga yang ada dan bukannya pada motivasi untuk para pemain politiknya. Tapi
dalam diskusi tersebut menunjukkan bahwa kampanye ideologi sering kali cendrung
untuk mendukung kebijakan ekonomi dan sosial masing-masing pemimpin yang
berbeda.
Misalnya kampanye Bo Xilai dalam gerakan
anti-mafia dengan menggunakan ‘nyanyian merah a la revolusi kebudayaan’ (打黑 唱红/dahei changhong) dianggap sebagai hal yang kontroversial. Tapi Zhang
Musheng mengatakan kampanye anti-mafia telah membersihkan Chongqing dari preman
dan meningkatkan rasa keamanan dan keadilan masyarakat. Yang Fan (杨帆) juga mendukung kebijakan radikal Bo Xilai.
Dengan mengatakan bahwa dia telah me-restrukturisasi kepentingan di daerah ini,
hasil yang luar biasa ini yang membedakan Chongqing dari Guangdong. Namun
beberapa tindakan yang diambil selama kampanye itu tidak menghormati prosedur
hukum dan keadilan. Menurutnya kebijakan ini seharusnya tidak boleh
mendiskreditkan seseorang seperti apa yang telah sering terjadi selama revolusi
kebudayaan. Pada masa Revolusi Kebudayaan ‘massa resmi’ dibolehkan menggerakkan
orang-orang untuk merebut kekuasaan dan melaksanakan pengadilan mereka sendiri.
Sedang kampanye Bo untuk anti-mafia dan anti-korupsi hanya meminta orang-orang
untuk mengecam kriminalitas, dan menyerahkan tanggung jawab kepada aparatur
negara untuk melaksanakan keadilan.
Tindakaan diatas ini menimbulkan perdebatan dan
perbedaan pendapat bagi para komentator. Yang Fan mengatakan bahwa tindakan
tersebut mengingatkan ingatan buruk semasa Revolusi kebudayaan, yang bisa
memicu kebencian dan keraguan bagi kaum elit. Tapi hal ini dapat juga membawa
perubahan dalam tantanan yang mampan untuk meningkatkan moral masyarakat. Zhang
Musheng menganggap kampanye ini positif. Dia beranggapan bahwa ‘nyanyian merah’
ini mengingatkan masa revolusi di Yan’an (masa Mao ber-revolusi) dulu, yang
dipandang titik tertinggi demokratis Sentral Komite Partai/PKT. Dengan
membangkitkan ingatan periode ini bisa membantu mengembalikan kepercayaan
rakyat untuk pemerintahan yang jujur dan sah dari partai komunis. Yan Ping
mengatakan bahwa ini menunjukkan bagaimana kampanye ini berfungsi sebagai
propaganda ideologi dalam mendukung kebijakan-kebijakan lain Chongqing, yang
menunjukkan hubungan langsung antata ‘lagu-lagu merah’ dan strategi
pengembangan Bo untuk memobilisasi rakyat sekitar untuk mendukung kebijakan
pemerintah setempat dan ekonomi negara. Sedang di Guangdong lebih kearah
privatisasi dan ekonomi terbuka, dilain pihak menyerukan retorika yang lebih
liberal.
Cai Xia (蔡霞) mengacu
pada pengalaman pribadinya sendiri selama Revolusi Kebudayaan, dia tidak setuju
dengan kesimpulan Yang. Dengan mengatakan metode lebih penting daripada hasil
Chongqing. Model Chongqing bak “wortel dan tongkat”( 恩威 并 施/enwei bingshi) wortel sebagai ekonomi dan sosial,
sedang tongkat sebagai kampanye ‘lagu merah’. Lagu-lagu merah semi-resmi
Chongqing ibaratnya sebagai kesucian revolusi untuk memberi tekanan psikologis
kepada rakyat, mereka mempromosikan pemikiran politik ekstrimis dan konfrontasi
kekerasan, yang dapat memperlambat kemajuan sejarah daripada mendorong
kemajuan.
Sedang Xiao Bing tidak
secara langsung berkomentar tentang Chongqing dalam perdebatan tersebut. Dia
menjelaskan Model Chongqing pada dasarnya untuk pemeliharaan dan konsolidasi
sistim politik Tiongkok yang terkonsentrasi sekitar pimpinan pusat partai.
Sedang Model Guangdong ada penambahan dengan melibatkan unsur-unsur dan mekanisme
yang sama sekali baru, Guangdong ingin memperkuat supremasi hukum dan
meningkatkan perlindungan hak-hak sipil, serta memadukan reformasi dan inovasi
untuk saling beradaptasi dengan perubahan yang diharuskan oleh ekonomi pasar
dan globalisasi. Beberapa pakar mengatakan pemimpin Guangdong semakin sadar
akan pentingnya peran masyarakat sipil dalam pemerintahan sosial.
Menurut Xiao Bing masyarakat sipil secara spontan
telah melebur di Guangdong. Rakyatnya telah tumbuh rasa ‘civic-mindedness’,
banyak ormas bermunculan hingga jumlahnya lebih dari 28 ribu pada 2010,
termasuk organisasi non-profit aktif dalam bantuan sosial, pelindungan
lingkungan dan pelayanan masyarakat. Kelompok-kelompok aksi masyarakat ini
secara akttif mengekspresikan opininya yang obyektif tentang pemerintahan
daerah melalui acara-acara seni atau media. Pentas warga muncul untuk mendukung
tuntutan warga secara terbuka dan sering juga beroposisi dengan Media
Guangdong.
Zhang Shuguang mengatakan dinamisme Guangdong dan
kebebasan yang lebih besar merupakan kekhasan dari Tiongkok selatan, dimana
para pejabatnya cendrung lebih kebal terhadap pengaruh dari departemen
propaganda dari Sentral Komite Partai PKT (CCP).
Wang Zhanyang mengatakan Guangdong bercita-cita
tidak hanya akan menegakkan rule of law/aturan hukum tetapi juga akan
menjalankan demokrasi tulen. Pemda mendorong dan melindungi hak-hak sipil,
khususnya kebebasan berpendapat dan kebebasan pers, sambil menunggu demokrasi
secara de facto dan implementasi aturan hukum serta segala sanksi-sanksinya
disahkan.Undang-undang di Guangdong relatif lebih maju untuk Tiongkok, seperti
membuat transparansi melalui dengar pendapat publik dan meminta konsultasi
saksi ahli. Dalam beberapa tahun terakhir (saat itu), kerangka legislatif telah
diperluas untuk mengambil isu-isu sosial, dimana sebelumnya hanya terfokus pada
undang-undang ekonomi untuk zona ekonomi khusus. Sejumlah percobaan dalam
mempromosikan demokrasi dilakukan diberbagai daerah. Di Shenzheng reformasi
telah dilaksanakan untuk pemilu agar lebih berkompetitif. Di Guangzhou anggaran
kota di publikasikan, di Heyuan dibangun jaringan internet untuk konsultasi
masalah kebijakan.
Pada kahir diskusi ini panel bersatu menolak
gagasan dari “Model Chongqing”. Xiao Bing mengutarakan model politik dan hukum
a la Chongqing yang menggunakan “nyanyian merah” (唱红, changhong ) atau nyayian revolusioner dalam menghantam mafia atau melawan
mafia(打黑, Dahei) dan “menyapu kuning” (扫黄, saohuang) atau mengakhiri prostitusi dan
pornografi, seolah mengatur negara dengan warna (颜色 治国, yanse
Zhiguo). Tapi Xiao Bing dan Tong Zhiwei mengatakan bahwa bahkan pemda Chongqing
sendiri tidak yakin pada model Chongqing, tetapi hanya mengusulkan sebuah
metode atau modus operasi (做法zuofa) dan
cara –cara yang tepat dalam mengimplementasikan hukum(搞 法, gaofa)
Apa itu
“Model Chongqing”
Dalam diskusi itu para peserta diskusi menempatkan
“Model Chongqing” dalam tanda petik, karena masih belum mempresentasikan suatu
sistim baru kala itu. Si Wenjiang mengatakan bahwa itu suatu manifestasi dari
“avatisme”( 返 祖 现象, fanzu xianxiang-kembali pada jaman kuno/baheula) dari Tiongkok. Ini
seperti model lain yang muncul disaat terjadinya krisis, ‘Model Chongqing” seolah
kembalinya doktrin fondamentalis (原教旨 主义/, yuanjiaozhi zhuyi) yang melihat masa lalu bukannya
ke masa yang akan datang (往回 改 的 模式, Wanghui gai
de moshi). Diamana pada saat yang sama terlihat cukup seperti reformasi sejati
untuk memungkinkan pemerintah untuk menunda menangani reformasi karena tidak
stabil dan keadaan sulit, misalnya menunda untuk mengadakan pemilu.
Zhang Qianfan menyimpulkan Model Chongqing tidak
bisa diberlakukan untuk konteks yang lebih luas atau dapat dipertahankan dalam
jangka menengah. Rakyat Chognqing tidak diragukan lagi puas dengan hasil yang
sekarang, tapi dalam beberapa tahun lagi mereka mungkin akan merubah pikirannya.
“Model” ini telah menimbulkan rasa bahwa ini adalah demokrasi palsu dan
menghambat profesionalisasi sistim hukum.
Masalah
Politik dan Legal
He Bing (何兵 seorang
professor dari Universitas Ilmu Politik Tiongkok中国政法大学教授) mengusulkan dua reformasi dalam bidang legal : profesionalisasi jaksa
& hakim dan demokratisasi sistim hukum. Dia mengatakan profesionalisasi
sistim hukum tidak mungkin pada saat itu, karena adanya keterlibatan yang
mendalam dari komite politik & hukum serta peradilan partai (PKT) . Tapi
profesionalitas dalam penuntutan dan peradilan harus dipercepatan agar bisa
mencapai demokratisasi (人民化, renminhua).
Dia menyarankan adanya tim juri dari rakyat (陪审团,peishentuan).
He Bing juga bicara tentang ambiguitas dalam film
yang menayangkan acara ulang tahun ke19 PKT tentang “Penyebab Besar Berdirinya
PKT” (建党 大业, jiandang daye). Film ini menunjukkan bagaimana
pada zaman Republik Tiongkok (Kuomintang), para mahasiswa menentang kekuasaan
diktator dan menyerukan dibentuknya sebuah partai revolusioner. Jika ini
terjadi sekarang mereka akan dituduh “makar dan subversib” kepada kekuasaan
negara. Dia menambahkan kita tidak memiliki hak untuk revolusi, hanya untuk
menyanyikan lagu-lagu revolusioner. Dia meragukan bahwa reformasi politik
secara damai adalah mungkin terjadi. Dia khawatir “krisis sumber daya” dan
“krisis ekologis” akan segera meletus. Satu fakta yang berpotensi terjadi
krisis adalah Tiongkok mempunyai masalah serius untuk sumber daya air yang
cukup. Negara ini hidup dari meminjam waktu (透支,touzhi), mempertaruhkan pada generasi masa depan dan strategi untuk hal
tersebut tidak berkelanjutan. Kekuatan reformasi relatif lemah dan masyarakat
bawah sudah hilang kesabaran, dengan banyak rakyat miskin yang meratap sangat
rentan bagi intelektual untuk menghasut mereka untuk berontak. Hal demikian
yang menyebabkan Revolusi Prancis meletus.
Tapi Si Weijiang (斯伟江 seorang pengacara terkenal) tidak setuju dengan ide pembentukan juri
rakyat, dia menguatirkan akan kembali ke ekses Revolusi Kebudayaan, karena juri
rakyat bisa sangat konservatif dan sangat tidak sadar hukum. Dia mengemukakan
hal yang penting adalah menghormati prosedur hukum, setiap trend populis (民粹 主义, mincui Zhuyi) harus dihindari. Lebih lanjut dia mengatakan tidak akan ada
reformasi yang berarti jika sistim hukum di “daulat” (皇上, huangshang/kaisar), dalam hal yang dimaksud disini adalah PKT. Jadi Reformasi
Konstitusi diperlukan(宪政 改革, xianzheng gaige). Reformasi konstitusi seperti
membuka kotak Pandora: sekali dibuka akan sulit untuk menutupnya lagi dan
kembali kepada status quo, maka dengan itu mengapa pemerintah harus waspada
terhadap perubahan. Tapi dia merasa ada beberapa alasan untuk berharap. Apakah
partai akan mengalami reformasi atau tidak, tapi jika tekanan dari luar sistim
cukup kuat, sistim mau tidak mau harus bereaksi.
Menurut Si pemilu adalah suatu hal yang komplek.
Prinsip “satu orang, satu suara” akan memberikan lebih banyak kekuatan bagi
orang desa bua huruf dibanding dengan kaum elit. Dalam pemilihan kepala desa di
daerah pedesaan, sistim semacam ini telah banyak terjadi suara yang dibeli (
money politik) oleh kandidat yang sanggup membayar. Ini akan menjadi suatu
resep untuk suatu masalah, orang-orang diatas akan merasa menyesal dengan
sistim yang demikian. Jadi dianggap progresif dan dibutuhkan dalam fase
reformasi, dan reformasi bertahap dibutuhkan bervariasi yang disesuaikan dengan
wilayah dan bidang reformasi. Yang jelas aturan main yang jelas harus
ditetapkan dan rakyat harus siap secara psikologis. Dalam hal ini seharusnya
tidak ada ilusi bahwa transisi ke sistim demokrasi, konstitusi (民主宪政, minzhu xianzheng) akan sulit dan akan
menyebabkan kerusuhan.
Tong Zhiwei mengatakan dan Si Wejiang setuju,
bahwa dalam pemilihan majelis lokal, sangat dikontrol secara ketat oleh Partai,
rakyat harus bisa bertahan dengan tekanan ini dan mencoba untuk mendapat
penerimaan secara bertahap untuk dapat menerima calon independen. Ini terjadi
seperti strategi di Taiwan gema perjuangan mereka dari “luar partai” di tahun
1970an. Si Weijiang mengacu pada pengalaman dirinya dengan majelis rakyat di
distrik Jing’an Shanghai, dimana majelis sedikit demi sedikit membiasakan
dengan suara yang berbeda, selanjutnya merekam suara yang negatif. Tapi masalah
akan tetap ada, termasuk fakta dimana ada penduduk mengambang yang tidak bisa mendaftar untuk
memilih dalam pemilihan lokal. Dalam hal ini Si menyimpulkan dengan mengutip
perkataan Wen Jiabao (PM) : perubahan hanya akan datang melalui “soft power”
masyarakat dan “takdir negara terletak dalam hati rakyat” (国之命在人心guo zhi ming, zai ren xin).
Perdebatan yang melebar kemana-mana sepertinya
tidak akan berakhir dengan suatu konsensus, dan memang ternyata diskusi
membelok kearah yang tidak dapat diserasikan dan komentar yang tidak cocok.
Namun tujuan dari pertemuan ini untuk mengkritik “Model Chongqing” dan mengecam
arogansi promotornya dalam hal ini Bo Xilai & Zhang Qianfan. Dan
peringatkan otoritas hukum Tiongkok agar seminimum mungkin untuk menginterfensi
sistim hukum.
Sejak 2009 kerjasama ekonomi antara Guangdong dan
Chongqing terus berkembang, tapi hubungan politik mereka mendadak berhenti.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh perang anti mafia Bo dengan mengguna “lagu
merah” ternyata juga ditujukan kepada pengacara. Terlihat bahwa Wang Yang tidak
ingin pendirian politiknya terpengaruh oleh perilaku Bo Xilai, maka hubungan
politik kedua pemimpin ini berakhir.
Pada Kongres ke18 Partai Komunis Tiongkok diadakan
di Beijing bulan Nopember 2002, menetapkan Xi Jinping dan Li Kejiang sebagai
pimpinan Tiongkok. . Bo Xilai dan Wang Yang dari koloraborator menjadi saingan
bahkan Bo menjadi pesakitan. * **
http://www.eeo.com.cn/2008/0828/115647.shtml 何兵:司法民主化是个伪命题吗?
Menurut pendapat Cui Zhiyuan percobaan Model
Chongqing untuk merevitalisasi hubungan partai dengan massa adalah tidak masuk
akal, kecuali dalam konteks inovasi dalam ekonomi dan kebijakan sosial yang
memang telah terjadi di kota setelah menjadi zona eksprimental nasional untuk
mengintegrasikan perkembangan pedesaan dan perkotaan pada tahun 2007. Percobaan
kebijakan terbaru Chongqing adalah “ 10 proyek untuk meningkatan kehidupan
masyarakat, yang mencakup pendaftaran rumah tangga (Reformasi Pendaftaran Rumah
Tangga /户籍改革), “lagu-lagu merah” dari Bo
Xilai lebih nampak sebuah bentuk indoktrinasi, tapi mereka menyanyikan sebagai
bentuk “ 10 proyek untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat” dapat
dilihat sebagai cara untuk merevitalisasi hubungan PKT dengan massa.
Implikasi Chongqing dapat mililki implikasi
nasional. Suatu inovasi yang dilakukan di kota dalam dekade sejak Huang
menjabat sebagai wali kota pada tahun 2001, reformasi pendaftaran rumah tangga
dan sistim sewa menyewa tanah publik telah diawasi dengan ketat dan
diperdebatan diseluruh Tiongkok, ini bisa menunjukkan tujuan masa depan negara,
dengan kata lain dengan eksprimen mengintegrasikan pedesaan dan pembangunan
perkotaan dapat dilihat “isyarat parsial dari keseluruhan untuk yang akan
datang”.
Dengan terjadinya skandal pada 6 Pebruari 2012, dimana
Wang Lijun kepala kepolisian Chongqing meminta suaka di Konsulat AS di Chengdu
dan skandal yang mengakhiri karir politk
Bo Xilai, namun eksprimen Chongqing tetap berlangsung. Skandal Bo
mengindikasikan tidak ada mekanisme yang tepat untuk solusi konflik politik
tingkat tinggi di Tiongkok. Maka
eksprimen Chongqing layak untuk diawasi dengan ketat secara signifikan untuk
masa depan perkembangan politik-ekonomi Tiongkok. Demikian menurut kesimpulan
Cui Zhiyuan.
Model
Pembangunan Guangdong Sebagai Transisi
Xiao Bing(肖滨)Pendukung dari
Model Guangdong dalam diskusi dan perdebatan untuk Model Guangdong dan Model
Chongqing. Xio Bing menjadi tour de force dalam perdebatan tersebut.
Dalam artikelnya: Berkembangnya Model Guangdong /
Evolving Guangdong Model (演变中的广东模式/yanbian
zhong de guangdong moshi) menuliskan :
Dalam wacana modus Tiongkok, Model Guangdong
merupakan suatu sampel dari Model Tiongkok secara keseluruhan. Jika ditilik
dari segi sejarah, model Guangdong merupakan perpaduan dari unsur kekuatan
sosial yaitu Modus Reformasi dan Membuka Diri, Emansipasi Pemikiran, Elit
Pengerak Utama, menjadi empat jenis produk penggerak kemajuan sosial. Dipandang
dari bentuk dan strukturnya Model Guangdong merupakan salah satu seperangkat
yang keras dan elastis yang menjadi salah satu sistim otoriter (politik),
sistim ganda dalam memimpin pembangunan ekonomi didalam masyarakat sosial yang
tidak merata, suatu sistim disequilibrium dimana menjadi campuran unsur-unsur
lama dan baru menjadi sturuktur hibrida yang masih belum dikukuhkan. Model
Guangdong dari segi posisi sejarah adalah dari satu negara yang tadinya
bersikukuh kaku dengan sistim phagocytic (menelan) berintegrasi pada deferensiasi
pasar dan masyarakat sosial, ini merupakan bentuk peralihan, kearah emansipasi,
reformasi dan keterbukaan diri, model Guangdong ini menjadi inti spiritual
berubah dari sistim lama kearah unsur-unsur baru dari inovasi kelembagaan yang
menjadi modus dari model ini. Model Guangdong menghadapi tantangan ganda dari
permukaan dan dari dalam, masa depannya tergantung dari reformasi besar untuk
restrukturisasi dan keterbukaan yang selanjutnya dapat di promosikan untuk
seluruh negara.
Dengan kata lain, skema evolusi Guangdong adalah
suatu sistim yang keras dan elastis sebagai satu sistim otoriter ganda dalam memimpin
pembangunan ekonomi dalam masyarakat sosial yang tidak seimbang.
Menurut Xiao Bin, jika reformasi keterbukaan
selama 30 tahun telah membentuk apa yang dinamakan “Model Guangdong”, maka model
ini bukanlah sesuatu yang individual, melainkan hanyalah salah satu model dari
Model Tiongkok. Namun jika model Guangdong di tempatkan pada kerangka model
Tiongkok untuk didiskusikan, akan menjadi sulit, karena permasalahan model
Tiongkok bagi para akademisi masih bercabang dan banyak diperdebatkan. Oleh
karena itu, meluruskan bercabangnya pendapat dan perdebatan perbedaan ini perlu
menjadi prasyarat untuk mendiskusikan hal tersebut leih lanjut.
Masalah perbedaan pendapat dan perdebatan tentang “Model
Tiongkok” pada pokoknya ada empat: Pandangan pertama. Tentang perdebatan apakah
memang ada model Tiongkok itu? Menghadapi masalah tersebut pandangan akademisi terutama
ada tiga. Pandangan pertama yang dengan tegas menyangkal adanya model Tiongkok,
bahwa pembangunan model Tiongkok dibandingkan dengan perkembangan negara-negara Asia Timur lainnya tidak ada
yang unik. Tiongkok hanyalah dalam proses pengembangan jadi masih belum matang
dan syarat-syaratnya masih kurang untuk menjadi satu model yang definitif.
Pandangan kedua. “Model Tiongkok” seharusnya
digunakan secara hati-hati, karena kata “model” memiliki sifat demontrasi yang
berarti templete, tapi Tiongkok tidak mempunyai pengalaman untuk mengekspor
sikap tersebut. Sementara itu, Sistim Tiongkok ini belum sepenuhnya sudah
final, jika dikatakan “model” menjadi satu-satunya streotipe maka mudah
menyebabkan kepuasan diri, optismistik buta, yang dapat menyebabkan bergesernya
arah reformasi. Oleh karena itu ada sebagian pakar lebih mendukung menggunakan
model dengan “karakteristik Tiongkok” (中国特色) atau “Cara Tiongkok”(中国道路) dan
lain-lain.
Pandangan ketiga, bahwa “Model Tiongkok” itu
memang ada, yang menganut pandangan ini adalah Pan Wei(潘维) dari Universitas Beijing, Zheng Yongnian( 郑永年) dari National University Singapore dan lain-lain. Mereka mengira jika
menolak sama sekali atau menyangkal adanya formulasi “model Tiongkok” ini, maka
kehilangan hak untuk membicarakan masalah tersebut.
“Model Tiongkok” adalah suatu realita yang
obyektif, yang tidak hanya berarti sangat penting bagi negara-negara
berkembang, tetapi juga bagi Tiongkok untuk mengembangkan makna tersendiri yang
tidak boleh diabaikan. Kata Zheng Yongnian pada 2010.
Jika dikatakan “Model Tiongkok” memang eksis, maka
bagaimana untuk mendefinisikan konsep ini?
Konsep ini dapat diartikan secara luas dan sempit. Pada diskusi awal
para pakar perhatiannya difokuskan pada bidang ekonomi, menjadikan “Model
Tiongkok” dengan mendefinisikan dalam artian sempit. Tapi dalam beberapa tahun
kemudian, para pakar membahas dengan perspektif yang lebih komprehensif, yang
secara lebih luas didefinisikan sebagai konsep ekonomi politik. Seperti apa
yang dikemukakan oleh Ding Xueliang (丁学良pada 2011)
yang memformulasikan model Tiongkok dengan norma-norma formulasi disiplin ilmu
sosial, dimana model Tiongkok didefinisikan sebagai ekonomi politik lapangan,
yang masuk dalam lingkup “kekuasaan negara, ekonomi, dan masyarakat sipil” yang
saling berkaitan atau sebagai interface.
Perdebatan ketiga, lebih mengfokuskan pada kontens
spesifik bagaimana Model Tiongkok itu terebentuk. Sebagian pakar berpendapat
terebntuknya dengan melihat ke belakang yang dimulai dari tahun 1949, yang
telah mengakumulasi pengalaman 30 tahun sebelum dan 30 tahun sesudah
pencanangan Reformasi dan Keterbukaan (改革开放前), Tiongkok telah kaya pengalaman dalam periode itu. Jadi memperbaiki atas
“coba-coba dan kesalahan-kesalahan”(trial & error) sejak berdirinya RRT
(1949), demikian kata Pan Wei (潘维,2010).
Tapi Banyak pakar yang mempercayai bahwa Model
Tiongkok terbentuk pada 1978 setelah Sidang Pleno Ketiga PKT, menurut Qin Xuan
(秦宣2010), namun Ding Xueliang (丁学良/dikemukakan pada 2011) menjadikan musim panas
1989 sebagai batas, dan 1979 akhir sampai dengan 1980 akhir sebagai “periode
awal”. Perihal isi tentang Model Tiongkok Pan Wei sedikit lebih detail dengan
menganggap perekonomian nasional, demokrasi, Sistim “Perahu” *1 merupakan satu “trinity” yang menjadi
Model Tiongkok. Sedang Ding Xueliang membedah Model Tiongkok memisahkan soal
politik, ekonomi dan sosial menjadi
subsistim, yang menjadikan “core/inti
dari Lininisme” sebagai puncak untuk “kontrol sosial” dan “peraturan pemerintah
untuk kontrol pasar” tiga titik ini menjadi tumpuhan pemerintah.
(*1 社稷体制=sistim
perahu : isitilah kuno yang mulanya mempunyai arti “民以食为天” rakyat
dan pangan saling bergantungan dan berkaitan merupakan takdir. Rakyat dan Pemerintahan seperti dalam satu perahu menjadi
satu kesatuan yang memiliki kepentingan yang sama. )
Pandangan keempat, bagaimana melihat Model
Tiongkok dalam bentuk kerangka yang berbeda. Dalam tiga puluh tahun terakhir
sejarah pembangunan Tiongkok menunjukkan reformasi dan politik keterbukaan
tidak dilaksanakan secara seragam ke seluruh negeri setiap daerah melakukan
pendekatan yang berbeda yang disesuaikan dengan realita mereka sendiri, namun
tetap dibawah bimbingan pusat. Mereka membentuk ciri khas pembangunannya, misalnya
“Model Zhejiang”, “ Model Guangdong” dan terakhir “Model Chongqing” (seperti
apa yang telah dikemukakan dimuka). Bagaimana memperdebatkan dan membuat
evaluasi sejarah untuk model-model ini para akademisi pendapatnya masih belum
padu, perdebatan jadi seru dan menghangat.
Melihat Tiongkok dalam 30 tahunan terakhir ini
dalam proses melaksanakan strategi kebijakan reformasi dan keterbukaan dari
ekonomi terencana ke ekonomi pasar, dalam rangka untuk mengkonsolidasi
kekuasaan politik, pertumbuhan ekonomi, sasaran mekanisme stabilitas sosial,
interaksi timbal balik antara pertumbuhan ekonomi dan sosial, telah ditrapkan kebijakan
campuran keras dan lembut yang saling bersinergi. Yang membentuk satu set
struktur kekuasaan institusional untuk pembangunan politik ekonomi. Mereka masih
belum mendukung “Model Tiongkok” sebagai suatu model pembangunan yang sudah
final yang dapat dijadikan satu contoh model dan dapat disebar luaskan.
( China 3.0 by
Mark Leonard – European Council On foreign Relations – ECFR November 2012 )
Yu
Yongding(余永定)
Lahir di Provinsi Jiangsu 1948, Lulus dari Sekolah
Beijing Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada 1969, kemudian bekerja sebagai
tukang listrik di Pabrik Beijing Haevy Mesin 1969-1979. Bergabung dengan
Institut of World Economics di tahun 1979 dan diangkat sebagai Research Fellow
(1983-1986), menjadi Kepala Reset (1986), Senior Reseach Fellow (1987) dan
Senior Fellow (1995) pada lembaga ini.
Anggota CASS (Academician
of Chinese Academy of Social Sciences中国社会科学院学部委员),
mendapat gelar S3 PhD bidang ekonomi dari Oxford University, Editor-in-Chief,
China and World Economy (1998-), Anggota dan Penasehat Komite Masalah Luar Negeri
Tiongkok (2010, Anggota Komite PBB Kebijakan Pembangunan (2010).
Mantan Direktur Jenderal Institute Ekonomi Dunia dan Politik (Director-General of Institute of World
Economics and Politics/IWEPwith the CASS tahun 1998-2009) dan Anggota Komite
kebijakan Moneter Bank Rakyat Tiongkok (Member of the Monetary Policy Committee
of People’s Bank of China) tahun 2004-2006.
Bidang penelitian utamanya adalah masalah Keuangan
Internasional, Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok dan Stabilitas Makroekonomi
Tiongkok. Telah ratusan makalah yang diterbitkan sejak 1981. Disertasi
masterpiecenya : Macroeconomic Analysis and the Design of Stabilisation Policy
in China. Makalah ini adalah tentang aplikasi studi teori makro-ekonomi modern,
stabilitas makro-enomi Tiongkok bagian barat, upaya lebih komprehensif serta
derivasi dari Tiongkok dalam hal fungsi konsumsi, fungsi penawaran agregat, dan
model pertumbuhan ekonomi Tiongkok termasuk segala macam inovasi.
Yu Yongding(余永定)digolongkan sebagai Free Market Egalitarian, seorang makro-ekonom
terkemuka, Presiden Masyarakat Ekonomi
Dunia Tiongkok dan Direktur Institut Ekonomi dan Politik Dunia di Akademi Ilmu
Sosial Tiongkok (President of the China Society of World Economics and Director
of the Institute of World Economics and Politics at the Chinese Academy of
Social Sciences). Dia juga menjabat sebagai anggota Komite Kebijakan Moneter
Bank Rakyat China, anggota Komite Penasehat Perencanaan Nasional Komisi
Pembangunan Nasional dan Reformasi RRT. Seorang kritikus terhadap pemerintahnya
dimana Tiongkok yang telah menginvestasikan surplus perdangangannya yang besar
dalam US dollar dengan membeli surat hutang AS.
Karyanya terkenal dengan kombinasi antara ekonomi liberal tapi menekan
kuat pada keadilan sosial.
Dia pernah menyatakan bahwa Renminbi (mata uang
Tiongkok) harus diizinkan untuk mengambang bebas sebagai cara untuk mempercepat
beralih dari ketergantungan dari ekspor murah. Pemerintah harus sangat
berhati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam proses konvertibiltas renminbi,
dengan memperingatkan bahwa pemerintah harus tidak tergoda oleh kepentingan
pribadi yang terpanggil oleh lobi(lobby) keuangan Hong Kong untuk meliberalkan
rekening modal (capital account).
Menurut pengamatan panjang Yu Yongding melihat bahwa Tiongkok
perlu berpindah dari orientasi ekspor, investment-driven, low value added
ekonomi ke arah konsumsi domestik dan produksi nilai tambah tinggi (high value
added produtions). Sejalan dengan pesan dia bertahun-tahun lalu ketika dia
masih menjadi anggota Komite Kebijakan Moneter Bank Rakyat Tiongkok dan memberi
masukan pada Rencana Lima Tahun Partai.
Pada saat Tiongkok mengalami kelambatan ekonomi
yang lalu, banyak pakar yang mengatakan bahwa
hal itu membutuhkan stimulus lebih lanjut untuk menjamin 8%. Sebagai contoh,
ada banyak diskusi tentang runtuhnya industri baja Tiongkok, yang mana keuntungan
anjlok hingga 50% dibanding dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan industri bahan
mentah dan produksi semen juga melambat. Namun seruan untuk stimulus ekonomi
merupakan penilaian yang berlebihan dan meremehkan konskuensi kegagalan dalam
jangka panjang untuk restrukturisasi dan pengalihan pola pertumbuhan Tiongkok
secara tepat waktu. Para pemimpin Tiongkok harus berpendirian kuat dan menolak
godaan untuk mengubah arah dalam rangka untuk meningkatkan pertumbuhan.
Sebaliknya mereka harus mempercepat mengadakan penyesuaian ekonomi Tiongkok,
walaupun hal itu dapat memperlambat pertumbuhan dan selama itu tidak meningkatkan
pengangguran. Jika Tiongkok tidak melakukan retstrukturisasi sekarang, maka
akan membayar biaya penyesuai yang lebih tinggi kelak. Kata Yu Yongding.
Penyebab
Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
Menurut Yongding ada beberapa penyebab penting
atas perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun itu. Dalam beberapa hal
sampai batas tertentu merupakan cerminan keberhasilan pemerintah dalam upaya
meredahkan terjadinya gelembung bidang real-estate. Dua tahun lalu ( 2008 )
Tiongkok dalam Repelita yang ke 12 menetapkan target pertumbuhan PDB rata-rata
tahunan sebesar 7% untuk periode 2010-2015. Pengaturan target pertumbuhan yang
lebih rendah bertujuan untuk menyediakan cukup ruang untuk restrukturisasi dan
pergeseran dalam pola pertumbuhan. Dengan kata lain perlambatan ini sebagai
bagian dari kebijakan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Investasi dan ekspor merupakan mesin pertumbuhan
utama Tiongkok. Pola pertumbuhan ini telah berhasil untuk mengubah negara
sangat miskin atau pendapatan rendah menengah Tiongkok. Tapi kini tingkat
investasi Tiongkok mendekati 50% dari PDB, yang mana 10% disebabkan oleh
investasi real-estate. Sebagai akibat effisiensi modal Tiongkok telah jatuh
secara signifikan dalam beberapa tahun
terakhir. Selain itu tidak dapat dikatakan apakah ada atau tidak
gelembung pertumbuhan yang berkelanjutan itu. Yang jelas pertumbuhan
berkelanjutan tidak dapat dibangun mengadalkan beton dan semen.
Rasio ekspor terhadap PDB Tiongkok telah melampaui
35% pada tahun 2007, hal ini diargumenkan oleh sebagian orang bahwa ekonomi
Tiongkok tidak tergantung dari ekspor karena proporsinya dengan PDB tidak
tinggi. Tetapi argumen ini secara konseptual salah. Karena ekspor tidak dapat
digunakan untuk mengukur ketergantungan ekonomi pada permintaan eksternal. Jika
memang ekonomi Tiongkok tidak tergantung pada ekspor, mengapa pertumbuhan
terpukul begitu parah dengan adanya perlambatan dunia sejak 2008 ? Untuk
membuat pertumbuhan berkelanjutan, Tiongkok harus beralih ke pola pertumbuhan
baru yang lebih bergantung kepada domestik daripada luar negeri. Pemerintah
Tiongkok memahami hal ini. Awal tahun itu PM Wen Jiabao (kini matan) mengatakan
: “Dalam menetapkan tingkat pertumbuhan PDB sedikit lebih rendah, kami berharap
... membimbing rakyat disemua sektor untuk mengfokuskan perkerjaan mereka pada
percepatan transfromasi pola pembanguan ekonomi yang lebih berkelanjutan
(sustainable) dan effisien....”
(http://www.theguardian.com/world/2012/mar/05/china-cuts-growth-target-7-5 China cuts growth
target to 7.5%)
Tindakan pada umumnya telah dilakukan untuk
mengedalikan investasi dan real-estate yang mengalami penurunan hingga 16,3%
pada paruh pertama tahun 2012, dan ini berdampak pada industri terkait seperti
kontruksi, mebel dan appliances (alat kebutuhan rumah tangga) , dan dapat
dipastikan ini akan menyebabkan penurunan yang signifikan dalam pertumbuhan.
Pertumbuhan Tiongkok juga telah melambat secara
dramatis kerena ada krisis keuangan dunia. Untuk menghadapi perlambatan ini ada
dua pilihan: merangsang ekspor dengan memberi potongan pajak atau dengan
re-Pagging mata uang Yuan terhadap dollar AS dan seterusnya., atau dengan
memanfaatkan keburukan situasi eksternal ini untuk mempercepat restrukturisasi
industri ekspor Tiongkok dengan mendorong kompetisi, merger dan ekuisisi,
peningkatan industri, merelokalisasi tempat produksi dan sebagainya. Untungnya
pemerintah Tiongkok telah mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan ekspor,
yang akan mempertaruhkan bergulirnya kembali kemajuan Tiongkok, dimana telah
diambil tindakan untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor pada 2005.
Sehingga dengan waktu singkat, perlambatan dan
kegagalan untuk pulih dapat dilakukan dengan cepat, terutama konskuensi dari
tekad pemerintah untuk memulai mendorong melalui penyesuaian sebelum krisis
keuangan dunia berdampak pada Tiongkok. Pemerintah harus diberi dukungan untuk
berani jalan pada jalur tersebut tanpa harus melakukan paket stimulus yang
lain.
Beberapa
Opsi bagi Tiongkok
Tiongkok masih mempunyai ruang untuk mengejar
kebijakan ekspansi fiskal dan moneter, terlepas dari semua persoalan posisi
fiskal Tiongkok masih kuat. Rasio defisit anggaran masih kurang dari 2% dari
PDB, sedang rasio utang publik terhadap PDB kurang dari 20%. Berdasarkan
statistik yang tersedia, utang pemerintah daerah dan kebijakan pinjaman
mencapai 27% dan 6% dari PDB masing-masing. Bahkan jika semua pinjaman utang
dan kebijakan daerah yang buruk dan pemerintah pusat masih punya kemampuan
untuk membayar.
Sistim perbankan Tiongkok juga dalam kondisi yang
relatif baik. Pinjaman non-performing (tak terbayar baik) rasionya akan tetap
rendah dan terlihat tetap masih demikian, meskipun pertumbuhan turun. Sulit bagi Bank Sentral Eropa untuk membujuk Bank
Komersial untuk meminjamkan uangnya daripada menabungnya. People Bank of China
(PBOC) tidak menghadapi masalah seperti itu, terhadap empat bank komersial
besar BUMN yang dominan di Tiongkok. Suku bunga pasar uang Tiongkok sekitar 3%
dan masih dapat dikurangi lebih lanjut. Yang lebih penting lagi persyaratan
dana cadangan Tiongkok yang digunakan sekitar 10% dan sekarang 20% , bahkan
dengan mudah dapat dikurangi jika PBOC menghendaki. PBOC juga bisa memotong
suku bunga deposito dan kredit demi kepentingan benchmark Tiongkok. PBOC
menetapkan suku bunga bank komersial untuk perpanjangan kreditnya atau membayar
uang muka yang diterimanya. Meskipun mereka memiliki peluang yang terbatas
untuk mengatur tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah. Dengan pemotongan
angka ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sejauh ini pemerintah telah menahan godaan untuk
merangsang ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter yang ekspansif. Tapi
tindakan itu memungkinkan jika ekonomi menunjukkan tanda-tanda melemah atau
terjadi stres di pasar tenaga kerja, pemerintah mungkin akan merubah pikiran.
Mei yang lalu NDRC ( National Development and Reform Commission-Komisi
Pemabangunan Nasional dan Reformasi ) menyetujui suatu rangkai proyek besar
senilai 800 milyar yuan. Itu terlihat jelas tanda-tanda pemerintah menyerah
atas tekanan untuk paket stimulus baru, meskipun pada skala yang lebih kecil
dari tahun 2008-2009. Untungnya NDRC membantah untuk klaim itu. Bahkan belum
ada tindakan lebih lanjut sehubungan dengan proyek-proyek tersebut. Jika
pemerintah daerah dan perusahaan tidak dapat mendapatkan dana yang memadai dari
sumber lain, maka tidak akan ada investasi baru dalam proyek ini. Jika kinerja
ekonomi loyo terus berlanjut, pemerintah juga bisa membongkar dengan tindakan
administratif yang bertujuan untuk mengekang harga perumahan. Perubahan itu
akan menjadi jantung untuk mengekang investasi real-estate, yang barang tentu
akan menghasilkan rebound harga rumah dan kemajuan dalam mengedalikan demam
investasi dalam pengembangan real-estate akan mudah untuk diluncurkan kembali.
Dengan singkat kata, apa saja tindakan yang akan
diambil pemerintah Tiongkok saat ini dapat mempengaruhi kinerja ekonomi. Jika
pemerintah yakin pertumbuhan tidak akan jatuh dibawah 7,5-7% pada 2012 dan
seterusnya, mungkin akan stick/tetap pada pendekatan yang telah diambil sejak
2010. namun jika tidak yakin, mungkin memerlukan mengubah arah dengan segala
koskuensi jangka panjang negatif . saat ini. Saya berani bertaruh bahwa
pemerintah akan tetap pada jalurnya. Saya melihatnya kata Yu Yonding. Bahwa
jika pemerintah tidak mengambil tindakan lebih lanjut, ekonomi Tiongkok juga akan
beres dalam waktu dekat tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang.
Kesimpulan
Kesimpulan bahwa Tiongkok memiliki pola
pertumbuhan yang tidak bersinabungan. Hal ini harus dibayar mahal jika terjadi
perlambatan pertumbuhan. Biaya dan pengorbanan ini harus dibayar. Untungnya
Tiongkok saat ini masih dalam posisi fiskal yang baik, sehingga memberi ruang
bernafas untuk melakukan penyesuaian struktural tanpa menyebabkan terlalu
banyak merasakan sakit.
Yu mengharapkan pemerintah Tiongkok mau bertegang
syaraf dan melanjutkan pendekatan seperti saat ini meskipun terjadi
perlambatan. Tentu saja dalam menanggapi situasi perubahan ekonomi harus
diadakan penyesuaian kebijakan untuk memastikan kecepatan yang diperlukan untuk
pertumbuhan. Tapi jika meluncurkan paket stimulus lain dengan penyesuaian biaya
baru, itu akan menyebabkan suatu masalah besar dalam waktu tiga atau lima tahun
yang akan datang.
Tiongkok sekarang mungkin telah memasuki masa
penyesuaian jangka panjang dari periode lima tahun, dimana ekonomi mungkin
berjuang dengan sedikit melambat pada tingkat rata-rata 7%, seperti apa yang
telah direncanakan Repelita yang ke12. Tantangan terbesar dalam periode ini adalah
tentang siapa yang harus menanggung
biaya apa, yang pada dasarnya adalah masalah politik ketimbang masalah
ekonomi. Tidak dapat diragukan lagi penyesuaian akan menyakitkan. Namun saya
akan tidak ragu bahwa jika pemerintah berhasil dalam penyesuaian ini, Tiongkok
akan memiliki dekade lain atau
pertumbuhan yang melebihi 8% yang kedua.
Dalam istilah per kapita yang diukur dalam hampir
semua indikator, Tiongkok masih tergolong negara yang sangat miskin. Yang lebih
penting lagi dalam reformasi kelembagaan masih banyak yang harus dilakukan.
Semua ini menunjukkan bahwa Tiongkok masih harus menempuh jalan yang panjang
untuk mengangkat dirinya dari negara berpenghasilan menengah ke bawah menjadi
negara maju. Masalahnya masih banyak yang harus dipecahkan yang berarti bahwa
Tiongkok masih memiliki potensi yang luar biasa untuk kemajuan lebih lanjut.
Saya harus optimis tentang masa depan Tiongkok. Demikian menurut Yu Yongding.
( China 3.0 by
Mark Leonard – European Council On foreign Relations – ECFR November 2012 )
Justin
Yifu Lin (林毅夫)
Justin
Yifu Lin (林毅夫)
Justin Yifu Lin, kini tinggal di Beijing sebagai
Konselor Departemen Luar Negeri Tiongkok (2013, istrinya bernama Chen Yunying (陈 云英) berputra-putri 2 orang. Pada 2008
ditunjuk sebagai Kepala Bagian Ekonomi Bank Dunia, menjadi seorang warga negara
Tiongkok yang pertama untuk menempati posisi tertinggi dalam sebuah organisasi
multi lateral. Penunjukkan ini tepat pada masa krisis finansial dunia, yang
nampak di media Tiongkok dan internasional sebagai refleksi dari pergeseran
kekuasaan pada Tiongkok.
Lin secara konsisten optimis untuk potensi
berkelanjutan atas pertumbuhan Tiongkok, bahkan pada saat itu banyak ekonom
yang kurang yakin atas prospek pertumbuhan Tiongkok. Lin masih tetap teguh atas
pandangannya dan meramalkan bahwa Tiongkok masih bisa mempertahankan pertumbuhan
tahunannya 9% untuk dua dekade didepan dan bahkan untuk tahun-tahun
selanjutnya.
Dalam Bank Dunia/Komisi Nasional Reformasi
Pembangunan Lin berperan serta dalam membuat laporan tentang Tiongkok 2030.
Dalam laporannya ini isinya tidak ada satupun yang menyerukan untuk melakukan
reformasi radikal, sebaliknya justru memberikan saran yang provokatif bagaimana
Tiongkok dapat memanfaatkan keterbelakangannya untuk mengejar kemajuan Barat.
Maka dapat dikatakan bahwa dia merupakan tandingan dari seruan strategi radikal
untuk mengadakan perubahan yang dikemukakan oleh Yu Yongding.
Lin dalam tulisannya mengatakan bahwa ketika
Tiongkok melakukan perencanaan untuk memulai transisi menuju ekonomi yang
berorientasi pasar pada tahun 1979, negara dalam keadaan miskin dengan
pendapatan per kapita US$ 182 dan ketergantungan perdagangan (trade to GDP)
rasionya 11,2%. Tapi setelah itu kinerja ekonomi Tiongkok meankjubkan. Selama
periode 30 tahun ini, pertumbuhan per tahunnya rata-rata 9,9% dan per tahun
pertumbuhan perdagangan internasional 16,3%.
Kini Tiongkok telah menjadi negara berpenghasilan
menengah, dengan pendapatan per kapita US$ 5.400 pada 2011 dan lebih dari 600
juta orang telah terentas dari kemiskinan. Ketergantungan terhadap perdagangan
telah melampaui 50%, tertinggi diantara negara ekonomi besar dunia. Pada 2009
Tiongkok telah mengambil alih kedudukan Jepang sebagai ekonomi besar ke 2
didunia dan mengambil alih kedudukan Jerman. Pasar untuk mobil terbesar didunia
dan Shanghai sebagai pelabuhan laut tersibuk dunia dengan ukuran tonase sejak
tahun 2005. Pertumbuhan spektakuler
selama tiga dekade terakhir ini
telah jauh melampaui apa yang diharapkan siapapun saat awal transisi, termasuk
Deng Xiaoping arsitek reformasi dan politik keterbukaan Tiongkok.
Pendapat tentang kesuksesan Tiongkok untuk
pertumbuhan di masa depan sangat bervariasi. Salah satu pandangan menyatakan
bahwa Tiongkok akan melampaui AS pada tahun 2030 atau bahkan akan lebih awal.
Pandangan lain adalah bahwa perekonomian Tiongkok bisa runtuh setiap saat.
Pandangan mana yang lebih masuk akal? Untuk menjawab pertanyaan ini membutuhkan
pemahaman faktor-faktor kunci apa yang menjadi penentu pertumbuhan Tiongkok.
Menurut Lin faktor-faktor penentu untuk
pertumbuhan ekonomi dari perspektif fungsi produksi, pertumbuhan ekonomi
ditentukan oleh hal-hal berikut :
- Faktor-faktor
Produksi. Dalam ilmu ekonomi, faktor-faktor produksi itu termasuk sumber daya
alam (SDA), tenaga kerja, dan modal. Jika faktor-faktor produksi meningkat
proposional, maka output juga akan demikian. Tapi dalam masyarakat modern
karena SDA dibatasi oleh wilayah negara, maka dapat dianggap sebagai yang tetap
(fixed). Peningkatan tenaga kerja dibatasi oleh pertumbuhan penduduk. Maka
Modal merupakan yang sangat variabel dari tiga ini. Sejak Tiongkok mencanangkan
reformasi dan keterbukaan, investasi dan tabungan telah melampaui 40% dari PDB
per tahun. Untuk beberapa negara angka tersebut hanya berkisar 10-15%, untuk
negara Afrika bahkan hampir mendekati angka nol. Dari faktor-faktor produksi,
modal menjadi yang paling penting untuk pertumbuhan ekonomi.
- Struktur
Industri. Jika faktor-faktor industri dialokasikan untuk industri dengan nilai
tambah tinggi, maka output juga akan meningkat. Jadi struktur industri juga
menentukan pertumbuhan ekonomi. Mengerakkan faktor prioduksi ke sektor nilai
tambah tinggi, maka perekonomian akan tumbuh bahkan tanpa meningkatkan
faktor-faktor tersebut.
- Teknologi,
adalah penentu besar lainnya. Kemajuan teknologi dapat membawa produktivitas
lebih tinggi, bahkan disaat struktur industri dan faktor-faktor produksi tetap
dan tidak berubah. Dengan teknologi yang lebih baik output teknologi dan
pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat.
- Institusi,
dengan input produktif tersebut diatas, bila struktur industri dan teknologi, begitu
dapat dibangun menjadi suatu produksi yang memungkinkan, maka output ekonomi
yang maximum akan diperoleh. Seberapa dekat untuk mencapai maximum tergantung
pada institusi/lembaga yang dapat membantu dalam meningkatkan tenaga kerja,
menggunakan sumber daya secara effektif dan mengadopsi teknologi tepat guna.
Pentingnya
Teknologi Baru
Diantara empat faktor penentu diatas, teknologi menjadi
yang terpenting dalam praktek. Untuk ketiga faktor penentu lainnya, dalam suatu
derajat tertentu akan menjadi mempercepat perubahan teknologi. Tanah dan SDA
pada dasarnya tetap dan pertumbuhan tenaga kerja masih agak terbatas. Bahkan
jika modal terakumulasi dengan kecepatan tinggi, akan terjadi law of
diminishing returns atau hukum dengan peningkatan biaya (hukum penting ekonomi
mikro), kecuali jika ada kemajuan teknologi, maka retruns akan menurun.
Akibatnya antusiasme untuk mengumpulkan modal akan menurun juga. Keculai jika
kemajuan teknologi pada kecepatan tertentu akan memberi effek pada diminishing
returns dapat dihindari dalam mempertahankan antusiasme untuk mengakumulasi
modal.Tanpa teknologi baru tidak akan ada industri dengan nilai tambah tinggi,
jadi upgrading industri adalah sesuatu yang diharuskan. Kini hampir semua
industri dengan nilai tambah tinggi seperti elektronik dan bio-engineering
merupakan hasil dari penemuan, inovasi, dan teknologi baru. Hanya dengan
penemuan teknologi yang konstan barulah akan ada industri baru dengan nilai
tambah tinggi. Didorong oleh returns yang tinggi, bisnis akan berinvestasi di
sektor-sektor yang sedang berkembang, yang pada akhirnya akan mengarah pada
upgrading industri.
Perbaikan kelembagaan (institutional) adalah suatu
yang sangat penting. Hal itu tidak seperti akumulasi modal, upgrading industri,
atau teknologi canggih, yang semuanya didorong oleh keuntungan, perbaikan
kelembagaan adalah proses pasif. Seperti apa yang dikatakan Marx, dasar itu
menentukan suprastruktur dan sebagian dari superstruktur, intitusi/lembaga
harus sesuai dengan kondisi ekonomi yang sebenarnya . Sebagaimana telah
disebutkan diatas, perubahan teknologi akan mengubah berbagai ekspek dasar,
menuntut perbaikan kelembagaan. Jadi kemajuan teknologi merupakan prasyarat
untuk perbaikan kelembagaan.
Singkat kata, potensi pertumbuhan ekonomi sebagian
besar tergantung pada kemajuan teknologi. Selama lebih dari satu milenium
sebelum abad ke18, pertumbuhan tercepat tahunan rata-rata PDB per kapita hanya
0.05%, bahkan untuk negara-negara paling maju Eropa. Jadi butuh waktu 1400
tahun untuk menggandakan pendapatan per kapita. Setelah Revolusi Industri,
tingkat teknologi inovasi memuncak diseluruh Eropa. Akibatnya pertumbuhan
pendapatan per kapita di abad ke18 dan ke19 meningkat menjadi 1%. Jadi dalam
periode ini dibutuhkan 70 tahun untuk melipatgandakan pendapatan per
kapita.
Pada abad ke20 pertumbuhan pendapatan per kapita
naik menjadi 2%--- 40 kali dari sebelum Revolusi Industri. Jadi dalam periode
ini hanya membutuhkan waktu 35 tahun atau sedikit dari satu generasi untuk
melipatgandakan pendapatan per kapita. Perubahan cepat seperti diatas
menggambarkan peran penting teknologi dalam pertumbuhan ekonomi. Untuk memahami
potensi bagi pengembangan masa depan Tiongkok, maka memerlukan menjajaki
kemungkinan untuk mengadakan perubahan Teknologi di Tiongkok.
Inovasi
di Negara-negara Berkembang
Ada dua jenis invovasi teknologi yaitu Produk dan
Proses. Dengan inovasi produk, produk baru seperti komputer menggantikan produk
lama seperti Sipoa. Dengan inovasi proses, produk tetap sama namun diproduksi
dengan biaya lebih effektif dan effisien. Misalnya Ford Motor, pada
awal-awalnya mengadopsi effisiensi tinggi untuk jalur perakitan dalam
menggantikan metode kerajinan tangan tradisional untuk memproduksi mobil yang
dapat dijangkau untuk pasaran massal.
Keduanya, inovasi produk dan inovasi proses dapat
berasal dari penelitian dan pengembangan (R&D) dalam negeri atau meminjam
dari luar negeri. Inovasi tidak selalu harus melibatkan teknologi baru, setiap
negara cendrung berbeda-beda untuk memilih mekanisme inovasi yang berbeda.
Untuk negara-negara paling maju seperti Jerman, Jepang dan AS yang menikmati
tidak hanya pendapatan kapita yang tertinggi tapi juga teknologi termaju dimana
R&D menjadi satu-satunya pilihan untuk inovasi. Tapi di negara-negara
berkembang yang tertinggal dari negara maju memiliki pilihan lain untuk inovasi
di sebagian besar industrinya, termasuk mengimpor teknologi, meng-copy, dan
membeli lisensi hak paten.
Untuk negara-negara yang sedang berkembang seperti
Tiongkok, memperkenalkan teknologi dari negara maju pada umumnya akan lebih
disukai, jika itu tersedia. Kebanyakan
perlindungan hak paten untuk suatu teknologi baru ini hanya selama 20 tahun
atau kurang, dalam prakteknya karena teknologi cepat kemajuannya, maka biasanya
harganya bisa rendah atau bahkan tidak ada untuk sebagian besar teknologi yang
diciptakan 10 tahun yang lalu. Dan untuk teknologi yang lebih baru untuk beberapa
data menunjukkan bahwa biaya lisensinya
tidak lebih dari 30% dari biaya asli R&D mereka. Jadi dengan
mempertimbangkan semua biaya kegagalan dalam percobaan, hal ini akan menjadi
kurang dari 1% biaya R&D untuk lisensi teknologi baru.
Keuntungan
Dari Teknologi Pinjaman
Dengan memperkenalkan teknologi canggih dan
pengalaman dari negara maju, negara sedang berkembang dapat berinovasi lebih
cepat dengan biaya yang lebih rendah dan dengan resiko yang kecil. Inovasi
teknologi akan mengarah pada peningkatan effisiensi, lebih tinggi pengembalian
modalnya, akumulasi modal yang lebih cepat, dan peningkatan industri industri
dan pertumbuhan ekonomi. Dengan
pertimbangan berapa lama bagi negara-negara diseluruh dunia untuk menggandakan
PDB mereka dalam fase pertumbuhan yang cepat setelah Revolusi Industri :
Inggeris memerlukan 58 tahun (1780-1838), AS 47 tahun (18339-86), Jepang 34
tahun (1885-1919), Turki 20 tahun (1957-77), Brazil 18 tahun (1961-79), Korsel
11 tahun (1966-77) dan Tiongkok 10 tahun (1977-87).
Dengan kata lain, bagi yang lebih akhir ekonominya
memasuki fase pertumbuhan yang cepat, terlihat makin pendek waktu yang
dibutuhkan untuk menggandakan outputnya. Seperti yang sudah dibahas diatas,
negara-negara industri mampu meningkatkan PDB per kapita sekitar 1% per tahun
dalam abad setelah Revolusi Industri dan sekitar 2% per tahun pada abad ke20. Sebaliknya, negara
berkembang yang sukses termasuk Jepang, 4 Macan Asia dan Tiongkok pasca
Reformasi mampu meningkatkan PDB per kapita sebesar 8% per tahun pada paruh kedua
abad ke20.
Setelah Perang Dunia II, Macan Asia dan Tiongkok
pada awalnya start dari titik yang sama. Tetapi pada tahun 1980an Macan Asia telah
menjadi negara industri baru dengan pendapatan per kapita sekitar 1/3 dari AS.
Alasan utama dikarenakan mereka bisa memanfaatkan dengan baik pada teknologi pinjaman
dan peningkatan industri. Pada 1950an kebanyakan rakyat di 4 Macan Asia adalah
petani. Dengan terus berkenalan dengan teknologi baru dan industri baru, tenaga
kerja beralih ke industri penambahan nilai tinggi termasuk jasa. Akibatnya
pengembalian modal di industri tersebut meningkat, cepat terjadi akumulasi
modal dan pertumbuhan ekonomi mulai makin lama makin membesar.
Kunci
Untuk Mempertahankan Pertumbuhan Cepat
Tidak ada negara selain Tiongkok yang telah mempertahankan pertumbuhan
tahunan sebesar 9% untuk lebih dari 3 dekade. Bisakah Tiongkok terus tumbuh
dengan cepat untuk 2 dekade yang akan datang atau bahkan mungkin akan lebih
lama lagi? Jawabannya tidak didasarkan pada seberapa perkiraan optimistik tapi
pada potensial keuntungan dari keterbelakangan. Adalah benar. Pada 2008
pendapatan per kapita Tiongkok adalah
21% dari AS, diukur dari daya beli paritas oleh Maddison estimates.*
Kesenjangan pendapatan antara Tiongkok dan AS menunjukkan masih ada kesenjangsan teknologi yang besar antara Tiongkok dan negara-negara industri. Sehingga Tiongkok dapat terus menikmati keuntungan dari keterbelakangan sebelum menutup jurang ini.
(*The national
statistics used in this and the next paragraph are taken from Angus Maddison’s Historical
Statistics of the World Economy: 1–2008 AD, available at
http://www.ggdc.net/maddison/Historical_Statistics/ horizontal-file_02-2010.xls.)
Kesenjangan pendapatan antara Tiongkok dan AS menunjukkan masih ada kesenjangsan teknologi yang besar antara Tiongkok dan negara-negara industri. Sehingga Tiongkok dapat terus menikmati keuntungan dari keterbelakangan sebelum menutup jurang ini.
Menurut perkiraan Maddison menunjukkan status Tiongkok saat ini relatif
terhadap AS mirip dengan Jepang pada tahun 1951, dengan Singapura tahun 1967,
dengan Taiwan pada 1975, dengan Korsel 1977. PDB tumbuh sebesar 9,2% di Jepang
antara 1951 - 1971, dengan Singapura 8,6% antara 1967 – 1987, sebesar 8,3% di
Taiwan antara 1975 – 1995, dan 7,6% di Korsel antara 1977 -1997. Strategi
pembangunan Tiongkok setelah reformasi pada 1979 mirip dengan Jepang,
Singapura, Korsel dan Taiwan. Sehingga memiliki potensi untuk mencapai 20 tahun
untuk tumbuh 8% . Pendapatan per kapita Jepang diukur dalam paritas daya beli
adalah 65,6% dari AS pada 1971, Singapura 53,8% pada 1987, Taiwan 54,2% pada
1995, dan Korsel 50,2% pada tahun 1997. 20 tahun dari sekarang ( 2012 )
pendapatan per kapita Tiongkok diukur dalam paritas daya beli dapat mencapai
sekitar 50% dari pendapatan per kapita AS. Diukur dengan power parity
pembelian, ekonomi Tiongkok mungkin pada 2030 menjadi dua kali lebih besar dari
AS. Diukur dengan nilai tukar pasar (market exchange rate) akan tergantung
berapa cepat Tiongkok menilai kembali mata uangnya, mungkin setidaknya akan
sama ukurannya seperti apa yang dilakukan AS.
Titik pelarian Justin Lin(林毅夫
https://www.zhihu.com/question/39865551
Kisah
Pembelotan Tentara Teladan Taiwan ke RRT
Lalu siapakah Justin Yifu Lin(林毅夫)? Lin terlahir 15 Oktober 1952 dengan nama Lin
Zhengyi (林正义) di desa Yilan, Taiwan.
Kemudian mengganti nama menjadi Lin Zhengyi (林正谊 /dengan aksara terakhir
yang berbeda). Lahir dari keluarga miskin, ibunya hidup dari mencuci baju. Lin
Yifu setelah lulus SMP & SMU Yilan (宜蘭中學). Setiap pulang sekolah Lin
harus ke Rumah Sakit Yilan (宜兰新生综合医院) untuk
memberi makan babi. Berhubung disekitar rumahnya pada malam hari ada pasar
kaget suasananya berisik, maka sepulangnya kerumah dia cepat-cepat tidur,
setelah tengah malam suasana sepi bangun untuk belajar hingga subuh, dia rajin
sekali belajar hingga berprestasi baik. Lulus dari SMP Yilan lamgsung diterima
di SMU disekolahan yang sama tanpa ikut ujian seleksi. 1971 setelah mengikuti Ujian Masuk Universitas
Bersama, terpilih masuk di Taiwan National University College of Agricultural
Engineering, Water Conservancy Group (国立台湾大学农学院农业工程系水利组).
Selama kuliah di Universitas Taiwan (NTU) ini, Lin
aktif dan sangat dikenal dalam gerakan organisasi kemahasiswaan. Pada saat
Taiwan dikeluarkan dari PBB, Lin pernah menjadi ketua dari perwakilan mahasiswa
tingkat satu, pernah menjadi penggerak “mogok makan dalam kampus”. Pada saat diskusi tentang “Menentang
Masuknya RTT Dalam PBB” menyerukan para
peserta diskusi untuk berdemontrasi dan mengajak semua rakyat Taiwan untuk
mengadakan pawai untuk menyatakan protes atas peristiwa itu. Tapi sebenarnya
pada saat itu dimana para mahasiswa Universitas Taiwan (NTU) yang sedang
hangat-hangatnya memperjuangkan demokrasi, masalah bagaimana menolong status
Taiwan didunia internasional tidaklah terlalu semangat. Selain itu pemerintah
Taiwan juga tidak ingin mahasiswa terlalu ikut aktif dalam hal ini, jadi usulan
Lin dianggap tidak terlalu penting.
Pada musim dingin 1971, pada semester akhir
pertama saat para mahasiswa baru dilatih kewiraan/kemiliteran, pada akhir pekan
ke5 latihan ini Lin menghadap komandan lapangan dan memutuskan untuk tidak
meneruskan kuliah di NTU. Pada waktu itu kebanyakan mahasiswa lebih
mengharapkan untuk bisa kuliah ke AS, sedang yang berkeinginan seperti Lin ini
sungguh sangat langka. Kebetulan pihak militer sedang menyerukan menghimbau
para pemuda untuk mau bergabung menjadi militer, jadi permintaan Lin ini
langsung diterima, bahkan Lin menjadi alat propaganda dan menjadi seperti
seorang bintang selebriti. Pada waktu itu Kepala Staff Lai Ming Tang (賴名湯) saat mendengar kabar Lin dengan sukarela
meninggalkan bangku kuliah dan memutuskan menjadi militer, Lai Ming Tang
mengatakan “Setelah mendengar kata hati Lin Zhengyi, telah menyetuh hati semua
hadirin, ini adalah suatu bukti kuat bahwa Republik Tiongkok (Taiwan) akan
menjadi kuat, karena negara kita memiliki darah muda yang macam ini sangat
banyak”. Dua hari setelah kejadian ini, seorang mahasiswa bernama Tao Limin (陶立民) dari Institut Teknologi Datong (大同工学院) jurusan Kimia Teknik yang juga ikut dalam kamp
latihan ini juga menyatakan hal yang sama untuk memutuskan masuk jadi tentara
AD. Media ramai memberitakan bahwa peristiwa ini berkat pengaruh dari keputusan
Lin Zhengyi. Pada 4 maret 1972, Kastaff Lai Ming Tang atas nama Korp Pemuda
Anti Komunis Tiongkok Untuk Penyelamatan Negara yang dikepalai oleh Jiang
Jinguo (蒋经国) memberi penghargaan kepada
Lin Zhengyi “Outstanding Youth Medal”.
Lin Zhengyi yang semestinya diminta untuk kuliah
di Institut Teknologi Chung Cheng (中正理工学院 ),
sengaja memohon kepada Jenderal Lai Mingtang untuk dimasukkan pada Akademi
Perwira AD. Pada 1975 lulus dengan ranking ke2 untuk angkatan ke44 dari akademi
tersebut. Setelah lulus Lin betugas di akademi tersebut sebagai komandan
peleton, dan menikah dengan Chen Yunyin (陳雲英) seorang lulusan dari Universitas Politik Nasional jurusan Bahasa Chinese,
setahun kemudian melahirkan seorang anak.
Ketika Lin masih pada masa kuliah, Jiang Jingguo
dipromosikan menjadi PM Taiwan. Mengingat dari almamater yang sama dan sejalan
dengan strategi politik elite Jiang Jingguo yang akan memakai tokoh setempat.,
maka Lin menjadi perhatian dia. Jiang Jingguo berpesan kepada murid
kepercayaannya, ketika itu sebagai Dikrektur Jendral Politik
Peperangan(warfare) Wang Sheng (王昇) harus
memperhatikan Lin Zhengyi dengan baik, dengan tidak perlu tergesa-gesa
menugaskan untuk membawa pasukan, melainkan melatih Lin untuk bidang keuangan
pertahanan militer dan menugaskan belajar di Institut Nasional Businis &
Management (国立政治大学企业管理研究所).
Pada musim panas 1978, Lin Zhengyi mengganti nama dari
林正義menjadi林正誼
dengan lafal sama tapi berbeda aksara, karena saat lulus sebagai MBA dan
ditugaskan dikesatuan, komandannya bernama sama, untuk membedakan maka berganti
nama.
Pada 16 Desember 1978, AS dengan resmi menanda
tangani persetujuan dengan RRT, yang menetapkan sejak 1 januari 1979 resmi
mengadakan hubungan diplomasi, dan memutuskan hubungan dengan Republik Tiongkok
Taiwan. Pada Desember tahun itu Deng Xiaoping naik tahta lagi, dan kebijakan
dan hubungan antara RRT dan Taiwan mulai berubah lebih baik. 1979 RRT mengakui
rakyat Taiwan sebagai kerabat sebangsa, Menhan RRT Xu Xiangqian(徐向前) mengumumkan mengakhiri permusuhan militer di
Jinmen (金门) dengan Taiwan yang sudah berlangsung lebih 20
tahunan. Permusuhan militer dan politik selama 30 tahunan pelan-pelan mencair.
16 Pebruari 1979, Lin menjabat sebagai Komandan
Pertahanan Divisi 284 Jinmen dengan pangkat kapten di Masan (馬山). Masan ini terletak diujung tanduk kepulauan
utama Jinmen, jaraknya hanya 2 km dari Pos militer RRT di Fujien (福建白河口). Masan ini menjadi garis terdepan dalam perang
propaganda dengan pengeras suara besar dari daratan Taiwan dan Tiongkok daratan.
Maka di Masan komandan militer setempat sering mengadakan pemerikasaan terhadap
eksekutif dan tamu asing yang datang di tempat tersebut. Maka hanya perwira
pilihan dan yang terbaik yang ditugaskan ditempat ini. Dan tidak heran jika
Jiang Jingguo sangat mempercayai Lin Zhengyi yang warga negara asli Taiwan ini
sebagai komandan ditempat ini.
Membelot
Ke Tiongkok Daratan
16 Mei 1979 malam, setelah seminggu cuti
mengujungi keluarganya, Lin dikabarkan “membawa” kontong dibadannya berisi
semua identitas militer dan semua kode militer, berenang 2 km menyeberang ke
Xiamen bergabung pada tentara RRT. Pembelotan ini tidak menjadi kasus karena
saat itu kedua belah pihak saling menghimbau tentaranya untuk bisa membelok
kepada pihaknya. Hingga 1990 hubungan kedua pihak menjadi makin mencair.
Berikut adalah petikan dari tulisan tentang
pembelotan Lin yang ditulis oleh Guan Renjian (管仁健) seorang penulis Taiwan dengan judul : Menyelematkan “Private Ryan”
Taiwan/Rescue Taiwan’s “Private Ryan” (抢救台湾的{雷恩大兵}) :
Ketika membelot Lin Yifu seorang komandan kompi
851 AD Taiwan dari Divisi 284, Hou Shou (霍守) sebagai Perwira Kepala Divisi Operasi yang pertama memberi laporan
tentang pembelotan Lin. Xiao Rubo (萧如波) sebagai
Kepala Poltik Perang dan seorang anggota lagi untuk berpartisipasi dalam
penyelidikan kasus pembelotan Lin ini. Komandan Divisi 285 adalah Zhou Zhongnan
(周仲南), komandan Brigade 851 adalah Bao Rongping (薄榮萍), komandan Batalion adalah Hou Jinsheng(侯金生). Tiga bulan sebelum terjadinya pembelotan ini
Lin Yifu adalah salah satu anggota dari Brigade 852 yang dikomandani oleh Gao
Huazhu (高华柱).
Pada saat perayaan makan malam untuk perwira
militer pada jam 18:00, tanggal 18 Mei 1979, ditunggu hingga jam 19 Lin sebagai
komandan masih belum hadir dalam perjamuan makan malam tersebut. Sehingga
membuat semua hadiri jadi gelisah, semua prajurit ditugaskan untuk mencari,
tapi hingga larut malam tidak menemukan Lin, maka dibuatlah laporan kepada
Divisi. Setelah diadakan di-inventarisasi, ternyata tidak hanya komandan
hilang, tapi bendera pertempuran dan semua kode-kode serta informasi rahasia
militer juga hilang.
Seluruh anggota divisi lebih dari sepuluh ribu
personil dilengkapi dengan 50 senjata laras panjang dikerahkan untuk mencari,
lampu-lampu sorot dinyalakan dan Howitzer 105 dengan peluru flare di tembakkan
untuk mencari. Semua benda-benda mengapung di laut yang mencurigakan ditembaki
dengan senapan mesin dan juga dengan granat. Tapi hingga hari terang keesok
harinya tetap saja tidak ketemu. 19 Mei diadakan latihan militer besar-besaran
dengan 100 ribu prajurit, dan melibatkan rakyat setempat sebanyak 50 ribu
penduduk dengan senjata pentungan mengaduk-aduk semua jengkal tanah di pulau
kecil ini untuk diperiksa. Namun hingga beberapa hari juga tidak dapat
menemukannya. Akhirnya disimpulkan bahwa Lin dengan bola basket yang diikatkan
pada kedua lengannya berenang menyeberang ke daratan Tiongkok.
Dengan pembelotan Lin yang diduga membawa rahasia
militer, maka pada Juni 1979 semua anggota divisi 284 dimutasikan dan diganti
oleh Divisi 319, serta mengubah semua strategi meliter dan kode-kode militer
diseluruh kepulauan tersebut.
Menurut laporan penyelidikan AD Taiwan, pada 16
Mei 1979 malam, Lin dengan mengenakan jaket pelampung, memanfaatkan air laut
surut berenang ke ujung tanjung Xiamen yang jaraknya menjadi hanya 2130 meter,
hari itu kebetulan saat surut yang paling tinggi, hingga laut menjadi dangkal
jadi waktu berenangnya tidak terlalu jauh, hanya memerlukan kurang dari 2 jam
sudah bisa mencapai seberang. Pada 14 Mei ketika Lin berpatroli ke petugas
pantai berpesan kepada parjurit jaga, dengan menakut-nakuti mereka, “jika
kalian melihat ada tentara daratan di laut, bila mereka tidak menyaut saat
diteriaki, supaya jangan ditembak, agar jika mereka tewas, arwahnya tidak
membalasmu kelak”. Menurut laporan 16 Mei
siang harinya laut pasang hingga sore hari jam 4, jam 10 malam mulai surut.
Menurut prajurit jaga pada jam 8:30 malam dia melapor kepada Lin untuk
menjemput prajurit pengganti, tapi jam 9:30 ketika akan melapor lagi kepada
Lin, dia sudah tidak terlihat lagi di kamarnya. Jadi disimpulkan bahwa Lin
berangkat membelot pada antara satu jam itu. Kemudian diketemukan sepasang
sepatu basket Lin berada dirawa jalan setapak menuju laut.
Menurut
Penuturan Lin
Pada 1980, Lin menulis surat kepada kakak
sepupunya Li Jianxing (李建兴) yang kebetulaan ditugaskan di Tokyo-Jepang.
Dalam surat ini diceritakan tentang keadaan dia di Tiongkok daratan antara lain
sebagai berikut:
Saudara Jianxing:
Pada saat berpisah dengan bibi (saudara perempuan
dari ayah Lin yang berkunjung menemui Lin di Tingkok) tidak sempat menanyakan
alamat kamu di Tokyo, jadi saya menitipkan surat ini untuk diselundupkan
kepadamu, saya benar-benar tidak berharap akan dapat menerima balasan suratmu.
Sejak meninggalkan rumah tak terasa sudah lewat satu tahun, tapi saya tetap
tidak dapat melupakan keluarga dan anak-anak, dan tidak melupakan memikul
tanggung jawab atas keluargaku. Kangen pada rumahku makin hari makin kuat.
Dengan membaca surat balasanmu sungguh membuatku lebih merasakan “Surat
Keluarga Sungguh Berharga”.
Setelah kembali ke pangkuan pertiwi (RRT)
sesungguhnya ingin cepat-cepat memberi kabar kepada keluarga, tapi berhubung
mempertimbangkan keselamatan para kerabat saya tidak berani bernuat demikian. Kembalinya
aku ke negara pertiwi untuk Taiwan adalah suatu yang yang menyulitkan, dimana
aku yang pernah menjadi “selebriti” sebelumnya, dan ini tentu akan menjadi
bahan proganda bagi Tiongkok daratan (RRT). Namun untuk keselematan semua
kerabatku di Taiwan, atas permintaan aku, dan disetujui oleh oleh organisasi (pihak
RRT), asalkan pihak Taiwan tidak menindak dan menganiaya keluarga dan kerabatku,
pihak sini setuju bahwa masalah kembalinya aku ke pertiwi tidak akan diumumkan.
Dalam periode waktu ini, organisasi telah mengatur
aku untuk mengujungi banyak tempat, Tiongkok daratan dalam bidang pembangunan
ekonomi sungguh sangat tertinggal, tarap hidup rakyat sangat rendah, tapi pada
dasarnya setiap orang masih bisa cukup sandang pangan, hal ini tidak dapat
tidak dikatakan suatu prestasi luar biasa selama 5000 tahun sejarah Tiongkok. Seharusnya
pembangunan sosialis Tiongkok bisa berhasil lebih baik, tapi karena kekacauan
selama 10 tahun Revolusi Kebudayaan, akibatnya seluruh ekonomi Tiongkok nyaris
bangkrut. Kini Tiongkok dari atas sampai kebawah sedang secara realistis
mengevaluasi pengalaman membangun negara selama 30 tahun ini, menarik pelajaran
darinya untuk berupaya lebih semangat membangun Tiongkok yang modern.
Sejak terjungkalnya “Gang of Four”, semua daratan
sedang dengan pesatnya terus maju, rakyat penuh kepercayaan diri dan semangat.
Aku percaya orang Tionghoa mempunyai harapan dan memiliki masa depan. Sebagai
seorang Tionghoa patut bangga untuk ini, untuk menegakkan kepala dan
membusungkan dada untuk tunjukkan kita lebih unggul di dunia. Sesuai dengan
hobi aku tentang sejarah, aku mengunjungi banyak tempat sejarah yang menarik,
tetapi kemegahan dari Tembok Besar, kecantikan Kota Terlarang, tidak banyak
meninggalkan kesan yang mendalam dalam pikiranku. Tapi yang paling mengejutkan
bagiku adalah Qin Li Bing dan putranya (秦李冰父子) yang membangun bendungan pengairan Dujiangyan (都江堰) (yang dibangun pada 256-251 SM) di Chengdu (成都) pada “Periode Negara-negara Berperang” (476-221 SM). Berkat Dujianyan,
Provinsi Sichuan menjadi tanah yang berlimpah, dan bangunan ini sudah dibangun
3000 tahun lalu, tapi hingga kini masih bermanfaat bagi semua mahluk. Ketika
aku berdiri ditepi suangai ini, mendengar deburan deras aliran air, aku membayangkan
diriku untuk menjadi seorang pria sejati seperti Li Bing dan putranya yang
dapat memberi kebahagiaan untuk umat manusia. Aku berjanji akan memkontribusikan
diriku kepada rakyat Tiongkok, agar merasa menjadi layak hidup ini.
Masa depan Taiwan kini berada pada persimpangan
jalan, untuk jangka panjang dengan mempertahankan statusnya kini, untuk tujuh
juta rakyat Taiwan bukanlah suatu yang tepat. Jadi kemana harusnya generasi
saya menuju, saya harus sebisanya memberi pengaruh. Seperti apa yang dikatakan
dalam surat kamu, Taiwan tidak harus merdeka, tapi juga tidak harus menjadi
tanah jajahan. Lalu Taiwan harusnya menuju kemana? pertanyaan ini sudah lama
menjadi pokok pemikiran saya. Berdasarkan pengertian kebudayaan, sejarah, politik, ekonomi dan
kemiliteran, saya rasa kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi (RRT) adalah suatu yang
diharuskan, juga menjadi satu pilihan yang terbaik.
Sebagai seorang Taiwan, saya sangat cinta atas
tanah airku, tempat yang membesarkan saya, saya sangat berharap dapat
menyumbangkan segala tanaga diriku untuk kemakmuran, kebahagiaan; Tetapi
sebagai seorang Tionghoa, saya rasa Taiwan harus berkontribusi tidak hanya
kepada orang Taiwan dan orang Taiwan perantauan, Taiwan seharusnya juga lebih
berkontribusi kepada sejarah perkembangan Tiongkok. Perpecahan secara jangka
panjang bagi Taiwan dan daratan tidak
menguntungkan, untuk sejarah Tiongkok juga tidak menguntungkan. Maka untuk
konteks tidak merugikan kepentingan rakyat Taiwan, dan mempercepat unifikasi
Tiongkok, adalah tugas dan tanggung jawab generasi saya.
Sekarang Tiongkok daratan mengakui keberhasilan
pembangunan Taiwan atas ekonomi, sosial, budayanya. Dan Tiongkok daratan dalam
mengusulkan kebijakan unifikasi Taiwan dan telah menjamin tetap menghormati
sistim yang ada sekarang, dan tidak akan merugikan rakyat Taiwan, tidak akan
merubah cara hidup rakyat Taiwan. Dari kontak saya dengan Tiongkok daratan,
saya merasakan penuh ketulusan dari pihak berwenang Tiongkok. Tentu saja
bagaimana agar tidak mengurangi standar hidup rakyat Taiwan dan tidak mengubah
cara hidup rakyat Taiwan, adalah hal yang sangat komplek. Saya pikir setelah
unifikasi, bagi Taiwan pekerjaan yang terpenting adalah dibidang ekonomi. Maka
kini saya menyiapkan diri dalam tiga tahun ini untuk belajar baik-baik
teori-teori ekonomi.
Di Taiwan meskipun saya pernah dipuji-puji, tapi
itu hanya menjadi alat dari Guomintang, bukanlah benar-benar untuk membina
saya. Sekarang saya disini sungguh-sungguh diperhatikan dan dibina serta
dilatih.
Kini hidup saya kecuali merasa kesepian, tapi pada
umumnya sangat memuaskan. Terakhir saat bersamamu di Restoran Wa-wa, saya
sebenarnya ingin menitipkan Yunying, Xiaolong, Xiaoling (istri, putra-putrinya)
untuk merawatnya, tapi sekarang kamu telah meninggalkan Taiwan. Yunying seorang
perempuan merawat dua anak, saya dapat merasakan kesusahannya. Xiaolong kini sudah berumur 3 tahun,
saat-saat memerlukan seorang bapak, tapi kini hanya bisa ditemani ibunya saja.
Sedang saat Xiaoling lahir, kesempatan untuk melihat bapaknya juga tidak
ada. Ibu saya sering sakit, saya belum
bisa sekuat tenaga untuk berbakti padanya, kepada mereka saya sungguh minta
maaf, tapi saya harap kita sekularga bisa berkumpul kembali pada waktu dekat
ini.
Tolong kamu mewakili saya untuk memberi semangat
kepada Yunying. Juga minta kakak dan kakak ipar agar mereka bersedia untuk bisa
sementara mau menanggung tugas untuk saya, kelak saya akan membalasnya sepuluh,
beribu kali kepada mereka. Ulang tahun Yunying 16 Pebruari, Ibu saya Imlek bulan
lima, Ayah saya Imlek hari ketujuh bulan kedelapan, Xiaoling kira-kira 5
Agustus? Xiaolong 12 Desember ulang tahunnya. Untuk hari-hari ini tolong bisa mewakili
saya untuk mengirimkan hadiah/kado kepada mereka, bagi saya panggilan untuk
Yunying ada nama kecilnya – Fangfang, tolong pada kadonya dituliskan dengan
nama ini, dia pasti bisa memahaminya.
Kini satu-satunya kerabat yang bisa saya hubungi
hanyalah kamu, tapi kamu harus sangat hati-hati, jangan sampai pihak berwenang Partai
Guomintang dapat memegang kelemahanmu, agar tidak seumur hidup menyusahkan
kamu. Jika ada kabar sebaiknya disampaikan dengan lisan, supaya tidak
meningalkan bekas. Saya kira kini kamu sedang sibuk mempersiapkan ujian pada
bulan April. Tunggulah hingga ujian selesai barulah berhubungan lagi. Tolong
sampaikan salam kepada kakak dan kakak ipar. Akhir kata, marilah kita sebagai
orang Taiwan harus mempunyai ambisi, bukan saja harus menjadi majikan di
Taiwan, juga menjadi majikan di Tiongkok, agar supaya Tiongkok bersatu, menjadi
makmur dan kuat, untuk semua ini kita harus berjuang.
Hormat saya.
Lin Yifu
(Inilah kira-kira isi surat kepada sepupuhnya )
Pada 2010, Lin mengungkapkan bahwa saat
pembelotan, dia tidak memakai bola basket, tidak juga membawa kode-kode rahasia
militer Taiwan. Dia hanya memakai jaket pelampung penyelamat, kartu idenditas
sebagai seorang perewira tentara Taiwan, botol air minum, berenang hampir 3 jam
menyeberang ke daratan Tiongkok. Begitu sampai didaratan tidak berani banyak
bergerak karena kuatir adanya ranjau-ranjau yang ditanam, maka begitu dia
sampai ditepian, dia memberi kode sinyal kepada tentara penjaga dengan lampu
senter agar ditangkap.
Menurut penuturan Lin mengapa dia memilih membelot
pada 16 Mei 1979, karena menurut peraturan bagi seorang Komadan yang telah
meninggalkan tugas kesatuannya sudah 3 bulan dia tidak bertanggung jawab lagi
terhadap segala kejadian/kasus khusus pada kesatuannya, bagi seorang Komandan
yang bertugas kurang dari 3 bulan dia tidak perlu bertanggung jawab untuk kasus
yang bersangkutan. Kebetulan mantan Komandan Divisi sudah pensiun, semua komandan
baru diganti. Maka pembelotan akan mengurangi resiko mereka. Tapi keputusan itu
sangat berat baginya, karena anak bungsunya belum lahir.
Pendapat
Para Sahabat Dan Teman
Menurut pendapat teman mahasiswa Lin di NTU--Zheng
Hongsheng, ”Lin Yifu : Walaupun putus asa terhadap Taiwan, tapi dia tidak
hilang perhatiannya terhadap Taiwan. Bahkan dia mempunyai pengetahuan baru terhadap
Taiwan harus bersatu dengan Tiongkok daratan. Itulah yang mendorong Lin
bertekad dengan resiko kehilangan nyawa berenang ke daratan Tiongkok. Dalam
diskusi dalam kampus Zheng mengatakan bahwa pada derajat tertentu dia dapat
mengerti keputusan Lin, setelah masuk dalam angkatan militer, Lin dapat
merasakan keterbelakangan dan korupsi yang terjadi didalamnya, sebagai seorang
darah muda yang bersemangat tinggi hal tersebut menjadi suatu letupan jiwa yang
tiada taranya.”
Pada 5 Mei 2002 mantan komandan Hou Jinsheng (侯金生) dalam media melaporkan: ..... Lin Yifu pada
tahun itu merupakan salah satu perwira
binaan harapan pemerintah, maka tidak heran jika perhatian publik cukup besar,
pada saat masa depannya yang menjanjikan, Lin membelot ke Tiongkok daratan.
Sehingga terjadi berita hangat disemua kalangan dan media. Pada tahun itu
ketika Hou berumur 34 tahun mengundurkan diri minta pensisun dari angkatan
bersenjata, tetapi pengunduran dirinya ini tidak ada kaitannya dengan
pembelotan Lin, juga menyatakan secara resmi tidak adanya segala tekanan dari
pihak lain itu keputusannya. Hou
menyatakan bahwa dia mengajukan surat permohon berhenti dari angkatan senjata
atas kemauannya sendiri.
Masuk
Universitas Beijing & Universitas Chicago
Setelah masuk ke daratan Tiongkok berganti nama
dari Lin Zhengyi (林正谊) manjadi Lin Yifu (林毅夫), setelah berkeliling ke banyak tempat akhirnya tiba dan tinggal di Beijing, tapi
sebagai warga negara Taiwan hal ini menjadi sedikit sensitif, mulanya dia ingin
belajar di Universitas Rakyat Tiongkok (中国人民大学), tapi berhubung “asal usul dirinya tidak jelas” maka ditolak. Maka dia
mendaftar dan diterima di Universitas Beijing untuk jurusan ekonomi, untuk ini
Lin merasa sangat berterima kasih dan terharu.
Pada 1980, seorang Pemenang Nobel bidang Ekonomi
dan professor dari Universitas Chicago---Theodore Schult berkunjung ke
Universitas Bejing, pihak univ menunjuk Lin sebagai penterjemah. Schult sangat
terkesan atas penterjemahan dan pengetahuan Lin dalam bidang ekonomi.
Sepulangnya Shult ke AS mengusahakan Lin untuk dapat beasiswa belajar di
Falkultas ekonomi di Universitas Chicago.
Pada 1982 Lin Yifu mendapat gelar Master dalam
bidang politik ekonomi (S2) di Universitas Beijing, selanjutnya meneruskan di
Universitas Chicago untuk meraih gelar Doktor (S3), menjadi gelombang pertama
mahasiswa yang belajar ke AS pada era kebijakan Reformasi dan Keterbukaan. Pada
1986 meraih gelar Dokter (S3), dengan pembimbing disertasinya Prof. Theodore
Schult. Pada 1986-87, Lin sebagai visiting scholar (siswa kunjungan) untuk
melakukan penelitian post doktoral di Center for Economic Growth di Universitas
Yale untuk satu tahun. Istri Lin di Taiwan setelah mendengar suaminya belajar
di AS, pada 1983 boyongan dengan anak-anaknya
belajar ke AS untuk berkumpul kembali dengan suaminya.
Tentang perkembangan Li Yifu di AS, pihak Taiwan
sama sekali tidak mengetahui, tapi ketika kuliah di Universitas Chicago, ada
beberapa mahasiswa asal Taiwan yang sudah mengetahui latar belakang Lin.
Seperti mantan Menteri Keuangan Taiwan Christina Liu (劉憶如) pada 1986 pernah kuliah di
Universitas Chicago di Fakultas Ekonomi untuk S3 bidang ekonomi, tapi ketika
dia pertama kali datang ke Universitas ini kuliah di jurusan Adminstrasi Bisnis
jadi tidak kenal Lin Yifu. Tapi akhirnya ketika Liu ditunjuk sebagai Ketua
Perkumpulan Pelajar Tionghoa, pada waktu itu mahasiswa orang Tionghoa masih
sedikit, maka anggotanya terdiri dari mahasiswa Tionghoa asal Taiwan, Tiongkok,
Hong Kong. Liu yang sebelumnya tidak mengenal Lin Yifu, karena sama-sama
belajar untuk meraih S3 bidang ekonomi yang sama, akhirnya kenal dan
berhubungan dekat, dan tahu latar belakang Lin.
Meninggalkan
AS Kembali Ke Tiongkok
Pada 1987 setelah selesai penelitian di Universitas
Yale, dia memboyong keluarganya kembali ke Tiongkok daratan, dan menjadi
asisten dosen di Universitas Beijing, dan menjabat sebagai Wakil Direktur Dewan
Negara Pusat Penelitian Pembangunan & Institut Pembangunan Pedesaan (國務院農村發展研究中心發展研究所副所長). Menjadi orang Tionghoa “pendatang” pertama ahli
ekonomi , dengan membawa 30 koper bahan-bahan ilmu ekonomi barat ke Tiongkok,
yang kelak menjadi dasar dalam peletakan penelitian ilmu ekonomi Tiongkok. Pada
19993 resmi diangkat sebagai dosen penuh.
Pada Agustus 1996 bersama Yi Gang (易纲), Hai Wen(海闻), Zhang Weiying(张维迎), Zhang Fan(张帆) dan Yu Mingde (余明德) dan lainnya sebanyak 6 orang mendirikan Pusat Penelitian Ekonomi Tiongkok
Universitas Beijing (北京大学创办中国经济研究中心),
dan Lin Yifu sebagai Direkturnya, yang kelak menjadi garda depan untuk
penelitian/riset ekonomi Tiongkok, hingga kini masih menjadi salah satu think
tank penting untuk kebijakan ekonomi Tiongkok.
Lin Yifu mengatakan, Pusat Penelitian Ekonomi Tiongkok
memiliki tiga posisi : Menjadi Pusat Inovasi dalam pengajaran ilmu ekonomi; Sebagai
pusat penelitian kebijakan reformasi dan keterbukaan diri Tiongkok; Sebagai
pusat pertukaran akademik Tiongkok dan dunia Internasional. Didukung oleh
Rektor Universitas Beijing Wu Shuqing (吴树青), Pusat Penelitian Ekonomi Universitas Beijing ini menjadi pusat akademik
khusus untuk seluruh Tiongkok. Di Tiongkok sebelumnya makro ekonomi, mikro ekonomi,
ekonometrik, ekonomi pembangunan dan program ekonomi internasional, diharuskan
berbasiskan “Ekonomi Politik Marxisme”( 马克思主义政治经济学). Demikian juga di Taiwan harus berbasiskan pada
“Pikiran Bapak Pendiri Negara” (國父思想), semua
kurikulum harus mendapat perhatian dari pusat pemerintah. Namun sejak 1994, Lin
dapat mendobrak konvensi ini dalam “politik ekonomi” dengan memperkenalkan
teori dan metodologi ekonomi Barat.
Prestasi
Lin Yifu
Pada 1987 sekembalinya Lin ke Universitas Beijing,
saat itu sedang gencar-gencarnya terjadi perdebatan tentang Politik Ekonomi
Tiongkok, demikian juga dalam Pusat Penelitian Ekonomi Tiongkok Universitas
Beijing yang didirikan Lin bersama teman-temannya. Pandangan mereka secara
langsung telah mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh pihak berwenang pusat.
Salah satu contoh, pada 1997 usulan Lin Yifu tentang “Kunci Berada Pada
Beralihan Tujuan Strategis----Tentang Penilaian Resolusi Sidang Pleno Sentral
PKT ke- 14” (PKT=Parati Komunis Tiongkok). Disebutkan bahwa tentang reformasi
BUMN masih belum jelas, proposi pendapatan pemerintah pusat yang rendah,
korupsi dan masalah serius lainnya. Kemudian muncul kebijakan PM Zhu Rongji(朱鎔基) Tiongkok pada waktu itu. Banyak media yang
memberitakan bahwa Lin Yifu menjadi
think-tank Zhu.
Lin Yifu mengusulkan bahwa Tiongkok harus tetap
terus menerapkan strategi pengembangan “Keunggulan Komperatif/Comparattiive
Advantage”, dengan modal yang kecil untuk masuk ke teknologi canggih,
secepatnya mengumpulkan modal untuk mencapai peningkatan industri. Selain itu
Lin juga percaya bahwa reformasi perusahaan milik negara merupakan kunci untuk
mempertahankan pembangunan ekonomi yang pesat, dengan mereformasi BUMN barulah
dapat menyebabkan terjadinya kondisi keadilan pada perekonomian swasta. Lin
selamanya menaruh optismistik terhadap perkembangan perekonomian Tiongkok , dan
percaya bahwa pada sekitar 2030 ekonomi Tiongkok akan menjadi terbesar di
dunia.
Lin berpendapat bahwa pemulihan perekonomian dunia
berada dalam persimpangan jalan, negara-negara maju masih perlu mengadakan
reformasi struktural untuk meningkatkan firewall untuk meredam effek difusi
krisis utang menjadi sangat penting. Walaupun sudah ada beberapa tanda-tanda
pemulihan ekonomi dunia, tetapi masih harus menghadapi beberapa tantangan yang
lebih berat, terutama di negara maju menghadapi pengangguran yang tinggi,
kapasitas pemanfaatan yang rendah, defisit anggaran yang besar dan masalah struktural
lainnya masih belum hilang, sehingga mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menjadi
lemah secara keseluruhan.
Pada tahun 2005, Lin terpilih menjadi akademikus Third World Academy of Sciences. Pada 4 Pebruari
2008, Presiden Bank Dunia Robert Zoellick resmi mengumumkan Justin Yifu Lin
sebagai Senior Vice Presiden, Kepala Ekonomi Bank Dunia dan Kepala Pengembangan
Ekonomi, untuk menggantikan Bourguignon yang meninggalkan jabatan ini pada 31
Mei 2007. Lin menjadi orang pertama dari negara berkembang yang ditunjuk untuk
jabatan ini dalam sejarah Bank Dunia.
Lin dengan membawa pemahamannya yang mendalam
terhadap 30 tahun pembangunan ekonomi Tiongkok, memulai karirnya di Bank Dunia
untuk masa jabatan 4 tahun (2008-2012). Barat yang salama itu masih sering menyalah
tafsirkan terhadap Tiongkok dan Asia untuk kembali merefleksikan kembali
pandangannya. Banyak ekonom yang percaya bahwa Asia adalah benua yang paling
tidak mempunyai harapan, mengira bahwa Afrika lebih ada harapan daripada Asia,
dan Amerika Latin bahkan lebih memberi harapan, tapi kenyataannya pembangunan
ekonomi secara umum negara-negara Asia jauh lebih baik dari pembangunan di
Afrika dan Amerika Latin. Menurut Lin ini adalah kesalahan penilaian dari Bank
Dunia dalam membantu negara-negara berkembang dalam memecahkan masalah-masalah
mereka. Tujuan Bank Dunia adalah untuk
membantu negara-negara berkembang mengembangkan ekonomi dan memecahkan masalah
kemiskinan, memang ada banyak kemajuan yang telah dicapai bertahun-tahun,
tetapi dibanyak tempat hasilya masih tidak memuaskan.
Dalam kurun waktu 1990 – 2000, makalah Lin telah
terpakai beberapa kali didunia internasional, menjadi ekonom peringkat dunia ke
205. Peringkat tertinggi kedua untuk enonom Tionghoa. Lin menggambarkan bahwa
ekonomi Tiongkok menjadi “ajang penelitian yang memberi kesempatan baik” (近水樓台先得月=berdiri diatas panggung tinggi ditepian telaga
dapat lebih dulu melihat bayangan rembulan=berada pada tempat tugas dengan
kondisi yang menguntungkan, sehingga memberi banyak kesempatan). Lebih lanjut
ia mengatakan dengan mengikuti bobot perkembangan ekonomi Tiongkok yang terus
menanjak didunia, untuk menjelaskan dalam makalah fenomena ekonomi Tiongkok
akan makin lama makin menjadi perhatian internasional.
Salah satu contoh pada 1992 terbitan makalah Lin
tentang “Reformasi Pedesaan dan Pertumbuhan Pertanian di Tiongkok” di “American Economic Review” , makalah ini menjadi salah satu paling
banyak dikutip dalam artikel di “US Information Science Research Papers in
Economic” antara tahun 1980-1998.
Fokus Lin dan sumbangsih atas Reformasi dan
Perkembangan Ekonomi Tiongkok yang lama dalam intitusi ekonomi, telah banyak
memberi kontribusi yang luar biasa untuk peneltian tentang reformasi pedesaan
dan pengembangan di Tiongkok dan luar negeri. Telah diterbitkan lebih dari 30
akademik monograf termasuk “informasi lengkap dan reformasi perusahaan milik
negara” (充分信息及国有企业改革) telah diterjemahkan
dalam bahasa Jepang, “China Miraccle:Development Strategy and Economic Reform”
(中国的奇迹:发展战略与经济改革) telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris,
Jepang, Korea, Prancis, Vietnam, Rusisa, dan versi-versi lain terus
diperbaharui/ update beberapa kali.
Pada akhir 2011, sebuah buku Lin “Mendekripsikan
Ekonomi Tiongkok” (解密中国经济) telah
diterbitkan oleh Cambridge University
Press. Status Lin resmi menjadi “orang dalam” yang telah menafsirkan peristiwa
ekonomi penting lebih dari 30 tahun kebangkitan Tiongkok, dan dibalik alasan
perkembangan pesat ekonomi Tiongkok dan dapat meninggalkan dunia Barat pada
abad ke-19 ini, kini menjadi topik diskusi dan interpretasi yang hangat.
Karya tulis Lin lain : “Lagi Pengembangan Sistim,
Teknis Terhadap Pertanian Tiongkok”(再论制度、技术与中国农业发展) mendapat hadiah terbaik dari Departemen Pendidikan Tiongkok bidang
Akademik Humaniora dan Penelitian Ilmu Sosial sesi ketiga. Bab IV “Sistim harga Ganda Pasokan Respon : Teori
dan Bukti Empiris” (价格双轨制与供给反应 :理论与来自中国农业的经验证据) mendapat penghargaan Sun Yefan Papers Award yang
ke-9. (荣获第九届孙冶方经济科学论文奖).
Pada 1999 “Perubahan Teknologi dan Distribusi
Pendapatan Keluarga”( 技术变迁和家庭收入分配/Technological
Changed and The Family Income Distribution) menjadi “Australian Bureau of
Agricultureal and Resource Economic’s Best paper.
Pada 1993, mendapatkan University of Minnesota
Center for International Food and Agriculture Policy Paper Best Policy.
Pada 1997, mendapatkan Sir John Clough Prize dari
Agricultureal and Resource Economic Society.
Pada 2000, mendapatkan The American Social Science
Citation Index Classic Citation Award.
Pada 2009, dianugerahi gelar Doktor kehormatan
dari Universitas Fordham AS, Universitas Clermont-Ferrand, Universitas
Nottingham, City University of Hong Kong, Hong Kong University of Science and
Technology.
http://baike.baidu.com/view/14025.htm
Zhang Weiying 张维迎
Zhang Weiying 张维迎
Oleh pakar Barat
pandangannya di golongkan sebagai “New Left”, seorang ekonom Tiongkok yang
cukup terkenal, Lahir tahun 1959 di kota Yulin distik Wubu Provinsi Shanxi (陕西省榆林市吴堡县). Dari 1984-1990 bekerja di Institut Negara Komisi Untuk
Restrukturisasi Ekonomi (体改委中国经济体制改革研究所), 1997 diangkat
sebagai deputi professor Pusat Penelitian Ekonomi Universitas Beijing (北京大学中国经济研究中心副教授). 1999 dipromosikan menjadi Wakil Presiden Universitas Beijing Dekan
Guanghua School of Management dan mengundurkan diri pada 2010.
Masalah Korupsi Tidak
Terpecahkan Dapat Meruntuhkan PKT dan Tidak Meruntuhkan Negara
Wawasan Zhang Weiying tentang
masalah “Anti Korupsi” cukup mendapat perhatian. Pada 12 Desember 2012 dalam
Konferensi Tahunan ke-2 KTT Reformasi Tiongkok, ia menerbitkan makalah tentang
“Dua Dilemma Anti Korupsi” yang mengatakan bahwa Korupsi meruntuhkan PKT tapi
tidak meruntuhkan Negara, pada Kongres PKT ke-8 mengusulkan agar Kongres ke-8
sebagai batas mulai pemberantasan korupsi, untuk korupsi yang dilakukan masa
lalu, baiknya tidak diselidiki dan dikejar.
Zhang Weiying
berpendapat bahwa dilema nyata anti korupsi adalah bagaimana menangani korupsi
yang telah terjadi secara akut, dimana korupsi itu telah terjadi sejak dari
dulu hingga sekarang, anti korupsi tidak akan berhasil jika dilakukan sangat
keras. Jika dilakukan tidak keras kemungkinan bisa menurunkan semangat kerja
PNS, dan bahkan bisa setengah melumpuhkan kinerja PNS. Dalam keadaan yang
ekstrim bisa melumpuhkan sama sekali kegiatan pejabat pemerintah, yang dapat
menyebabkan perlawanan dan makar. Jika hal ini terjadi mungkin rakyat akan
keberatan dan tidak setuju. Jadi jika masalah korupsi tidak diselesaikan, maka
partai akan mati, tapi sepertinya negara tidak akan runtuhkan negara.
Menurut Zhang Weiying
untuk masa sepuluh tahun yang akan datang suatu tantangan terbesar bagi
pemimpin Tiongkok adalah antikorupsi. Dalam Kongres ke-18 PKT dilaporkan, jika
antikorupsi tidak bisa diatasi, dikalangan rakyat terjadi perguncingan
kemungkin PKT dan negara Tiongkok akan runtuh. Bahkan dikalangan rakyat ada
perkataan---jika tidak diadakan pemberantasan korupsi maka negara akan runtuh, tapi
jika diadakan pemberantasan korupsi PKT akan habis. Jelas perkataan tersebut
sangat berlebihan dan serius. Menurut pendapat Zhang Weiying jika masalah
korupsi tidak bisa diselesaikan, negara tidak akan runtuh, seperti apa yang
terjadi akhir-akhir ini Jepang juga tidak runtuh, anti korupsi mungkin bisa
meruntuhkan PKT, tapi kemungkinan juga bisa menyelamatkan PKT, masalahnya tergantung
bagaimana kita mengambil tindakan dalam anti korupsi tersebut?
Dalam anti-korupsi kesulitan
yang sebenarnya adalah bagaimana menangani korupsi yang sudah lama dilakukan,
korupsi dari masa lalu telah terjadi hingga sekarang dan masih tetap terjadi.
Jika kita mengambil tindakan dengan tidak membatasi terhadap korupsi masa lalu,
anti korupsi tidak mungkin berhasil,
jika tindakannya terlalu keras, mulai dari pejabat pemerintah
kemungkinan akan menjadi kendur , jika terjadi pemerintah lumpuh dan pejabat
pemerintah negara sebagian semi lumpuh, hingga bisa mengakibatkan
pemberontakan. Maka rakyat akan tidak menizinkannya. Apakah Tiongkok bisa
mendapatkan jalan keluar dari dua dilema ini? Keduanya tergantung pada
kebijaksanaan dan keberanian dari pemimpin negara, juga bagi rakyat biasa tergantung
pada kecerdasan dan kesabaran kita.
Dalam hal ini Zhang
Weying akan membahas tentang korupsi di Tiongkok selama dekade terkahir.. Zhang
Weiying melihat adanya dua perubahan besar, perubahan pertama untuk menciptakan
nilai dari korupsi untuk menghancurkan nilai korupsi, dari abad teakhir 80-an , 90-an. Yang dimaksud
oleh masyarakat sipil dari korupsi pejabat pemerintah adalah penyalahgunaan
kekuasaan, dari penyalah gunaan kekuasaan ini mendapat sumber keuntungan, yang
dulu seharusnya hal ini tidak mungkin, dan sekarang perusahaan swasta dapat
mengunakan fasilitas ini, sehingga mereka mendapatkan keuntungan. Tapi kini
korupsi tidak demikian cara korupsinya, pejabat pemerintah menyalah gunakan
hak, terutama hak-haknya telah diberikan kepada masyarakat sipil untuk
melakukan korupsi.
Pada tahun 80-an, 90-an
korupsi dikaitkan dengan reformasi korupsi, Korupsi masih dalam proses, tetapi
juga melepaskan sebagian hak pemerintah. Jadi dalam suatu artian tertentu juga
mempromosikan reformasi berorientasi pasar Tiongkok. Tapi bukannya sistim
orientasi pasar sebaliknya jutru makin lama makin menjauhi. korupsi pada
1980-an dan 1990-an, korupsi dengan penyuapan dilakukan oleh pemasok secara
resmi, namun pada dekade terakhir ini telah berubah banyak dari pejabat menyuap
pejabat korupsi, atau dapat disebut jual beli jabatan, tapi tentu penyuapan
oleh pihak komersial kepada pejabat masih tetap ada, namun sudah tidak terlalu
penting lagi.
Yang kedua adalah langka-langka
anti-korupsi memang tumbuh. Tapi bagaimanapun korupsi menjadi semakin serius.
Dalam berita online Baidu (百度新闻) artikel antikorupsi
ada 11900 pada tahun 2003, tahun 2004 naik menjadi 76200 artikel, 2005 menjadi
733330 artikel, 2006 menjadi 106.000 artikel, tahun 2010 menjadi 246.000
artikel bahkan terakhir lebih dari 861.000 artikel, jadi pandangan rakyat terhadap
korupsi mempunyai kecendrungan yang sama. Sejak Kongres PKT ke-16 telah lebih
dari 70 pejabat tingkst provinsi dan Menteri dipecat, itu semua karena korupsi
dan terkait dengan korupsi. Dengan demikian
rata-rata setiap tahun telah ada 78 pejabat tingkat provinsi dan menteri
ditangkap. Maka upaya anti-korupsi harus tumbuh, sementara korupsi makin parah.
Zhang Weiying memberi satu contoh peristiwa di Henan Departemen Komunikasi ada
4 pejabat yang dipecat karena suap, ketika pejabat pertama ditangkap terlibat
suap 300 ribu Yuan, pada penangkapan pejabat ke-empat terlibat penyuapan 3 juta yuan, dalam kurun waktu 14 tahun meningkat
sebesar 100 kali, jadi pertumbuhannya rata-rata per tahun 39.8%. Sedang dalam
periode ini meningkatkan PDB per kapita 12,9%, dari sini kita bisa melihat
pertumbuhan korupsi jauh melebihi peningkatan PDB. Dari pengamatan ini mungkin
merupakan contoh tingkat korupsi dalam fitur dasar Tiongkok.
Pimpinan baru terhadap
anti korupsi sangat serius, namun kenyataan pemimpin generasi sebelumnya
terhadap anti korupsi juga sangat serius. Akademisi, pejabat perintah telah
membuat banyak langkah-langkah anti korupsi, tindakan ini umumnya bermuara pada
beberapa tindakan : pertama, memperkuat pengawasan, meningkatkan menemukan
korupsi. Kita tahu bahwa jika 100 orang korupsi, namun hanya satu orang
tertangkap, maka disebut pencegahan tersebut sangat rendah, tapi jika setiap
bulan bisa ditangkap 50, 60 orang, ini disebut pecegahannya relatif besar. Kedua,
harus ada kebebasan pers, hanya dengan adanya kebebasan prers, baru dapat dimainkan
peran pengawasan massa terhadap orang-orang dipemerintahan. Ketiga, untuk
meningkatkan intensitas hukuman, baru akan membuat takut pejabat pemerintah
untuk menerima suap. Ke-empat, meningkatkan gajih pejabat sesuai hukum yang
berlaku, yang berarti memberi gaji tinggi kepada pejabat. Salah satu alasan
mengapa para pejabat korup karena gaji rendah, sehingga mereka mau tidak mau
harus mencari penghasilan tambahan sendiri. Kelima, akhir-akhir ini banyak
didiskusikan untuk mengumumkan kekayaannya. Ke-enam, dengan pendidikan ideologi
dan politik untuk meningkatkan moral pejabat. Dengan kata sederhana membuat
pejabat mempunyai rasa malu, merasa malu jika melakukan korupsi. Ketujuh, mengurangi
hak-hak pemerintah, karena hak-hak dan wewenang pemerintah terlalu besar. Pemerintah
sekarang hak dan wewenangnya terlalu besar, jika bisa mengurangi kekuasaan
pemerintah untuk menyetujui dalam mengalokasi sumberdaya, hak untuk merumuskan
kebijakan industri, mengurangi intervensi pemerintah dalam ekonomi dengan
tepat, maka korupsi bisa sangat berkurang. Kedelapan, melaksanakan demokrasi
nyata dan supremasi hukum.
Diatas ini hanyalah
ringkasan dari beberapa langkah anti korupsi, tapi tindakan yang lebih
komprehensif masih bisa diambil. Namun masalah yang utama jika kita membangun
sebuah pemerintahaan baru, atau jika ukuran pemerintah kecil, atau bila
sekarang masalah korupsi tidak terlalu serius, maka Zhang merasa tindakan ini
seharusnya bisa effektif untuk mencegah korupsi. Seandainya jika kita membentuk
pemerintah baru dan menempatkan aparatur negara dengan ketat, sanksi hukuman
dibuat lebih berat, diberi kebebasan pers, kekuasaan pemerintah dikurangi, dan
kita memiliki demokrasi serta penegakkan hukum, Zhang kira korupsi tidak akan
serius. Namun kini kita tidak dalam
kondisi demikian, yang kita mau atas dasar pemerintahan yang ada sekarang
melakukan anti korupsi. Meskipun langkah-langkah yang sekarang ada terlihat
bagus, tapi dalam prakteknya sulit dilakukan. Seperti dikatakan untuk menaikkan
gaji yang tinggi, tapi dengan kondisi besarnya pemerintah, dan yang dalam setahun
telah ditangkap lebih dari 70 pejabat tingkat provinsi dan menteri korup, dan tidak
tahu berapa banyak lagi yang akan ditangkap?
Padahal penangkapan ini hanya sebagian kecil dari apa yang harus
ditangkap. Dalam kondisi pemerintahan yang begitu besar, dan kenyataan kita
masih terlalu miskin untuk menggaji dengan gaji tinggi.
Maka dalam kondisi
diatas ini, tindakan yang diambil seperti disebut diatas akan sangat terbatas
sekali, karena dengan alasan keterbatasan ini, hal yang terpenting sekarang
adalah korupsi telah mencapai titik yang paling serius. Menurut Hu Xingdou (胡星斗)
professor ekonomi dari Beijing Institut Teknologi, berdasarkan perkiraan
Kejaksaan Agung Tiongkok proyeksi untuk 2009 kasus yang melibatkan pejabat tingkat
kabupaten berproporsi 48%, tingkat kader 40%, pejabat tingkat provinsi 33%,
tapi angka ini masih diragukan, karena menurut penilaian intuitif saya kuatir angka
ini sedikit konservatif, sesuai dengan standar korupsi yang terjadi sekarang
masih banyak pejabat pemerintah yang patut diperiksa, mungkin mereka tidak menerima
suap berupa uang tunai, tetapi dibelikan arloji atau menerima sebuah lukisan
atau saat membeli rumah mendapat konsesi, atau ketika anak-anaknya belajar di
luar negeri mendapat bantuan. Maka menurut saya berdasarkan standar sekarang
yang terkena periksa sangat sedikit sekali, masalahnya karena tidak diperiksa
saja. Kita dapat melihat dari paparan yang terdapat dalam jaringan sosial, telah
terlihat fenomena yang sangat menarik, dimana sektor swasta sangat membenci
korupsi, tapi Zhang pikir itu hanya pembicaraan abtraksi saja, coba kumpulkan
sekelompok orang bicarakan tentang seseorang yang tertangkap, masih banyak yang
menyatakan sempati bagaimana dia itu apes hingga tertangkap, padahal masih
banyak yang melanggar, tapi hanya sedikit yang kena hukum, dan orang akan
berpikir itu tidak adil, bahkan orang akan meningkatkan toleransi terhadap
perilaku tersebut.
Sebenarnya tindakan terhadap
korupsi untuk hukumannya ada dua mekanisme, pertama melalui mekanisme hukum,
yang kedua melalui mekanisme reputasi atau mekanisme opini publik. Seperti yang
telah dilakukan dulu seorang koruptor yang tertangkap dan dibui, ini adalah
sanksi hukum, dan orang sekelilingnya membencinya. Tapi apa yang dilihat Zhang
sekarang tidaklah demikian, setelah orang atau pejabat tersebut dijatuhi
hukuman karena korupsi, jutru masih banyak orang seklilingnya memberi simpati,
banyak orang membantu anak istrinya. Hal ini mencerminkan bahwa selama ini yang
tertangkap hanya sebagian kecil saja dan bukannya bagian yang paling serius
atau yang terberat. Oleh karena itu, hal yang terpenting adalah bagaimana kita
menindak korupsi ini dengan melihat bobotnya, untuk ini ada dua penyelesaian, melupakan dosa
lama, dan hanya menelusuri yang baru, tapi makna ini masih harus didiskusikan.
Kita lihat untuk apa persoalan yang akan dihadapi untuk mengungkit persoalan
yang lalu itu, pengalaman selama dekade yang lalu membuktikan, walaupun upaya
anti korupsi kelihatannya besar, tapi karena tingkat keparahan korupsi sangat
serius dan besar jika dibandingkan dengan upaya itu, upaya itu hanya seperti
setitik air dalam belanga tidak bisa memecahkan masalah secara mendasar. Kata
Zhang Weiying.
Hak Untuk Melawan Korupsi Bisa Menjadi Alat
Perjuangan
Zhang Weiying
mengatakan selama sepuluh tahun ini saya mengamati, langkah-langkah anti
korupsi tidak benar-benar membuat jerah para koruptor, banyak pejabat korup itu
diibaratkan seperti membeli saham atau membeli undian, bisa beruntung atau jika
sial kena tangkap, ya dianggap nasib sedang sial. Masih ada yang lebih serius
lagi, perang terhadap korupsi bisa menjadi alat perjuangan, ketangkap atau
tidak ketangkap, tidak lagi karena kamu korupsi atau tidak korupsi, tapi justru
pada masalah kamu taat atau tidak taat. Dalam hal ini pada kenyataannya pejabat
yang ketangkap dan dipecat tidak selalu adalah pejabat korup yang paling berat,
bahkan belum tentu adalah pejabat yang benar-benar korup. Saya pernah kontak dengan
satu kasus korupsi, saya kira pejabat itu cukup jujur, awalnya dituduhkan dengan
tujuh tuduhan tapi divonis dengan delapan tuduhan, termasuk hadiah tahun baru
dari anaknya sendiri yang berjumlah 50 ribu Yuan, akhirnya divonis dengan 4 tahun penjara.
Zhang banyak mengetahui adanya kasus serupa ini. Bahkan dalam proses ini siapa
yang berani mengambil tindakan kekerasan dulu, jika keadaannya demikian maka
pejabat korup yang akan berada diatas angin. Yang lebih parah lagi koruptor membunuh
pelapor, jika masih ada pelapor yang belum terbunuh maka pembunuhan akan
berlanjut, agar yang sisa ini tidak bisa melapor. Korupsi juga merupakan hal yang
sama, jika uang tidak cukup menyuap penjabat yang lebih tinggi, maka akibatnya
akan dipecat. Tapi bila jumlah yang dikorup besar maka bisa menyogok banyak
orang, sehingga akan menjadi aman. Kini ada lagi satu hal tentang anti korupsi
yang sedang diperbincangkan, terutama sebulan setelah Kongres ke-18,
perbincangan tentang anti korupsi pengaruhnya besar sekali. Seperti apa yang
telah dibicarakan diatas, yang termasuk kebebasan pers, walaupun sekarang kita
masih belum, tapi kita punya jaringan Weibo (微博) mikro blog, sehingga
setiap orang bisa menjadi media. Namun kita juga menyadari, mengadalkan Weibo
untuk melawan korupsi juga akan menimbulkan banyak masalah. Salah satu
kemungkinan akan menjadi pelanggaran hak azasi manusia, karena banyak informasi
mikroblogger tidak bertanggung jawab, dengan mikroblog melawan korupsi bisa
juga mecelakakan seseorang, dengan menyerang pribadi seseorang dengan fitnah.
Sehingga mikroblog bisa dijadikan alat.
Jadi dalam proses ini
kita harus semaximal mungkin mencegah terjadinya ancaman kekerasan, sebab
seseorang baik dia itu bersih atau tidak, begitu diwartakan di media maka akan
sulit untuk membantahnya, lebih-lebih pada keadaan sekarang dimana sebagian
besar para pejabat tidak bersih, maka begitu media mengungkapkan seseorang,
akan tidak seorangpun yang berani keluar untuk membela dengan suara yang adil,
begitu media mengungkapkan seseorang maka pejabat lain akan cepat-cepat
“memenggalnya”, agar perkaranya tidak merembet. Kadang juga dengan melanggar
semangat aturan hukum yang ada, termasuk apa yang bisa dilihat kita baru-baru
ini di Chongqing, pada kenyataannya bukti itu sendiri adalah illegal, dan
iming-iming itu dilakukan atas dasar ditipu untuk dishoot porno. Tapi kini
program anti korupsi sudah tidak mempertimbangkan bukti legalitas, hal ini
untuk jangka panjang dalam pembangunan satu masyarakat yang diatur hukum akan
tidak menguntungkan. Tentu kita akan bisa membanyangkan badai anti-korupsi yang
lebih besar, terutama setelah Wang Qishan (王岐山)* memangku jabatan, kita
semua tahu bahwa dia seorang pemberani. Tapi jika pemberantasan dilakukan
besar-besaran, bisa-bisa semua pejabat (korup) akan berkonsolidasi karena
merasa tidak aman, dan bekerja malas-malasan, koruptor juga bisa membentuk
koalisi, karena korupsi sudah begitu meluas, mereka akan membentuk jaringan
untuk saling melindungi, karena melindungi orang (koruptor) juga berarti melindungi
dirinya sendiri, maka tidak heran kemungkinan mereka cendrung untuk bersatu
melawan tindakan anti-korupsi, dan yang akhirnya pemerintah akan lumpuh, jika
pemerintah lumpuh maka tindakan anti-korupsi tidak akan bisa dilaksanakan lagi.
Masih ada satu masalah
lagi, pejabat korup telah nmengumpulkan banyak uang dari bisnis dengan
fasilitas jabatannya, jika terus ditelusuri semua korupsinya dan group bisnis
para relasinya. Para pebisnis ini merasa tidak aman, dan sebagian tidak merasa
takut seperti apa yang telah terjadi di Chongqing, yang dikatakan untuk
menghantam mafia, padahal yang benar dihantam bukan mafia, dengan menyita
sembarangan harta pribadi orang, juga yang dikuatirkan melampiaskan untuk membalas
dendam lama., termasuk menyeret masalah-masalah sogok penyogok yang dilakukan
pihak pengusaha swasta, bahkan pejabat BUMN pada mulai bermigrasi, tidak ada
yang sudi coba bertaruh lebih besar pada perekonomian Tiongkok, dan tidak ada
yang bersedia untuk terlibat dalam inovasi, sehingga dalam keadaan demikian
akan meningkatkan pengangguran, yang mengakibatkan ketidak puasan rakyat. Dalam
keadaan demikian maka akan menjadi tantangan besar bagi pemerintah.
Sehubungan dengan itu
pendekatan lain dengan tidak mengungkit kesalahan (korupsi lama), dengan melihat
pada masa depan, dan tidak melihat kebelakang. Seperti apa yang telah dikemukakan
didepan dan seperti apa yang telah dikemukakan oleh Wu Si (吴思)
dan Li Yongzhong (李永忠) tentang syarat yang disebabkan kekhasan
karateristik, untuk memberi amnesti, dengan menukarkan untuk mendukung
reformasi politik dan demokratisasi di masa depan. Li Yongzhong berpandangan jika harus menghukum
dosa-dosa lama, maka masalahnya akan makin lama makin banyak. Tentu saja, saya
pikir mereka hanya akan mengusulkan satu ide dasar dari langkah-langkah khusus
dimana memerlukan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut, mengenai hal ini di
dunia international telah memiliki banyak pengalaman termasuk Hong Kong,
negara-negara maju dan negara-nega berkembang lainnya. Hampir disemua negara dengan korupsi yang
merajarela, akan menghadapi hal sama saat mengadakan tindakan anti-korupsi.
Pada akhir makalahnya
Zhang Weiying mengharapkan bisa mengukuhkan tindakan-tindakan anti-korupsi
seperti apa yang diharapkan. Dan memang Kongres ke-18 tindakan anti-korupsi dan
pemberantasan korupsi telah menjadi salah satu putusan terpenting dari
kebijakan Tiongkok.
*Wang
Qishan (王岐山) :
anggota dari Kongres ke-18 PKT, Sentral Komite PKT, Komisi untuk Kedisiplian
dan Inspeksi, Standing Commitee Komite Tetap. Lahir tahun1948 di kota Qingdao,
Privinsi Shandong, masa muda pernah turba ke Yan’an, lulus S1 jurusan sejarah
dari Universitas Northwestern, di kota Xi’an, Provinsi Shanxi (1969-1971). (http://www.brookings.edu/about/centers/china/top-future-leaders/wang_qishan
& http://chinese-leaders.org/wang-qishan/ & http://english.gov.cn/2008-03/17/content_922679.htm ).
China ‘s New
Golden Decade Ahead : The Deccions of Third Plenum and Their Implication for
Economy, by KPMG kpmg.com/cn
张维迎:腐败问题不解决可能亡党但不会亡国
Zhang Weiying digolongkan sebagai tokoh ekonom
Tiongkok terkemuka yang berpandangan “Neoliberal-New Right”, Dia telah dikenal
luas dan berpandangan membela untuk pasar bebas, privatisasi dan kewiraswataan.
Dia sejak mula telah terlibat sebagai tokoh inti saat adanya perdebatan untuk
menetapkan kebijakan ekonomi yang membela untuk “dual-track pricing” *1 sejak
awal 1980an.
Dalam sistim dual track pricing, dimana negara
mengotrol harga terhadap harga pasar bebas. Pada sebelum 1978 di Tiongkok,
sebagian besar harga ditetapkan oleh pemerintah besamaan juga dengan target
kuantitas. Ketika kebuhuhan untuk reformasi akan dilaksanakan, timbul
pertanyaan tentang bagaimana untuk menggerakkan perekonomian yang tadinya perekonomian
terrencana menuju sistim yang berorientasi pasar. Reformis ekonomi Tiongkok
berpandangan bahwa yang terbaik adalah
menjaga ekonomi terencana yang ada, namun secara bertahap membangun sistim
pasar bebas. Pada 1981 pemerintah pusat membiarkan beberapa perusahaan yang
telah memenuhi kuota produksi yang telah direncanakan mereka, untuk menjual
hasil surplusnya dengan harga pasar, sementara harga produksi kuota dijual
dengan harga yang telah ditetapkan negara. *2
Zhang Weiying seperti ekonom berpengaruh lainnya,
yang tanpa kompromi dengan pandangannya untuk ide-ide moneternya, dimana telah
dia kembangkan sejak 1980an saat belajar di Inggris. Pada beberapa tahun lalu
dia mengambil perhatian dengan secara kontroversi membela kelas kapitalis baru
Tiongkok dengan memberi argumen melawan ekonom terkenal Tiongkok Lang Xianping
(郎咸平)*3, yang telah bekerja/meneliti pada serangkaian
pemaparan pada keuangan yang hilang/rugi dan yang digelapkan selama reformasi
BUMN Tiongkok.
Dibawa ini merupakan cuplikan dari keynote speech
Zhang pada Konferensi Pengusaha Tiongkok ke-12 di Yabuli Heilongjiang yang
diadakan 4-6 Pebruari 2012. Seperti gaya khas Zhang yang selalu mengedepankan
untuk mempertahankan pasar dan frustasinya secara blak-blakan dan radikal.
Secara luas diketahui bahwa pidato Zhang ini memainkan peran penting dalam
keputusan kasus Wu Ying oleh Mahkamah Agung Rakyat Tiongkok dengan meringankan
hukum mati yang diputuskan oleh Pengadilan Tinggi di Zhejiang menjadi hukuman
seumur hidup, untuk perkara “penipuan dengan pengalangan dana” setelah Wu Ying
berhasil mengumpulkan lebih dari 700 juta Yuan ( US$ 111juta ) dari 11 kerabat
dan teman-teman untuk kegiatan komersil.*4
Menurut Zhang kasus seperti ini sebenarnya hanya bisa terjadi di Prancis
pada masa pemerintahan kerajaan Louise XIV, ketika penguasa Prancis
mengeksekusi lebih dari 16 ribu usahawan sekaligus saat mengimpor dan
manufaktur katun tekstil yang dikatakan melanggar kebijakan yang dibuat oleh
Menteri Keuangan Jean-baptiste Colbert, tapi hal yang demikian tidak bisa lagi
terjadi didunia barat hari ini. Dengan kata lain Tiongkok telah 200-300 tahun
tertinggal dari ekonomi pasar. Ekonomi kita (Tiongkok) masih dibangun diatas
hak istimewa daripada atas tiga hak yang dimiliki elemen ekonomi pasar yaitu
kebebasan, hak milik, dan kewira-usahaan.
Pada 2009, pada usia yang ke-28 tahun, seorang
millioner Wu Ying telah dijutuhi hukuman mati untuk penggalangan dana yang
ilegal. Namun kemudian Mahakamah Agung menyatakan secara terbuka bahwa hukuman
ini akan ditinjau secara hati-hati. Kemudian meletuslah diskusi online atas
kasus Wu ini, yang menyangkut tidak hanya nasib Wu, tapi juga untuk masa depan sistim hukum dan keuangan
Tiongkok. *5
Wu Ying yang lahir tahun1981, dibesarkan di kota
Dongyang di Provinsi Zhejiang Timur. Di sebelah baratnya ada kota Yiwu daerah
pusat perdagangan barang-barang kelontong internasional yang terkenal. Sebelum ia menyelesaikan sekolah tekniknya, ia
memutuskan meninggalkan sekolah dan bekerja di salah satu salon kecantikan
milik kerabatnya. Kemudian membuka toko sendiri. Usahanya maju dan berkembang,
Wu membentuk Bense Group, menjalankan hotel, wedding planner, laundry, sebuah
perusahaan logistik dan banyak investasi lainnya.
Kemudian 2007 Wu Ying ditangkap polisi. Menurut
laporan, sekitar 100 apartemennya disita, bersama dengan puluhan mobil mewah
dan bisnisnya. Awalnya didakwa dengan “ menyerap deposito ilegal dari
masyarakat”, tapi kemudian tudahan lebih meningkat menjadi penipuan keuangan
dan lebih khusus lagi dengan tuduhan penipuan penggalangan dana.
Dalam dakwaannya disebutkan dia telah menggalang
770 juta Yuan ( $122 juta) mencurangi 11 orang, dengan menjanjikan suku bunga
terlalu tinggi. Kasus Wu Ying telah menjadi kontroversial sejak penangkapannya,
tapi Pengadilan tinggi Zhejiang telah menangguhkan hukuman matinya setelah
melihat perdebatan baru di media online.
Dalam salah satu mikroblogger menuduh bahwa pengadilan menerapkan standar
ganda.
Pada hari yang sama putusan banding Wu diturunkan,
sebuah pengadilan di Hebei menjatuhkan hukuman lain kepada Sun Lipeng seorang
pengusaha lain dengan hukuman 20 tahun penjara juga dengan dakwaan penggalangan
dana ilegal sebesar 3,3 milyar Yuan ($ 527 juta). Demikian menurut berita
Harian Guangzhou Southern Metropolis.
Menurut pandangan pakar hukum profesional dan
masyarakat umum, banyak yang mengatakan mereka anggap Wu Ying tidak bersalah,
karena mereka menganggap apa yang dilakukan Wu tidak lebih dari pembiayaan
informal atau pinjaman swasta yang tidak melibatkan bank. Menurut Zhang
Yanfeng pembela Wu Ying “ Kita tidak
percaya bahwa ini tindakan kriminal, selama yang dia lakukan tidak menggalang
dana publik.” Lebih lanjut dikatakan “Selama dia tidak mengada-ada dan
menyembunyikan fakta, dia kekurangan liquiditas dan meminjam uang.” Katanya
dalam interview dengan BBC.
“Pinjaman pribadi merupakan fenomena komersial
yang sangat umum di Zhejiang dan peinjaman pribadi telah berkontribusi bagi
keberhasilan pengusaha Zhejiang” kata Chen Jun wakil ketua Kadin Zhejiang di
Beijing. “Jika Wu Ying harus mati untuk apa yang telah dilakukannya.” Katanya
dalam mikroblog-nya “maka anda dapat mengatur senapan mesin dan memberondongkan
peluru dimana saja di Zhejiang. Saya jamin setiap orang yang tertembak adalah
orang pemberi pinjaman.”
Komentar Chen Jun ini didukung oleh apa yang
terjadi di Wenzhou tahun lalu (kala itu), ketika bank-bank mengurangi pinjaman.
Seperlima dari 360 ribu usaha kecil dan menengah di kota ini berhenti beroperasi
karena kekurangan uang tunai dan bos meninggalkan kota, dalam apa yang dijuluki
“krisis kredit Tiongkok”.
Analisis mengatakan bahwa hal itu karena ke-engganan
bank untuk meminjamkan uang sebagai kredit sesuai arahan pemerintah untuk
mengatasi inflasi, sehingga memaksa pengusaha Zhejiang mencari pinjaman
pribadi. Selain itu banyak orang lebih memilih investasi swasta, karena mereka
dapat membayar suku bunga lebih tinggi dari bank. *5
Kebebasan
Sebagai Hak
Menurut Zhang Weiying. Kebebasan adalah hak dasar manusia.
Satu-satunya pembatasan atas kebebasan bukan untuk melanggar hak orang lain,
karena semua manusia adalah sama satu sama lain. Secara positif kebebasan
berarti setiap warga negara dapat menggunakan kebijaksanaannya sendiri, pengetahuan,
ketrampilan dan tenaga kerja, membuat keputusan sendiri, meningkatkan derajat
hidup diri, dan mewujudkan impiannya sendiri, itu berarti tidak ada salah satu
pihak harus diperbudak oleh orang lain. Dalam masyarakat dimana setiap orang
dapat menikmati kebebasan sepenuhnya, apabila orang bisa bebas
berkerjasama antar seksama yang dapat
membawa mereka saling menguntungkan melalui saling membantu. Dengan kata lain,
setiap orang harus menerima penghasilan hanya ketika ia menciptakan nilai bagi
orang lain. Hanya ketika salah satu pihak membawa kebahagiaan kepada orang lain
yang mana ia juga dapat membawa kebahgiaannya sendiri. Ini adalah logika dasar
daripada Pasar.
Kebebasan itu ada apabila dijamin bisa ada persaingan
yang adil dan kreativitas nyata dan inovasi. Dalam hal ini kebebasan dan pasar
merupakan dua sisi mata uang yang sama. Hal ini akan membingunkan jika
mendukung kebebasan sementara menentang pasar. Dalam masyarakat tanpa
kebebasan, beberapa orang dapat berdominasi, mengeksploitasi orang lain dan
membangun kebahagiaan diatas penderitaan orang lain. Ini adalah logika khas
yang disebut perampokan. Dalam ekonomi yang terencana, disitu hanya ada
perjuangan yang mencelakakan orang lain daripada persaingan yang sebenarnya. Perjuangan
ini menghancurkan kekayaan dan hanya menciptakan pasar kekayaan. Dengan
demikian kebebasan juga merupakan dasar bagi kesejahteraan masyarakat.
Hak itu berlaku sama untuk setiap orang, terlepas
dari latar belakang keluarga atau sosial dan status politik, dan mereka tidak
dapat diambil dengan sewenang-wenang. Hak istimewa, yang diberikan secara
khusus kepada orang-orang yang dikarenakan berdasarkan pada keluarga dan latar
belakang serta status sosial dapat diberikan dan dapat diambil kembali. Tidak
ada ekonomi pasar yang bisa eksis dalam masyarakat yang didominasi oleh hak
istimewa. Dalam ekonomi pasar, peluang terbuka bagi semua orang, setiap warga
negara memiliki hak untuk memutuskan ke industri mana ia mau masuk, jenis
produksi apa yang akan ia hasilkan, dan menetapkan organisasi apa yang akan ia
dirikan.
Tapi di Tiongkok kemampuan untuk membuat pilihan
tersebut masih menjadi hak istimewa (privilege) daripada suatu Hak. Dalam
rangka untuk memulai bisnis, kamu harus melalui
prosedur adminstratif yang dikontrol oleh segelintir orang yang memiliki
hak veto atas semua upaya kamu. Kebijakan industri kami (Tiongkok) menciptakan hambatan
untuk melakukan bisnis dan mendiskriminasi penguasaha akar rumput. Kebijakan
industri menambah hak istimewa dan mendorong “pelacuran jabatan” yang menyebabkan korupsi hebat. Demikian juga
jika kamu ingin mendirikan Yayasan Amal, kamu harus mencari sponsor, yang tentu
salah satu departemen pemerintah atau salah satu instansi afiliasinya. Ini
benar-benar terserah pemerintah untuk memutuskan apakah mereka mau
mendukungnya.
Hal ini kadang-kadang perlu untuk membatasi
masuknya beberapa industri, Tapi pembatasan seperti ini harus seminimal mungkin,
yang lebih penting harus sama dan adil bagi setiap orang/pihak. Itu berarti tidak
ada pemohon harus didiskriminasi, apapun latar belakang keluarga dan status sosialnya.
Di Tiongkok pembatasan nampaknya untuk semua orang pribadi, diskriminatif, dan berbasis
pada hak istimewa darpada kepada Hak.
Sebagai contoh, jika kamu ingin membuat lembaga keuangan, kamu lebih
mungkin mendapatkan persetujuan dari pemerintah jika kamu tahu orang yang
bertanggung jawab didalam admninistrasi atau jika kamu menemukan cara untuk
bisa terhubung dengan yang bersangkutan, jika tidak jangan harap bisa dapat
kesempatan.
Sebuah ekonomi yang riil juga membutuhkan gagasan
pasar. Ini berarti bahwa berpikir dan berekspresi harus bebas dari ideologi
apapun. Orang harus bertanggung jawab hanya kepada hati nuraninya. Berpikir
bebas untuk menghasilkan inovasi dalam teknologi dan sistim organisasi serta
mempromisikan kemajuan sosial. Maka kita dapat melihat hal itu yang menjadikan
bagian dari AS, sehingga menjadi negara
yang paling inovatif di dunia, karena dilindungi oleh konstitusi juga
melindungi kebebasan berbicara. Di
Tiongkok pada sisi lain, kebebasan masih hak istimewa, kamu perlu mendapat
persetujuan lebih dulu dari pihak berwenang untuk mendirikan penerbitan,
majalah atau koran. Pada kenyataanya, bahkan untuk Administrasi Umum Pers dan
Publikasi masih ada yang belum disetujui selama sepuluh ini. Akibatnya tidak
ada platform untuk mengadakan debat untuk mata pelajaran akademik baru.
Hak Milik
Sebagai Dasar Tantanan Sosial
Unsur penting kedua dari ekonomi pasar adalah hak
milik. Seandainya masyarakat tidak bisa melindungi hak milik pribadi maka warga
tidak dapat menikmati kebebasan yang sebenarnya. Dengan demikian hak milik juga
merupakan dasar untuk memelihara tantanan sosial. Bila dalam masyarakat dimana
hak milik pribadi tidak dapat dilindungi secara effektif, maka akan menimbulkan
orang panik dan gelisah. Hak milik juga merupakan dasar dari moral sosial,
hanya pada saat ketika kita mau menghormati hak-hak individu dan semua orang
memperoleh pendapatan dengan menciptakan nilai bagi orang lain barulah dapat
dikatakan bahwa kita menjadi orang yang bermoral. Tidak akan ada moralitas
dalam masyarakat yang tidak menghormati hak milik pribadi. Pelanggaran yang
sewenang-wenang atas hak kekayaan tentu akan melahirkan keyakinan bahwa untuk
memperoleh sesuatu tanpa harus memberi. Ketika pajabat pemerintah dapat tanpa
rasa takut menggangu atau melanggar pada kepentingan hukum warga negara biasa,
pada saat itu mustahil bagi warga biasa akan selalu siap untuk mau membantu orang
lain saat dalam bahaya. Penurunan moral dan krisis di Tiongkok sebagian
disebabkan oleh ketidak adanya penghormatan terhadap hak-hak individu, dan
kegagalan pemerintah untuk melindungi hak milik pribadi.
Hak milik juga merupakan dasar dari inovasi. Hanya
ketika orang yakin bahwa kehidupan yang baik dapat diciptakan dari
kebijaksanaan dan bekerja keras, barulah mereka akan bersedia berinvestasi dan
menunggu hingga bertahun-tahun bahkan beberapa dekade untuk mengejar suatu yang
baru dan bahkan bila hal ini masih belum pasti. Dengan demikian perlindungan
aset yang tidak terwujud (ide) itu sangat penting. Di Tiongkok perlindungan
aset tidak berwujud sering hanya sebagai opsional dan didiskriminatif, bahkan
lebih buruk daripada perlindungan yang diberikan pada yang berwujud. Sebagai
contoh, Jika reputasi anda dilanggar dan dilaporkan kepada pihak berwenang atau
otoritas keamanan, pihak polisi akan meminta pertama apakah anda seorang
anggota dari Konsultatif Politik Kongres atau Delegasi Kongres Rakyat atau
selebriti. Jika anda bukan siapa-siapa penegak hukum akan tidak mau menregister/mendaftar
kasus anda. Dengan demikian penegakan hukum yang demikian ini adalah
berdasarkan hak istimewa (privilege) daripada Hak.
Tanpa mengotrol ketat hak perpajakan pemerintah,
hak milik tidak bisa benar-benar terlindungi.
Ketika Cen Ke seorang peneliti di Institute of China Entrepreneur Forum
( Insitut Forum Pnegusaha Tiongkok) yang menyebutkan bahwa Perpajakan Tanpa
Kontrol adalah Perampokan, apa yang dia katakan adalah benar. Maka Pembangunan
Konstitusional Inggris diawali dengan ‘Magna Carta’, dimana tujuan utamanya
untuk membatasi hak-hak Perpajakan Raja. Tapi di Tiongkok masih kekurangan
jenis pengekangan perpajakan pemerintah seperti yang telah diciptakan di
Inggris pada tahun 1215. Masalah ini bahkan tidak mendapat perhatian domestik.
Hak-hak istimewa dari BUMN benar-benar seperti tindakan perampokan.
Kewirausahaan
Sebagai Jiwa Dari Ekonomi Pasar
Unsur penting dari ekonomi pasar adalah
kewirausahaan. Wirausahawan adalah jiwa dari ekonomi pasar dan penggerak dari
pertumbuhan ekonomi. Pasar itu sendiri
adalah sebuah proses penciptaan dan inovasi yang terus menerus oleh pengusaha
atau wirausahawan. Jika tanpa pengusaha mungkin yang akan terjadi hanya ada
pertukaran produk sederhana, tapi tidak ada ekonomi pasar dan inovasi yang
sesungguhnya. Wirausahawan adalah pekerja keras yang berani mengambil resiko
yang sangat sensitif terhadap kesempatan untuk mendapatkan keuntungan,
mempunyai keingin keras untuk maju dan sangat baik untuk inovasi. Tapi apakah
mereka ini bisa melaksanakan kewirausahaan mereka dan mewujudkan ide-ide
inovatifnya itu ditentukan bagaimana cepatnya masyarakat berinovasi dan
seberapa cepat kekayaan sosial itu tumbuh.
Pencapaian besar manusia selama 200 tahun terakhir
adalah kesaksian akan kekuatan kewirausahaan. Kemajuan ekonomi 30 tahun Tiongkok
yang menakjubkan juga merupakan hasil dari kewirausahaan. Dalam ekonomi pasar persaingan
bebas, usaha wirausahawan adalah melayani rakyat. Berapa besar pencapaian
mereka ditentukan oleh berapa banyak kebahagiaan yang dapat mereka ciptakan
bagi kita dan seberapa besar yang kita terima dari pelayanan mereka. Setiap
kebijakan yang dapat menghambat dan mencegah wirausahawan dari inovasi
merupakan anti-pasar dan anti-konsumen.
Karakteristik dasar dari ekonomi terencana adalah
wirausahawan tidak mempunyai tempat untuk berfungsi. Sehingga menyebabkan
ekonomi Tiongkok berada dalam keadaan kekurangan selama 30 tahun sebelum tahun 1978.
Siapa lagi yang menjadi korban paling besar? Tidak lain wirausahawan yang
menjadi nonaktif. Juga warga umum dan semua konsumen. Ketika Google keluar dari
pasar Tiongkok, itu mempengaruhi tidak hanya Google itu sendiri, tetapi juga
yang lebih penting adalah ratusan juta “netizen” Tiongkok yang tidak bisa
mendapatkan informasi yang lebih akurat dan lebih berharga dari apa yang mereka
inginkan.
Namun, tidak semua yang disebut wirausahawan benar-benar
menciptakan kekayaan bagi masyarakat. Ketika kebebasan dan hak milik tidak
dapat dijamin, maka hak istimewa (privelege) akan menjadi dominan. Ketika pemerintah mengotrol terlalu banyak
sumber daya seperti yang terjadi di Tiongkok (ketika itu) banyak wirausahawan
yang dengan mudah diarahkan untuk hanya mencari penyewa daripada menciptakan
nilai bagi konsumen. Yang lebih gawat lagi dalam masyarakat yang memanjakan hak
istimewa, maka pengusaha yang bergaya perampok akan merampok kekayaan. Kita
(orang Tiongkok) harus mencegah pengusaha Tiongkok, termasuk pengusaha swasta
menjadi vested interest. Memang selalu ada orang-orang yang sukses disemua
sistim. Tapi ada beberapa orang yang sukses mungkin termotivasi untuk membela
hak istimewa mereka dengan mati-matian. Mereka tidak akan pernah berpikir untuk
mengubah hak-hak mereka menjadi berkeadilan bagi semua.
Sebuah
Kemunduran Bagi Reformasi
Dalam 30 tahun terakhir, Tiongkok telah membuat
transisi dari logika perampokan ke logika pasar. Semangat dasar dari pidato
terkenal Deng Xiaoping selama kunjungannya ke pesisir Tiongkok Selatan 20 tahun
yang lalu ( tahun 1992 )*6
maksudnya adalah agar orang Tiongkok harus mempunyai kebebasan untuk memulai
bisnis mereka sendiri dan mencari uang; jadi legalitas hak milik pribadi harus
diakui; dan wirausahawan harus mengambil peran utama dalam pembangunan ekonomi.
Ini yang menjadi alasan mengapa ekonomi Tiongkok telah berkembang begitu pesat
sejak 1992. Tapi meskipun Tiongkok telah mebuat kemajuan besar dalam mengembangkan
ekonomi pasar, namun jalan untuk masa depan masih panjang kerena ekonomi
Tiongkok masih berdasarkan pada hak istimewa (privilege) bukan benar-benar Hak.
Kasus Wu Ying menunjukan bahwa masalah keuangan
masih merupakan hak istimewa daripada hak dasar. Hukum untuk penggalangan dana
dibuat ilegal untuk perusahaan swasta sedang bagi BUMN tidak. Wu dihukum dengan
dituduh penipuan meskipun 11 orang pemberi pinjaman dalam kasusnya membantah
bahwa mereka ditipu Wu. Sebelumnya Wu bahkan diputus bersalah dan dihukum oleh
pengadilan dan hartanya dijual tanpa seizin dia. Hukum atas penggalangan dana
ilegal adalah cara untuk melindungi hak istimewa dan ini harus dicabut, seperti
hukum terhadap spekulasi yang dicabut pada tahun yang baru lalu. Tidak perlu
adanya hukum yang ngawur untuk berurusan dengan penipuan yang memang nyata ada
di pasar.
Pada tahun 1980an, Deng Xiaoping melindungi Nian
Guanjiu, wakil dari pedagang kali lima diawal tahun 1980an. Tapi kini Denga
telah meninggal tidak ada lagi yang akan membela Wu Ying. Vonis hukuman mati
bagi dia menandakan kemunduran dalam reformasi. Wei menghimbau agar lebih
banyak wirausahawan, pejabat pemerintah dan media menaruh lebih banyak perhatian
untuk menyelamatkan Wu Ying. Dengan melakukan hal demikian berarti juga
menyelematkan masa depan Tiongkok serta menyelamatkan kebebasan dan kehidupan
setiap insan dari Tiongkok. Jika Wu Ying layak dihukum mati karena penggalangan
dana, maka akan berapa banyak lagi di Tiongkok yang juga harus dihukum mati
hari ini ?
*1 Sistim ekonomi dimana pemerintah mengotrol sektor-sektor kunci, dan swasta
diperkenankan untuk menotrol sektor-sektor lain secara terbatas.
*3 http://zh.wikipedia.org/wiki/%E9%83%8E%E5%92%B8%E5%B9%B3 Lang Xianping 郎咸平 lahir 21 Juni 1956, mantan
Profesor Keuangan di Universitas Chinese Hongkong, tata kelola perusahaan dan
keuangan. Mantan penasehat Bank Dunia Corporate Governace .
*4 China 3.0 Mark Leonard
*5 http://www.nytimes.com/2012/04/21/world/asia/china-court-overturns-death-penalty-for-tycoon-in-fraud-case.html?_r=0 & http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-china-17071311
Wang
Shaoguang ( 王绍光 )
Wang
Shaoguang ( 王绍光 )
Seiring dengan Cui Zhiyuan dan Wang Hui(王辉), Wang Shaoguang merupakan salah satu tokoh New
Left yang cukup menonjol. Terutama tentang dukungannya terhadap rencana negara
dan padanganannya tentang revisionis untuk Revolusi Kebudayaan telah membuat
berang kaum Liberal. Pada 1993 bersama
dengan ekonom Hu Angang (胡鞍钢) membuat
laporan tentang ‘Kapasitas Negara Tiongkok’ telah menyebabkan perdebatan sengit
di Tiongkok yang berakibat terjadinya reformasi sistim perpajakan di Tiongkok.
Setelah itu Hu dan Wang telah menulis
tentang beberapa laporan lain tentang politik ekonomi yang berpengaruh
signifikan terhadap kebijakan pemerintah. Wang juga pernah berkolaborasi dengan
Panwei(潘维) mengadakan penelitian untuk “Model Tiongkok”.
Pada kuliah umum terkahir Wang juga mengemukakan tentang “Empat Roda Untuk
Menggerakan Demokrasi”( 四轮推动民主/Four
wheel Drive Democracy ), berargumen
untuk mengatasi krisis legitimasi di Ttiongkok, perlu diadakan pemilu seiring
dengan konsultansi publik, dan dipilih delegasi dengan diundi, dan kembali ke
beberapa praktek yang pernah dilakukan semasa Revolusi Kebudayaan dengan
mengirim pejabat ke pedesaan untuk suatu masa.
Berikut ini adalah cuplikan artikel Wang Zhaogang
tentang “Model Chongqing” yang dipublikasikan pertama kali di “Studi untuk Marxisme”
pada Peberuari 2011, yang kemudian tersebar luas dan diterbitkan di internal
Jurnal Partai Komunis Chongqing dan provinsi lainnya.
Memang tidak ada yang tetap dalam sosialisme, suatu
ukuran yang cocok untuk semua model sosialisme. Sebaliknya gagasan sosialisme
harus diterapkan dengan cara yang berbeda untuk negara yang berbeda dan pada
tahap perkembangan yang berbeda. Katena sejak Pembebasan Tiongkok pada tahun 1949, PKT dan semua tingkat
pemerintah serta rakyat Tiongkok telah menjelajahi jalan sosialis yang cocok
untuk kondisi nasional mereka sendiri dan tahap perkembangannya. Selama enam
dekade terakhir, Tiongkok telah melalui dua tahap perkembangan sejarah dan
relatif berhasil dalam mengeksplorasi jalan sosialis di setiap tahap. Setelah
memasuki tahap ketiga dalam sejarahnya, Tiongkok kini mengeksplorasi jalan baru
--- Sosialisme Tiongkok 3.0 .
Sosialisme
Tiongkok 1.0
Pada tahap pertama dari 1949 – 1978, PDB per
kapita Tiongkok terus meningkat dari sekitar $ 500 hingga $ 1,000*1 . Salama
periode ini atau “tahap subsisten” ini tingkat pembangunan ekonomi Tiongkok
sangat rendah dan outputnya hampir tidak mencukupi untuk biaya hidup rakyat
subsisten, bahkan jika itu dibagi rata. Tiongkok telah mengadopsi model
“kepemilikan publik ekonomi cum-planned” bertujuan untuk mengkonsentrasikan
keterbatasan surplusnya dan memprioritaskan pengembangan industri-industri
kunci dan usaha sosial penting/vital. Sementara itu dengan pendapatan rata-rata rendah,
satu-satunya cara untuk memaksimalkan kesejahteraan sosial adalah dengan
mencoba untuk memastikan bahwa sumber daya terbagikan dengan merata. Maka
dengan itu Tiongkok sangat perhatian untuk ekuiti—misalnya dengan menggunakan sistim
kupon untuk jatah pasokan kebutuhan sehari-hari.
Sosialisme Tiongkok era Mao pasti tidak sempurna,
misalnya kemajuan dalam meningkatkan standar materi hidup sangat lambat, tapi
beberapa prestasi tidak boleh diabaikan dan dipungkiri. Hanya dalam tiga tahun
setelah pembebasan Tiongkok (1949 berdirinya RRT), ekonomi Tiongkok berada di
level tertinggi sebelum perang. Dari tahun 1953 hingga 1978, tingkat
pertumbuhan PDB rata-rata per tahun sebesar 6.5%, suatu catatan yang cukup
mengesankan. Walaupun tidak se-spektakuler seperti Jepang dan empat naga kecil
pada periode yang sama. Namun Negara (RRT) telah memberi keamanan yang mendasar
bagi manusia—sandang dan pangan melalui penjatahan, dan kesehatan dasar dan
pendidikan. Ini menciptakan egaliter masyarakat, dengan co-effisien ‘Gini’ (
Gini index/ratio)*2
dibawah 0.3. Juga telah menciptakan
pengembangan infrastruktur lunak dan keras untuk masa yang akan datang.
Dengan demikian Sosialisme Tiongkok 1.0 telah
meletakkan perangkat dasar keras dan lunak untuk perkembangan selanjutnya.
Banyak orang yang mengeritik Lompatan Jauh Tiongkok dengan mengutip pemenang
hadiah nobel bidang ekonomi Amartya Sen, tapi baik secara sengaja atau tidak
sengaja mereka telah meninggalkan evaluasi secara menyeluruh dari era Mao. Pada
tahun 1949 Tiongkok dan India sama-sama termasuk negara-negara termiskin dunia dengan
tingkat kematian dan tingkat kekurangan gizi dan buta huruf yang tinggi. Tapi
Sen berpendapat bahwa sampai 1978 Tiongkok telah melakukan perbaikan cukup
besar yang memberi dasar untuk pengembangan ekonomi selanjutnya. “Prestasi
Tiongkok masa periode pra-reformasi dalam bidang pendidikan, kesehatan,
reformasi lahan dan perubahan sosial telah membuat kontribusi positif yang
sangat besar untuk reformasi itu sendiri.” Tulis Sen. “Hal ini tidak hanya
memungkinkan Tiongkok untuk mempertahankan tingkat harapan hidup yang tinggi
dan segala prestasi yang terkait lainnya, tetapi juga memberi dukungan kuat
untuk ekspansi ekonomi reformasi berbasis pasar.”
Sosialisme
Tiongkok 2.0
Pada 1979 ketika PDB per kapita Tiongkok melebihi
$ 1,000 itu berarti telah memasuki tahap “cukup sandang dan pangan”. Dan ini
merupakan fase baru dari Sosialisme Tiongkok, hasil ini telah bergeser untuk
mengurangi tingkat kemiskinan yang tersisa pada satu sisi sambil disisi lain
meningkatkan pendapatan pribadi dan konsumsi bagi kebanyakan orang. Dengan
demikian Tiongkok telah mulai membuka diri dan reformasi. Dominasi kepemilikan publik secara bertahap
digantikan oleh beragam ko-eksistensi bentuk kepemilikan dan ekonomi terencana
makin berkembang menjadi ekonomi pasar (walaupun perencanaan masih memainkan
peran yang cukup penting) dan tidak wajib atau berindikasi perencanaan.
Kebijakan distribusi juga berubah demi untuk
meningkatkan pertumbuhan: “mangkok besi” telah dipecahkan, “gentong beras
besar” juga disingkirkan, dan pendekatan baru dengan “membiarkan sebagian orang
(daerah) menjadi kaya dahulu” untuk mendorong orang-orang daerah untuk
melepaskan diri dari kemiskinan dan menciptakan kekayaan dengan cara yang
mungkin dan halal. Selama tingkat pendapatan per kapita bisa cukup untuk
mempertahankan kelangsungan hidiup, kesejahteraan sosial dan dapat
memaksimalkan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan meningkatkan sebagian
besar pendapatan dan tingkat konsumsi pada satu sisi dan membantu mengentaskan
kemiskinan pada sisi yang lain. Inilah yang menjadi esensi dari Sosialisme
Tiongkok 2.0.
Hal tersebut diatas telah menghasilkan prestasi
yang spektakuler. Pertumbuhan rata-rata PDB per tahun Tiongkok pada periode
1978-2001 adalah 9,6% lebih tinggi dari 30 tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang
cepat, besar bak raksasa dan ekonomi yang super komplek dengan populasi lebih
dari satu milyar selama 20 tahun terkahir ini adalah sesuatu yang belum pernah
terjadi dalam sejarah umat manusia, ini adalah suatu keajaiban asli. Pendapatan
per kapita meningkat terus dari $ 1,000 menjadi $ 4,000, sebagian besar rakyat
Tiongkok dapat diberi pangan semakin baik dan sandang yang lebih baik dan
pantas. Diukur menurut ukuran standar kemiskinan Bank Dunia, jumlah orang
miskin di Tiongkok berkurang dari 652 juta menjadi 135 juta antara tahun 1981
dan 2004. Dengan kata lain, lebih dari setengah milyar orang telah terangkat
dari kemiskinan. Sedang jumlah penduduk miskin di negara berkembang secara
keseluruhan menurun hanya 400 juta lebih pada periode yang sama. Tapi bagi
Tiongkok masih akan ada peningkatan jumlah orang miskin seperti lazimnya sebagai negara
berkembang. Jadi tidak heran dalam Laporan Bank Dunia mengatakan bahwa “
penurunan jumlah penduduk miskin sebesar ini
dalam waktu singkat lebih seperti tanpa suatu preseden sejarah.” *3
Barang tentu Sosialisme Tiongkok 2.0 juga memiliki
kekurangan. Dalam rangka untuk mengejar tingkat tertinggi pertumbuhan ekonomi
pada tahap perkembangannya, keadilan sosial Tiongkok sebagian besar terabaikan,
seperti hak-hak pekerja, kesehatan masyarakat, perawatan medis, lingkungan,
pertahanan nasional dan sebagainya. Hal ini menyebabkan konskuensi serius serta
sentimen luas untuk ketidak amanan, ketidak setaraan, dan ketidak nyamanan di
kalangan penduduk.
*1 Angus
Maddison, “Historical Statistics of the World Economy, 1–2008 AD”, available at
http://www.ggdc.net/maddison/Historical_Statistics/vertical-file_02-2010.xls.
*2 Co-efisien Gini= ukuran yang dikembangkan
ahli statistik Italia—Corrado Gini dipublikasikan tahun 1912. Ko-effsien ini
biasanya digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan.
Untuk negara-negara OECD pada
akhir tahun 2000an untuk mempertimbangkan
efek dari pajak dan pembayaran transfer, pendapatan Koeffisien Gini
berkisar antara 0,24-0,49 dengan
Slovenia terendah dan Chili tertinggi. Di negara-negara Afrika yang
memiliki Koeffsien Gini tertinggi prapajak pada 2008-2009 yang tertinggi 0,7.
Untuk ketidak setaraan pendapatan
dunia koeffisien Gini pada tahun 2005, untuk semua umat manusia telah
diperkirakan antara 0,61dan 0,68 dari berbagai sumber.
*3 European Council On Foreign
Relations (effr.eu) CHINA 3.0 . Edited by Mark Leonard . ECFR November 2012. page 63
Pencarian
Sosialisme Tiongkok 3.0
Dengan PDB per kapita melebihi $4.000 pada tahun
2002, Tiongkok telah memsuki tahap kemakmuran yang moderat. Tahap pembangunan
ekonomi baru ini akan melahirkan versi baru Sosialisme ----Sosialisme Tiongkok
3.0. Apabila pada saat tahap dimana “Sandang Pangan sudah nyata terpenuhi”,
maka tahap peningkatan tingkat pendapatan pribadi dan konsumsi sudah menjadi
kondusif untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, dan itu sudah tidak lagi
menjadi kekuatan pendorong utama untuk peningkatan kesejahteraan sosial di
tahap kemakmuran yang moderat. Memang korelasi positifnya menjadi berkurang dan
bahkan menyelinap ke baliknya.
Menurut argumen John Kenneth Galbraith dalam
tulisannya “The Affluent Society”(1958) didasarkan dengan pemahaman ini. Dia
secara seksama mengamati bahwa masyarakat Amerika telah makmur dalam hal
kelimpahan barang dan jasa yang disediakan untuk perorangan, tapi sangat miskin
bagi yang disediakan untuk umum. Banyak rumah tangga/keluarga yang memiliki tempat
tinggal, mobil, kulkas, mesin cuci, TV dan AC. Tapi menurut Galbraith bahwa bahkan
di Kota New York yang menjadi kota
kebanggaan bangsa AS “ Sekolahan keadaannya penuh sesak dan tua” , kepolisian
masih tidak memadai. Taman dan tempat bermain tidak cukup, Jalanan kotor ,
peralatan petugas kebersihan masih belum lengkap dan tenaga masih kurang. Akses
untuk ke kota bagi orang-orang yang bekerja disana masih tidak pasti dan sangat
menyakitkan. Lebih-lebih transportasi internal penuh sesak dan tidak sehat dan
kotor. Demikian juga udaranya. Parkir dijalan dilarang tetapi tidak disediakan
ruang parkir ditempat lain.
Galbraith mengusulkan untuk diupayakan
keseimbangan antara penyediaan barang publik dan swasta serta pelayanan jasa.
Jika tidak, akhirnya hanya akan meningkatkan barang yang diproduksi secara
pribadi dan layanan akan tidak tepat guna. Misalnya peningkatan konsumsi mobil
membutuhkan pasokan/penyediaan jalan, jalan bebas hambatan, kontrol lalulintas
dan patroli jalan raya, tempat parkir. Pelayanan dari polisi untuk perlindungan
dan patroli jalan raya juga harus tersedia, termasuk juga bagi pasien-pasien di
rumah sakit. Galbraith menekankan bahwa untuk mencapai keseimbangan tersebut
dan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan sosial, masyarakat harus secara
signifikan meningkatkan investasi barang dan jasa publik saat mencapai
kemakmuran.
Namun AS tidak mengambil perhatian terhadap
nasehat Galbraith. Pada 1998 dalam sebuah pengantar edisi ulang tahun ke-40 The
Affluent Society, dia menulis: “Kasus saya masih sangat berlaku kuat.
Pemerintah telah dengan mudah menghabiskan uang untuk persenjataan yang
kebutuhannya masih patut dipertanyakan dibanding dengan apa yang disebut
perusahaan kesejahteraan. Sebaliknya masih ada tekanan gigih dan kuat untuk
menahan diri pada pengeluaran publik. Kita
sekarang berada lebih makmur dalam konsumsi pribadi kita daripada sebelumnya; ketidak
cukupan dari sekolahan kita, perpustakaan, fasilitas rekreasi publik, perawatan
kesehatan, bahkan penegak hukum merupakan persoalan sehari-hari... dalam bidang
kinerja peradaban (sektor publik) telah tertinggal bahkan jauh berada
dibelakang sektor swasta seperti apa yang dikatakan sekarang.”
Sosialis Tiongkok harus dibuat lebih baik dari AS.
Sekarang pada dasarnya telah dapat mengatasi masalah dasar untuk memenuhi
sandang dan pangan, Tiongkok harus bisa mengeksplorasi bagaimana cara untuk meningkatkan
kesejahteraan bagi sebagian besar rakyat, misalnya perumahan publik, keamanan
publik, perlindungan ekologis, kesehatan masyarakat, pendidikan masyarakat,
infrastruktur, seni dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketika
kebutuhan sandang dan pangan telah dapat dipenuhi, perumahan dan transportasi
juga harus ditingkatkan. Kemudian setelah empat kebutuhan ini telah dapat dipenuhi,
masalah konsumsi publik (keamanan, ekologi, dan kesehatan , keamanan manusia,
dan kesetaraan sosial) juga harus ditangani.
Tiongkok telah membuat kemajuan dalam meningkatkan
kesejahteraan dan mengurangi ketidak amanan manusia. Sebuah skema pendapatan minimum
diciptakan pada 2001, yang sekarang sudah mencakup 80 juta orang. Negara juga
kembali terlibat dalam perawatan kesehatan. Asuransi kesehatan di perkotaan
sekarang telah mencakup 500 juta orang Tiongkok. Asuransi kesehatan kini telah
mencakup hampir 500 juta orang Tiongkok. Sementara itu hampir 830 juta orang
Tiongkok yang terdaftar pada Kooperasi Sistim Medis Desa Baru. Secara
keseluruhan lebih dari 1,3 milyar orang Tiongkok kini telah mendapatkan
berbagai bentuk asuransi kesehatan. Juga terdapat kemajuan dalam pengembangan
sistim pensiun hari tua: lebih dari 700 juta orang kini telah terdaftar dalam
sistim tersebut. Penyediaan perumahan sosial juga telah secara dramatis meningkat.
Singkat kata, kesejahteraan negara Tiongkok kini sudah mengambil bentuknya.
Sebuah
Alternatif Untuk Pasar Bebas Kapitalisme
Kini jelas bahwa kapitalisme pasar bebas bukanlah
“titik akhir dari evolusi ideologis manusia” seperti yang diklaim Francis
Fukuyama dalam buku terkenalnya “The End of History?”. Dalam kenyataannya di tahun 1989, pada dua
jajak pendapat yang dilakukan BBC 20 tahun setelah artikel ini ditulis
mengungkapkan ketidak puasan yang meluas di seluruh dunia terhadap “pasar bebas
kapitslisme”. Rata-rata hanya 11 persen orang diseluruh 27 negara yang
menganggap kapitalisme bekerja baik dalam bentuknya yang sekarang dan tidak
perlu di-intervensi oleh pememrintah. 23 persen mengatakan kapitalisme cacat
total dan perlu diganti dengan sistim baru. Yang paling umum adalah bahwa Pasar
Bebas Kapitalisme memiliki masalah yang harus ditangani dengan reformasi dan
regulasi, dan reformasi harus diarahkan untuk memungkinkan pemerintah dapat
lebih aktif dalam memiliki dan langsung mengontrol industri besar dalam
negerinya dan me-regulasi bisnis. Dalam kata lain “Pasar Bebas Kapitalisme”
bertentangan dengan kehendak rakyat.
Hanya dalam konteks global ini, kita dapat
benar-benar menghargai signifikasi Sosialisme Tiongkok 3.0. Rakyat Tiongkok
tidak percaya pada “End of History” dan tetap tanpa kenal lelah dalam
mengeksplorasi jalan sosialis. Pada saat yang sama mereka tidak akan berisitirahat
dan tetap berjuang untuk menuju jalan kemenangan ini. Setelah mencapai tahap
baru pembangunan. Mereka akan “meng-upgrade” Sosialisme dengan karakteristik
Tiongkok sambil ber-eksprimen dengan berbagai kebijakan baru. Selama sandang
pangan tidak lagi menjadi perhatian utama bagi sebagian besar rakyat Tiongkok,
Sosialisme Tiongkok 3.0 harus secara substansial meningkatkan investasi untuk
kebutuhan publik dan jasa, untuk lebih meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat.
- European Council On Foreign
Relations (effr.eu) CHINA 3.0 . Edited by Mark Leonard . ECFR November 2012.
Hu
Shuli (胡舒立) dan Qishan (王岐山)
Hu
Shuli (胡舒立) :
Lahir tahun1953 di Beijing, seorang wartawati yang
cukup vokal dalam mendukung untuk kebebasan media, reformasi dan pasar liberal
di Tiongkok. Kini sebagai professor dan Dekan di Universitas Sun Yat Sen
fakultas komunikasi dan design.( 中山大学传播与设计学院院长、教授及博士生导师).
Tahun 1978 diterima sebagai mahasiswa Univeritas
Tiongkok Departemen Journalistik (中国人民大学新闻系),
mendapat gelar sarjana bidang jurnalistuk dan MBA dari Fordam University di AS
yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian Ekonomi di Universitas Beijing. Pada
tahun 1994 mendapat beasiswa Stanford Knight University untuk kuliah
Development Ecomomics. Tahun 1982 bekerja di “Harian Buruh” (工人日报) sebagai editor berita internasional dan
wartawan.
Tiongkok
Agar Tetap Pada Jalurnya
Hu Shuli pada 1998 mendirikan majalah Caijing (财经) yang sempat menggoncangkan dunia media, dengan
penyelidikan yang mendalam untuk masalah korupsi dan penipuan. Pada Desember 2009
Shuli bersama dengan sebagian besar staff editorialnya meninggalkan majalah
tersebut karena ketidak cocokan dengan pemilik Majalah tersebut dan mendirikan
majalah baru Caixin (财新)*1,
majalah ini juga mendapat reputasi dalam pandangan liberal dan laporannya yang
mendalam dan tajam.
Pada saat terjadinya skandal Bo Xilai di Chongqing,
dalam periode sengit perjuang ideologis sebelum terjadinya peralihan kekuatan
transisi bulan Oktober, Caixin menurunkan editorial dengan berani menyerukan
kepemimpinan untuk melanjutkan proses reformasi. Editorial dengan judul “Tiongkok
Agar Tetap Pada Jalurnya” dipandang sebagai seruan berani untuk mengambil
keuntungan dari kekacauan bagi golongan kiri setelah pencopotan Bo Xilai (25
Juli 2013).*2
Argumen dalam artikel ini menggemakan rekomendasi Bank Dunia atas penyelesaian
‘Transisi Tiongkok’ menuju ekonomi pasar dan mempercepat inovasi.
Dalam editorial ini Shuli antara lain menuliskan, dalam
kata pengatar buku baru “Sejarah Tiongkok” mantan Presiden Jiang Zemin
mengatakan semua anggota PKT terutama para pemimpinnya, harus menganggap
sejarah sebagai prioritas dan harus belajar dari itu. Pernyataan ini
diterbitkan pada bulan Juli oleh kantor berita Xinhua.
Orang Tiongkok (Tionghoa) mempunyai tradisi yang
kaya dan melekat untuk belajar dan belajar sejarah pada khususnya, terutama
tentang bagaimana pelajaran tersebut dapat ditrapkan pada pemerintahan. Para
generasi pemimpin partai telah memiliki sendiri untuk menekankan kebutuhan
dalam menggunakan pengalaman sejarah untuk memandu dalam mengambil keputusan.
Ketika mereka sebagai Sekretaris Umum Partai, baik Jiang dan Presiden Hu Jintao
berulang kali mendorong dan menyerukan untuk mempelajari sejarah.
Seruan Jiang yang terbaru untuk memperhatikan
sejarah, disampaikan tidak lama setelah Hu menyampaikan pidato kunci pada
‘Sekolah Partai Pusat/Central Party School’
pada bulan Juli. Ini sangat tepat waktunya bagi Tiongkok dalam
mempersiapkan untuk mengukir sejarah penting Kongres Nasional ke-18 musim gugur
ini.
Bagaimana semestinya kita mempelajari sejarah?
Jiang mengatakan : “Kita tidak hanya menarik pelajaran tentang bagaimana untuk
meneruskan keberhasilan reformasi dan membuka diri serta memodernisasi sosialis
kita, tapi kita harus lebih memperhatikan pola-pola sejarah secara ilmiah untuk
memahami naik turunnya dinasti dan belajar dari kesalahan mereka.”
Lebih
lanjut Jiang mengatakan “ Dalam era baru ini, penting untuk belajar
tidak hanya sejarah Tiongkok, tetapi juga sejarah dunia, belajar dari
keberhasilan dan kegagalan orang lain. Hanya dengan begitu barulah kita dapat
memahami hukum dan siklus kemajuan
sosial dan selalu mengikuti denyut nadi zaman kita.” Dengan kata lain, Jiang
menganjurkan mempelajari sejarah Tiongkok dengan demikian kita bisa belajar
darinya, dan mempelajari sejarah dunia untuk memahami dan untuk keberhasilan menavigasi/mengarahkan
perkembangan tren global.
Dengan refleksi pada titik terrendah jelas sejauh
ini dari sejarah Tiongkok baru-baru ini telah ditetapkan dalam Revolusi pada
pesoalan sejarah partai(PKT), diadopsi oleh Sidang Pleno ke-enam Komite Sentral
ke-11 pada tahun 1981. Resolusi ini telah disebutkan Hu dalam pidatonya tahun
lalu, dan PM Wen Jiabao pada konferensi pers bulan Maret pada akhir Pertemuan
Kongres Nasional Rakyat. Dalam sambutannya kepada media, Wen memperingatkan
tentang “jalan memutar” dan mengatakan bahwa Tiongkok telah “belajar dari
pelajaran yang keras”.
Resolusi ini menjadi ulasan 28 tahun terakhir
sejarah RRT didirikan, tetapi difokuskan terutama pada 32 tahun sejak
berdirinya RRT. Dengan mengakui bahwa
antara 1957 sampai dengan 1966 “partai telah membuat kesalahan serius dalam
pengarahan, yang mengarahkan ke jalan memutar dalam pembangunan”. Kemudian datanglah
sepuluh tahun Revolusi Kebudayaan, yang mengakibatkan bencana bagi partai,
negara dan rakyat. Hal ini menyimpulkan bahwa itu adalah periode kekacauan
internal, kesalahan mulai dari pimpinan teratas dan dieksploitasi oleh
kelompok-kelompok anti-revolusioner.”
Kini sudah lebih dari 30 tahun berlalu sejak
Revolusi kebudayaa. Evaluasi terhadap periode yang paling kacau dalam sejarah
Tiongkok modern adalah penting. Tentu saja ada juga beberapa keberhasilan yang
spektakuler dalam sejarah pembangunan Tiongkok.
Kita harus belajar dari pemerintahan yang bijaksana dari penguasa yang
lalu. Dan yang lebih penting lagi, kita harus merenungkan bagaimana Tiongkok
menemukan kemajuan melalui 30 tahuan lebih ini, ditambah dengan tahun percobaan
dengan reformasi dan membuka diri.
Pemerintah telah meninggalkan fokus yang keliru dari
perjuangan kelas dan menjadikan pembangunan ekonomi sebagai periotas pada
sidang pleno ke-11 Sentral komite pada 1978. Sejak saat itu ada dua tema utama
dalam agenda reformasi : transisi dari ekonomi terencana ke ekonomi pasar, dan
secara bertahap membuka diri masyarakatnya. Tidak ada keraguan bahwa reformasi
tersebut telah membangkitkan Tiongkok menjadi negara ekonomi dan politik kelas
berat. Agar Tiongkok bisa terus sukses, kita harus menekankan reformasi, tidak
perduli seberapa sulitnya. Inilah pelajaran positif yang harus kita
pelajari.
Interpretasi sejarah penting dalam menempa dan
mengkaji konsensus idiologis dalam partai, mengevalusasi berdasarkan fakta
melayani kebutuhan zaman kita. Selama reformasi diluncurkan, generasi pemimpin
telah menafsirkan sejarah untuk mencoba menyembuhkan perpecahan dan penempa/mengkaji
perjanjian, dan semua telah menegaskan signifikansi reformasi.
Pada kenyataanya, selama ceramahnya kepada pejabat
provinsi dan pada Sekolah Partai untuk pejabat senior pada bulan Juli. Hu
mengatakan bahwa pemerintah pusat akan terus tanpa goyah melakukan reformasi
dan membuka sistim ekonominya, dengan penekanan khusus pada “kecepatan” dan
“kekuatan” dari reformasi itu.
Hal tersebut sangat penting karena Tiongkok berada
pada persimpangan jalan. Selama lebih dari 30 tahun, RRT telah melihat secara
non-stop upaya untuk mendiskreditkan dan menyerang reformasi, terutama dari
ekstrim kiri. Beberapa dari pendukung konservatif atau status quo tersebut terutama
untuk masalah ekonomi, politik, dan sosial yang kadang tak terelakkan adanya
kegagalan dalam masa transisi oleh mereka dikatakan ekonomi telah gagal. Yang
lainnya ada yang mencoba untuk menyesatkan rakyat dengan menyoroti masalah hari
ini, yaitu dengan menggelar besar-besaran untuk sisa-sisa sistim lama. Ultra ekstrim kiri ini mencoba meromantisasi
masa lalu dan bahkan mengancam untuk meluncurkan Revolusi Kebudayaan yang lain.
Hal ini mengingatkan peringatan Deng Xiaoping
terhadap kaum fanatik revolusioner pada 1980 yang berjanji untuk “melihat Anda
dalam 20 tahun yang akan datang”. Deng mengatakan bahwa jika unsur-unsur ini
tidak ditangani dengan benar, Tiongkok seakan duduk diatas “bom waktu”. Memang
dalam menghadapi serangan seperti ini, para kader dari segala jenjang harus
selalu ingat pelajaran sejarah yang menyakitkan dari Revolusi Kebudayaan dan
menghargai betapa sulitnya Tiongkok harus berjuang untuk menemukan jalannya
sendiri. . Dengan pertumbuhan ekonomi melambat, konflik sosial, korupsi, dan
terjadi distribusi sumber daya tidak merata sekarang semakin memburuk dan
lingkungan memburuk.
Hingga kini masih belum ada konsensus yang dicapai
untuk bagaimana memecahkan masalah tersebut. Sementara pemerintah sedang
menangani tantangan ini, ada sebagian orang yang mempertanyakan upaya untuk
membangun sebuah masyarakat sosialis “dengan karakteristik Tiongkok” , seperti
apa yang sudah terkenal sering didengunkan oleh Deng Xiaoping. Bahkan ada sebagian orang yang
secara terbuka menentang reformasi ekonomi dan meng-advokasi bahwa
pembangunan“mundur”. Orang tersebut tidak dalam jumlah besar, tetapi
pandangan mereka telah memenangkan dukungan dari bebebrapa pejabat pemerintah
dan sebagian warga negara.
Teori sosialisme dengan karakteristik Tiongkok
telah diadopsi dalam laporan Kongres kelima PKT sejak 1987, dan diadopsi lagi
dalam Kongres PKT ke-18. Kenapa hal ini penting? Karena hal ini telah lama
dipraktekkan untuk membangun terobosan dari teoritis atas dasar kongres yang
lalu. Banyak teori yang telah diadopsi pada kongres partai selama
bertahun-tahun dan terbukti memberi pengaruh, termasuk “ Sosialisme Tahap Pertama”
(Pada Kongres ke-13), “Sistim Ekonomi Pasar Sosialis” (pada Kongres ke-14) dan
“ Pengembangan Sistim Ekonomi Dengan Kepemilikan Publik Yang Dominan dan Beragam Kepemilikan” ( pada
Kongres ke-15). Perkembangan pesat selama beberapa dekade terakhir telah
diuntungkan secara mendalam dari “reformasi dividen”.
Apa yang dibutuhkan sekarang adalah dividen,
reformasi, tapi ini sulit untuk disampaikan. Dalam pidatonya Hu bulan Juli, dia
berjanji bahwa pemilu, kebijakan, administrasi dan pengawasan akan dilakukan
secara demokrastis dan sesuai dengan hukum yang berlaku, semua ini diulangi
lagi seperti apa yang dikatakan dalam Kongres Nasional Ke-17 tahun2007, ini
mencerminkan adanya kesulitan dalam implementasi dari reformasi tersebut.
Bagi kelompok pemimpin partai yang lebih muda yang
akan mengambil kendali tahun ini, mereka harus belajar lebih mendalam sejarah
Tiongkok, terutama untuk sejarah terkahir ini. Sehingga mereka bisa melanjutkan
pekerjaan dengan baik yang akan dimulai pada sidang pleno ketiga Komite Sentral
ke-11. Mereka tidak harus melupakan alasan mengapa Tiongkok memilih jalan
reformasi, dan mengapa sekarang harus menaatinya. Sangat penting bagi mereka
yang kuasa sekarang untuk memahami hal ini.
- China
3.0 Mark Leonard
Sun
Liping(孙立平)
Sun Liping(孙立平) salah seorang sosiolog terkemuka di Tiongkok, pernah menjadi supervisor
Xi Jinping (Presiden RRT sekarang) di Universitas Qinghua saat mengambil PhD
(S3). Sun telah lama memperingatkan pembuat kebijakan bahwa adanya ancaman
besar bagi rakyat Tiongkok akan pembusukan sosial ketimbang gejolak sosial. Awal tahun itu, dia menulis laporan yang menguatirkan dan pentingnya
bagi Universitas Qinghua dimana secara terbuka mengutuk “vested interest” yang
kuat, karena telah “menyandera reformasi”. Dia berkeyakinan bahwa stabilitas sosial dapat dibuat dengan
memperkenankan
rakyat untuk mengekspresikan pandangan mereka sendiri dan membela hak-hak mereka
sendiri.
Lahir tahun 1955 Mei. 1978
Masuk Universitas Beijing jurusan bahasa Tionghoa, 1983 lulus sarjana. 1983
-1999 bekerja di Departemen Sosiologi Universitas Beijing. Sebagai asisten
professor sosiologi, Direktur Pusat Penelitan Kehidupan Sosial, Direktur Pusat
Penelitian Pengembangan Komunitas Sosial, semuanya pada Universitas Beijing. Tahun
2000 pindah ke Universitas Qinghua, Bagian Penelitian Pembangunan Sosial,
Perubahan Struktur Sosial dan Sejarah Sosial Lisan.
Pada tahun1980 arah penelitian utama untuk
modernisasisosial. Menerbitkan antara lain “Modernisasi Sosial”( 社会现代化), Menuju Cara Modern” (走向现代之路), “Intropeksi Dan Pengembangan Ekplorasi” (发展的反省与探索) dan karya-karya lainya.*1
Berikut ini disajikan tentang “Insiden Wukan” sebuah peristiwa protes
rakyat Wukan terhadap Anti korupsi dan Anti penguasaan lahan yang dimulai pada
September 2011 dan eskalasinya meningkat hingga bulan Desember tahun itu, sehingga
terjadi penyanderaan antara rakyat desa setempat dan kepolisian setempat. Yang mana konflik berakhir dengan diselesaikan dengan diadakan negosiasi
antara perwakilan desa dan pejabat provinsi yang setuju untuk memperkenankan
desa ini untuk mengorganisasi sendiri untuk mengadakan pemilihan desanya
sendiri pada Pebruari 2012 (4 Maret
2012)*2 tanpa campur tangan PKT. “Pendekatan Wukan” ini di-elu-elukan para
intelektual Tiongkok sebagai model untuk bagaimana meningkatkan otonomi desa
dan menyelesaikan konflik sosial melalui pembicaraan dan negosiasi daripada dengan cara kekerasan dan represif.
Wukan (乌坎) sebuah desa nelayan di pesisir Guangdong ,
Tiongkok. Berpopulasi sekitar 13 ribu saat itu, berjarak kira-kira 120 km
sebelah timur Hongkong. Pada 2011 menjadi terkenal akibat terjadinya “Insiden
Wukan”. Insiden ini mungkin mempunyai makna sejarah yang signifikan bagi
Tiongkok. Menyusul adanya protes penduduk desa tersebut, terpilihlah perwakilan desa melalui
proses demokrasi yang dianggap adil bagi penduduk desa. Tapi ini bukan pemilu
yang pertama di Tiongkok. Namun dalam konteks rantai peristiwa seputar insiden
ini, peristiwa ini dibutuhkan penanganan berbeda jenis signifikansinya. Setelah terjadi
kerusakan parah pada hubungan antara pejabat dan rakyat desa, kedua pihak akhirnya memilih untuk
menggunakan metode rasional yaitu dengan pemilu dan proses demokrasi, yang
memungkin terjadinya penyelesaian sengketa dengan kompromi dengan baik antara
masyarakat
dan pemerintah. Resolusi sukses sengketa Wukan memberi bukti bahwa cara-cara
demokratis dapat digunakan untuk memecahkan masalah di Tiongkok. Dalam hal ini
juga menandakan bahwa masyarakat Tiongkok memiliki potensi untuk menjadi lebih demokratis dan
mampu menjadi stabil dalam jangka panjang.
Problem di Tiongkok
“Masalah Wukan” benar-benar merupakan mikrokosmos yang lebih luas
dari “masalah Tiongkok”. Pertanyaan kunci yang diajukan dalam percobaan/eksprimen Wukan: Apakah
Tiongkok akan mampu secara bersamaan untuk memastikan bahwa rakyat memiliki hak
untuk berdiri dan berjuang untuk kepentingan mereka sendiri dan untuk
mempertahankan tingkat dasar stabilitas saat menyelesaikan konflik. Tujuan
akhir ada pada inti persoalan yang dihadapi masyarakat dan upaya untuk
menyelesaikan kontradiksi Tiongkok, dimana akan menguji kebijaksanaan Tiongkok.
Arti penting dari insiden Wukan karena tidak begitu banyak kemerdekaan
dan transparansi proses pemungutan suara, tetap setelah keadaan menjadi tenang pemerintah bersedia
memperkenankan salah satu pemimpin protes Lin Zuluan (林祖 銮) untuk menjabat sebagai Pemimpin
PKT desa tersebut. Demikian pula dengan Hong Ruichao (洪 睿 超) yang berpartisipasi dalam protes dan
merupakan salah satu dari lima orang yang ditangkap
polisi pada Desember, terpilih sebagai anggota panitia pemilihan. Putri dari Xue Jinbo (薛锦波) yang
memimpin rakyat desa Wukan dalam protes dan kemudian meninggal dalam tahanan
polisi juga terpilih sebagai perwakilan desa.
Hal ini sangat tidak biasa, dimasa lalu pihak berwenang akan selalu
menghukum pemimpin protes bahkan ketika mereka sudah mengakui tuntutan mereka, yang seharusnya
wajar membuat kosesi kepada mereka. Hal ini di Tiongkok sering disebut
“perhitungan pasca musim gugur” (秋后 算账), yang mempunyai arti menunggu sampai situasi tenang dan
menunjukkan kepada yang lain bahwa pemimpin protes yang menjadi bos tetap
diberi palajaran, agar dikemudian hari bagi orang lain untuk mempertimbangkan
tindakan serupa di masa yang akan datang. Memberi pelajaran bagi yang lain
bahwa “hukuman” serupa bisa juga terjadi pada dirinya.
Peristiwa Wukan juga menjadi pengakuan prinsip yang sangat nyata
bahwa wajar bagi publik untuk menuntut kepentingan mereka dan harus diperhatikan, serta secara prinsip harus
dihornati bahwa masyarakat harus berusaha berdiri memperjuangkan hak-hak
mereka. Wukan memberi contoh untuk menghentikan “perhitungan pasca musim
gugur”dan menjadi model baru untuk menyelesaikan konflik antara pejabat dan
rakyat. Tentu saja, perkembangan ini merupakan produk kedua kekuatan dengan
meningkatnya masyarakat untuk menolak dan menuntut keterbukaan yang lebih besar
pada bagian dari pemerintah.
Masalah
Guangdong Yang Cukup Signifikans
Sun Liping mengatakan, kita (Tiongkok) bisa menghargai
jika kita meletakkan pentingnya terobosan di konteks dua kecendrungan di
Guangdong dalam beberapa tahun terakhir . Pertama ada sejumlah insiden massa di
Guangdong beberapa tahun terakhir. Ada
dua alasan utama untuk masalah ini : Guangdong merupakan daerah “perintis dalam
membuka diri” untuk kebijakan Tiongkok dan juga salah satu daerah yang paling
berkembang ekonominya. Maka masalah ini yang mungkin pertama kali yang muncul dan
bahkan dalam jumlah yang besar di Guangdong. Salah satu contoh penduduk yang
tinggal di Guangdong sekitar 20 hingga 40 juta dari penduduk provinsi ini
berasal dari bagian lain di Tiongkok. Dengan demikian masalah dan konflik yang
terjadi terkait dengan masuknya pendatang ini menjadi lebih dari sebuah isu di
Guangdong dibandingkan dengan daerah lain.
Guangdong juga memiliki tradisi yang jauh lebih
kuat, bahkan cukup kuat untuk “masyarakat sipilnya”, sehingga masyarakatnya
tidak begitu didominasi oleh pemerintah. Orang Kanton umumnya orang yang
prakmatis dan tidak mudah tertipu, dan jaringan keluarga sangat berakar. Selain
itu, khususnya dibagian timur provinsi, kesadaran masyarakat tentang hak-hak
mereka relatif selalu lebih kuat. Dengan kondisi tersebut ditambah dengan
kelompok-kelompok sosial yang merajut dengan erat, maka tidak sulit untuk bisa
memahami mengapa rakyat Guangdong banyak protes melebihi tempat lain. Di masa
yang akan datang masyarakat Tiongkok juga mau tidak mau harus berurusan dengan
fenomena ini, dan akan makin banyak lagi orang biasa menyadari akan hak-hak
mereka.
Pemerintah provinsi telah mencoba cara-cara baru
untuk meredakan tumbuhnya ketagangan sosial ini. Penanganan pihak pemerintah
dari protes Wukan ini dapat dilihat sebagai perpanjangan dari upaya ini. Tahun
lalu (kala itu) Sekretaris Partai Guangdong Wang Yang membuat penjelasan bahwa
pemerintah harus menemukan keseimbangan yang tepat ketika akan menjaga
stabilitas (维稳) dan melindungi hak-hak (维权). Dalam bulan-bulan lalu baru-baru ini, pejabat
Guangdong telah mentoleransi beberapa demontarasi (termasuk tahap awal protes Wukan)
dan mereka juga telah mempromosikan “kontruksi sosial”( 社会建设pembangunan sosial) dengan mengendurkan
persyaratan untuk mendirikan kelompok-kelompok sosial dan organisasi. Pendek
kata Guangdong sedang bereksprimen untuk tujuan ganda yang memungkinkan warga
negara untuk mengekspresikan kepentingan mereka dan menjaga stabilitas sosial
memalului mekanisme sosial tertentu (社会 性 的 机制).
Mengoreksi
keadaan
Jadi apa yang terjadi di Wukan menyentuh pada
isu-isu penting terkait dengan dilema yang lebih luas tentang bagaimana
Tiongkok harus berusaha untuk mengatasi peningkatan ketegangan sosial. Yang
terpenting adalah apa yang disebut oleh Sun Liping sebagai “Koreksi Keadaan” (纠错 困境). Kami kuatir jika kita bertindak terlalu jauh dalam menanggapi
masalah-masalah sosial, kita tidak akan dapat menemukan jalan untuk kembali.
Pemerintah menghadapi dilema ini terutama ketika masyarakat mengajukan tuntutan
yang wajar, jika anda menyelesaikan satu masalah , maka sepuluh orang lain akan
muncul; jika anda menyelesaikan sepuluh, maka anda akan menghadapi seratus.
Secara terori isu-isu sulit yang ada dalam masyarakat Tiongkok saat ini,
termasuk ketegangan sosial dan konflik, harus diselesaikan sesuai menurut hukum
yang berlaku. Tapi ini akan memicu semacam reaksi berantai, dan serangkaian
masalah yang sebelumnya muncul kembali, banyak dari masalah ini sebenarnya bisa
diatasi, atau setidaknya dapat diatasi menurut aturan hukum.
Insiden Wukan menggambarkan dilema ini. Kejadian
sebenarnya adalah masalah kepemilikan tanah: permintaan dasar masyarakat adalah
mereka menginginkan tanahnya yang disewakan oleh pemimpin mereka kepada orang
lain dikembalikan. Menurut persepektif hukum, kasus mereka jelas akan
tergantung pada validasi asli menurut perjanjian transfer lahan dan kontrak.
Menurut hukum kontrak Tiongkok, semua kontrak tidak berlaku/sah jika terjadi
dengan cara penipuan atau pemaksaan saat mengadakan kontrak. Kontrak juga tidak
sah jika mereka menganggap merugikan untuk negara, kolektif atau kepentingan
pihak ketiga. Ada dua cara berurusan dengan kontrak yang tidak sah yaitu
mengembalikan pada situasi semula atau menawarkan kompensasi.
Desember lalu, Zheng Yanxiong (郑雁雄) kepala Partai Shanwei mengumumkan dalam
konferensi pers bahwa pengembangan sebidang tanah yang disewakan kepada Lufeng
Fengtian Live Stock Company Ltd (丰田 畜 产 有限公司) sudah
dipanggil untuk ditangguhkan dan pemerintah akan melakukan sidang kordinasi
untuk memberi kompensasi bagi mereka yang kehilangan tanah dan juga akan
mengklaim kembali 404 hektar tanah. Pembicaraan akan dilakukan dalam konsultasi
dengan departemen pemerintah terkait, dan melibatkan masukan-masukan dari desa,
dan sepenuhnya melindungi kepentingan desa. Meskipun mungkin akan ada keraguan
tentang legalitas komite partai secara sepihak memutuskan untuk mengambil
kembali tanah, pengumuman menyetujui permintaan utama desa dengan menyatakan
kontrak transfer lahan asli dinyatakan batal demi hukum.
Selama 404 hektar tanah yang masih belum
dikembangkan, maka tanah bisa dikembalikan kepada pemilik asalnya--- rakyat
Wukang. Namun, jika tanah yang sudah dikembangkan atau digarap, pemerintah akan
meberi kompensasi dari dana publik, ini akan menjadi satu-satunya solusi yang
tepat. Tetapi jika pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk membayar kompensasi
(meskipun kita ketahui bahwa Shanwei merupakan dearah yang relatif terbelakang)
akan tetapi untuk adilnya harus memberi kompensasi mereka yang terlibat dalam
kontrak komersial yang tidak adil ini dari uang pembayar pajak? Bahkan di
Wukang situasinya lebih rumit, pemerintah telah menyewakan 3.000 are tanahnya
dalam beberapa tahun terakhir, tetapi untuk saat ini hanya mereklamasi 404 are.
Pertanyaan kedua adalah terkait dengan kemungkinan
akan membanjirnya klaim serupa. Selama beberapa tahun terakhir telah terjadi
peningkatan masalah terkait dalam akuisisi tanah dan pemukiman diseluruh
negeri. Jika kita melihat lebih dekat salah satu dari kasus-kasus yang tidak
teratur, Sun Liping yakin bahwa beberapa akan cendrung juga didasarkan pada
kontrak yang tidak sah. Jika Wukang dapat menangani masalah mereka dengan
mengadalkan aturan hukum, mengapa di tempat lain tidak bisa? Apakah mungkin di
tempat lain juga bisa menggunakan metode kontrak yang tidak sah ini untuk
memecahkan masalah mereka? Dengan tanpa ragu jawaban adalah tidak.
Hal ini dapat menggambarkan betapa sulitnya bagi Tiongkok
kini untuk menghadapi masalah demikian. Sangat mudah untuk menyelesaikan satu
kasus individual, tetapi jika ingin meningkatkan polanya, maka harus membongkar
dilema ini secara efektif. Bahkan kita akan segera menghadapi dimana selalu
melakukan “koreksi keadaan/correction predicament” dalam semua masalah yang
terkait dengan perdebatan seperti petisi, pengangguran dan pekerja di PHK,
serta keluarga berrencana. Jika kita akan coba untuk kembali pada hal-hal
seperti sebelumnya, serasa tidak dapat dilakukan; jika di sisi lain dikatakan
kompensasi harus dibayarkan, kami menemukan bahwa kita tidak mampu membayarnya.
Bagaimana kita menangani masalah ini adalah suatu tes nyata bagi reformis
Tiongkok dan ini membutuhkan keberanian dan kebijaksanaan.
Melarikan
Diri Dari Koreksi Keadaan
Reformasi dan Kebijakan Keterbukaan Tiongkok telah
berlansung 30 tahun. Reformasi ini telah membawa Tiongkok memasuki era baru,
tetapi juga menciptakan banyak masalah. Maka perlu diadakan koreksi, salah satu
contoh spesifik dari logika apa yang telah dikemukan oleh Sun Liping dimasa
lalu yang disebutkan “Jebakan Transisi/Transition Trap” (转型 陷阱). Kesulitan dalam memecahkan masalah Tiongkok ini tidak hanya karena
kepentingan melindungi sistem yang korup, atau karena hal itu terkait dengan
seberapa kompleknya masalah ini dan betapa lemahnya sistim ini. Sebaliknya
kesulitan lebih berkaitan dengan keadaan koreksi keadaan. Jika kita tidak
menyelesaikan masalah, maka akan menumpuk dari waktu ke waktu dan menjadi
semakin sulit untuk diatasi. Tetapi jika kita mencoba terlalu keras untuk
menyelesaikannya, bisa menyebabkan reaksi berantai dan bahkan dapat lebih jauh
untuk menguji kemampuan sisitm untuk menanggung tekanan. Ada dua kemungkinan respon
terhadap dilema ini : menghadapi masalah ini dengan keberanian dan menentukan
atau tidak sama sekali.
Sun Liping lebih lanjut mengatakan, Tiongkok perlu
berbicara dengan kejujuran dan ketulusan tentang masalah yang mereka hadapi.
Untuk menghadapi masalah ini harus berani disongsong dan tidak menghindari
kesalahan dan keterbatasan dari 30 tahun terakhir reformasi. mereka harus jujur
tentang keadaan saat ini dimana kesulitan dan kendala dan kesulitan yang
berhubungan dengan itu dan mencoba untuk menemukan jalan tujuan yang sama. Bagi
mereka yang berkuasa harus menunjukkan tekad mereka untuk bergerak maju dan
rakyat harus menampilkan toleransi dan pemahaman mereka atas kesulitan bagi
yang terlibat dalam memecahkan masalah tersebut. Kita perlu membangun kembali
konsensus sosial tentang cara terbaik untuk keluar dari dari keadaan ini,
bekerja pada dasar keadilan dan dalam suasana rekonsiliasi. Tiongkok memiliki
kesempatan sekilas untuk menghadapi tantangan ini.
-
http://www.baike.com/wiki/%E5%AD%99%E7%AB%8B%E5%B9%B3*1
-
European Council On Foreign Relations (effr.eu) CHINA 3.0 . Edited by Mark
Leonard . ECFR November 2012.
Ma Jun (
马军 )
Ma Jun (
马军 ) salah satu kolega Xiao Bin ( 肖斌 ) bersama dengan Sun Liping( 孙立平 ) dan Michael
Anti ( 赵静 / Zhao Jing) digolongkan
sebagai intelektual yang memberi gagasan pembatasan kekuasaan atas pemerintahan
yang berpandangan liberal.
Ma Jun seorang Direktur Institut Umum dan
Lingkungan Hidup / Director of the Institute of Public and Environmental
Affairs (公众与环境中心主任). Pada tahun 2012
mendapatkan penghargaan “Goldman Environmental Prize” dan terdaftar di FP
(Foreign Policy)*1
sebagai Top 100 Pemikir Global. Pada Mei 2006 dalam majalah Time artikel yang
ditulis oleh bintang film Hollywood Ed Norton disebut 100 orang paling
berpengruh di dunia.
Jabatan
dan Pengalaman Professional
- Asisten Dosen,
Department of Environmental and Municipal Eng., Harbin Institute of Technology,
1985-1987;
- Dosen,
Department of Environmental and Municipal Eng., Harbin Institute of Technology,
1987-1991;
- Associate
Professor, Department of Environmental and Municipal Eng., Harbin Institute of
Technology, 1993-1996;
- Full Professor,
Department of Environmental and Municipal Eng., Harbin Institute of Technology,
1996-present;
- “Marie
Curie”Fellow, Civil Engineering Dept, Imperial College, UK, 1996-1998;
- Cheung Kong
Professorship,School of Water and Environmental Eng.,Harbin Institute of
Technology,1999-present;
- Visiting
Scholar, Massachusetts University, 2003 (for three months);
- Vice Dean/Wakil
Dekan,Department of Environmental and Municipal Eng., Harbin Institute of
Technology,2004-present; Academic leaders of drinking water safety,State
Key Laboratory of Unban Water Resource and Environment,2007-present;
- Deputy
Director of National Engineering Research Center of Urban Water
Resources,2007-present.
- Associate
Editor of American Society of Civil Engineers (ASCE) ,2008-present;
- Board Member
of International Ozone Association, IOA-EA3G Group., 2002- present;
- Board Member
of China University Degree Committee of Civil Engineering, State Council of
China , dari 2003-hingga kini;
- Part-time
Professor of University of South Australila, 2004-2010;
- Anggota
Editorial Board of Applied Water Science,2008-present;
- Anggota dari International
Water Association (Former IWSA and IAWQ), 2012-hingga kini. (*1)
Karya Tulis
- “ Kami Memenangkan Pertempuran Data Udara----Jadi Apa Tindakan
Selanjutnya?” yang dipublikasikan di blog PM2.5. / We’re winning the air
pollution data battle – so what next? (蓝天之路的新起点——写在PM2.5信息发布之后).
(09-01-2013)
- “ Diskusi Sistim Tata Kelola Lingkungan Baru Tiongkok Selama dekade
berikutnya”(中国未来十年新型环境治理体制刍议/China’s new leaders must respect environmental
rights, or face crisis) ( 09-10-2012)
- “Suatu Impian Kembalinya Langit Biru” (找回蓝天的梦想/A Dream of Blue Skies)
(13-03-2012)
- “Uji Transparansi di Laut Bohai Atas Tumpahan Minyak/Upaya untuk menutupi
tumpahn minyak di Laut Bohai” (渤海湾漏油考验环境信息公开/Transparency Test In
the Bohai Sea) (20-07-2011)
- “Kekuatan Pengungkapan Publik” (以环境信息公开促进节能减排/The power of public disclosure) ( 13-12-2010)
-
“Mengurus Dan Penegakan Kesejangan/ Investasi ini masih menunggu
penegakan lingkungan (环境执法依然受制于招商引资/Minding the enforcement
gap) ( 05-08-2010)
- “ Data Sensus Mengungkapkan Harus Cepat Mengurangi Polusi” (普查数据揭示污染减排必须提速/Dynamic data) (25-02-2010)
- “ Memcahkan Dilema Penempatan Insinerasi “ (走出垃圾焚烧厂选址的困局/Solving the incinerator
uproar) ( 22-12-2009)
- Dan puluhan tulisan lainnya yang dipublikasi sejak 2006. *1
Akuntibilitas
Tanpa Melalui Pemilu
Salah satu karya tulisnya yang menarik bagi dunia
barat yang dipandang Liberal adalah “Akuntibilitas Tanpa Melalui
Pemilu/Accountbility Without Election”. Ma Jun yang merupakan seorang ilmuwan
politik dan terlatih di Universitas Sun Yat Sen, telah berbuat suatu yang
berpengaruh terhadap akuntabilitas, masyarakat sipil, dan basis sosial
perpajakan.
Tulisan dibawa ini diambil dari hasil penelitian
akunbilitas politik dan reformasi anggaran, dimana ia membahas tentang
kemungkinan pembangunan akunbilitas tanpa melalui kompetisi pemilu. Meskipun
pandangan ini tidak dapat dilihat sebagai suatu alternatif dari gaya pemilu
Demokrasi Barat dalam jangka panjang, ia berpikir Tiongkok bisa mendapatkan
keuntungan dari bentuk-bentuk baru akunbilitas sosial yang dapat mendorong
pengembangan masyarakat mandani, yang pada akhirnya akan menghendaki
suara-suara dari kelembagaan likungan untuk memungkinkan memperbesar
partisipasi politik masyarakat mandani lebih luas.
Akunbilitas intinya terletak pada pemerintahan
negara. Selama bertahun-tahun diskusi teoritis akunbilitas telah difokuskan
pada demokrasi elektroral, dimana pemilihan umum yang bebas dan kompetitif
secara teratur dilakukan. Bagi banyak kaum terpelajar berpandangan akunbilitas
pemilu menjadi kondisi yang diperlukan untuk politik akunbilitas. Tetapi kenyataan
dalam praktek lebih rumit dari teori. Pengalaman orang Tiongkok selama dekade
terakhir menunjukkan bahwa ada kemungkinan “Akunbilitas Tanapa Melalui Pemilu”.
Dikalangan penganut non-pemilu Tiongkok berpandangan urutan akunbilitas dan
demokrasi yang dikembangkan di Barat justru terbalik.
Suatu
Bentuk Pertanggung Jawaban Politik
Dalam rangka untuk memastikan akunbilitas politik,
negara harus berurusan dengan dua masalah mendasar. Pertama, pertanyaannya
siapa yang dapat (atau tidak dapat) melaksanakan kekuasaan, atau dengan kata
lain bagaimana untuk membentuk pemerintahan. Kedua, pertanyaannya lebih lanjut
bagaimana kekuasaan itu akan dilaksanakan atau dengan kata lain bagaimana
mengotrol pengunaan kekuasaan. Diperlukan dua lembaga untuk mengatasi dua
permasalahan tersebut.
Selama peradaban manusia sepanjang 2000 tahunan
sejarah politik yang aneh telah melakukan dengan banyak metode dan mencari
solusi, diantaranya dengan kekerasan, suksesi yang turun menurun, dengan
pengangkatan yang sewenang-wenang, dan bahkan dengan cara sogok menyogok,
seleksi dengan banyak ujian-ujian, dan pemilihan yang kompetitif. Tapi barulah
pada abad ke-19 muncul konsensus dengan cara pemilu untuk memilih orang/tokoh
untuk melaksanakan kekuasaan publik. Sekarang demokrasi di-indentifikasikan
dengan pemilu. Pemilu tidak diragukan lagi sebagai elemen penting dalam
membangun akunbilitas, yang melayani fungsi fondamental mengubah rantai
akunbilitas: Pemerintah yang tadinya hanya bertanggung jawab kepada penguasa,
kini harus bertanggung jawab kepada rakyat. Tapi pemilu sendiri tidak bisa
serta merta dapat memastikan akunbilitas.
Fungsi utama pemilu adalah mentranfer kekuasaan
(suksesi), dikuti dengan men-representasi kepentingan. Tapi pemilu tidak dapat
secara efektif menjamin bahwa politisi akan menjalankan kekuasaan dengan
bertanggung jawab, sebagai contoh di AS selama era progesif tahun 1890-1928 dimana
demokrasi gelombang kedua baru muncul, telah menggambarkan ilustrasi ini. Dalam
kasus ini, demokrasi elektoral masih kurang dalam mengembangkan lembaga yang
mampu secara efektif mengatur pelaksanaan kekuasaan, sehingga cendrung
mengalami berbagai bentuk korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Untuk
memastikan kendali pemerintah, perlu dan sangat vital menambah lapisan baru demokorasi
elektoral yag bisa efektif dalam mengendalikan pengunaan kekuasaan oleh pejabat
publik.
Dalam konteks non-pemilu di Tiongkok sekarang ada
kecendrungan peningkatan penekanan pada apa yang dinamakan Demokrasi Budgeting,
(1) evolusi pengawasan anggaran oleh Kongres Rakyat (Legislatif Tiongkok) di
tingkat lokal, (2) dalam praktek partitisipati anggaran warga. Sejak reformasi
ekonomi, pendaftaran di pendidikan tinggi telah naik dari 304 siswa per 100.000
pada tahun 1991 menjadi 2.042 siswa per 100.000 pada tahun 2008 dan 2.128 pada
tahun 2009. LSM juga mulai berkembang
pesat dan Media menjadi leih kuat dan otonomi.*1 Akibatnya masyarakat sendiri telah berkekuatan
dalam mengotrol dan mengendalikan pelaksanaan kekuasaan pemerintah dan
pejabatnya. Munculnya bentuk-bentuk baru akunbilitas ini menunjukkan evolusi “Akunbilitas
Tanpa Pemilu” di Tiongkok.
每十万人口各级学校平均在校生数 Angka-angka yang diambil pada saat
pendaftaran ke Pendidikan Tinggi dari data komprehensif bagian statistik Departemen
Pendidikan Tiongkok.
Jalur
Barat dan Tiongkok Terhadap Akunbilitas
Banyak jalan untuk menuju akunbilitas politik
didasarkan atas berbagai cara dengan akunbiltas pemilu dan akunbilitas
anggaran. Di banyak negara Eropa dan negara modern dan telah berkembang, sistim
pemilu dan sistim anggaran yang modern sudah
dikembangkan kira-kira selama periode waktu yang sama dan kemudian terus mereka
tingkatkan di awal abad ke-19 hingga ke awal abad ke-20. Di AS pertama sistim
pemilihan modern dikembangkan dulu, kemudian setelah beberapa tahun
dikembangkan sistim anggaran modern khususnya pada era progresif baru dimulai.
Karena utamanya teori-teori akunbilitas politik yang ada berdasarkan pengalaman
Barat, dimana mereka cendrung menekankan pada upaya akunbilitas pemilu yang
dibentuknya.
Di Tiongkok bagaimanapun negara berusaha untuk
menciptakan sistim anggaran yang modern sebelum sistim pemilihan modern. Selama
30 tahun terakhir, Tiongkok telah mereformasi sistim pemilu yang pada 1980-an.
Pemilihan delegasi dari tingkat Kabupaten untuk peserta Kongres Rakyat sudah
menjadi semi kompetitif. Pada akhir tahun 1980-an pemilihan secara bebas dan
kompetitif telah dikenalkan untuk pemilihan kepala komite desa di daerah
pedesaan. Akhir-akhir ini praktek-praktek seperti ini juga telah diperluas ke
pemilihan komite perkotaan. Namun demikian, reformasi ini baik untuk komite
desa dan masyarakat perkotaan masih bagian dari rezim yang ada. Saat ini
kepemimpinan Tiongkok masih ragu-ragu untuk memperkenalkan pemilu kompetitif di
tingkat atas pemerintahan.
Pada saat yang sama akunbilitas telah semakin
menjadi isu mendesak di Tiongkok. Mekanisme akunbilitas konvensional seperti
kontrol secara hierarki top-down dan penyelidikan dispiliner berkala oleh
Partai (PKT) telah terbukti tidak cukup untuk memastikan pemerintah dan
pejabatnya menjalankan kekuasaan dengan benar. Sering ada laporan telah terjadi
penyalah gunaan kekuasaan. Masyarakat Tiongkok dalam hal kepentingan dan nilai-nilai telah menjadi makin pluralistik,
telah terjadi peningkatan yang luar biasa dalam artian rasa kewarganegraannya.
Akibatnya banyak rakyat Tiongkok telah mulai menuntut akunbiltas yang lebih
besar, bahkan hingga ke tingkat yang hampir menantang negara. Dalam konteks ini
baik pemerintah dan masyarakat sipil telah bereksprimen dengan cara baru untuk
memastikan akunbilitas tanpa harus melalui elektoral demokrasi.
Singkat kata, apa yang dapat dilihat Tiongkok
semakin terlihat sejak 1990-an adalah akunbiltas tanpa pemilu. Dalam lingkungan
non-pemilihan seperti Tiongkok, perubahan aturan prosedural dapat mengatur
pelaksanaan kekuasaan untuk batas-batas tertentu untuk memenuhi persyarakatan
akunbilitas. Untuk menggunakan metafor seperti aktor yang bermain dipentas,
pemilu dapat dilihat sebagai cara untuk memilih atau mengubah aktor yang akan
bermain di arena. Jika kita tidak bisa mengganti aktor melalui pemilihan, kita
tetap bisa mengubah aturan prosedural dengan apa yang harus mereka patuhi dalam
permainan game atau aturan main. Evolusi demokrasi penganggaran memainkan peran
penting dalam hal ini. Selain itu rakyat sebagai penonton dapat mengawasi stiap
kinerja para aktor yang ada dipentas, meskipun mereka tidak mengganti aktor
yang tidak mereka sukai. Dengan kata lain, diharapkan aktor lama akan bermain
dengan game baru dibawah aturan main baru.
Demokrasi
Penganggaran
Cara pertama di Tiongkok yang sedang diperbaiki
akunbilitas adalah pembentukan kontrol anggaran yang effektif. Sebelum
reformasi pada 1999, kekuatan anggaran terframentasi, hampir semua biro
pemerintah dapat mengalokasikan uang rakyat, keuangan non-budgeter merebak, dan
tidak ada anggaran departemen yang direncanakan dan yang bisa dijelaskan kegiatannya.
Lebih buruk lagi, menajemen keuangan sangat desentralisasi, tidak ada rekening
kas tunggal, keuangan tersebar diberbagai rekening departemen, pembelajaan dan
pencairan dana didesentralisasi dan berada ditangan berbagai departemen, dan
sistim akuntansi terframentasi,yang berakibat tidak dapat memonitor transaksi
keuangan. Kontrol anggaran yang tidak effektif dalam pemerintahan ini, menggeroti
peran Kongres Rakyat dalam proses anggaran, Dengan demikian tidak ada mekanisme
untuk memastikan bahwa pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat untuk cara
memperoleh dan menghabiskan uang rakyat.
Tapi sejak 1990 hal ini sudah mulai berubah. Semua
departemen sejak itu diminta untuk membuat anggaran yang mencakup semua
penerimaan dan pengeluaran dalam rencana anggaran dan belanja mereka secara
rinci item per item. Sebuah manajemen sistim keuangan terpusat juga telah
dikembangkan atas dasar Sistim Rekening Kas Tunggal yang baru. Upaya-upaya ini
telah menciptakan suatu bentuk pertanggung jawaban hierarki dalam pemerintah
dan departemen untuk memastikan pertanggung jawaban kepada kepala eksekutif.
Dalam konteks ini Kongres Rakyat telah dapat mulai mempertanyakan pemerintah
dalam penggunaan keuangan publik/negara untuk kegiatan yang tidak untuk
kepentingan publik, hal ini untuk memaksa mengontrol mereka untuk anggaran
secara keseluruhan, dan untuk mencanangkan mengontrol mereka atas kebijakan eksekutif
dalam penggunaan anggaran. The National Audit Bureuau (Kantor Audit Nasional/国家审计署局) telah menjadi pengawas yang akan mengekspos
penyalahgunaan kekuasaan, bahkan bisa mengarah ke penuntutan pelaku
kejahatan/pelanggaran.
Sementara itu, di beberapa kota telah mulai
melibatkan masyarakat dalam penganggaran dengan berbagai cara. Salah satu model
adalah dengan “warga negara berpartisipatid dalam penganggaran”, seperti di
Haerbin – Provinsi Heilongjiang (Mancuria), Wuxi- Provinsi Jiangsu, warga yang
tinggal di desa dan di kota dan masyarakat perkotaan memiliki kewenangan untuk
memutuskan bagaimana membelajakan dana yang diberikan kepada mereka untuk
perbaikan infrastruktur. Model lain adalah “Musyawarah Demokrasi Anggaran” yang telah dilaksanakan di Wenling – Provinsi
Zhejiang. Warga kota diundang untuk menentukan proyek infrastruktur mana yang
harus segara dikejar dan dieksekusi. Selain itu mereka dapat juga
mengekspresikan pendapat mereka pada Kongres Rakyat Kota ketika diadakan Ulasan
Anggaran atau penyusunan anggaran. Sekjen PKT Provinsi kini sudah mulai
memperluas model demokrasi masyarakat Wenling untuk kota-kota lain.
Akunbilitas Sosial
Cara kedua, saat akunbilitas di Tiongkok yang
sedang diperbaiki muncul “Akunbilitas Sosial”. Sejak akhir 1990-an, negara dan
pasar telah bersekutu untuk mendominasi otonomi masyarakat. Dengan kata lain
masyarakat telah memaklumi adanya aliansi kekuasaan dan kekayaan. Dalam konteks
ini, kekuasaan publik telah sering disalahgunakan untuk kepentingan pemerintah
dan bisnis tanpa memperhatikan kepentingan umum atau biaya bagi warga. Dalam
konteks ini, dua bentuk akunbilitas sosial telah muncul sejak tahun 1990-an,
yaitu yang dipimpin negara dan yang dipimpin masyarakat. Yang pertama didorong oleh
upaya negara untuk membangun kembali legitimasi, dan yang terakhir dikaitkan
dengan perlindungan diri masyarakat. Karl Polanyi melihat perlindungan diri
dari masyarakat sebagai respon terhadap ekses pasar,*2 tetapi di Tiongkok juga merupakan
respon terhadap penyalah-gunaan kekuasaan oleh pemerintah.
Pemerintah daerah telah berkesprimen dengan
beberapa bentuk dari ‘negara yang dipimpin dengan Akunbilitas Sosial’ . Bebrapa
mengadakan dngar pendapat publik untuk melibatkan masyrakat dalam membuat
kebijak tau undang-undang yang akan memiliki dampak yang besar pada kualitas
hidup mereka. Demikian pula pada tahun 2000, pemerintah Hanzhou- Provinsi Zhejiang
telah melakukan survei tahunan warga untuk mengevaluasi kinerja dan juga untuk
menidentifikasi isu-isu yang diprihatinkan warga. Di Pemerintah Provinsi
Guangdong mengajak warga setempat untuk mengekspresikan pandangan dan
keprihatinan mereka pada situs pemerintah online.
Pada saat yang sama telah terjadi pertumbuhan yang
cepat dalam masyarakat yang dipimpin oleh
Inisiatif Akunbiltas Sosial yang menantang ekses dari pasar dan penyalah
gunaan kekuasaan oleh pemerintah. Secara khusus, pertumbuhan media sosial telah
mengikis kemampuan negara untuk mengontrol informasi dan diberikan kepada warga
ruang publik yang effektif untuk kepentingan agregasi dan bahkan untuk tindakan
kolektif. Sebagai contoh, pada tahun 2008 seorang pejabat dalam pemerintahan
Nanjing di Provinsi Jiangsu, dihukum karena korupsi setelah netizen mengekspos
si pejabat mengisap cerutu mahal dan memakai arloji mahal, yang mendorong
kearah penylidikan resmi bagi pihak berwenang. Website seperti situs Laporan
Rakyat Sipil Tiongkok dan situs Opini Publik Tiongkok (中国民用报告网站和中国公众舆论 ) telah
menrima laporan ribuan kasus lain dari kesalahan dan penyimpangan-penyimpang
pejabat. Bahkan ada versi WikiLeaks Tiongkok yang disebut 703804.com .
Kini juga berdiri ribuan LSM, banyak yang tidak
tedaftar resmi di negara atau terdaftar sebagai perusahaan dalam rangka untuk
mem-bypass mengontrol negara, dengan mengekspos penyalah-gunaan kekuasaan yang
dilakukan pejabat pemerintah, untuk melindungi hak-hak warga negara yang
dirugikan oleh pemerintah dan pejabat mereka. Dan bahkan bisa mempengaruhi dan
mengubah kebijakan. Sebagai contoh, pada tahun 2003 sebuah koalisi LSM
lingkungan, masyarakat lokal, dan netizen memaksa pemerintah untuk menunda
rencana pembanguan serangkaian pembangkitlistrik tenaga air di sepanjang
suangai NU, di Provinsi Yunan. Contoh-contoh intervensi yang berhasil seperti
ini oleh warga, netizen dan LSM menggambarkan bahwa masyarakat sipil bisa
menjadi suatu kekuatan dalam mengawasi pemerintah dan para pejabatnya dalam
melaksanakan kekuasaannya.
Kesimpulan
Dari bahasan diatas dapat dilihat tanpa pemilu di
Tiongkok bisa menjadi dan harus menjadi lebih bertanggung jawab kepada
rakyatnya, dengan cara-cara Tiongkok harus mentransformasi sistim politiknya.
Perkembangan pengawasan atas anggaran oleh Kongres Rakyat akan menciptakan
bentuk “pertanggung jawaban horinzontal” dan akan menanamkan checks and balance
dalam proses politik Tiongkok, yang juga akan memperkuat konstitusionalisme
dalam lingkungan non-pemilu Tiongkok, yang pada gilirannya membuka sebuah dasar
bagi Tiongkok untuk pindah ke demokrasi elektoral di masa depan. Demikian pula
dengan munculnya “akunbilitas sosial” akan memperkuat kesadaran sosial, yang
akan meningkatkan rasa kewarganegaraan, serta mendorong pengembangan sepenahnya
berfungsinya Masysarakat Sipil Tiongkok di masa depan dalam membantu membuka
jalan bagi Tiongkok untuk pindah ke demokrasi elektoral di masa depan. Demikian
menurut kesimpilan pakar Barat tentang Tiongkok sekarang.
Namun bagi Tiongkok ada keterbatasan dalam upaya
dalam meningkatkan akunbilitas, disebabkan kurangnya pemilihan secara
kompetitif, karena delegasi yang dikirim ke Kongres Rakyat tidak terpilih,
mereka umumnya tidak sensitif untuk mengawasi anggaran pemerintah. Karena
gubernur dan walikota tidak dipilih melalui pemilu kepala daerah, sehingga
mereka hanya memiliki sedikit kepentingan untuk bekerjasama dengan upaya
Kongres Rakyat untuk membedah anggaran pemerintah hingga mengadakan pengawasan
publik, atau untuk mengambil inisiatif akunbiltas sosial. Jadi meskipun tanpa
akunbiltas pemilu itu mungkin saja, tapi bagaimanapun pemilu juga diperlukan.
Masih belum jelas apakah Tiongkok akan mempertimbangkan demokrasi elektoral
sebagai pilihan reformasi di waktu dekat ini. *3 Demikian menurut pendapat banyak pakar Barat.
*2 The Great
Transformation (the political and ecomic origin of our time) by Karl Polanyi: Karl Polanyi seorang ekonom
politik Austro-Hungaria. Buku ini ditebit pertama kali 1944. Saat terjadi
gejolak sosial dan politik di Inggris
selma kebangkitan ekonomi pasar, dalam tulisan ini dia berpendapat bahwa
ekonomi pasar modern dan negara-bangsa modern harus memahami bukan hanya
sekedar suatu elemen yang berbeda tetapi merupakan suatu penemuan manusia yang
dia sebut “Pasar Masyarakat/Market Society”
Karakteritik
yang membedakan “Pasar Masyarakt” adalah mentalitas ekonomi manusia berubah.
Sebelum transformasi besar ini ekonomi mereka berdasarkan resiprositas dan
redistribusi, tidak secara utilitas rasional yang maximal. Setalah transfomasi
besar ini barulah manusia menjadi lebih rasional secara ekonomi, berprilaku
sebagai teori ekonomi neoklasik. Terciptanya lembaga kapitalis tidak hanya
mengubah hukum tetapi juga mentalitas ekonomi manusia diubah. Yang sebelumnya
pasar hanya memainkan peran yang sangat kecil dalam urusan manusia dan bahkan
tidak mampu menetapkan harga karena perannya yang kecil, hal demikian itu hanya
terjadi sebelum institusi pasar baru dan industralisasi. Mitos yang
berkecendrungan manusia untuk barter dalam perdagangan berubah. Perdagangan
menjadi tersebar luas dan membentuk sifat manusia untuk menyesuaikan
lembaga-lembaga ekonomi bebasis pasar baru.
*3 European Council On Foreign Relations (effr.eu) CHINA 3.0 . Edited by Mark Leonard . ECFR November 2012.
- http://www.mpifg.de/pu/mpifg_dp/dp07-1.pdf : The Great Transformation of Embeddedness:
Karl Polanyi and the New Economic Sociology . by Jens Beckert, 2007 MPlfg Discussion Paper
Pan Wei dan Shang Yin
Pan Wei seorang professor ilmu politik di Fakultas
Studi Internasional Universitas Beijing. Pernah bekerja sebagai seorang
peneliti di Institut Ekonomi Dunia dan Politik di Akademi Ilmu Sosial Tiongkok
(CASS), pernah mengajar di Universitas California, Berkeley AS, dan menjadi
dosen tamu di Menlo College dan di Graduate School of International Studies di
Universitas Denver. AS.
Seorang yang dikategorikan berpandangan
“neo-konservatif” yang telah lama terkenal
pandangannya tentang nilai-nilai tradisional Tiongkok seperti Meritokrasi
dan Konghucu/Kongfusinisme, dan merupakan lawan kuat tehadap demokrasi Barat.
Makalah tulisannya yang berpengaruh pada “Rule of Law” yang disandingkan dengan
meritokrasi budaya Tiongkok dengan mayoritarianisme politik elektoral dan
usulannya untuk Tiongkok melakukan model sistim politik seperti di Singapura.
Sejak tahun 2007 Pan Wei telah memimpin sebuah proyek besar untuk
mendefinisikan “Model Tiongkok”, dan menolak cara-cara Barat yang membingkai
dengan dikotomi antara negara dan masyarakat sipil, demokrasi dan otokrasi,
negara dan pasar.
Shang Yin adalah asisten professor di Universitas
Beijing yang bekerjasama dengan Panwei. Shang
Yin menerima gelar BA dalam studi internasional dan MA dalam kerjasama
internasional dari Universitas Beijing, selama belajar di dua institusi ini
menerima penghargaan University Fellowship for Excellent Student. Kemudian
meraih gelar PhD dalam ilmu politik dari Harvard University. Ketika di Harvard
sempat menjadi Presiden dari Harvard Chinese Students and Scholars Association.
Pernah menjadi asisten peneliti di Harvard university dan Columbia Unversity.
Kutipan Esai dibawah ini adalah pandangan Pan Wei
dan laporan Shang Yin yang menekankan stabilitas Tiongkok pada pelestrarian, yang
telah menarik perhatian Komite Tetap Politbiro Partai (PKT). Yang membahas
tentang krisis nilai-nilai bagi Tiongkok dan nostalgia dengan “masyarakat
alami/tradisionil”. Pandangan ini telah menggemakan kaum neokonservatif AS
seperti Allan Bloom*1
dan pemikir komunitarian seperti Charles Taylor*2.
Mayoritas rakyat Tiongkok umumnya memiliki rasa
cinta dan percaya yang mendalam terhadap negaranya, partai dan pemerintah. Tapi
terakhir ini karena rumor yang melibatkan partai dan pemerintah menyebar sangat
cepat, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemeritah menjadi isu yang
besar. Hal tersebut akan menjadi sulit untuk menemukan dipemerintahan di negara
lain di dunia yang pejabatnya begitu berkulaitas dan mau bekerja keras. Dibawah
kepemimpinan partai (PKT) Tiongkok telah berubah dari negara pertanian terbesar
di dunia menjadi negara industri terbesar di dunia. Kondisi kehidupan
masyarakat telah dengan cepat membaik, modernisasi infrastruktur telah
dibangun, kesenjangan dengan negara-negara maju makin dipersempit. Namun kenapa
kepercayaan dan simpati masyarakat terhadap partai bisa makin ter-erosi?
Paradoks bagi Tiongkok bahwa pemerintah telah dapat
memecahkan banyak masalah besar negara, tapi masih kewalahan dengan masalah
“sepele” yang mempengaruhi kehidupan rakyat jelata, khususnya untuk berbagai
kasus “ketidak adilan” di masyarakat lokal atau daerah. Sebuah birokrasi
pemerintah bisa menangani isu-isu utama dan besar pembangunan ekonomi, tetapi
tidak berdaya untuk menyelesaikan masalah “kecil” untuk rakyatnya. Seperti
misalnya infrastruktur, hal itu bisa dengan cepat kehilangan dukungan
rakyatnya. Sementara itu komunitas lingkungan yang terbaik ditempatkan untuk memecahkan
masalah yang telah hancur bersama dengan moralitasnya. Akibatnya kini di
Tiongkok terjadi krisis nilai.
Pedekatan
Barat Terhadap Stabilitas Pelestarian
Kaum terpelajar yang terpengaruh konsep tentang
Demokrasi Barat, Kebebasan dan Rule of Law memberi empat penjelasan tentang
penurunan stabilitas sosial di Tiongkok. Yang pertama “Teori Zona Laut
Dalam/Deep-Water zone teory” yang menegaskan bahwa terjadinya masyarakat tidak
stabil ketika ekonomi (yang diukur dalam PDB per kapita) berkembang diluar titik
tertentu dan memasuki “zona bahaya” atau “zona laut dalam”. Pada tahap ini
kepentingan menyimpang tajam dan konflik sosial meletus. Salah satu solusi
dengan membentuk suatu mayoritas langsung dengan sistim pemilu melalui
reformasi politik. Solusi lain dengan
terus membuat “kue besar” atau dengan kata lain berfokus pada mempertahankan
pertumbuhan, sehingga pendapatan per kapita terus meningkat hingga pada lapisan
rakyat termiskin.
Namun “Teori Zona Laut Dalam” mengadung cacat
karena adanya friksi murni untuk mengklaim adanya hubungan tak terhindarkan
antara tingkat PDB per kapita dan perbedaan kepentingan. Di seluruh dunia ada
dua macam negara yang stabil dan yang tidak stabil dengan berbagai tingkat PDB
per kapita. Hal ini menjadi omong kosong untuk menyatakan bahwa pemilihan yang
universal yang diperlukan untuk menjaga stabilitas, pada kenyataanya mereka
sering menciptakan ketidak stabilan. Polarisasi menyebabkan kontraksi kelas
menengah dan bahkan dapat membuat kerusuhan sosial di negara-negara maju yang
memiliki rezim yang “sudah matang”. Sebagai contoh pada tahun 2011 terjadinya “Musim
Semi di Arab/Arab Spring” berubah menjadi “Musim panas Eropa/European Summer”
dan “American Autumn/Musim Gugur Amerika”, saat itu baik permerintah Inggris
dan Amerika menggunakan kekerasan dalam membersihkan (mengatasi) kerusuhan dan
menjaga stabiltasnya.
Yang kedua menjelaskan penurunan stabilitas sosial
dengan “Teori Korupsi”, yang memberi pendapat bahwa ketidak stabilan sosial di
Tiongkok merupakan hasil dari konflik antara pejabat yang korup dan rakyat.
Argumentasinya adalah kekuasaan dan kekayaan menciptakan arogansi, korupsi
berkembang biak, akibatnya membangkitkan kemarahan rakyat. Solusinya dengan
“pemerintahan yang kecil” dan “masyarakat yang besar”. Tapi tidak ada negara di
dunia yang mengikuti cara Inggris ini yang dilakukan pada abad ke-18, Bahkan
Inggris dan Amerika membentuk “”pemerintahan besar” (mana bisa dikatakan
“pemerintah kecil” jika kebutuhan pengeluarannya lebih dari setengah PDB
nasional) dan menolak dogma bahwa pemerintah (sosialis Tiongkok) buruk dan
kapitalisme yang baik. Pada kenyataannya politisi Inggris dan Amerika telah
menyia-nyiakan pendapatan pajak yang dipungut dari rakyat untuk membeli suara,
dan meninggalkan hutang yang besar kepada generasi berikutnya.
Yang ketiga menjelaskan penurunan stabilitas
sosial dengan “Teori Kesenjangan Kekayaan” atau “Teori Ketidak Setaraan” . Pendekatan
untuk masalah ini dipandang dari sudut lain dan berpendapat bahwa ketidak
stabilan di Tiongkok disebabkan oleh ketimpangan daripada kemauan. Pelebaran
kesenjangan sosial disebabkan oleh lima aspek utama yaitu kehidupan,
perumahan/papan, perawatan kesehatan, pendidikan, perawatan anak, dan pensiun
yang menjadi sarang ketidak stabilan sosial dan korupsi. Solusinya dengan cara
progresif membangun kembali sistem keamanan yang komprehensif atas dasar
masyarakat yang relatif makmur. Dalam 30 tahun terakhir Tiongkok memiliki
kebijakan yang di dukung mayoritas rakyat Tiongkok, berusahalah untuk melakukan
hal ini. Namun penyebab utama terjadinya “insiden protes massa” yang sering
terjadi bukan dikarenakan kebencian terhadap orang kaya. Kebanyakan konflik
sosial berasal dari masalah “sepele” yang dilakukan pemerintah dalam distribusi
yang tidak adil dalam memberi kompensasi dan subsidi.
Yang keempat menjelaskan penurunan stabiltas
sosial dengan “Teori Gaya Kerja”, yang melihat sumber ketidak stabilan sosial
disebabkan “birokratisme”. Dengan berargumenatasi birokrasi mungkin tidak bisa
dihindari, tetapi birokratisme bisa. Birokratisme dapat menyebabkan
mempersulit, menimbulkan kemalasan, membuat peraturan tersembunyi atau dengan
kata lain Korupsi. Akibatnya pejabat pemerintah mengabaikan hal-hal yang sepele
yaitu “keadilan” dalam kehidupan masyarakarat sehari-hari, yang terus menumpuk
dan akhirnya mengubah menjadi ketegangan antara masyarakat dan pemerintah yang menimbulkan insiden
protes bebsar-besaran. Solusinya dengan mengubah cara berpikir dan cara kerja para kader: mereka dibutuhkan
untuk memperkuat keyakinan ideologis untuk amanah untuk “melayani rakyat”,
harus telaten, teliti dan merakyat dalam bekerja pada umumnya, dan
menyelesaikan hal kecil pada khususnya. Membangun berbagai institusi dan
sistim, serta melakukan mekanisme yang berkelanjutan untuk mengkonsolidasikan
transformasi ini sebagai “gaya kerja” mereka.
Namun walaupun “gaya kerja” baik tapi cepat atau
lambat akan terkikis oleh “Birokratisasi”. Sistim birokrasi, aspek-aspek khusus
kehidupan sehari-hari rakyat biasa harus tetap dianggap seolah “sepele” (diperhatikan)
sedangkan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ekonomi adalah “masalah
besar” yang penting untuk peremajaan nasional (national rejuvenation). Pejabat
akar rumput yang harus mengurus dan memperhatikan “masalah besar” dan memenuhi
tugas top-down yang diberikan kepada mereka oleh atasannya, tidak bisa pada
saat yang sama menangani masalah-masalah tertentu dalam kehidupan rakyat.
Meskipun bagi pemimpin yang kuat dan karismatik sekalipun untuk menyuruh
bawahan untuk bekerja sama satu sama lain untuk berurusan dengan “masalah sepele”
untuk siang dan malam. “Gaya kerja” yang baik ini tidak akan bertahan lama
untuk yang bersangkutan. Dalam situasi demikian juga akan sulit untuk menemukan
komunitas warga lokal yang bersedia dan mampu untuk berpartisipasi.
Akhirnya tidak mudah untuk meningkatkan “Gaya
Kerja” dilevel bawah birokrasi. Dibawah sistim birokrasi ini, mereka terlalu banyak
bekerja dan tidak punya waktu luang untuk pergi dari satu pintu ke pintu
lainnya untuk menangani masalah tertentu atau membaca dokumen yang berkaitan
dengan kasus-kasus individu. Karena itu seringkali mereka mencoba untuk
memecahkan konflik dengan uang. Dibawah laporan konstans dari media yang tak
henti-hentinya menyerukan melanjutkan “pelembagaan, standarisasi dan proseduralisasi”,
kader akar rumput merasa menjadi makin diawasi dan dievaluasi. Tapi akhirnya mereka
hilang antusiasmenya dan menjadi kurang mau berinisiatif disebabkan oleh terus
didorong oleh masyarakat.
Stabilitas Sosial Melalui Kominitas Alami/Tradisional
Jika sistim birokrasi yang berhubungan dengan
“masalah besar” adalah Yin, dan
organisasi masyarakat untuk masalah lingkungan yang menangani masalah “sepele”
adalah Yang. Namun komunitas alami
(kumpulan tradisional) yang telah ada ribuan tahun di Tiongkok telah secara
bertahap hancur, pertama oleh Maoisme dan kemudian oleh pasar. Jika anda tidak
memiliki komunitas, anda tidak memiliki rasa idenditas komunitas yang didasari
moralitas. Dengan demikian sebagai rasa bermasyarakat juga telah runtuh, yang
mana rasa bermasyarakat juga sirna.
Dengan demikian penghancuran komunitas alami/tradisionil menciptakan krisis
nilai di Tiongkok. Seiring dengan birokratiasi partai dan pemerintah telah
mengakibatkan pemisahan dan bahkan timbul antagonisme antara Yin dan Yang. Ini
bukan salah satu dari empat penjelasan yang diberikan oleh para pakar Barat
yang berpengaruh, tapi itu adalah akar penyebab ketidak stabilan sosial.
Masayarakat yang telah berubah menjadi egois
“individu” tak dapat lagi menata dirinya untuk memecahkan masalah. Karena
simpul dari konflik tidak dapat dilepaskan ikatannya dalam komunitas alami itu
sendiri, sehingga individu harus memohon penanganan kepada pemerintah. Jadi
ratusan juta orang beralih untuk minta birokrasi untuk mengajukan “keadilan”,
tapi jika individu datang dengan tidak tertib dan tidak berdaya melawan
birokrasi yang terorganisir dan yang tidak membantu, maka hal itu akan
menghasilkan kekecewaan dan keluhan yang poluler. Apabila pemimpin desa tidak
dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri, konflik diserahkan pemerintah lokal
dan bahkan ke pemerintah pusat. Oleh karena itu masalah individu tumbuh menjadi
masalah sosial dan konflik masyarakat menjadi konflik sosial.
Selain itu ada lingkaran setan antara upaya
pemerintah untuk merampingkan pemerintah dan untuk menjaga pengeluaran untuk
stabilitas pelestarian agar masih dibawah kontrol. Sebagai de facto instansi
pemerintah, bagian akar rumput pemerintah yaitu menajemen sosial lembaga
tingkat jalanan (RT/RW & Lurah) dan tingkat kota, banyak jumlahnya, biaya
banyak dan tidak mudah dikelola. Tapi karena mereka makin disederhanakan,
sehingga menjadi makin lebih sulit bagi mereka untuk menangani urusan sepele
rakyat. ketika konflik menumpuk pemerintah berada dibawah tekanan intensif dan
karenanya meningkatkan tenaga kerja dan pengeluaran untuk stabilitas pelestarian.
Selain itu sebagai bagian akar rumput menerima lebih banyak pesanan dari atas,
dan akibatnya menjadi lebih birokrasi, kesenjangan antara mereka dengan
rakyatnya makin melebar dan frustasi meningkat.
Pengalaman
Insiden Wuxi
Pengalaman Wuxi merupakan contoh yang baik tentang
bagaimana komunitas alami (tradisional) dapat tercipta dalam rangka untuk
melibatkan masyarakat untuk memecahkan masalah “sepele” dan juga menghubungkan
kembali partai (PKT) dan rakyat serta meningkatkan stabilitas sosial. Sebuah
desa yang terletak timur-laut kotamadya Chongqing, Wuxi telah lama dihantui
oleh masalah petisi dan insiden massa, tapi dalam beberapa tahun terakhir telah
berhasil membangun kembali hubungan
komunitas alami dan organ birokrasi melalui lingkungan dan komite desa, yang
secara hukum dianggap sebagai “organisasi otonom dari masyarakat”. Dalam hal
ini komite bertindak sebagai perantara antara komunitas alami dan lembaga
tingkat jalanan dan tingkat kota untuk pengelolaan sosial, dengan kata lain
tingkat terendah birokrasi.
Sifat organisasi masyarakat alami (tradisional)
ini untuk membantu orang menangani masalah “sepele” mereka untuk menegakkan
“keadilan” dalam kehidupan masyarakat. Mereka itu berbeda dengan organisasi
kolosal “masyarakat adminstrasi”, karena orang-orang ini sudah kenal satu sama
lain sehingga akan dapat membantu diri mereka sendiri dan mengatur diri mereka
sendiri. Warga di masyarakat alami tahu apa kebutuhan nyata mereka, memahami
esensi dari “keadilan”, dan dapat mencari solusi terbaik untuk membantu satu
sama lain. Saling membantu secara timbal balik dan tidak berasal dari asumsi
yang berdarah dingin dengan “ketamakan kepentingan individu”, melainkan dengan
perawatan moralitas bersama, rasa hormat, dan dukungan dalam lingkungan
individu.
Dalam komunitas alami (tradisional), pemimpinnya
membangun prestise (kehormatan) mereka dengan sukarela melayani kepentingan
masyarakat dan dengan mempertahankan “keadilan” dalam kehidupan masyarakat,
bukan dengan bekerja untuk lembaga birokrasi atau dibayar pemerintah. Dengan
cara demikian bagi warga-warga yang tidak berdaya dapat mengatur dan
menyelesaikan masalah “sepele”, dan mempertahankan haknya. Mendukung komunitas
alami merupakan cara untuk mendorong orang untuk mengambil kendali nasib mereka
dan menghormati martabat mereka untuk masalah “otonomi”. Masalah pemeliharaan
stabilitas atau pelestarian stabilitas tidak akan pernah terpecahkan kecuali
kita mendorong dan membantu untuk mengatur diri mereka sendiri.
Pengalaman Wuxi (巫溪县) merupakan contoh dari versi baru “garis massa”( 群众路线) Maois yang menekankan pada “partisipasi” (参与 ) daripada pada “mencakup”( 覆盖 ). Ini telah
mencapai empat keberhasilan: sudah lebih mudah bagi warga/rakyat untuk
menangani masalah “sepele”, “gaya kerja ditingkat akar rumput telah diperbaiki,
moralitas sosial telah dihidupkan kembali, partai dan pemerintah kembali
mendapat kepercayaan publik. Semua ini telah membuat masalah “besar” lebih
mudah diselesaikan juga. Singkat kata pengalaman Wuxi tidak hanya menghasilkan
resep yang effektif untuk masalah stabilitas pelestarian, tetapi juga telah
memberi inspirasi untuk meningkatkan sistim dasar negara yang berkelanjutan,
serta perdamaian dan stabilitas untuk jangka panjang.
*1 Allan Bloom atau Allan David Bloom lahir 14 Sept 1930, di Indianapolis,Idiana, AS, meninggal 7 Okt 1992, di Chicago, Illiona. AS. Seorang filsuf dan penulis AS terbaik. Para inteltual menganggap sebagai orang yang telah keluar ke panggung pentas yang gelap dan masuk dalam sorotan cahaya yang terang dan besar.
Bukunya
“The Closing of the American Mind : How Higher Education Has Failed Democrocy
and Improverished the Souls of Today’s Students” (1987) telah menjadi best-seller
yang isinya “provokatif”, yang telah disalah pahami selama 25 tahun setelah
perang kebudayaan pada tahun 1980-an.
Terkenal
juga dengan volume ilmiahnya dengan esai interpretif dan terjemahan karya
Jean-Jacques Rouseau dan Plato.
Menerima
gelar PhD 1955 dari Universitas Chicago, dibawah pengawasan/bimbingan filsuf
politik kelahiran Jerman Leo Strauss, seorang pemuja klasik Barat dan pendukung
prinsip filosofis “Kebenaran Transskultural/Transcultural Truth”.
Terbitannya
sangat disambut baik oleh kalagan intelektual, seperti Shakespear’s Politics,
terjemahan untuk Plato’s Republic (1968).
*2. Charles Taylor
atau Charles Margrave Taylor lahir 5 Nop 1931, seorang filsuf Montreal Kanada,
terkenal karena kontribusinya dalam filsafat politik, ilmu sosial, sejarahdan
sejarah intelektual. Karya tulisnya mendapat Hadiah bergengsi Kyoto (Kyoto
Prize) dan Hadiah Templeton (Templeton Prize).
Taylor
seorang komunitarian, berpandangan bahwa suatu kesalahan untuk percaya bahwa
budaya keaslian hanya “cermin untuk memanjakan diri”, sebaliknya ia
menginginkan kita melihat adanya moral ideal dibalik ide keaslian. Moral ideal
menyediakan standar yang menunjukkan bagaimana mereka harus berjuang untuk
mewujudkannya. Jika kita mengabaikan moral aspek moral keaslian, maka kita
tidak dapat berdebat untuk atau terhadap moral ideal tertentu, karena konsep
keaslian akan tergelincir menjadi semacam relativisme.
- European Council On Foreign Relations (effr.eu) CHINA 3.0 . Edited by Mark
Leonard . ECFR November 2012.
Prof.
DR. Pan Wei 潘维
Prof.
DR. Pan Wei 潘维
Model
Pembangunan Tiogkok
Oleh Professor Pan Wei, Direktur
Center for Chinese & Global Affairs, Beijing University
Panwei@pku.edu.cn
Dibawah ini makalah Professor Pan Wei yang
disampaikan dalam acara undangan dari Foreign Policy Center and the All Party
Parliament China Group di London pada 11 Okober 2007 dengan judul “The Chinese
Model of Development” ( Model Pembangunan Tiongkok ) :
Terima kasih Mr. Stephen Perry, dan terima kasih
atas undangan dari Foreign Policy Center and the All Party Parliament China
Group.
Dengan ini saya menyajikan dua argumen dalam 15
menit . Pertama, saya berpendapat bahwa kita sekarang dalam masa politik bias
dan pendangkalan, atau masa ideologis obskurantisme (pembodohan). Yang
membayangkan dikotomi demokrasi-otokrasi, ini tidak hanya membutakan pandangan
kita, tetapi juga mehambat kemajuan umat manusia. Kedua, saya berpendapat bahwa
dengan munculnya Model Tiongkok dapat membantu mengurangi bias dan membina
neo-pencerahan untuk pengetahuan tentang bagaimana peradaban bisa hidup
bersama.
Suatu Masa Ideologis Obskrurantisme
(Pembodohan)
Kini, baik media mainstream dan para pemimpin
politik di Dunia Barat sedang terlibat (terbuai) dalam dikotomi politik
demokrasi dan otoriterisme. Dalam dikotomi demikian, “perang melawan teror”
sedang dilancarkan, Irak dan Afganistan
diduduki, hampir seluruh dunia muslim tersinggung, dan kamp-kamp konsentrasi
yang menjijikan dibangun atas nama “tawanan perang”. Bahkan Jepang yang
frustasi karena dalam relatif penurunan, sedang mencoba untuk membangun aliansi
negara-negara demokratis Asia untuk memblokir Tiongkok. Dengan pendek kata, hak
asasi manusia disalahgunakan atas nama hak asasi manusia; kebebasan
disalahgunakan atas nama kebebasan; dan tirani dan negara militer sedang
dibangun atas nama demokrasi. Gejolak sosial, permusuhan yang tidak perlu dan
bahkan perang diaduk dan dibenarkan atas nama mendorong demokrasi untuk masa
depan. Tentu saja, banyak yang mengerti bahwa perang tersebut hanya sebagai
perang untuk kepentingan materi, untuk pengendalian strategi dari sumber daya,
atau dapat disebut Jenis Perang Salib abad pertengahan. Namun apa yang
dilakukan ideologi mereka menimbulkan banyak masalah dalam memobilisasi
dukungan publik. Semangat keagamaan yang digunakan untuk mengipas api perang di
masa lalu, dan perang untuk kepentingan materi saat ini mengipasi dikotoni
demokrasi-otokrasi.
Tentu saja banyak alasan untuk mendukung
perang jika mereka setelah menang. Jelas, bagaimanapun
perang ilusif dan yang dihayalkan sendiri atas demokrasi terhadap
otoritarianisme adalah munafik seperti mereka, sebenarnya tidak menang, tapi
gagal. Kegagalan ini terlihat dari tiga fakta :
menyebabkan bencana mengalirnya banyak darah di banyak daerah di dunia,
menciptakan tumbuhnya permusuhan dan perlawanan terhadap Barat, dan menyebabkan
penurunan reputasi internasional AS --- dengan membayangkan “hegemoni baik
hati”(benevolent hegemon) tapi yang terjadi kekejaman dan dingin. Para
sejarahwan kemudian akan mempertimbangkan perang hari ini tidak untuk keadilan,
maupun untuk kemajuan. Selain itu, arogansi dan moral superioritas Barat yang
merasa terhormat yang muncul di dunia ini terasa aneh seperti munculnya
Tiongkok di pentas dunia.
Munculnya
Model Tiongkok
Dikarenakan sejarah kuno dan modern yang rumit,
maka cara Tiongkok dan Model Pembangunan Tiongkok harus canggih, yang banyak membantu
persepsi kita lebih canggih dibanding hanya dari dikotomi hitam-putih,
kebebasan lawan tirani atau demokrasi lawan otoritarianisme.
Model Tiongkok tediri dari empat sub-sistim, yaitu
: Cara unik untuk organisasi sosial, cara unik untuk mengembangkan ekonominya,
suatu pemerintahan yang unik, dan pandangan/penampakan yang unik di dunia.
Seperti banyak spesialis Tiongkok sudah ketahui,
cara dan bagaimana masyarakat Tiongkok harus diatur agak berbeda dengan yang
ada di Barat. Artinya bahwa dikotomi masyarakat negaranya tidak berlaku,
sebaliknya, negara Tiongkok bukanlah jenis negara yang sering melihat ke Barat,
dan masyarakat tidak terorganisir seperti masyarakat sipil (Barat). Negara dan
masyarakat bercampur satu sama lain, berbaur satu sama lain menjadi satu
entitas atau banyak entitas seperti gelombang lingkaran konsentris.
Seperti apa yang banyak Anda ketahui, perekonomian
Tiongkok agak sulit untuk diklasifikasikan : itu bukan merupakan jenis ekonomi
pasar Amerika yang liberal, maupun pasar ekonomi sosial Eropa. Dan itu tentu
saja bukan ekonomi komando Stanlinis. Melainkan ini adalah pasar ekonomi dengan
pasar bebas tenaga kerja, dan pasar bebas komoditas, dan segera akan terjadi
arus modal (capital flow). Kompetisi pasar begitu kuat dapat dilihat
dimana-mana adanya penipuan dan pemalsuan, seperti apa yang terjadi di AS pada
tahun-tahun awal industrialisasi. Pada sisi lain kita melihat intervensi sangat
menentukan dari negara dalam penggunaan lahan dan sumber daya alam, serta
beberapa juga sangat kuat oleh BUMN, bank, and lembaga penelitian, pemanfaatan
kompetisi domestik dan luar negaeri. Apakah ada pilihan lain untuk Tiongkok,
seperti cara AS, cara Eropa, atau cara Soviet ? Saya harus mengatakan tidak,
Tiongkok harus yang seperti ini. Model ini tumbuh dari percobaan dan kesalahan
(trials of error), tidak akan dirubah hanya karena negara lain tidak
menyukainya.
Seperti apa yang bisa dilihat, pandangan Tiongkok
terhadap urusan dunia juga agak berbeda dengan pandangan orang-orang Barat.
Tiongkok tidak mungkin atau tidak dapat mempertimbangkan sistim
ekonomi-sosial-politik sebagai superior dari orang lain. Itu bagi Tiongkok
tidak penting sama sekali. Apa yang sebenarnya dianggap penting dalam tradisi
kita dan pandangan modern, adalah untuk hidup dalam damai dan harmoni dengan
orang lain. Bagaimana kita bisa hidup damai ? Kita melakukan bisnis dengan cara
saling menguntungkan, berkelanjutan untuk masa depan, dan menghormati perbedaan
sosial budaya kita. Meng-konversi kepercayaan orang lain untuk sistim
keprcayaan Tiongkok benar-benar diluar pertanyaan dan kemauan kita, tidak harus
berasal dari rasa takut, cemas dan arogansi. Jika orang lain ingin mengikuti
contoh kita, hal itu sangat baik, Jika tidak juga tidak apa-apa. Tidak ada
argumen, tidak konflik. Seperti apa yang diajarkan oleh nenek moyang kita yang
sudah 3000 tahunan mengatakan “Tiongkok tidak boleh mengatur Non-Tionghoa” (
hua bu zhi yi / 华不制夷 ).
Dikotomi
Meritokrasi dan Demokrasi-Otokrasi
Mungkin Tiongkok menjadi yang paling menjengkelkan
bagi mereka yang sangat meyakini dikotomi demokrasi-otokrasi. Saya akan membuat empat butir penjelasan
berkaitan dengan hal ini, harap ini bisa memberi inspirasi untuk membuka
pikirannya.
- Kebanyakan
orang Tiongkok tidak membeli (mengakui) dikotomi, itu sama sekali tidak
menjelaskan apa-apa dalam sejarah Tiongkok. Menurut dikotomi Tiongkok
sudah berada di bawah rezim otoriter sepanjang turun menurun sejak dari
kaisar pertama siapapun dia, hingga rezim komunis dibawah Hu. Juga
dikatakan bahwa rezim komunis merupakan rezim otoriter terburuk dari
rezim-rezim otoriter lainnya. Bagaimana kita bisa menjelaskan keberhasilan
Tiongkok sebelumnya dan kemajuan kini di-dikotomi-kan demikian
sederhananya ? Seperlima (1/5) dari penduduk dunia telah dibuat kemajuan
besar dalam beberpa dekade
terkahir, tanpa harus
mengirim sejumlah besar penduduknya untuk menetap di negara lain, tanpa
menduduki Amerika, Afrika, India, Asia Tenggara, dan Oseania, dan tanpa
meluncurkan dua kali perang dunia di abad ke-20. Kenapa harus memberi
label otoriterisme untuk menakut-nakuti kami dari apa yang telah kami
lakukan dengan sukses besar ini ?
- Sistim politik
didasarkan pada dua faktor dasar :
Struktur Sosial dan Kesadaran Sosial. Sekarang media mainstream dan
para pemimpin politik tidak lagi memberitahu masyarakat tentang akar
kebijakan. Sebaliknya mereka menyesatkan masyarakat dengan gagasan bahwa
semua negara yang meniru atau menjalankan demokrasi liberal, mereka semua
akan menjadi sekaya negara Barat, dan perdamaian abadi dunia akan tiba.
Perang melawan otokrasi atau teror dengan demikian dibenarkan. Namun
keanyataannya struktur sosial Tiongkok
secara radikal berbeda dari sosial Barat; itu telah menjadikan
mobilitas masyarakat dibeda-bedakan dengan sangat tinggi. Kesadaran sosial
Tiongkok juga berbeda, yang mempercayai netralitas pemerintah, yang akan
mewakili integrasi kepentingan semua orang. Dapat dikatakan Struktur
Sosial Tiongkok dan persepsi rezim legitimasi sangat berbeda dari
masyarakat Barat.
- Semua model
politik memiliki empat pilar utama. Ide-ide tentang hubungan rakyat
–pemerintah, pejabat pemerintahnya dipilih, pendekatan pengorganisasian
pemerintah, menegakkan tata kelola pemerintahan, dan pengaturan untuk
memperbaiki kesalahan pemerintah. Menilai berdasar empat pilar ini saya
menyebutkan Model Politik Tiongkok adalah Meritokrasi bukan Demokrasi;
bagi kita itu dengan jelas adalah tentang demokrasi vs meritokrasi, bukan
demokrasi vs otokrasi.
- Kita tahu
bahwa Model Tiongkok masih penuh dengan Loophole (kekurangan), sama
seperti masyarakat di demokrasi
liberal, dan sama seperti yang ada di dunia nyata. Tidak hanya itu, dengan
adanya gelombang turbulensi dalam sejarah modern, model Tiongkok masih
belum menjadi matang dan stabil. Dalam kenyataannya, setiap model yang
ideal, sekali ditrapkan dalam realitas komplek Tiongkok dengan 800 juta
petani dan 500 juta kaum urban, dan adanya perbedaan yang besar dari
selatan ke utara, dari pantai ke
pedalaman dan dataran tinggi, akan tampak sangat pucat dan lemah (sulit
dan komplek).
Lalu mengapa saya mencoba untuk meringkaskan Model
Tiongkok ? Pertama, dengan terlihat keberhasilan Tiongkok dengan netralitas
ideolgi akan membantu kita melepaskan diri dari seruan palsu untuk
mendemokrasikan negara “otoriter”, dan belajar bagaimana menghormati dan hidup
berdampingan satu sama lain. Kedua, atas aspirasi kami untuk belajar dari
Barat, saya ingin memastikan bahwa kita menanam beberpa bibit Barat tapi tidak
menuai hanya kutu.
Terima kasih atas perhatiannya.
Demikan Pan Wei mengemukakan makalahnya.
Acara ini dilanjutkan dengan sessi acara tanya
jawab.......
Pertanyaan
(P) & Jawaban (J) :
P : (Dua
komentar dan satu pertanyaan) : Kini Tiongkok jelas mengatur non- Tionghoa, bertentangan dengan doktrin
tradisional kalian yang menyatakan Tiongkok tidak mengatur non-Tionghoa. Secara
ekonomi, Tiongkok tampaknya mengikuti model kapitalis yang sudah lama dengan
mendorong ekspor untuk pertumbuhan. Apakah Tiongkok akan segera mengadopsi
kebijakan arus modal bebas ?
J : Pertama, saya memahami bahwa yang Anda
maksud tentang Tibet dan etnis minoritas lainnya di Tiongkok. Kita sekarang
berada dalam masa negara-bangsa (nation-state). Orang-orang dari semua kelompok
etnis dalam batas-batas politik suatu negara yang dimiliki satu bangsa.
Minoritas di Tiongkok adalah warga negara Tiongkok dan mereka adalah
Tionghoa (orang Tiongkok). Dalam hal ini
menyatakan, Tiongkok tidak mengatur non-Tionghoa, tidak seperti AS yang
mengatur Afganistan atau Irak. Kedua, pertumbuhan Tiongkok bukan hanya sekedar
pertumbuhan kapitalis yang dipacu dengan ekspor. Suatu sosialisme yang nyata
yang ada di Tiongkok, dan kami adalah salah satu pasar yang tumbuh paling cepat
untuk barang impor. Sebagai contoh, 150 juta pekerja migran dari daerah
pedesaan, yang sebanyak setengah jumlah penduduk AS sekarang bekerja di
kota-kota besar Di Tiongkok. Ekonomi pasar memilki pasang surut. Ketika pasar
Tiongkok turun dan buruh migran kehilangan pekerjaan mereka, mereka memiliki
rumah yang aman untuk pulang kembali ke kampung halaman mereka. Kembali ke
kampung halaman mereka, setiap keluarga diberi sebidang tanah yang kira-kira
sama dengan lahan pertanian, dan diberi gratis macam-macam untuk membangun
rumah diatas tanah tersebut saat mereka menikah. Ini adalah salah satu faktor
dari banyak faktor dari sosialisme Tiongkok, yang nyata mendukung ekonomi pasar
kami. Ketiga, sekitar 15 tahun lalu, saya pernah memprediksi bahwa Tiongkok akan terus
kuat/berkembang untuk perdagangan bebas;
saat itu tidak ada seorangpun yang percaya. Sekarang saya memprediksi Tiongkok
akan terus menguat/memgembang untuk aliran modal bebas. Walaupun masih belum
seterbuka seperti negara lain, terutama karena kurangnya pengetahuan teknis,
bukan karena ideologi. Tiongkok belum memahami pasar modal, mekanisme keamanan
mereka. Sebagai contoh, kita tiba-tiba menyadari bahwa pasar keuangan AS dan
Inggris sebenarnya tidak seterbuka seperti yag kita bayangkan, beberapa mekanisme
perlindungan ternyata cukup solid. kami ingin memastikan bahwa Pasar Keuangan
Tiongkok terbuka, tetapi juga aman seaman seperti di AS Inggris, Jerman dan
Jepang.
P : Anda
tidak percaya pada universalitas nilai demokrasi dan pentingnya politik demokrasi
di Tiongkok ?
J : Hal
ini tergantung bagi seseorang bagaimana mendefinisikan demokrasi. Sebagai
contoh, saya mengerti bahwa akan banyak menyangkut Rule of Law atau penegakan
hukum dan pemilu sebagai bagian dari demokrasi. Tapi prinsip-prinsip rule of
law mungkin akan bertentangan secara radikal dengan pemilu. Saya tidak percaya
bahwa prinsip mayoritas untuk memilih pemimpin adalah nilai “universal”
politik. Konfigurasi sosial dan kesadaran sosial sangat penting. Politik
elektoral adalah berdasarkan pepecahan sosial yang telah ditentukan dan
tradisional bahkan semacam stratifikasi sosial hirarkis. Politik elektoral yang
mulus dan melembagakan perjuangan kelas, dan pemenang mengambil alih kekuasaan
menjadi sudah populer diterima secara mentalitas dan budaya. Bagaimana jika
kita menemukan sebuah masyarakat yang sangat berbeda-beda? Tanpa aturan hukum/
rule of law politik elektoral akan menjadi perang semua lawan semua, seperti
apa yang terjadi pada petengahan tahun 1940-an di Tiongkok. Maka dari itu Tiongkok
berprinsip mayoritas bukanlah untuk didirikan untuk mentalitas legitimasi
kepemimpinan. Sebaliknya itu hanya dianggap sebuah aturan main untuk merebut
kekuasaan. Dengan demikian, di banyak negara Asia Timur yang sukses, politik
parlemen agak terpinggirkan atau termarginalkan berbeda dengan lembaga
birokrasi. Hong Kong dan Singapura adalah dua tempat dimana aturan hukum atau
rule of law menjadi sangat penting dan politik parlemen hanya sebagai
pelengkap.
P : Bisakah meritokrasi berjalan berdampingan dengan
otokrasi ? Bagaimana kamu bisa membangun rule of law tanpa membangun demokrasi
terlebih dulu ?
J : Ya, meritokrasi bisa jalan berdampingan dengan
otokrasi, Tapi demokrasi juga bisa berjalan berdampingan dengan otokrasi. Namun
rule of law tidak pernah berjalan berdampingan dengan otokrasi. Inti dari rule
of law tidak teletak bagaimana hukum itu dibuat, yang ada hubungannya dengan
demokrasi. Inti dari rule of law terletak pada apakah hukum benar-benar
dijalankan, atau hanya sekedar ada diatas kertas. Saya memahami aturan hukum
pada pokoknya terpisah dari kekuasaan pemerintah untuk tujuan check and
balance, atau lebih tepatnya independensi peradilan ( judicial independence).
Eksekutif dan legislatif yang merupakan cabang/badan dari pemerintahan sering
tidak dipisahkan , seperti di Eropa dimana kedaulatan parlemen adalah
kenyataan. Di AS keduanya tampak dipisahkan, tapi pemilih mereka tumpang
tindih, dan dua badan ini erat berkolaborasi satu sama lain. Oleh karena itu aturan
hukum dilaksanakan melalui independensi peradilan untuk penegakan hukum yang
effektif ditunjuk seorang pegawai negeri yang berkualitas. Adapun argumen bahwa
demokrasi harus dijalankan sebelum rule of law, saya menyarankan agar kita
melihat bukti dalam sejarah Barat, dan melihat apakah di dunia ketiga saat ini
dengan demokrasi juga sudah mengalami supremasi hukum. Di sisi lain, Hong Kong, Singapura, Jepang,
Korea dll, semua memiliki aturan hukum sebelumnya demokrasi. Selain itu, saya
pribadi tidak percaya bahwa keberhasilan AS, Inggris dan seluruh Barat, telah
didasarkan politik elektoral.
P : Apa
komentar Anda tentang langkah Tiongkok untuk minyak di Sudan, Birma/Myanmar dll
?
J : Tiongkok kini memanufaktur untuk seluruh
dunia, dengan menggunakan sumber alam sendiri dan meninggalkan polusi di dalam
Tiongkok sendiri. Secara pribadi, saya tidak suka Tiongkok menjadi parik dan
cerobong asap dunia. Hal ini yang mendorong Tiongkok untuk melakukannya, dan
Tiongkok memerlukan energi untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukannya. Kita
hidup di dunia yang tidak seimbang “saling ketergantungan” seperti itu. Di
Sudan, Tiongkok tidak melakukan kesalahan. Tiongkok tidak menciptakan kekacauan
sosial disana, tapi beberapa negara lain melakukannya. Tiongkok masuk setelah
kekuatan Barat pergi dengan meninggalkan kekacauan disana. Tiongkok bekerjasama
dengan pemerintah, bukan dengan pemberontak untuk membeli minyak dan menawarkan
sejumlah bantuan besar. Sekarang Eropa dan AS ingin kembali dan menyalahkan
Tiongkok untuk perbuatan salah mereka. Tiongkok bersedia untuk berkompromi. Itu
saja. Seperti juga Birma/Myanmar, itu tidak lebih hanya sebuah pemerintahan
militer dibanding dengan Irak dan Afganistan, dan Tiongkok paham benar dengan
Birma/Myanmar bukan seperti Arab Saudi atau Somalia. Birma berbatasan dengan
Tiongkok, dan Tiongkok tahu BirmaMyanmar lebih baik dari AS. Seperti juga
Jepang tahu Tiongkok lebih baik dari seluruh Barat dan mereka yang pertama
berhubungan kembali dengan Tiongkok setelah peristiwa Tiananmen pada tahun
1989, sedikit orang tahu bahwa Tiongkok telah diam-diam membantu untuk mengubah
daerah “Golden Triangle” menjadi tanah pertanian dan industri/manufaktur, yang
sebelumnya daerah ini menjadi tempat terbesar dunia untuk memproduksi dan
perdagangan narkoba. Yang-mana sekarang diambil alih Afganistan. Coba pikirkan
apa yang telah AS lakukan di Columbia, kita tahu bahwa Tiongkok melakukan pekerjaan
yang jauh lebih baik. Tekanan politik tinggi dibungkus dengan “hak asasi
manusia”, itu terlihat aneh bagi semua orang Tiongkok tentang saham geopolitik
ini. Namun Tiongkok bersedia untuk berkompromi. Singkat kata, Tiongkok
bermaksud melakukan bisnis sambil menggunakan bagian keuntungan untuk bantuan,
membantu negara-negara miskin untuk mengurangi kemiskinan. Ketika Tiongkok
memberi bantuan kepada Afrika, mereka justru menyalahkan Tiongkok tidak
mengamati “standar internasional”. Semua ingin mendikte apa yang harus dan
tidak Tiongkok lakukan. Kekurangan kepercayaan yang membuat agak sulit bagi
Tiongkok.
P : Tiongkok
mengusulkan “dunia harmonis” sementara itu juga dengan cepat membangun kekuatan
militer. Apakah Anda menganut doktrin realisme dalam hubungan internasional ?
J : Di satu sisi kita tahu bahwa jika dunia
ini tanpa pemerintahan, dunia akan anarkis dan tidak aman; kadang-kadang bahkan
hukum rimba diberlakukan. Di sisi lain kita tidak hanya di hutan-hutan; kita sebagai
manusia memiliki rasa keadilan. Ketika kita percaya akal sehat keadilan, kita
menjaga kekuatan militer yang “cukup” untuk pertahanan, dan kita meminimalkan
penggunaan kekuatan militer di dunia. Sekarang setiap negara menyimpan kekuatan
militer. Saya tahu bahwa bahkan dengan perlindungan AS, Inggris tetap membangun
dua kapal induk baru. Tiongkok dengan garis pantai yang panjang masih tidak
memilki satupun (ketika itu 2007, kini memiliki satu “Liaoning”), sedang India
memiliki dua, dan Jepang memiliki beberapa kapal perang yang dapat memuat
pesawat terbang. Kekuatan militer hanya untuk pertahanan Tiongkok. Selama
perang dingin, ketika dua kekuatan adidaya dengan gila mengumpulkan sejumlah
hulu ledak nuklir yang tidak perlu, Tiongkok dengan cerdasnya untuk yakin hanya
perlu memiliki “beberapa” saja untuk pertahanan (deterrance). Hanya selama
beberapa dekade ini, Tiongkok mulai memodernisasi kekuatan militer yang tertinggal.
Alasannya cukup jelas, masalah Taiwan memburuk, dan AS telah melanggar janjinya
untuk mengurangi penjualan senjata kepada Taiwan sampai akhirnya berhenti.
Tentu saja, potensi konflik senjata bukanlah tentang perang dengan kekuatan
militer dari Taiwan, tetapi dengan campur tangan kekuatan AS. Dalam dekade
terakhir ini, pengeluaran militer AS telah berkembang dengan pesat dibanding
dengan siapapun di dunia. Beberapa orang di Tiongkok percaya bahwa itu yang
memaksa Tiongkok untuk berkompetisi
membangun kekuatan militernya, seperti permainan lama yang menghancurkan
Ekonomi Uni Soviet. Tiongkok cukup waspada untuk itu, dan Tionkok tidak akan
bersaing dengan unjuk gigi militer AS. Untuk “dunia harmonis” adalah suatu
keinginan, dan kehendak baik, saya harap
jangan membuat dan mengintensifkan konflik dunia dengan mitos ideologis.
Yunani kuno telah melakukan kesalahan dalam mencetuskan Perang Peleponnesia
dengan persepsi yang salah. Anthena dan Sparta seharusnya bisa menjadi dua kuda
yang seharusnya menarik kota untuk kemajuan kota Yunani. Tapi seperti apa
yang sejarahwan bisa lihat sekarang
bahwa Athena yang kuat sengaja dibesar-besarkan perbedaan gaya hidupnya dengan
Sparta, sehingga mereka anggap Sparta menjadi satu-satunya kendala dalam
memperluas Kekaisaran Athena, Yang akhirnya memacu kearah kehancuran yang
tragis bagi negara Kota Yunani.
P : Berikan
komentar Anda tetang situasi hak asasi manusia di dalam dan di sekitar Tiongkok
( Korut, Birma/Myanmar, dll ). Apakah
Anda pikir bahwa LSM Internasional, seperti Amnesty International, harus
membantu ?
J : Saya pribadi percaya pada pemerintahan
mandiri dari negara bangsa. Tekanan eksternal tidak membantu meringankan
situasi kemanusiaan dalam negeri. Untuk tujuan kemanusiaan, kami dapat
menawarkan bantuan, tapi tidak dengan rasa superioritas moral. Orang Tiongkok
tidak suka mengajari orang lain bagaimana untuk melindungi “hak-hak” mereka.
Kami dapat menawarkan pendidikan/pelatihan kita hanya jika diundang untuk
melakukannya. Dan itu mengapa kami di Korut dan Myanmar pengaruhnya pada
umumnya dianggap baik. Kita diam-diam telah banyak melakukan banyak hal untuk
kedua negara ini, dan situasi di negara ini tidak menjadi lebih buruk, tidak
seperti di beberapa daerah lainnya
dimana “hak” rakyatnya ditekan habis disana. Seperti situasi hak asasi
manusia di Tiongkok, media disini(Barat) melukiskan gambaran yang suram untuk
selera populer Barat, dengan menggunakan memberitakan kasus-kasus unik untuk
mewakili dan men-generalisasikan situasi umum di Tiongkok. Secara umum, saya
tidak ada masalah dengan beroperasinya LSM Internasional di Tiongkok. Namun,
beberapa dari mereka datang hanya untuk “memperbaiki hak asasi manusia’, di
Tiongkok, mereka ini secara langsung dan tidak langsung didanai oleh pemerintah
untuk memenuhi tujuan kebijakan luar negeri pemerintahnya. Jadi mereka mendapat
kredibilitas/kepercayaan di Tiongkok. Masalah HAM di Tiongkok, bagaimanapun kita
akan mendefinisikannya, akan tetap berkembang cepat. Dan kami setidaknya
memiliki kebebasan berbicara. Marilah
saya menceritakan, seorang pakar dari AS yang didanai Yayasan AS melakukan
survei skala besar di Tiongkok, dan menemukan bahwa lebih dari 80% rakyat
Tiongkok mendukung rezim yang sekarang.
Penerbit AS tidak suka mempublikasikan hasil penelitian ini, bagi penerbit itu yakin
bahwa itu tidak benar. Rakyat Tiongkok dibawah kendali komunis tidak berani
berbicara kebenaran. Mereka harus mengubah strategi untuk membuat pertanyaan
penelitian : bagaimana rakyat Tiongkok begitu bodoh mau mendukung rezim komunis?
Ketika kertas survei diterima, bagi orang Tiongkok terlihat aneh.
P : Bisakah
Anda mendefinisikan “meritokrasi” ? Bagaimana Tiongkok saat ini di bawah
pemerintahan satu partai dan tanpa pemilihan terbuka dan langsung memungkinkan
adanya akunbilitas pemerintah, untuk menyingkirkan (mengganti) pemimpin yang
buruk, dan mengurangi korupsi ?
J : Dengan “meritokrasi” maksud saya maka
pemerintah masuk dalam ujian, dan menjadi dipromosikan untuk dievaluasi
keinerjanya secara kontans/terus-menerus. Tiongkok telah menciptakan cara ini,
yang kini menyebar ke seluruh penjuru dunia. Ini merupakan kontribusi terbesar
Tiongkok untuk peradaban politik di dunia. Intinya bahwa Tiogkok telah menekankan
cara ini sampai hari ini. Saat ini baik pemerintah dan pejabat pemerintah harus
melalui proses pemeriksaan dan evaluasi. Seperti akunbilitas, meritokrasi ini
tidak kalah dengan cara elektoral. Pemerintah Tiongkok cukup bertanggung jawab
terhadap tuntutan masyarakat, mengalahkan dari sebagian besar negara-negara
berkembng/maju. Saya masih ingat Mr. Pattern, gubernur terkahir di Hong Kong
pernah menulis : India pemimpin yang dipilih secara berkala, namun pemerintah
India hampir selalu menyalahgunakan rakyatnya; sementara pemerintah komunis
Tiongkok tidak benar-benar terpilih, tetapi mengurus kesejahteraan rakyatnya
seperti selaku orang tua rakyat. Adapun penggantian kepemimpinan secara
berkala, Tiongkok memiliki aturan penggantian yang dilembagakan. Pembatasan
usia dan dua kali masa jabatan telah menyebabkan pemimpin-pemimpin pemerintahan
menjadi termuda diantara negara-negara besar dunia. Faktanya, kini posisi pemerintah
Tiongkok berada dalam komptisi kinerja yang sangat sengit, meskipun demikian
hubungan patron-klien memang memainkan peran seperti dimana saja di dunia.
Adapun tentang isu korupsi, itu tergantung pada pembentukan peradilan yang
independen dan mandiri dan lembaga anti-korupsi yang mandiri, membangun
supremasi hukum. Ada beberapa alasan mengapa terjadi ledakan korupsi pada
pertengahan tahun 19990-an sampai hari ini (2007). Saya pribadi optimis tentang
masa depan pemberantasan korupsi dibawah rezim komunis Tiongkok. Hong Kong,
Singapura, Jepang sudah melakukannya, dan pemerintah Komunis Tiongkok sudah
melakukan pada tahun 1950-an dalam semalam. Sebaliknya pemerintah Taiwan dengan
pemilu, telah terjadi lebih korup dari sebelumnya; dan sama juga terjadi di
negara-negara bekas Blok Soviet. Jelas dengan pemilihan kompetitif di tempat
itu tidak mengekang/menghilangkan korupsi. Bagaimana pertarungan di AS dan
Inggris ? Dua puluh tahun yang akan datang, kita mungkin bisa melihat
pemerintah di Tiongkok yang cukup jujur dan bersih (coba lihat keadaan
sekarang). Namun itu tergantung pada aturan hukum dibangun. Sulit untuk
mempredisi dengan benar untuk masa depan dua puluh tahun kemudian; tapi saya
punya naluri untuk percaya bahwa Tiongkok akan mengikuti Cara Hong Kong dan
Singapura.
P : Lalu
bagaimana Anda menjelaskan keberhasilan pemilu desa di pedesaan Tiongkok ?
Ketika Anda berpikir bahwa pemilu pedesaan akan diperluas lebih lanjut ke
tingkat kotapraja dan tingkat kabupaten ?
J : Saya kebetulan menjadi ahli
tentang pedesaan Tiongkok. Saya menulis disertasi PhD dengan topik itu. Pemilu
akar rumput bukanlah hal baru di Tiongkok. Sejak waktu di Yan’an menjadi
pangkalan komunis sebelum pengambil alihan pemerintah (RRT berdiri), sampai
sebelum reformasi, pemimpin akar rumput pedesaan selalu dipilih. Bedanya, di
awal 1990-an pemilihan akar rumput diberlakukan dengan hukum, tidak ada usulan
tidak diperbolehkan lagi calon usulan dari Partai; dan harus ada dua putaran
pemilu, yang pertama untuk pemilihan kandidat. Ini hampir sebuah hukum yang
melarang kepemimpinan Partai dalam pedesaan. Apa hasilnya kemudian ? Sekarang
cukup jelas, bahkan pendukung aktif dari pemilihan umum yang bebas mengakui
bahwa hal itu menciptakan lebih banyak masalah daripada memecahkan masalah. Ini
tidak lagi menjadi penekanan pemerintah sekarang, untuk itu pada umumnya secara luas diyakini gagal. Saya
tidak berpikir itu akan diperpanjang hingga tingkat kota dan kabupaten. Secara
hukum pemerintah desa bukan tingkat pemerintah, tetapi merupakan organisasi
sendiri. Ini agak aneh bahwa di Tiongkok memiliki hukum nasional untuk mengatur
organisir desa.
P : Bagaimana
pengaruh pandangan “Rule of Law” Anda di kalangan para pemimpin Tiongkok ?
Apakah mereka akan menerima pandangan Anda ?
J : Itu yang saya idak tahu. Saya hanya memiliki
sedikit hubungan di pemerintahan, jadi saya tidak menjawab pertanyaan ini.
Namun, usulan ini jelas di atas meja. Pandangan ini sekarang masih belum
menjadi milik mainstream, resmi atau tidak resmi; namun saya pribadi percaya
bahwa ini usulan sangat bagus untuk masa depan.
P : Bagaimana
masa depan demokrasi di Tiongkok; dan bagaimana masa depan Tiongkok dengan
aturan Satu-Partai ?
J : Hal ini tergantung pada bagaimana seorang
mendefinisikan demokrasi. Demokrasi saat ini mempunyai banyak arti yang berbeda
untuk banyak orang yang berbeda. Selama masa Mao, demokrasi berarti kepemilikan
properti oleh semua orang dan partisipasi masyarakat dalam diskusi publik dan
manajemen tempat kerja mereka. Hari ini demokrasi juga bisa berarti jaminan
kesejahteraan rakyat, orang bebas dari penindasan asing atau domestik; atau
bisa termasuk kebebasan berbicara dan pers. Apapun artinya, mungkin tidak hanya
berarti pemilu bebas yang berkompetitif dari partai-partai. Partai Komunis
Tiongkok adalah partai yang berkuasa, tetapi bukan “partai” dalam artian poltik
parlemen. Ini adalah organisasi elit yang memiliki dasar sosial tertentu. Yangmana itu merupakan yang diwariskan dari
praktek pemerintahan lama Tiongkok, yaitu sekelompok elit Konfusianis netral
yang membentuk badan pemerintahan. Badan ini hanya akan mati ketika kelompok
ini menjadi korup dan mulai menyalahgunakan kesejahteraan rakyat. Partai (PKT)
ini bisa dikubur setiap saat, seperti Kuomintang (KMT/Parai Nasionalis) yang
berkuasan didaratan Tiongkok pada tahun 1940-an. Oleh karena itu, penting untuk
diingat bahwa (PKT) bukan partai parlemen seperti pengertian Barat.
Terimaksih
atas toleransinya.
Usulan Dan
Pandangan Kaum Intelektual Untuk Politik Luar Negeri, Tokoh-tokohnya antara
lain :
Internationlis
: Globalis : Wang Yizhou ( 王逸舟 ) ;
Defensif
Realis : Wang Jisi ( 王缉思 )
Nasionalis
: Neo-Comms : Yan Xuetong ( 阎学通 ).
Wang
Yizhou ( 王逸舟 )
Prof. Wang Yizhou, Lahir di Wuhan-Hubei Juli 1957,
memperoleh gelar sarjana dari
Universitas Hubei (湖北大学)di Kota Wuhan (1978-1982) dan lulus MA dan PhD dari CASS, Beijing (1982-1988). Seorang
Professor bidang Politik Internasional
dan Luar Negeri Tiongkok, serta Dekan di Fakultas Studi Internasional,
Unversitas Beijing sejak 2009. Pernah menjadi kepala editor majalah bulanan
Ekonomi dan Politik dari 1998-2008. Dan Wakil Direktur Institut Ekonomi dan
Politik Dunia (IWEP/World Ecomonomics and Politic) dari Akademi Ilmu Sosial
Tiongkok (CASS/Chinese Academy of Sosial Science中国社会科学院研究生院) di Beijing antara 1998-2009.
Minat penelitiannya tercakup peran diplomasi
Tiongkok dalam pengembangan kebijakan global, isu-isu komperatif pada teori
hubungan internasional (IR/international relations teory*1) Barat dan Tiongkok,
kecendrungan/trend lembaga internasional dan hukum.
Tulisannya yang sudah dipublikasikan antara lain :
Studi IR di Barat : Sejarah dan Teori (1998) ; Kontruksi Dalam Kontradiksi:
Multi Perspektif Tentang Hubungan Antara Tiongkok dan Organisasi Internasional
(2003); Arah Baru Diplomasi Tiongkok (2011) dan Keterlibatan Kreatif : Peran
Evolusi Global Tiongkok (2013).
Pada 1999 April di Paris, Prancis, Wang berpartisipasi
dalam seminar dan diskusi tentang “Civil Society and Globaliztion” yang
disponsori oleh Japan Foundation. Utusan Thailand mengemukakan makalah: “Governance
and Civil Society in Thailand” (oleh Suchit Bunbongkam) dan Indonesia “Developemnt
of Civil Society and Godd Governace in Indonesia” (oleh Mochtar Buchori), dalam
acara ini Wang Yizhou sempat bertukar pikiran dan berdiskusi luas dengan
delegasi dari Indonesia, Thailand dan
Korsel.
Wang Yizhou telah memberikan kontribusi besar
terhadap pengembangan hubungan internasional
Tiongkok sesuai dengan bidang studinya. Seorang pemikir Tiongkok yang
berpandangan spektrum hubungan
internasional yang liberal, yang menggambarkan
pandangannya sebagai “setengah internasionalis liberal dan realis”.
Pandangannya lebih percaya pada lembaga-lembaga internasional dibandingkan
dengan pandangan Yan Xuetong yang realis yang tegas dan Wang Jisi yang realis-defensif. *2
Sebelum membahas topik hubungan internasional
Tiongkok, ada baiknya disini dikemukan apa itu teori hubungan internasional,
yang kadang masih membingunkan bagi beberapa pembaca. Mudah-mudahan paparan dibawah
ini bisa membantu.
Teori
Prinsipal IR / Hubungan Internasional *3
Mempelajari hubungan internasional perlu mengambil
beberapa pendekatan teoritis. Beberapa justru muncul dari dalam disiplin itu
sendiri; sedang lainnya di-impor secara keseluruhan atau sebagian, dari
disiplin ilmu ekonomi atau sosiologi. Memang beberapa teori-teori ilimiah
sosial masih belum ditrapkan pada studi hubungan antara negara-negara. Banyak
teori hubungan internasional secara
internal dan eksternal masih saling mengklaim, beberapa pakar mempercayai hanya
satu atau lainnya. Meskipun adanya keragaman ini, beberapa pusat studi utama memperkirakan
masih bisa ditelusuri, terutama dibedakan oleh variabel yang mereka tekankan
--- misalnya kekuatan militer, kepentingan materi atau keyakinan ideologis.
Hubungan
Internasional Realisme
Disiplin Realis , kadang-kadang disebut juga
“Realis Struktural” atau “Neo-realis”. Yang bertentangan dengan yang “Realis
Klasik” yang terdahulu, sistim internasional didefinisikan dengan anarki atau
tidak adanya otoritas pusat (Waltz). Negara-negara yang berdaulat dan otonom
satu sama lainnya; tidak ada struktur yang melekat atau masyarakat bisa muncul
dan bahkan eksis untuk mengatur hubungan-hubungan di antara mereka. Mereka
hanya terikat karena terpaksa yaitu paksaan atau atas persetujuan mereka
sendiri.
Dalam sebuah sistim yang anarkis seperti itu,
kekuasaan negara memang menjadi kunci satu-satunya variabel yang berkepentingan,
karena hanya melalui kekuasaan negara baru dapat melindungi dirinya, dan berharap
bisa terus bertahan hidup. Realisme dapat memahami kekuasaan dalam berbagai
bentuk, misalnya dengan cara militer, ekonomi, diplomatik, tapi pada akhirnya
menekankan distribusi kapasitas materi koersif (kuat) sebagai penentu politik
internasional.
Visi dunia bertumpuh pada empat asumsi
(Mearsheimer 1994). Pertama, Realis mengklaim bahwa kelangsungan hidup menjadi
tujuan utama dari setiap negara. Invasi asing dan pendudukan merupa ancaman
yang paling mendesak yang harus dihadapi setiap negara. Bahkan jika kepentingan
domestik , budaya strategis, atau komitmen untuk membentuk satu cita-cita
nasional yang ideal akan lebih didikte untuk tujuan murah hati dan kooperasi
internasional, dengan adanya sistim anarki internasional mengharuskan negara
terus menerus memastikan bahwa mereka memiliki cukup kekuatan untuk
mempertahankan diri dan mengembangkan kepentingan materi yang diperlukan mereka
untuk kelangsungan hidup. Kedua, Realis ---
negara berperan sebagai aktor yang rasional. Ini mengingat bahwa tujuan akhir
adalah tetap hidup. Negara akan bertindak sebaik mungkin untuk memaksimalkan
kemungkinan mereka untuk tetap eksis. Ketiga,
Realis mengasumsikan bahwa semua negara memiliki sedikit banyak kemampuan
militer, dan tidak ada negara yang tahu apa niat tetangganya dengan pasti. Dengan kata lain di dunia ini segalanya
berbahaya dan tidak pasti. Ke-empat,
dalam keadaan dunia yang demikian Negara Agung (great power) adalah negara yang
mempunyai kekuatan ekonomi besar, terutama yang mempunyai kekuatan militer yang
ampuh dan menentukan. Dalam pandangan ini hubungan internasional pada dasarnya
adalah sebuah kisah negara berkekuatan daya politik yang besar.
Tapi dalam Realis juga terjadi beberapa isu
penyimpangan. Jadi yang disebut Realis Offensif berpendapat bahwa dalam rangka untuk
menjamin kelangsungan hidupnya, negara akan berusaha memaksimalkan kekuatan
yang relatif terhadap yang lain (Maersheimer 2011). Jika ada negara-negara
pesaingnya memiliki kekuatan yang cukup untuk mengancam negara, itu berarti
tidak aman. Jadi hegemoni menjadi strategi terbaik bagi suatu negara untuk
mengejarnya, jika itu memang
memungkinkan dan bisa. Realis
Defensif , sebaliknya pecaya bahwa dominasi adalah satu kebijakan strategi
untuk kelangsungan hidup negara (Waltz 1979). Mereka mencatat bahwa dengan cara
hegemoni dapat membawa negara dalam konflik berbahaya dengan rekan-rekannya.
Sebaliknya Realis Defensif menekankan stabiltas --- keseimbangan sistim kekuatan,
yang kira-kira distribusinya seimbang dan kurang lebih sama kekuasaanya antara
negara-negara, sehingga tidak akan ada resiko diserang oleh negara lain. Dengan
demikian “Polarisasi” --- distribusi kekuasaan di antara negara agung (great
power) menjadi kunci dari konsep dalam Teori Realis.
Realis mengesampingkan penekanan pada anarki dan
kekuasaan yang dapat membawa mereka ke sebuah pandangan suram dari hukum
internasional dan lembanga-lembaga internasional (Mearsheimer 1994). Sebenarnya
Realis percaya aspek seperti politik internasional hanya sekedar epiphenomenal
(effek/gejala sampingan), itu mencerminkan keseimbangan kekuasaan, tetapi tidak
membatasi atau mempengaruhi perilaku negara. Dalam sistim anarkis tidak ada
otoritas hirarki. Realis berpendapat bahwa hukum hanya dapat ditegakkan melalui
kekuasaan negara. Tapi kenapa negara memilih untuk menggunakan kekuatan
berharganya untuk dipaksakan, tidak lain kecuali membawa keuntungan materi
secara langsung? Jika dilakukan secara kekerasan tidak bisa ya dilakukan dengan
diliciki, dan itu mengapa setiap negara setuju untuk bekerjasama memalui
perjanjian atau lembaga (institution) sebagai pilihan pertama?
Dengan demikian Negara dapat menciptakan hukum
internasional dan lembaga-lembaga internasional, dan dapat menegakkan aturan
mereka untuk dikondifikasikan. Namun itu bukan atauran mereka sendiri yang
menentukan mengapa suatu negara bertindak dengan cara tertentu tersebut,
melainkan didasari kepentingan materi dan hubungan kekuasaan. Jadi Hukum
Internasional merupakan gejala dari perilaku negara, bukanlah penyebab.
Institusionalisme
Institusioanlis merupakan rangkuman dari banyak
asumsi Realisme tentang sistim ---- anarkis, bahwa negara yang memetingkan diri
sendiri, menjadi aktor rasional yang berusaha bertahan hidup sambil
meningkatkan kondisi materi mereka, dalam ketidak pastian yang meliputi
hubungan antar negara. Namun, Intitusionalis mengadalkan pada teori
mikroekonomi dan teori permainan untuk mencapai kesimpulan yang sangat berbeda
bahwa kerjasama antar bangsa adalah mungkin.
Wawasan utamanya bahwa kerjasama itu masih
memungkinkan, strategi kepentingan pribadi yang rasional bagi negara-negara
untuk mengejar kondisi tertentu (Keohane 1984). Dengan mempertimbangkan dua
mitra dagang. Jika kedua negara menurunkan tarif mereka, mereka akan berdagang
lebih banyak dan lebih memakmurkan mereka masing-masing, tetapi jika salah
satunya tidak akan mau menurunkan hambatan kecuali bisa dipastikan yang lain
juga melakukannya. Realis ragu kerjasama seperti ini bisa dipertahankan tanpa
adanya kekuasaan koersif karena kedua negara akan memiliki insentif untuk
mengatakan mereka membuka perdagangan, membuang (dump) barang-barang mereka ke
pasar negara lain, maka itu tidak diizinkan untuk diimpor.
Institusionalis, sebaliknya dengan kontras
berpendapat bahwa lembaga-lembaga didefinisikan sebagai perangkat aturan,
norma, praktek dan prosedur pengambilan keputusan dengan harapan dapat
mengatasi ketidak pastian yang merusak kerjasama. Pertama, lembaga
memperpanjang interaksi rentang waktu, menciptakan permainan iterasi satu
putaran. Negara yang menyepakati tarif ad hoc (sementara) sebenarnya rentan
kena penipuan oleh tetangganya pada perundingan putaran berikutnya. Tapi bagi
negara-negara yang tahu/menyadari bahwa tertipu mereka harus berinteraksi
dengan mitra yang sama berulang-ulang melalui lembaga, malah akan mendapatkan
insentif untuk mematuhi perjanjian dalam jangka pendek, sehingga mereka bisa
terus mengambil manfaat dari kerjasama dalam jangka panjang. Lembaga dengan
demikian dapat meningkatkan utilitas dari reputasi yang baik untuk negara,
mereka juga membuat hukuman yang lebih kredibel.
Kedua, Institusionalis berargumen lembaga
meningkatkan informasi tentang perilaku negara. Mengingatkan ketidak pastian
itu adalah alasan yang signikfikan bagi Realis untuk meragukan kerjasama dapat
dipertahankan. Lembaga mengumpulkan informasi tentang perilaku negara dan
sering membuat penilaian tentang kepatuhan atau ketidak patuhan terhadap aturan
terntentu. Sehingga negara tahu bahwa mereka tidak akan lolos begitu saja jika
mereka tidak mematuhi aturan yang diberikan.
Ketiga, Institusional dicatat bahwa
lembaga/institusi sangat dapat meningkatkan effisiensi. Hal ini memakan biaya
atau mahal bagi negara untuk bernegosiasi satu sama lainnya atas dasar ad hoc.
Lembaga dapat mengurangi biaya transaksi dengan berkoordinasi dengan
menyediakan forum terpusat dimana negara-negara dapat bertemu. Mereka
menyediakan “focal point/titik ketentuan” yang mampan terfokus dan norma-norma
yang memungkinkan seragam bagi negara-negara yang segera dapat segera menyelesaikan
masalah dengan tindakan tertentu. Dengan demikian Instusionalis memberi
penjelasan untuk kerjasama internasional berdasarkan asumsi teoritis yang sama
dan mengarah kepada Realis menjadi skeptis terhadap hukum dan lembaga-lembaga
internasional.
Salah satu cara dengan pengacara internasional
untuk memahami Kelembagaan adalah sebagai akun teoritis dan empisis rasionalis
tentang bagaimana dan mengapa hukum internasional berkerja. Ada banyak
kesimpulan yang dicapai oleh para pakar instisusionalis yang tidak akan
mengejutkan bagi pengacara internasional, yang sebagian besar telah lama
memahami peran yang --- timbal balik dan reputasi bermain dalam memperkuat
kewajiban hukum internasional. Tapi paling-paling bagaimanapun tergantung dari
wawasan instisusioalisnya, yang didukung oleh studi empiris yang cermat
terhadap definisi lembaga internasional secara luas, yang dapat membantu
pengacara internasional dan pembuat kebijakan dalam merancang lembaga dan rezim
yang lebih efektif dan tahan lama.
Liberalisme
Liberalisme lebih membuat komplek dan kurang
kohesif teorinya daripada Relaisme dan Institusionoalisme. Wawasan dasar dari
teori ini mengatakan bahwa karekteristik nasional masing-masing negara penting
untuk hubungan internasional mereka. Pandangan ini berlawanan dengan pandangan
dari Realis dan Institusionalis, dimana semua negara memiliki dasar tujuan dan
perilaku (setidaknya secara internasional) yang sama untuk mengejar kekayaan
atau kelangsungan hidup sendiri. Teori
liberal lebih menekankan perilaku unik Negara Liberal, meskipun akhir-akhir ini
telah berusaha untuk memperluas penjelasan karakteristik domestik berbasis umum
dari hubungan internasional.
Salah satu perkembangan yang paling menonjol dalam
teori leberal telah menjadi fenomena yang dikenal sebagai perdamaian demokratis
(Doyle). Pertama, dibayangkan oleh Immanuel Kant, perdamaian demokrastis
menggambarkan tidak adanya perang antara negara liberal, yang didefinisikan
sebagai demokrasi liberal yang sudah matang. Para ahli telah mengklaim ini untuk suatu penemuan analisis statistik
yang luas, yang mungkin menjadi pengecualian
dari beberapa kasus perbatasan yang dipegang oleh (Brown Lynn-Jones dan
Miller). Memang kurang jelas , tapi bagaimanapun merupakan teori dibalik fakta
empiris ini. Ahli hubungan internasional
belum membuat teori menarik tentang mengapa negara demokrais tidak saling
menyerang satu sama lain. Edward Mansfield dan Jack Snyder telah
mendemontrasikan secara meyakinkan bahwa negara demokrasi lebih cendrung untuk mencetuskan
perang dibanding dari negara otokrasi dan demokrasi liberal.
Andrew Moravcsik telah mengembangkan teori liberal
yang lebih umum untuk hubungan internasional, bedasarkan tiga asumsi utama :
(i) individu dan kelompok swasta, bukan negara, yang merupakan aktor penting
dalam dunia politik (aktor non negara) ; (ii) Negara merupakan beberapa bagian
dominan dari masyarakat dalam negeri, yang kepentingannya mereka layani; dan
(iii) kongfigurasi prefrensi ini di seluruh sistim internasional menentukan perilaku
Negara (Moravcsik). Suatu kekuatiran dari distribusi kekuasaan atau peran
informasi bisa menjadi kendala tetap
pada interaksi sosial dari preferensi negara yang diturunkan.
Dalam pandangan ini negara tidak hanya sebagai
“kotak hitam” yang berusaha untuk bertahan hiudp dan berkembang dalam suatu
sistim yang anarkis. Mereka merupakan konfigurasi kepentingan individu dan
kelompok yang kemudian memproyeksikan kepentingan-kepentingan ke dalam sistim
internasional memalalui jenis pemerintahan tertentu. Kelangsungan hidup mungkin
menjadi alasan terbaik untuk mencapai tujuan utama. Tapi kepentingan komersial
atau keyakinan ideologis juga mungkin penting.
Teori Liberal sering menantang bagi pengacara internasional,
karena hukum internasional memiliki beberapa mekanisme untuk mengambil sifat preferensi
dari domestik atau akun tipe rezim. Teori-teori ini yang paling berguna sebagai
sumber wawasan dalam merancang lembaga-lembaga internasional, seperti
pengadilan, yang bisa ada dampak pada politik domestik atau yang dapat dihubungkan
ke institusi domestik. Berbasiskan Yurisdiksi komplementer --- International
Criminal Court (ICC)/ Pengadilan Kriminal Internasional adalah satu kasus untuk
hal ini; dengan memahami kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan
dalam struktur domestik pemerintah---biasanya tidak mempunyai check and
balance, maka dapat membantu pengacara dapat mengerti mengapa yurisdiksi
komplementer mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada kekuatan sistim
peradilan dalam negeri dalam jangka panjang daripada yurisdiksi primer ( --àInternational Criminal Court and
Tribunal/ Pengadilan Pidana Internasional dan tribunal,
Complimentarity/Pelengkap dan Yurisdiksi).
Kontruksivisme
Kontruksivisme bukan suatu teori melainkan sebuah
ontologi: satu set asumsi tentang dunia dan motivasi manusia dan lembaga
(agency). Merupakan pendamping Relaisme, Instutusianlisme atau Liberalisme,
tetapi lebih ke Rasionalisme. Dengan menantang kerangka rasionalis yang
berlandaskan pada banyak teori hubungan internasional, Kontruksivis menciptakan
alternatif kontruksivis dalam setiap kelompok teori tersebut.
Dalam akun Kontruksivis, variabel yang menarik
bagi pakar, misalnya kekuatan militer, hubungan perdagangan, lembaga-lembaga
internasional, prefrensi domestik menjadi tidak penting karena adanya fakta obyektif tentang dunia,
melainkan mereka memiliki makna sosial tertentu (Wendt 2000). Makna ini
dibangun dari campuran yang komplek dan spesifik sejarah, ide, norma dan
keyakinan yang mana para pakar harus memahami jika mereka ingin menjelaskan
perilaku negara. Misalnya, Kontruksivis berpendapat bahwa persenjataan nuklir
dari Inggris dan Tiongkok, meskipun sama-sama komparasinya merusak, tapi
memiliki arti yang berbeda bagi AS yang diterjemahkan ke dalam pola yang sangat
berbeda dari interaksi (Wendt 1995). Contoh lain, dari Johnston berpendapat
bahwa Tiongkok secara tradisionil bertindak menurut asumsi Realis dalam
hubungan internasional, tetapi tidak didasarkan pada struktur obyektif dari sistim internasional melainkan lebih pada
budaya strategis sejarah yang spesifik.
Fokus pada konteks sosial dimana hubungan
internasional tejadi mengarah pada Konstruksivis yang menekankan pada isu-isu
identitas dan kepercayaan (untuk alasan ini teori kontruksivis kadang-kadang
disebut ideasional/kesan). Persepsi teman dan musuh, di-kelompok dan diluar–kelompok,
fair dan adil semua menjadi penentu utama bagi perilaku Negara. Sementara
beberapa Kontruksivis akan menerima bahwa negara-negara mementingkan diri
sendiri, aktor rasional, mereka akan menekankan bahwa berbagai identitas dan
keyakinan untuk membohongi pengertian kesederhanaan rasionalitas dimana negara
melakukan hanya untuk bertahan hidup,
kekuasan atau kekayaan.
Kontruksvisme juga memperhatikan peran norma sosial
dalam politik internasional. Setelah March dan Olsen, Kontruksivis membedakan
antara ‘konskuensi logika/logic of consequences’ --- dimana tindakan yang
rasional dipilih untuk memaksimalkan kepentingan negara dan ‘logika persesuaian/logic
of appropriateness’ , dimana rasionalitas ini sangat di-mediasi oleh
norma-norma sosial. Misalnya kontruksivis akan berpendapat bahwa norma
kedaulatan Negara telah sangat dipengaruhi oleh hubungan internasional,
sehingga menciptakan kecendrungan untuk non-interferensi yang mendahului setiap
analisis manfaat-biaya negara dapat dilakukan. Argumen ini cocok dengan rubrik
Institusionalis yang menjelaskan kerjasama internasional, namun berdasarkan sikap membangun daripada mengejar
kepentingan rasional yang obyektif.
Mungkin dikarenakan minat mereka dalam keyakinan
dan ideologi, Kontruksivisme juga menekankan peran aktor non-negara lebih dari
pendekatan lain. Misalnya, pakar telah
mencatat peran aktor transnasional seperti LSM atau perusahaan-perusahaan
transnasional dalam mengubah keyakinan Negara tentang isu-isu seperti
penggunaan ranjau darat dalam perang atau perdagangan internasional. ‘Norma
Perngusaha’ ini mampu mempengaruhi perilaku Negara melalui retorika atau bentuk
lain berupa lobi-lobi, persuasi, dan mempermalukan ( Keck dan Sikkink). Kontruksivis juga mencatat peran
lembaga-lembaga internasional sebagai aktor sebagai hak mereka sendiri. Sementara
teori Institusionalis, misalnya, melihat lembaga-lembaga terutama sebagai alat
pasif negara. Kontruksivisme mencatat bahwa birokrasi internasional mungkin
berusaha untuk mengejar kepentingan mereka sendiri ( misalnya perdagangan bebas
atau à perlindungan HAM ) bahkan terhadap keingin negara yang menciptakan mereka
(Barnett dan Finnemore).
Kesimpulan
:
Banyak teori hubungan internasional yang diargumenkan
secara sengit, namun tidak selayaknya untuk melihat mereka sebagai saingan atas
beberapa kebenaran universal tentang politik dunia. Sebaliknya, masing-masing
terletak pada asumsi dan epistimologi tertentu, dibatasi oleh kondisi speksifik
tertentu, dan mengejar tujuan analitik sendiri. Sementara berbagai teori dapat
menyebabkan lebih atau kurang menarik kesimpulannya tentang hubungan
internasional, tidak ada yang pasti ‘benar’ dan ‘salah’. Masing-masing mememliki
beberapa alat yang dapat berguna bagi yang berminat mempelajari ilmu politik
internasional dalam memeriksa dan menganalisis yang benar-benar ‘kaya’(banyak
bahan), fenomena multi-kausal.
Arah
Baru Diplomasi Tiongkok
(a new
Direction in China’s Diplomacy/ 中国外交的新方向)
Berikut ini dikutip dari tulisan Wang yang
diterbitkan pada 2011 : “Arah Baru Diplomasi Tiongkok” (a new Direction in
China’s Diplomacy/ 中国外交的新方向),
dalam tulisan ini Wang menawarkan suatu usulan yang menarik dan menyolok yang
bertitik tolak mulai dari strategi Deng Xiaoping selama tiga dekade. Dengan
menggunakan gagasan “destruksi kreatif’ (creative detruction) Joseph Schumpeter*4. Wang
menyerukan transformasi diplomasi Tiongkok untuk menyesuaikan posisinya sebagai
satu kekuatan besar di dunia.
Memurut Wang Yizhou, dengan cepatnya ekspansi
kepentingan luar negeri Tiongkok, maka diplomasi negara harus memberi jaminan
yang lebih praktis dan memiliki rencana jangka panjang. Tiongkok telah menjadi
produsen minyak mentah ke-4 terbesar dunia, tapi dengan tuntutan kebutuhan
energi dalam negeri yang terus berkembang , maka harus mengimpor 57% minyak untuk
konsumsi dalam negerinya, sehingga menjadi negara pengimpor energi terbesar
dunia. Sekitar 1/3 kebutuhan biji besi di-impor, yang memungkinkan Tiongkok
untuk memproduksi hampir setengah kebutuhan baja mentah dunia.
Pada tahun sebelum dicanangkan kebijakan reformasi
dan politik keterbukaan dilembagakan, hanya 9000
warga negara Tiongkok yang keluar negeri per tahun, tapi kini lebih dari
70 juta warga Tiongkok yang keluar negeri setiap tahunnya, sebagian besar bukan
pejabat pemerintah melainkan warga biasa, termasuk mahasiswa, buruh migran,
wisatawan dan penguasaha. Dan investasi ke luar negeri Tiongkok kini menjadi
penggerak penting dalam ekonomi global, yang mempengaruhi tumbuhnya semakin
banyak perusahaan dalam segala bidang. Dengan terjadinya kepentingan luar
negeri Tiongkok yang lebih meningkat, maka pemikiran dan stretegi baru
dibutuhkan bagi kementrian luar negeri, pertahanan dan perdagangan.
Tiongkok tidak bisa lagi terus-menerus mengabaikan
tantangan global yang terus meningkat, jika berharap tidak ditinggalkan oleh
dunia lainnya. Tiongkok harus menjaga peran dan citranya sebagai kekuatan utama
dunia, harus sejajar dengan negara lain bisa memenuhi tanggung jawab internasional.
Kebijakan keterbukaan dan kerjasama internasional dalam tiga dekade terakhir
telah menjadi dasar kemajuan bagi Tiongkok yang sebelumnya belum pernah
terjadi. Hal ini penting bagi Tiongkok untuk menjaga stabilitas nasional,
perdamaian dan koordinasi dengan negara-neara lain. Dalam tantanan dunia yang
berubah, masyarakat internasional sangat membutuhkan Tiongkok untuk memainkan
peran yang lebih aktif, untuk meningkatkan input di semua bidang pemerintahan
global, dan untuk berkontribusi yang sepandan dengan kekuatan dan pengaruh saat
ini.
Tiongkok harus secara khusus memberi pendapat
tentang perubahan iklim, proliferasi nuklir proteksionisme anti-perdagangan,
investasi di daerah kurang berkembang, dan memperkuat kapasitas organisasi
internasional. Terus menerus baik kaum elit dan warga negara biasa di Tiongkok harus
sepakat untuk hak dan kewajiban timbal balik. Jadi posisi merendah Tiongkok dan
kebijakan non-keterlibatan (sikap tidak mau terlibat) harus disesuaikan dan
negara harus mengambil sikap kearah lebih proaktif dan kreatif.
Apa Yang
Harus Tiongkok Lakukan Secara Obyektif Dalam
Diplomasi Aktif ?
Yang terpenting bagi Tiongkok harus berusaha menjadi
anggota penuh klub internasional dan menghormati kepentingan klub internasional
tersebut, serta juga berusaha untuk mendapatkan hak suara dan kekuasaan yang
lebih besar dalam menetapkan urusan internasional. Meskipun Tiongkok kini telah
muncul sebagai negara ekonomi yang besar, tetapi belum diberi status sebagai
ekonomi pasar penuh. Akibatnya sering mengalami dalam perdagangan tuduhan yang tidak
adil dan dikenakan sanksi anti-dumping oleh negara-negara maju Eropa dan
Amerika. Tiongkok menjadi salah satu
yang memiliki armada dan kapasitas transpotasi terbesar dunia, tetapi masih
berperan kecil dalam menyusun dan meng-amendemen Hukum Laut Internasional.
Tiongkok memiliki cadangan devisa terbesar dunia, tetapi tidak diperlakukan
dengan hormat dalam arena keuangan internasional, khususnya yang berkaitan
pengaturan/penyusunan aturan dan pengelolaan Dana Moneter Internasional.
Idealnya, Tiongkok berhak untuk mendapatkan hal-hal tersebut seperti yang lainnya,
mereka berhak meningkatkan kekuasaan dan mendapat jaminan. Tindakan yang sengaja
mencegahkan Tiongkok untuk melakukan sesuai haknya seharusnya bisa kena sanksi.
Tiongkok harus mengambil langkah-langkah untuk
melindungi kepentingan luar negerinya, terutama untuk meperlancar jalur
pengoperasian pasokan energi dan rute perdagangan internasional. Hal ini untuk
menjamin tercapainya tujuan pembangunanan untuk tahun-tahun yang akan
datang, Tiongkok harus mem-prioritaskan
perluasan angkatan laut dan keamanan alur laut. Ini harus dikerjakan dengan
berkoordinasi dengan negara-negra didaerah ini dan khususnya dengan kekuatan
maritim tradisional. Dalam arti Tiongkok harus mengubah dirinya sendiri secara
bertahap dari kekuatan darat ke kekuatan maritim.
Dalam hal ini bukanlah ekspansi tradisionil
seperti yang dilakukan Jerman dan Jepang dengan merebut wilayah dan supremasi
selama masa Perang Dunia II. Sebaliknya, tentang kemajuan ke arah kemajuan yang
wajar dan teratur, konsisten dengan kepentingan Tiongkok serta dalam
norma-norma internasional dibawah kerangka koordinasi internasional. Di masa
yang akan datang Tiongkok juga bisa memiliki kepentingan di derah kutub, luar
angkasa, dan batas-batas yang jauh lainnya. Pimpinan dan akademisi Tiongkok
harus menaruh perhatian pada bagaimana mencegah terulangnya logika tragis
sejarah, yang mengatakan bahwa dengan meningkatnya kekuatan harus mencari
hegemoni dan menjerumuskan dunia dalam kekacauan. Masalah tesebut sudah banyak
diperdebatkan, bagaimana cara terbaik bagi Tiongkok untuk coba menciptakan
hubungan yang damai berkelanjutan dan menciptakan situasi win-win. Seperti apa
yang yang dikatakan oleh Hu Jintao : Tiongkok harus mencoba untuk menciptakan
jenis hubungan luar negeri baru “yang dapat memuaskan masyarakat Tiongkok dan
pada saat yang sama menyakinkan rakyat dari segala bangsa”.
Tiongkok harus berusaha untuk dapat dihormati
dalam politik dunia. Harus bisa menarik masyarakat internasional terutama bagi
pemain utama, untuk mau mengakui hak pilihan bebas dalam pembangunan yang
berbeda dan ideologi. Dunia saat ini
masih berpengang pada mentalitas perang dingin yang sudah usang. Banyak orang
Tiongkok mengira dalam panggung dunia, demokrasi, hak asasi manusia (HAM), dan
jalur pembangunan politik semua diukur menurut tolok ukur Eropa dan Amerika.
Hanya model yang yang sejalan dengan Barat baru dianggap satu-satunya pilihan
“baik”, sedang pilihan lain dianggap “buruk” atau “tidak baik”. Ternyata
setelah usai Perang Dingin Model Barat itu terbukti menunjukan cacat yang fatal
dan membutuhkan reformasi serius.
Pembangunan Tiongkok telah mempertahankan momentum
yang kuat, dan didukung oleh mayoritas rakyat Tiongkok. Tiongkok memahami bahwa
saling menghormati membutuhkan waktu yang lama sebelum menjadi benar-benar diyakini
oleh opini orang-orang dan juga dalam hubungan internasional. Tiongkok bersedia
untuk menghormati danbelajar dari negara-negara lain untuk melakukan hal yang
sama. Fei Xiaotong (费孝通)*5,
salah satu sosiolog dan filsuf paling terkenal di Tiongkok telah meringkas
jalan masa depan negara dalam hubungan luar negari sebagai berikut : “Menghargai
budaya dan nilai orang lain seperti Anda memperlakukan diri sendiri, dan dunia
akan menjadi satu kesatua n yang harmonis.”
Bagaimana
Agar Tiongkok Bisa Menuju Diplomasi Baru “Keterlibatan Kreatif” ?
“Keterlibatan Kreatif”(“参与创作”) adalah
jenis baru untuk kebijakan luar negeri Tiongkok. Ini bukan sebuah doktrin
ideologis yang sistimatis atau asumsi logis atau teori tradisional hubungan
internasional atau diplomasi. Sebaliknya ini merupakan petunjuk suatu posisi
antara teori metafisik dan contoh interpretasi kebijakan. Hal ini terinsprirasi
oleh sejumlah kisah sukses diplomasi Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir.
Untuk ini dibutuhkan nada/irama dari budaya tradisional Tiongkok dan
kelangsungan gaya diplomatik Tiongkok. Dimana menghormati praktik-praktik
internasional dan tren pengembangannya, dan sintesa upaya untuk menanamkan “Karakteristik
Tiongkok” (中国特色 ) dibidang urusan luar negeri.
“Keterlibatan Kreatif” mengakui bahwa kecendrungan
umum terhadap perdamaian dunia dan pembangunan masih tetap tidak berubah, juga
kecendrungan atas terus menerus tentang kemajuan Tiongkok dan ketergantungan terhadap
eksternal Tiongkok akan terus berlanjut. Ini menekankan dan mengharuskan
pimpinan, untuk mempunyai inisiatif yang konstruktif dalam diplomasi Tiongkok.
Hal ini bertujuan untuk “mencapai sesuatu yang dapat diselesaikan”, dengan
membentuk/menciptakan peraturan internasional yang dapat menyebabkan
negara-negara untuk mau menerima hak Tiongkok untuk dibicarakan untuk
kepentingannya. Dan berusaha secara damai, kooperatif, dan saling menguntungkan
(win-win) dalam menyelesaikan sengketa. “Keterlibatan Kreatif” berarti menolak
menjadi tawanan atau terikat dengan cara pikir dan praktik konvensional. Sebaliknya mendukung metode mediatisi yang
lebih imajinatif dan cerdas dalam menghadapi delema dan tantangan, sehingga
dapat menghindari cara yang disederhanakan dengan terjebak dalam tindakan garis
keras dan metode konfrontatif dalam menyelesaikan sengketa.
Untuk mengambil bagian yang lebih aktif dalam pemerintahan
(pengaturan) dunia, Tiongkok harus memperluas hubungan perdagangan dengan
mempromosikan kontrak-kontrak dengan negara-negara diseluruh dunia. Hal ini
dapat dilakukan karena dengan ikut sertanya dalam ekonomi pasar, yang menjadi
alasan utama dalam beberapa tahun terakhir baik bagi bangkitnya pengaruh global
Tiongkok dan kritik yang datang dari luar. Tiongkok harus secara signifikan
menambah bantuan luar negeri dan menyediakan barang publik, sehingga dapat
digunakan sebagai ‘bahan/tip” untuk tawar menawar dalam upaya untuk mendapatkan
lebih banyak suara dalam pengambilan keputusan global/dunia.
Menurut standar PBB, negara-negara ekonomi dan
industri yang telah tumbuh kuat diharuskan mendedekasikan 0,7% dari PDB mereka
untuk bantuan dan pembangunan internasional. Meskipun bantuan luar negeri Tiongkok telah
tumbuh secara konsisten dalam beberapa tahun terakhir ini, namun masih jauh
dari standar internasional. Investasi di luar negeri juga akan membantu mencapai
tujuan stretegis Tiongkok, karena bantuan bisa menjadi alat yang ampuh dalam
perluasan pengaruh Tiongkok. Penyesuaian harus dilakukan untuk sistim bantuan
luar negri saat ini, yang mana sistim yang ada telah berumur 30 tahunan yang ketika
itu dibuat oleh departemen yang terkait perdagangan dengan prinsip pertukaran
pasar. Sebuah otoritas tinggi baru Badan Administrasi Umum Bantuan Luar Negeri seperti
di beberapa negara lain harus didirikan untuk membuat keputusan berdasarkan
persyaratan ekonomi, politik, diplomasi dan keamanan. Otoritas ini bisa
mengkoordinasikan seluruh departemen-departemen yang berbeda yang berkaitan dengan
perdagangan, hubungan luar negeri dan militer.
Dalam meningkatkan bantuan luar negeri, Tiongkok
perlu mempertimbangkan bantuan luar negeri strategis dan barang publik, dua
wilayah yang berbeda dari bantuan luar negeri tradisional. Bantuan luar negeri
strategis utamanya mengacu pada bantuan yang bertujuan untuk kepentingan
keamanan dan tujuan strategis untuk Tiongkok. Dalam beberapa tahun terakhir ini
telah dilakukan bentuk bantuan sipil dan militer kepada negara-negara tetangga;
investasi energi dan sumber daya alam di Afrika dan Timur Tengah; investasi
dalam pembangunan infrastruktur, fasilitas komunikasi, dan hubungan mata rantai
industri di daerah-daerah strtegis penting.
Barang publik adalah produk, proyek atau konvensi
yang dialokasikan untuk tindakan kolektif oleh masyarakat internasional, yang
sering diberikan kepada organisasi internasional dan lembaga yang
berkredibiltas internasional seperti PBB. Barang Publik ini mencakup kontribusi
kepada pasukan perdamaian hingga ke pembangunan pengkalan pelatihan;
Sukarelawan muda dari Liga Pemuda Komunis Tiongkok yang melayani Rancangan
Rencana Luar Negeri; Iuran keanggotaan PBB; dan berbagai inisiatif untuk
melindungi laut lepas dan daerah-daerah kutub.
Tidak ada garis jelas dan tidak berubah antara
bantuan luar negeri strategis dan barang publik. Dua kategori ini berbeda namun
berkaitan saling menguatkan. Hubungan keduanya ini dan peran baru Tiongkok
untuk bantuan luar negeri perlu ditangani dan perdebatkan. Dengan segala macam
alasan, kenyataan kontrak perdagangan telah menjadi bagian yang terlalu besar
dibanding dengan bantuan luar negeri dalam dua dan tiga dekae terakhir ini. Sementara
saham yang dialokasikan untuk bantuan luar negeri strategis dan khususnya untuk
barang publik masih relatif kecil. Situasi ini harus secara bertahap dirubah
untuk masa depan ini. Kontrak perdagangan, bantuan luar negeri, dan barang
publik harus menjadi unsur penting dalam meng-implementasikan “Keterlibatan
Kreatif” pada skala dunia. Jadi yang penting bagi mereka harus tercerminkan
dalam Anggaran Kebijakan Utama Nasional Tiongkok. Dengan perencanaan yang
cermat dan bagaimana cara menyalurkan untuk bantuan ini, sehingga “Keterlibatan
Kreatif” Tiongkok ini bisa mempunyai effek yang luar biasa dalam era baru
hubungan internasional.
Tanpa adanya partisipasi dari seperlima (1/5)
populasi dunia (RRT), tanpa dukungan ekonomi terbesar kedua dunia, tanpa adanya
kemauan politik dan jaminan keamanan kekuatan yang sedang tumbuh ini, institusi
atau lembaga-lembaga dan norma-norma internasional akan menjadi tidak relevan
dan legitimasi, serta kreditibilitas resolusi dan pengaturan mereka akan
menjadi kurang menjanjikan. Untuk jangka menengah dan panjang dengan tidak
adanya skala penuh konfrontasi antara negara-negara besar, dengan tidak adanya kekuatan
eksternal atau keadaan darurat yang dapat memaksa mengelincirkan keterlibatan
internasional Tiongkok yang lebih besar, selama reformasi domestik,
pembangunan, dan stabilitas terus berkelanjutan. Dengan reformasi kepemimpinan
dan peningkatan peran dalam politik dunia, ekonomi, sosial dan budaya serta
perlindungan lingkungan dan keamanan militer, Tiongkok akan menjadi salah satu
kekuatan pendorong organisasi dunia.
*1 IR/international relations teory/Teori
Hubungan Internasional = Suatu studi hubungan internasional dari perspektif
teoritis, yang mencoba memberi kerangka kerja konseptual dimana hubungan
internasional dapat dianalisis.
Teori ini dapat dibagi menjadi
“positivis/rasionalis”, teori yang mengfokuskan pada analisis terutama tingkat
negara bagian. Dan “pasca-positivis/reflectivis”, teori yang menggabungkan
makna yang diperluas dengan keamanan, mulai dari jenis kelamin, keamanan pasca
kolonial. Banyak pertentangan dalam pemikiran IR ini, termasuk kontruktivis,
institusionalisme, Marxisme, neo-Gramscianisme, dll. Namun dua displin ilmu
pemikiran positivis yang paling lazim: realisme dan liberalisme; tapi
kontruktivisme yang menjadi semakin menjadi mainstream.
https://www.princeton.edu/~slaughtr/Articles/722_IntlRelPrincipalTheories_Slaughter_20110509zG.pdf
).
*2 European Council On Foreign Relations (effr.eu) CHINA 3.0
. Edited by Mark Leonard . ECFR November
2012.
*3 International Relations,
Principal Teories , Published in: Wolfrum, R. (Ed.) Max Planck Encyclopedia of Public
International Law (Oxford University Press, 2011) www.mpepil.com
Definition of 'Creative
Destruction'
Sebuah istilah yang
diciptakan oleh Joseph Schumpeter dalam karyanya yang beerjudul “Kapilatisme,
Sosialisme dan Demokrasi”(1942) untuk menunjukan suatu “proses mutasi industri
yang terus menrus merevoulusi struktur ekonomi dari dalam, task henti-hentinya
mebuat yang baru”
Destruksi kreatif terjadi
ketika sesuatu yang baru membunuh sesuatu yang lebih tua. Seperi contoh
komputer pribadi, industri yang dipimpin microsoft dan Intel, menghancurkan
banyak perusahaan komputer mainframe, tetapi dengan begitu, pengusaha
menciptakan salah satu penemuan yang paling penting pada abad yang lalu.
Schumpeter bahkan lebih
jauh mengatakan “proses destruksi kreatif adalah fakta penting tentang
kapitalisme”. Tapi sayangnya, sementara sebuah konsep besar , ini sudah menjadi
salah satu isu yang paling sering digunakan dari ledakan dotcom. Hampir setiap
CEO berbicara tentang bagaiman detruksi kreatif akan menggantikan ekonomi lama
dengan yang baru.
Fei Xiaotong (费孝通) lahir 22-02- 1910 meninggal 24-04-2005, ilmuwan sosiologi kelas dunia, salah
satu tokoh pendiri bidang ilmu pengetahuan dan antropologi Tiongkok. Selama
hidupnya telah menerima penghargaan dari berbagai institusi dunia yang
bergensi.
1980 menerima International Society of
Human Award, Denver. AS.
1981diterima sebagai British Huxley Medal
of Royal Society of Anthropology , London.
1988 menang untuk Encylopedia Britannica
Award di new york.
1993 memenang Fukoka Asian Cultral Prize.
1994 menerima Philippines Ramon Magsaysay “
Social leadership Award”
1998 memenangkan “Henry Fok Excellence
Award”.
Nasionalis
: Neo-Comms : Yan Xuetong ( 阎学通 ).
Seorang Professor di Universitas Qinghua, muncul
sebagai salah satu pemikir penting dalam politik luar negeri Tiongkok . Lahir
1952 di Tianjin (天津), dibesarkan di keluar
intelektual, pernah menghabiskan 9 tahun di Heilonjiang sebagai korp kontruksi,
1982 lulus S1 dari Universitas Heilongjiang jurusan Bahasa Inggris, 1986 lulus
dari Institut Hubungan Internasional mendapatkan gelar master ilmu politik
Internasional, 1992 lulus PhD dari Universitas California di Berkeley dalam
ilmu politik; 1982 – 2000 terlibat penelitian di Institut Hubungan
Internasional Kontemporer Tiongkok,
wakil direktur dan staf lainnya. Seorang
intelektual terkenal yang mengajurkan metodologi ilmiah untuk memprediksi
situasi internasional.
Buku dengan judul : Ancient Chinese Thught, Modern
Chinese Power, dianggap sebagai tonggak dalam pengembangan model Hubungan
Internasional Tiongkok. Seorang nasionalis tegas, tapi Yan menyerukan lebih
terus terang agar Tiongkok untuk melakukan pendekatan ke Taiwan, Jepang, dan
Amerika Serikat. Memproklamirkan dirinya sebagai Realis, dia telah mempengaruhi
kekuatan lunak Tiongkok dan di pertengahan 1990-an dia merupakan salah satu
yang pertama untuk meminta Tiongkok mendukung integrasi regional di Asia. Oleh
Barat Yan Xuetong digolongkan sebagai Neo-Comm.
Dibawah ini disajikan tulisan Yan yang
dipublikasikan di corong PKT “Global Times” yang menyerukan untuk memikirkan
kembali secara radikal inti dari prinsip-prinsip kebijakan luar negeri Tiongkok
selama generasi terakhir yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi diatas politik.
Menyerukan agar Tiongkok merapat ke non-blok dan beroposisi terhadap
intervensi. Dengan mengajukan ide alternatif “bertanggung jawab” dalam konteks
munculnya bipolaritas hubungan internasional dan meningkatnya tuntutan keadilan
(fairness) dan keadilan sosial yang menantang norma-norma yang mengatur intervensi.
Menurut Yan, AS merupakan satu-satunya negara adidaya
sejak berakhirnya Perang Dingin, namun dominasi terhadap dunia telah melemah
sejak krisis financial tahun 2008. Konfiguarsi internasional saat ini cendrung
bertransisi dari unipolaritas dengan AS sebagai aktor mutlak terkemuka dunia
menuju bipolaritas dengan Tiongkok yang terus beranjak meningkat dalam sepuluh
tahun ke depan untuk menjadi mitra kurang kuat dibanding dengan AS.
Perbedaan kekuatan antara Tiongkok dan AS terus
menyempit. Pada 2011, PDB Tiongkok adalah sekitar setengah PDB AS. Jika Tiongkok
terus tumbuh pada 8,5% dan PDB AS tumbuh kurang dari 3,5%, disparitas saat ini
antara dua kekuatan akan seimbang dalam dekade yang akan datang. Sedangkan
dalam 10 tahun ke depan, kesenjangan ekonomi antara kedua negara dan
negara-negara besar lainnya akan terus melebar. Dalam lima tahun yang akan
datang, hanya AS dan Tiongkok yang dapat menghabiskan lebih dari $100 milyar
untuk pertahanan per tahunnya, yang dapat meningkatkan kesenjangan kekuasaan
antara mereka berdua dengan negara-negara lainnya. Jadi konfigurasi internasional tidak akan
berkarakteristik baik unipolar atau multipolar. Dalam hal kekuatan ekonomi
kecendrungan multipolar memudar, karena dunia bergerak ke arah struktur
bipolar.
Namun, dari perspektif hubungan strategis AS masih
menjadi satu-satunya negara adidaya. Presiden Barrack Obama telah mengumbah
unilateralisme yang diadopsi dari Presiden George W. Bush dengan
multilateralisme, dan dengan demikian secara efektif meningkatkan hubungan AS
dengan sekutu tradisionalnya dan memperoleh dukungan dari mereka. Terutama AS
telah meningkatkan hubungan strategis dengan Prancis, Jerman, India dan Jepang
dalam empat tahun terakhir. Sejak 2010, “diplomasi cerdas/smart diplomacy”
telah dikalahkan oleh kebijakan non-block (non- alignment) Tiongkok. Hal ini
jelas bahwa Tiongkok dan Russia tidak memiliki mitra strategis yang cukup untuk
menantang konfigurasi unipolar saat ini.
Meskipun Tiongkok mungkin mampu mengubah struktur utama kekuasaan dalam
sepuluh tahun ke depan, tapi tidak akan bisa menggeser unipolaritas menjadi
bipolaritas kecuali membentuk aliansi formal dengan Rusia
Normalisasi
Diplomasi Intervensi
Banyak negara sedang berkembang sekarang mengadopsi
norma intervensi. Misalnya pada Desember 2011, para pemimpin dari 33 negara
Amerika Latin dan karibia resmi mendirikan Komunitas Amerika Latin dan Karibia
sebagai Blok Regional. Menyepakati Dekalrasi Caracas, yang mengikat semua
penanda-tangan untuk ikut campur tangan di negara-negara anggota lainnya dalam
kasus rezim berubah melalui kudeta militer. Pada Maret 2011, 22 anggota Liga
Arab meminta kekuatan Barat untuk mendirikan sebuah zona “larangan terbang” di
Libya.
Dalam menanggapi konflik militer dalam negeri
Suriah, Liga Arab juga menangguhkan keanggotaan Suriah dalam tubuh Liga dan
menjatuhkan sanksi ekonomi pada Suriah pada Desember 2011. Dalam voting
Tiongkok menyatakan ‘Yes’ kepada Dewan Keamanan PBB untuk resolusi yang
memberlakukan sanksi dan membentuk zona “no-fly”(larangan terbang) di Libya.
Dunia mungkin bisa melihat persaingan antara prinsip-prinsip intervensi dan
non-intervensi dalam waktu dekat. Prinsip intervensi akan memiliki kesempatan
untuk muncul sebagai norma internasional yang baru, sementara prinsip
non-intervensi tetap sebagai norma dominan.
Lebih dari 2600 tahun yang lalu, di Tiongkok norma
intervensi didirikan oleh Aliansi Kui-Qiu (葵丘之盟) *1, amggota Aliansi ini dilarang untuk melakukan sejumlah kegiatan yang tidak
sah (illegitamate): mengubah garis suksesi, menurunkan jabatan istri untuk
selir dan memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi dalam politik. Intervensi
seperti itu sudah menjadi norma ribuan tahun. Pada 1647, perjanjian Westphalia*2
mengembangkan konsep kedaulatan, yang kemudian menjadi norma. Norma
Internasional modern non-intervensi resmi disahkan oleh PBB pada tahun 1945 dan
dikonsolidasikan kepada praktek-praktek anggota PBB.
Selama proses kearah menuju struktur bipolar, maka
sangat mungkin untuk terlihat melemahnya prinsip non-intervensi. Karena peran
kekuatan global menurun, kekuatan regional akan mencari dominasi regional dan
dengan demikian akan mengerahkan pengaruh mereka pada politik dosmestik
negara-negara regional lainnya. Dalam waktu mendatang prinsip-prinsip
intervensi dan non-intervensi akan berdampingan. Sejak pembentukan PBB,
norma-norma persatuan nasional dan penentuan nasib sendiri keduanya telah
menjadi arahan kebijakan politik luar negeri negara bangsa-bangsa.
Omong
Kosong Dari Organisasi Internasional
Kemampuan organisasi internasional untuk
mengarahkan masalah dunia berkurang. Aturan organsiasi internasional telah
dirancang dan disusun sesuai dengan kemampuan anggotanya pasca Perang Dunia II.
Seiring waktu berlalu, kemampuan anggota menjadi sangat berbeda dari saat
mereka didirikan, walaupun beberapa kemampuan anggota berkurang mereka tetap
sebagai pembuat keputusan utama/penting dan menentukan prinsip-prinsip dasar
dari organsiasi-organisasi ini. Sebagai contoh, anggota tetap Dewan Keamanan
PBB tidak berubah. Demikian juga, Presiden Bank Dunia secara trandisional
Amerika dan pengolaan Direktur Dana Moneter Internasional (IMF) secara
trandisional Eropa.
Dengan struktur kekuasaan dunia bergeser ke arah
konfigurasi bipolar, organisasi internasional akan menjadi kurang efektif
menangani konflik internasional. Hal ini menjadi lebih sulit bagi dua negara
adidaya untuk setuju satu sama lain
untuk sebuah solusi konflik internasional dibanding dengan negara
adidaya tunggal yang mendominasi kebijakan di organisasi internasional. Selama
Perang Dingin, anggota tetap Dewan Keamanan PBB lebih sering menggunakan hak
veto mereka dibanding setelah berakhirnya Perang Dingin. Kekuatan transisi dari
unipolar ke bipolar yang memicu lebih seringnya dijatuhkannya veto di Dewan
Keamanan PBB dibanding dua dekade terakhir.
Ketika dihadapkan dengan krisis, organisasi
internasional akan lebih sering berbicara tentang masalah daripada
menyelesaikannya. Terjadi peningkatan permintaan untuk membentuk
lembaga-lembaga internasional baru yang dapat menghasilkan solusi praktis untuk
menyelesaikan krisis dunia. Misalnya, ketika G8 gagal menyelesaikan isu-isu
ekonomi dunia, maka G20 didirikan. Menghadapi kesulitan dalam mendirikan East
Asian Economic Causus, APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation/ Kerjasama
Ekonomi Asia-Pasifik.). Selanjutnya menghadapi impendansi/hambatan dari APEC,
anggota-anggota Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia-Pasifik lainnya mendirikan 10+1,
kemudian 10+3, dan 10+8.
Seiring dengan meingkatnya jumlah lembaga
internasional, jumlah KTT internasional juga meningkat. Deklarasi yang
disepakati pada KTT ini menyebabkan konferensi menjadi semakin memakan waktu lama
dan lebih rumit. Namun, setelah disepakati, tidak ada tindakan lebih lanjut
yang diambil untuk mengimplementasikan kerjasama yang sudah disepakati.
Organisasi-organisasi internasional dengan demikian kemajuannya hanya menjurus
untuk mengeluarkan pendapat daripada memecahkan masalah praktis.
Berkembangnya
Permintaan Untuk Keadilan Sosial dan Keadilan
Prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan berada
dalam persaingan langsung. Pasca Perang Dingin, liberalisme menjadi faham
mainstream dalam pemikiran politik internasional. Baru-baru ini, bagaimanapun
posisi dominan liberalisme ini telah ditantang oleh prinsip keadilan. Setelah
Uni Eropa dan AS kehilangan keuntungan dalam perdagangan mereka, mereka mulai
mempromosikan peerdagangan yang adil, sementara mengabaikan keunggulan
perdagangan bebas yang telah mereka anjurkan untuk beberapa dekade lalu. Dalam
masalah lingkungan alam dihadapkan dengan tantangan untuk mengurangi emisi
karbon, sedang bagi negara yang baru berkembang ekonominya mengusulkan “common
but differentiated responsibilities”*3 untuk mengurangi emisi karbon. Pendekatan ini
menganut prinsip pengurangan karbon yang adil bahwa negara-negara maju tersebut
harus menanggung bagian yang lebih besar dari tanggung jawab ini.
Prinsip pengurangan wajar didasarkan pada konsep
tanggung jawab sejarah. Negara-negara maju telah menjadi industrialis dulu
selama 60 tahun duluan, yang mewakili 17% dari penduduk dunia, telah
bertanggung jawab atas 70% emisi karbon. Negara-negara maju selayaknya harus
menyesuaikan perbedaan ini. Sebaliknya negara-negara berkembang, yang meruapkan
83% dari populasi dunia hanya memberi kontribusi 30% dari total emisi karbon
selama 30 tahun terakhir. Oleh karena itu adil untuk memberi negara-negara
berkembang lebih kelonggaran untuk menghasilkan emisi karbon. Mengutip prinsip
kebebasan, keadilan dalam perdagangan dan emisi karbon yang dipromosikan. Namun
keadilan sejati akan tercermin dalam sistim tanggung jawab yang dibeda-bedakan.
Permintaan untuk keadilan di arena internasional
telah mulai menantang paradigma bahwa pertumbuhan ekonomi adalah prioritas
utama. Produksi dunia kapasitasnya telah melampaui permintaan, sehingga terjadi
surplus global. Namun, karena ketimpangan dalam distribusi, masalah kemiskinan
dan kelaparan masih tetap bertahan. Globalisasi telah mendorong pembangunan,
tetapi pada saat yang sama memperburuk polarisasi antara kaya dan miskin.
Inilah sebabnya mengapa rakyat di negara maju dan negara berkembang keduanya
sekarang menuntut keadilan sosial yang lebih dalam pembangunan ekonomi.
Dengan naiknya standar hidup, orang menjadi
semakin tidak toleran terhadap ketidak adilan sosial. Musim Semi Arab (Arab
Spring) telah mengokupasi gerakan, Orang Eropa protes terhadap rencana
penghematan, dan di Rusia protes terhadap penipuan pemilu, yang semuanya
mengindikasikan bahwa perioitas sosial bergerser dari pembangunan ekonomi untuk
keadilan sosial. Kecendrungan internasional terhadap bipolaritas diperlemah
oleh dominasi internasional AS serta gagasan tradisional AS untuk berkompetisi
bebas, yang ditantang oleh panggilan/tuntutan untuk keadilan sosial dan
keadilan.
Reformasi
Berkelanjutan
Evolusi sistim internasional kadang-kadang
berlangsung perlahan-lahan dengan tiba-tiba terjadi ledakan perubahan. Sistim
internasional terdiri dari aktor, konfigurasi, dan norma-norma. Perubahan dari
setiap elemen ini dapat mempengaruhi seluruh sistim. Saat ini kecendrungan bipolar,
munculnya norma untuk intervensi dan tidak efektifnya lembaga internasional
merupakan indikator perubahan dalam sistim internasional. Meningkatnya tuntutan
untuk keadilan dan keadilan sosial bisa menjadi kekuatan sosial utama pendorong
untuk pergeseran ini.
Untuk melindungi kepentingan nasionalnya, prinsip
diplomatik Tiongkok perlu juga untuk mengikuti perubahan jaman. Kitab Puisi Agung
(诗经)*4 mengatakan : “meskipun Dinasti Zhou tetap negara
yang sama, tetapi terus berubah berkelanjutan” , yang berarti bahwa Dinasti
Zhou dapat berkelanjutan untuk ratusan
tahun karena membuat reformasi terus menerus. Kitab Ritus (礼记)*5 mengatakan bahwa
“jika Anda ingin melihat sesuatu yang baru setiap hari, Anda harus
mereformasi setiap hari”. Tiongkok perlu tetap memegang prinsip-prinsip ini dan
menjamin reformasi yang tiada berhenti. Jika kita (Tiongkok) percaya bahwa
prestasi ekonomi Tiongkok selama 30 tahun terakhir merupakan hasil reformasi
kebijakan yang berkelanjutan, maka prinsip yang sama juga harus ditrapkan dalam
Diplomasi Tiongkok.
Tercatat dalam karya klasik “左传僖公九年”(Kisah Zuo Sembilan Tahun) : Aliansi Kui dan Qui dan
tercata dalam “汉书•卷二十五上•郊祀志第五上”
*2 Perjanjian
Westphalia = konsep kedaulatan negara-bangsa, yang menghendaki di teritrinya
sendiri tidak dikehendaki campur tangan aagen asing dalam struktur domestiknya.
Yang ditanda tangan 1647/48 mengakhiri Perang 30 tahun. Sebagian negara Eropa :
Kaisar Romawi Suci, Spanyol, Prancis, Swedia, Republik Belanda, sepkat untuk
menghormati integritas wilayah.
*4 Kitab Puisi Agung (诗经) (Buku
tentang Puisi), merupakan kumpulan tulisan yang terdiri dari 305 puji-pujian
dalam berbagai bahasa dan di dalamnya terdapat enam yang mempergunakan musik
dan judul tanpa teks. Kumpulan tulisan ini umumnya berasal dari masa awal
dinasti Zhou (sebelum Kong Hu Cu).
*5 Kitab Ritus (礼记) (Buku tentang
Upacara), merupakan buku yang berisi kumpulan upacara-upacara dan peraturan-peraturan
yang harus dipatuhi oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari di masa feodal.
SPEECHES
AND THE QUESTION OF AUTHENTICITY IN ANCIENT CHINESE HISTORICAL RECORDS
Wang
Jisi ( 王缉思 )
Defensif
Realis : Wang Jisi ( 王缉思 )
Wang Jisi dikenal sebagai “think tank
terpercaya/otak” dari mantan Presiden Hu
Jintao untuk kebijakan luar negeri dan juga bekas teman kuliah di Unversitas.
Menghadapi meningkatkan tekanan untuk lebih tegas dalam kebijakan luar negeri,
Wang telah lama mengajurkan agar berhati-hati dan berpenampilan (sikap)
moderat, serta menyerang gagasan “meningkatkan damai” dengan alasa bahwa hal
itu justru akan memprovokasi kecurigaan. Walau Wang adalah seorang realis yang berkomitmen tapi
berhubungan dengan hubungan Sino-AS prihatin agar untuk menghindari agar tidak
konfrontasi langsung. Dia berada diantara yang pertama di Tiongkok yang
mengajukan ide yang dicanangkan Deng Xiaoping untuk “menjaga low profil” perlu
ditruskan. Sejalan dengan pendekatan ini, dia menciptkan ide “Kesederhanaa dan
Kehati-hatian” sebagai strategi baru untuk diplomasi Tiongkok, yang banyak
dikutip dalam makalah yang diterbitkan di journal Studi Internasional Tiongkok
pada Pebruari 2011.
Wang lahir Nopember 1948 di Quangzhou, lulus SMA
1968, dari 1968-1975 turba ke desa Mongolia Dalam, sebagai garda pelajar masuk
desa, 1975 turba ke desa di Provinsi Henan sebagai Pemuda masuk desa. 1976 –
1978 sebagai pekerja di pembangkit tenaga air untuk proyek di Sahnnmenxia,
Henan. 1978 masuk Universitas Beijing Fakultas Politik Internasional. 1983
setelah meraih gelar master dalam politik di Departemen Internasional
Universitas Beijing, selanjut menjadi dosen, profesor dan wakil dekan.
September1991 ditransfer sebagai Wakil Direktur Studi Amerika Akademi Ilmu
Sosial dan Ilmu Pengetahuan, 2005 Maret sebagai pendiri dan direktur untuk
bidang penelitian. Maret 2005 s/d Januari 2014 sebagai Dekan Institut Hubungan
Internasional Universita Beijing. Januari 2014 pensiunan dari Dekan Fakultas
Hubungan Internasional Universitas Beijing ( masuk masa pensiun).
Karier
di Luar Negeri :
1982-1983 menjadi dosen di St. Antony College,
Oxford University ; 1984-1985 & 1990-1991 sebagai sarjana tamu Universitas
Michigan, & Universitas California, Berkeley East Asian Institute.; Agustus
– desember 2001 Visiting Professor urusan Asia di Universitas California
Clermont Mckenna; Januari –Pebruari 2002 sebagai Profesor di Pertahanan
Nasional dan Studi Strategis Rajaratman,
Singapura; Asia-Pacific Reasearch Center, Universitas Stanford ; Brooking
Institution di Northeast untuk Proyek Keamanan Asia; sebagai konsultan dari
berbagai Unit Institute on Global Conflict and Cooperation di California.
Tahun 2012 terpilih sebagai 100 orang pemikir
dengan ranking ke 73 untuk “Foreign Policy”.
Tulisan dibawah ini dikutip dari kata pengatar
edisi 2012 dari Ulasan Strategi Internasional Tahunan Tiongkok (中国国际战略评论2012) , buku terbitan tahunan ini telah diedit oleh
Wang sejak ditulis tahun 2008, dengan mengumpulkan bahan-bahan dari kontribusi
pejabat senior, pakar dan intelektual dari belahan dunia. Esai dapat dilihat
sebagai jawaban atasan perdebatan terakhir tentang apakah Tiongkok harus
mengadopsi garis keras (agresif) untuk mencerminkan pergeseran struktur
kekuasaan dari Amerika Serikat ke
Tiongkok sejak mulai terjadinya krisis keuangan global.
Ulasan Strategi
Internasional Tahunan Tiongkok (中国国际战略评论2012)
Tahun 2008 kersis keuangan di AS telah memicu
krisis keuangan global paling serius sejak 1930-an dan menyebabkan gelembong
ekonomi di banyak negara. Eropa masih terperosok dalam krisis utang. Tahun 2011
dengan terjadinya gempa bumi Fukushima dan kecelakaan pembangkit nuklir ,
mejadi pukulan berat bagi eknomi Jepang yang ekonominya lagi suram. Kini banyak
orang tertarik untuk membicarakan multipolar untuk “pasca-Amerika”, seolah-olah
kabut “dunia unipolar” telah lenyap menguap keudara.
Pada tahun 2011, Osama bin Laden tewas di Pakistan
dan Mouammar Gaddafi tewas di Libya, Namun masih ada beberapa perayaan di Barat
yaitu tentang Pemberontakan di Dunia Arab yang dimulai pada awal tahun 2011.
Pada saat yang sama media juga berfokus dengan munculnya BRICS*1 , yang
makin hari makin berkembang kearah kerjasama dan koordinasi dalam masalah
global. Kekuatan ekonomi dan militer
Tiongkok yang terus tumbuh, yang akan membawa BRICS menjadi lebih kuat. Selain
itu, Indonesia, Turki, Vietnam, dan banyak negara-negara berkembang lainnya mengalami
booming ekonomi. Terjadinya integrasi Amerika Latin juga telah memasuki babak
baru. Dengan meningkatnya kekuatan negara-negara berkembang akan membawa
konflik yang lebih besar dengan tatanan politik dan ekonomi internasional yang
ada, yang akan menjadi tantangan berat pada kepepimpinan Barat.
Dalam membahas tren distribusi kekuatan global, ada
beberapa pembicaraan tentang “Kebangkitan Timur” dan “Penurunan Barat” . Salah
satunya dengan diharapkan Tiongkok yang akan berada dalam tekanan Barat dan
menarik dukungan dari negara-negara berkembang – dengan menemukan dirinya
dilingkungan yang harus meningkatkan strategis internasional. Bahkan
bagaimanpun ada perasaan yang meluas di kalangan rakyat Tiongkok bahwa Tiongkok
menghadapai lingkungan internasional yang suram. Mengapa bisa timbul suatu yang
kontras antara “keseimbangan kekuatan global yang menguntungkan” di sisi lain ?
Mengapa dengan terus bangkitnya kekuatan Tiongkok tidak membawa kebaikan
lingkungan eksternal ?
Kebijakan
Luar Negeri Dan Harapan Publik Tiongkok
Pertama dan yang terpenting, krisis keuangan
global tidak hanya melanda ekonomi Barat tetapi telah merusak kekuatan yang
baru tumbuh. Dalam era globalisasi, negara di seluruh dunia terikat menjadi
satu bersama-sama dalam keadaan baik maupun buruk. Dengan menyusutnya Pasar Barat dan turunnya
kreditibiltas lembaga keuangan ditambah lagi kesulitan ekspor Tiongkok dan
investasi juga berdampak berat pada perekonomian domestik Tiongkok. Dengan
demikian, tidak ada hubungan kausal antara “penurunan ekonomi Barat” dan
“kebangkitan Timur”. Secara keseluruhan, prospek ekonomi Tiongkok janganlah
dilihat pesimistis untuk beberapa tahun ke depan.
Kedua, strategi cendrung berfokus pada
negara-negara (lebih ke negara berkekuatan besar) sebagai titik awal untuk
mempelajari hubungan kekuasaan antara negara-negara besar. Tapi kerangka
analisis ini cendrung mengabaikan tren global yang ada dalam atau di luar
batas-batas nasional. Misalnya, pertumbuhan penduduk global sudah sangat tidak
seimbang : yang paling akut masalah lanjut usia di negara-negara maju dan
Tiongkok; sebaliknya di Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika penduduknya terus
bertambah. Akibatnya, hal itu akan sulit membalikkan tren migrasi global dan
konflik antara imigran baru dan penduduk asli akan terus meningkat, bahkan hal
ini bisa memicu sengketa politik. Urbaniasi massal yang menyebabkan kemacetan
dalam pelayanan kesehatan masyarakat, keamanan, pendidikan, transportasi,
perlindungan lingkungan, pasokan air dan listrik. Kesenjangan antara yang kaya
dan miskin terus melebar sebagai hasil globalisasi. Ekologis lingkungan global terus memburuk, dengan bantuan
teknologi baru dan khususnya media online, individu dan kelompok-kelompok kecil
menantang negara dan masyarakat internasional, meskipun Tiongkok menganut dan
menempuh jalannya sendiri pembangunannya, dan negara-negara lain mengikuti
model lain untuk pertumbuhannya, konsep kebebasan pribadi, kesetaraan, HAM dan
demokrasi menyebar di seluruh dunia. Tantangan-tantangan ini tidak dapat
diabaikan dalam lingkungan strategis internasional Tiongkok.
Ketiga, meskipun benar bhawa kekuatan BRICS
meningkat telah sampai ke batas tertentu yang meringankan tekanan Barat
terhadap Tiongkok, tatapi masih ada perbedaaan besar antara Tiongkok dan
sebagian besar negara-negara berkembang di tingkat kepentingan nasional dan
ideologi. Ada perselisihan antara Tiongkok dan negara tetangga untuk batas
wilayah dan isu-isu pelik seperti masalah penjualan senjata kepada Taiwan oleh
AS, kekuatiran tentang Tibet dan Xinjiang, HAM, agama dan nilai tukar mata uang
Renminbi. Tiongkok sering berjuang untuk mendapatkan dukungan eksplisit dari
negara-negara ini, dan beberapa dari mereka bahkan menentangnya. Jadi “naiknya
secara kolektif” dari negara-negara berkembang hanya memiliki effek terbatas
dalam meningkatkan Posisi Internasional Tiongkok demikian juga untuk
meningkatkan citra eksternal dan situasi/lingkungan politik.
Ke-empat, dengan makin majunya Tiongkok, semakin
menghadapi meningkatkan “dilema keamanan”. Dalam perjanlanan membangun kekuatan
militer demi keamanan sendiri, AS dan negara-negara tetangga yang meragukan
niat pembanguan Tiongkok dengan damai juga mengambil langkah-langkah pencegahan
yang diarahkan terhadap Tiongkok, dan bahkan mengkoordinasikan strateginya
menuju Tiongkok. Akibatnya, masyarakat Tiongkok sekarang merasa lebih aman dan
tidak was-was serta merasa jadi “korban komplek” dibanding ketika Tiongkok
masih lemah. Rakyat Tiongkok bertanya-tanya bagaimana Tiongkok bisa lebih kuat,
namun kurang aman. Dua jawaban yang paling umum yang bisa diberikan tidak hanya
di media massa, tetapi juga oleh para ahli dan intelektual bahwa pengeluaran
untuk pertahanan masih tidak cukup, dan kebijakan terhadap negara-negara dan AS
masih terlalu lemah. “dilema keamanan” ini akan sulit untuk dipecahkan dalam
waktu dekat. Kekuatan yang sebenarnya, intrumen kebijakan dan perencanaan
strategis untuk hubungan luar negeri Tiongkok akan terus tertinggal dibelakang
harapan publik domestik.
Faktor
Negatif Internal
Secara obyektif, kebijakan luar negeri Tiongkok
sudah lebih proaktif bebarapa tahun terakhir ini daripada sebelumnya, dan pada
intinya lebih menekankan pada prinsip menjaga kepentingan nasional yang makin
lebih, sehingga masyarakat internasional makin mempercayai. Investasi Tiongkok
ke luar negeri dan perdagangan luar negeri juga dipandang lebih meluas, baik
dari segi kuantitas dan kualitas, warga Tiongkok dan kegiatan bisnis kini telah
meninggalkan jejak dihampir setiap sudut dunia. Pemerintah Tiongkok juga
meningkatkan investasi keuangan dan intelektual dalam membangun kekuatan lunak
budaya bangsanya. Petinggi Tiongkok dan diplomasi publik makin hari makin
memegang inisiatif untuk sejumlah perlindungan kepentingan luar negeri Tiongkok,
yang meningkat secara signifikans.
Namun secara keseluruhan citra Tiongkok di dunia
luar masih tidak memuaskan. Alasan utama terletak pada berbagai peristiwa
negatif dan faktor ketidak stabilan di Tiongkok, unutk itu sebenarnya hanya
beberapa insiden kekerasan serius yang terjadi di Tibet dan Xinjiang sejak
2008, insiden massa dipicu oleh masalah konflik sosial internal, kekuatiran
yang berkaitan dengan kualitas produksi, kemananan pangan, moral publik, ekologi
lingkungan, korupsi meluas, pelanggaran displin berulang yang dilakukan pejabat
senior, dan pengaruh beberapa warga Tiongkok yang mencari “suaka” di kedutaan
asing atau konsulat.
Hal ini semua akan memakan sumber daya yang cukup
banyak untuk mengatasi semua masalah tersebut. Dalam pandangan beberapa
instansi pemerintah, semua masalah internal tersebut sedikit banyak adanya
keterlibatnya campur tangan dan pengaruh asing yang bermusuhan dengan Tiongkok.
Terlepas apapun penyebabnya, masalah tersebut telah merusak reputasi dan
kepentingan Tiongkok. Dalam rangka mengembangkan kebijakan luar negeri yang
lebih trampil, Tiongkok harus mengembangkan koordinasi antar lembaga, untuk
meningkatkan efisiensi dan transpanransi dalam pemerintahan, membangun sistim
akunbilitas yang lebih baik, menghukum koruptor, dan meningkatkan kualitas
budaya warga, namun hal ini hasilnya tidak bisa instan seperti mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Jika analisis diatas dasarnya benar, Tiongkok akan
menghadapi tantangan global yang lebih serius di tahun-tahun yang akan datang.
Meskipun penting untuk memperkuat diplomasi, pertahanan nasional dan
propanganda di luar negeri dan melakukan kegiatan ekonomi di luar negeri, kunci
untuk keberhasilan Tiongkok dalam mengatasi tantangan global juga tergantung
pada apakah bisa mempercepat laju reformasi domestik dan benar-benar menangani
politik internal, ekonomi dan isu-isu sosial. Yang menjadi krusial, publik
Tiongkok harus mengembangkan pemahaman yang lebih komprehensif dan obyektif
untuk situasi internal dan eksternal antar hubungan mereka.
*1 BRICS = singkatan dari Brasil, Rusia, India,
Tiongkok dan Afrika Selatan, lima negara yang pertumbuhan ekonominya pesat.
Akronim ini dicetuskan pertama oelah Goldman Sach pada 2011. Gabungan dari 5
negara ini akan mengalahkan negara-negara terkaya dunia.
BRICS menyatakan posisinya antara lain
akan mencakup berbagai isu global :
Reformasi Institusi keuangan seperti IMF
dan Bank Dunia agar aspirasi negara-negara berkembang lebih ketampung.
Perlunya diversifikasi sistim moneter
internasional, tidak terfokus pada US Dollar saja untuk mata uang
internasional.
Agar PBB memainkan peran lebih penting
dalam diplomasi multilateral.
Peran lebih besar untuk India dan Brazil
di PBB, agar bisa menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB
-
http://baike.baidu.com/view/1305255.htm 王缉思
Esai dibawah ini dikutip dari
bahasan Wang tentang sikap yang seharusnya diambil Tiongkok dalam menghadapi
strategi baru AS yang “Kembali Masuk ke Asia Pasifik”. ( 2012-2013).
“Merasuk ke Barat/Masuk ke arah Barat” ,
Menyeimbangkan Strategi Geopolitik Tiongkok – Wang Jisi ( 王缉思:“西进”,中国地缘战略的再平衡 )
Dalam beberapa
tahun terakhir ini, pemerintah Obama mengusulkan AS untuk “masuk kembali ke
Asia” sebagai tema Strategi Keseimbangan. Rusia, India, Uni Eropa dan kekuatan
utama global lainnya juga berbondong-bondong menyesuaikan skenario geostrategis
mereka. Akibatnya Geopolotik negara besar, babak baru persaingan geo-ekonomi
menjadi makin sengit . Ketika AS ‘berpaling pada Timur’, Rusia, Eropa dan India
dll juga memprioritaskan untuk “berpaling ke Timur” , Tiongkok yang terletak
pada posisi sentra Asia-Pasifik, tidak harus hanya melihat melampaui batas
wilayah pesisir, pesaing tradisional dan mitra, juga harus memiliki perencanaan
strategi ‘Masuk ke arah Barat”.
Pengembangan Wilayah Barat (Tiongkok) Membutuhkan Pilar
Strategis Baru
Pusat ekonomi dan
politik Tiongkok kuno gravitasinya selalu ada di pedalaman (daratan tengah),
hampir tidak ada sejarah bangsa Tiongkok yang berupaya memperluas batas-batas
teritorinya keluar negeri. Jalur Sutra yang mengarah ke barat Eurasia, Timur
dan Barat adalah jembatan komunikasi dan kegiatan komersil yang penting. Di
zaman modern, bagaimanapun kekuatan Barat dan Jepang telah mendobrak pintu ke
Tiongkok secara militer dan ekonomi, terutama melalui laut, karena industri
modern terkonsentrasi di daerah pesisir
dan kota-kota besar. Awal reformasi dan politik keterbukaan, AS, Eropa, Jepang
dan “4 Macan” Asia Timur adalah target utama dari pertukaran ekonomi luar
negeri Tiongkok, di daerah tenggara Tiongkok telah didirikan Zona Ekonomi
Khusus di sepanjang pantai dan posisinya menjadi lebih kuat dan dominan. Sedang
tingkat pembangunan ekonomi dan sosial di wilayah barat biasanya selalu
tertinggal dan hubungan interaksi dengan luar juga terlambat dan dibawah
normal. Sejak tahun 2000 rencana pembangun daerah ‘barat dan tengah’ mulai
berubah secara signifikan.
Membangun dan
meningkatkan pilar geostrategis dari keseluruhan strategi pengembangan wilayah
barat, berikut ini ada berapa lapisan makna. Pertama, perencanaan dan kerjasama
dengan banyak negara secara keseluruhan untuk memastikan saluran pasokan sumber
daya migas yang melimpah dari wilayah barat dan komoditas mengalir lancar. Bisa
dibagi untuk jalur selatan, tengah, utara mempercepat pembangunan “jalur sutra
baru” , dari bagian Timur Tiongkok, menyambung ke Euroasia tengah, bagian barat
hingga pantai timur laut Altalntic, negara-negara sepanjang pantai Mediterania.
Dari Tiongkok barat menyambung ke Samudra Hindia harus diselesaikan jalan raya
besar.
Kedua, untuk
memperluas hubungan dengan negara-negara di bagian barat (merujuk ke Asia
Selatan, Asia Tengah, Timur Tengah, negara-negara Kaspia) menjalin kerjasama
ekonomi dan perdagangan dan memberi bantuan ekonomi, pembentukan dana
pembangunan kooperasi. Tahun 2011-2012, nilai perdagangan Tiongkok dan Asia Barat
meningkat lebih dari 30 kali lipat (sedang pertumbuhan perdagangan luar negeri
Tiongkok pada periode yang sama naik tujuh kali), proporsi dari total
perdagangan luar negeri naik 9% dari 2%; tujuh tahun terakhir, perdagangan Tiongkok
dengan negara-negara Arab, volume perdagangan luar negeri Tiongkok lebih tinggi
dari tingkat pertumbuhan rata-rata 10%, yang menunjukkan kebutuhan ekonomi
Tiongkok “masuk ke arah barat” dan potensi besarnya.
Ketiga, berhubung
Xinjiang, Tibet dan provinsi lainnya keharmonisannya terancam stabilitas
separatisme etnis asing, ekstrimis agama, terorisme dan kekuatann musuh
lainnya, kejahatan lintas batas yang serius, keamanan nasional telah menjadi
perhatian besar, kebutuhan untuk mengembangkan dan menerapkan strategis perlu
mengkombinasikan internal dan eksternal, yang dapat mendukung satu sama lainnya,
sesuai dengan kondisi lokal, kebijakan dan pendidikan kebijakan sosial
keagamaan, dan membangun keamanan nasional yang kuat, menggalang kerukunan
nasional dan menghilangkan penghalang keharmonisan.
Keempat, meningkatkan sumber daya
diplomatik ke negara-negara di sebelah barat, studi mendalam tentang kondisi
lokal dan situasi etnis dan agama, memperkuat pertukaran sosial dan budaya, membuat
keuntungan untuk ekonomi Tiongkok di wilayah tersebut menjadikan keuntungan kekuasaan
politik yang sederhana dan lembut, strategi memperluas ruang untuk Tiongkok bermanuver.
Mengapa Diperlukan Strategi Untuk “Merasuk ke Barat”
Negara-negara di sebelah Barat
adalah jantung dari Eurasia, tempat kelahiran beberapa peradaban manusia besar,
kaya sumber daya alam. Namun, karena berbagai sebab yang mendasari, banyak
negara dalam beberapa tahun ke depan ini akan sulit untuk menjaga stabilitas
dan kemakmuran, beberapa negara dalam kawasan ini mengalami pergolakan politik
dan etnis yang lintas batas, agama, sektarian, di masa akan datang ini akan
menyulitkan ketertiban dunia dan akan berdampak serius terhadap hubungan negara
kekuatan besar, demikian juga akan berdampak dengan upaya Tiongkok untuk
mempercepat pembanguan ekonomi yang menguntungkan dan mempengaruhi pengembangan
politik. Maka Tiongkok tidak boleh acuh, harus mengambil sikap proaktif di
dunia yang luas dan banyak perbedaan ini.
Zona ini menjadi daerah yang penting
bagi Uni Eropa, Rusia, India, AS dan Tiongkok wilayah persimpangan dan menjadi
ruang kompetitif. Berbeda dengan Eropa Barat, Asia Timur dan daerah ini berbeda
dengan negara-negara Barat, tidak dapat muncul Aliansi milter pimpinan AS di
daerah ini (atau anti aliansi), dan kecendrungan untuk intergrasi ekonomi masih
belum muncul. Mekanisme koordinasi kerjasama negara besar dan aturan persaingan
belum ditetapkan, dalam artian kekuatan utama dalam lingkup pengaruh pengertian
tradisional terus menerus saling bergesekan.
Namun, AS sudah memasang “bidak
catur dulu”. Tahun 2011 musim gugur Sekretaris Luar Negeri AS Hilarry Clinton
pada beberapa kesempatan mempromoisikan Program “ Jalur Sutra Baru” AS. Dalam
skema ini : ladang minyak dan gas dari Turmenistan akan memenuhi kebutuhan
energi Pakistan dan India yang terus berkembang, yang akan memberi pendapatan
yang signifikan dari transpotasi kepada Afganistan dan Pakistan. Kapas
Tajiskistan akan dijadikan kain katun di India, Furnitur Afganistan dan
buah-buahan akan muncul di Astana, Mumbai dan bahkan lebih jauh lagi. Singkat
kata, program ini bertujuan untuk mendirikan sebuah pusat di Afganistan, yang
menghubungkan Asia Tengah dan Selatan, Timur Tengah dan memperluas jaringan
ekonomi dan transportasi internasional. Tujuan jangka pendeknya, jelas untuk
kepentingan AS, bagaimana pelaksanaan politiknya setelah menarik dari
Afgansitan dalam mempertahankan kepentingan mereka sendiri.
Rusia memandang Kaspia dan Asia
Tengah sebagai “halaman belakang” negara-negara CIS, mereka akan terus
mempertahankan posisi trandisional ini. Daerah Kapia dan Asia Tengah telah
menjadi sasaran utama diplomasi energi Uni Eropa. Untuk masalah keamanan dan
politik regional, Eropa akan mempertahankan kerjasama jangka panjang, peran
militer NATO untuk bermain jika diperlukan. Timur Tengah dan India Tengah akan
dianggap untuk mempromisikan diversifikasi impor energi, tapi fokus aranya
untuk membangun jaringan minyak dan pasokan gas sekitarnya. Kepentingan ekonomi
Jepang dan masalah keamanan di wilayah barat perhatiannya juga terus
ditingkatkan.
Dari sini bisa dilihat mempromosikan
ekonomi, kegiatan politik dan kepentingan nasional Tiongkok untuk masuk ke arah
Barat” (Tiongkok wilayah barat) dalam perekonomian, perpolitikan memiliki
peranan dan makna strategis yang penting. Pertama, “Merasuk ke Barat” untuk
penyeimbang hubungan Sino-AS, mendorong strategis Sino-AS untuk saling percaya.
Yang berhubungan dengan Dewan Keamanan Nasional, Depertemen Luar Negeri,
Departemen Pertahan untuk tahun-tahun ke depan, termasuk hubungan dengan Asia
Timur, hubungan antar pejabat berwenang, terutama pakar untuk Asia Timur.
Strategis Obama yang “fokus kearah Timur”, juga berfokus pada Asia Timur. AS
sengaja atau tidak sengajanakan “memposisikan” Tiongkok sebagai negara-negara
Asia Timur, tetapi mudah bagi orang Tiongkok untuk membatasi visi strategis
mereka. Persaingan Sino-AS di Asia Timur telah semakin menunjukkan semacam
“zero-sum pattern”. Tapi jika “Merasuk ke Barat”, potensi Sino-AS dalam
investasi, energi, kontra-terorisme, non-prolifirasi, menjaga stabilitas
regional perlu diperbesar, selain itu resiko konfrontasi militer hampir tidak
ada. Untuk menjaga stabiltas antara Afganistan dan Pakistan, AS membutuhkan
dukungan dan bantuan dari Tiongkok.
Selain itu, kepentingan ekonomi
Tiongkok di negara-negara sebelah barat makin hari makin berkembang, perlu
untuk menunjukkan negara dalam partisipasi dalam penyelesaian multilateral,
yang dapat peluang untuk meningkatkan status baik internasional. Jika
dibandingkan dengan Asia Timur, Tiongkok dan (di luar India) negara-negara
sebelah barat hubungan cukup baik, dan unsur untuk terjadi konfrontasi dan
konflik sangat sedikit, persaingan dan kerjasama geo-ekonomi, geopolitik dalam
posisi yang menguntungkan. Menjalin bersama dengan negara-negara yang
bersangkutan membentuk lingkungan keamanan untuk pengembangan wilayah,
pengembangan aturan main yang adil dan kondusif untuk kepentingan jangka
panjang Tiongkok, dan membangun citra negara besar yang bertanggung jawab.
Memperkuat dan memperluas fungsi Organisasi Kerjasama Shanghai*1 , dengan
kekuatan yang kekuatan dan negara yang bersangkutan di regional ini dan
membangun renana perdamaian dengan bertitik tolak dari “Jalur Sutra Baru” untuk
membangun mekanisme keamanan multilateral dan resolusi konflik regional, dalam
hal ini Tiongkok harus bisa memegangnya.
“Merasuk Ke Barat” harus Malakukan
Koordinasi Strategis
“Merasuk Ke Barat” memang memiliki
banyak kesempatan, tapi juga menaruh banyak resiko. Resiko pertama,
Negara-negara sebelah Barat ini bukan suatu daerah yang cerah dan murni. Banyak
negara ini yang masih tidak stabil dalam politik, relatif miskin, konflik etnis
sektarian yang fanatik. Sekali kita masuk dan terlibat didalamnya akan sulit
untuk menarik keluar kembali. Tiongkok tidak hanya harus berani “berintervensi
secara kreatif”, tapi harus juga memiliki rencana dan sarana menejemen krisis.
Resiko kedua, hubungan yang rumit
antara negara-negara disebelah barat , di regional Timur Tengah ada kekuatan
Iran, Arab Saudi, Turki, Mesir, Israel dll yang sedang bergulat satu sama lain,
persilihan keras antara India dan Pakistan di Asia Selatan. Sikap diplomatik
Tiongkok pada setiap isu tertentu, akan dapat menyinggung beberapa negara, maka
diperlukan untuk bisa mempertahankan keseimbangan.
Resiko ketiga, ‘Merasuknya’ Tiongkok
ke Barat, tidak mungkin tidak menyebabkan keraguan dan kecurigaan kekuatan
besar lainnya. Mereka pasti akan bekerjasama untuk coba bersama-sama membendung
Tiongkok, harus diusahakan semaksimal mungkin tidak memunculkan muka hegemoni,
ingin memperebutkan kekuasaan, persaingan yang tidak menguntungkan mereka,
harus dihindari sikap seperti AS “yang melakukan terobosan”, semua harus dengan
isu pola normal dan zero kompentisi, non politiking ekonomi.
Resiko ke-empat, mudah sekali
dituduh sebagai “perampok sumber daya alam”, “neo-kolonialisme”. Perlu sekali
memperhatikan lokasi investasi dan perlindungan lingkungan, mata pencaharian
dan lapangan kerja. Harus berusaha untuk meningkatkan peraturan konsuler, harus
peduli dan memberi perlindungan serta pendidikan manajemen kepada komunitas
Tionghoa setempat.
Dibanding dengan AS, Eropa, Asia
Timur, Rusia dan negara lainya di regional ini, pemahaman Tiongkok terhadap
negara-negara ini masih dangkal. Penguasaan bahasa Arab, Persia, Turki, Khazaktan,
Hindi, Urdu, Bengali, Shinhale dan bahsa lainnya masih sangat kurang, perlu
dikembangankan think tank, penelitian dengan bekerjasama dengan perguruan dalam
negeri dan kerjasama dengan engara-negara sebelah barat ini. Perlu diatatur
untuk lebih banyak seminar bilateral atau multilateral internasional, thin tank
semi-resmi, dan lembaga akademis, masyarakat sipil, dan mempromosikan studi
tentang negara-negara disebelah barat ini, untuk melatih personil yang mengerti
negara-negara yang bersangkutan juga mengerti Tiongkok. Perlu mengembangkan
perencanaaan jangka panjang yang didukung dengan ddana yang memadai untuk
mengintergrasikan urusan luar negeri, ekonomi, budaya, pendidikan dan sumber
daya akademik berbagai sektor domestik, dan meningkatkan sinergi “Merasuk Ke
Barat”.
Menurut Wang, artikel ini tidak
mengajurkan ‘Merasuk Ke Barat” untuk dijadikan salah satu strategi luar negeri
negara, hanya ditekankan bahwa dalam situasi ekonomi dan geopolitik dunia
sektor ini selalu berubah dan terus terjadi pembaharuan, jadi perlu memiliki
sesuatu pemikiran yang baru, yang secara global, tentang hak atas daratan,
lautan yang saling kait mengait dalam “keseimbangan” geostrategis.
*1 Organisasi Kerjasama Shanghai = Dibentuk
di Shanghai Tiongkok, berkantor pusat di Sahnghai. Mulanya dibamai “ Shanghai
Five” sesuai dengan anggota pendahulu
terdiri dari Tiongkok, Rusia, Khazatan, Kyrgyzstan, Tajikistan, untuk
memperkuat kepercayaan dan proses pelucutan senjata untuk daerah perbatasan 5
negara. Pada 1996 & 1997, lima kepala negara ini telah menanda tangani
persetujuan di Shanghai dan Moskow “Perjanjian Memperkuat Kepercayaan Militer
di Daerah Perbatasan” dan “Perjanjian Saling Mengurangi Pasukan Militer di
Perbatasan”. Sejak tahun 2000 Ukrainai mulai berpartisipasi, 15 Juni 2001,
Tiongkok, Rusia, Khazatan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Uzbekistan, enam negara
bertemu di Shanghai Mengeluarkan “Deklarasi Pembentukan Organisasi Kerjasama
Shanghai” berdasarkan mekanisme “Shanghai Five”
王缉思:“西进”,中国地缘战略的再平衡
Esai Wang tentang “ Merasuk Ke
Barat” (王缉思:“西进”,中国地缘战略的再平衡) diatas dan Strategi AS untuk
“Kembali Ke Asia Pasifik”, dan strategis menyeimbangan Rusia, India dan
negara-negara lainnya di Eropa. Yang menganjurkan Tiongkok harus berbalik arah
untuk memperhatian pengembangan hubungan yang erat ke Asia Barat, Timur Tengah
dan daerah lainnya di region ini. Dengan mendorong pengembangan ekonomi,
pengarahan politik untuk kepentingan “Merasuk ke Barat”. Telah menjadi bahan diskusi hangat di AS
untuk di-di-diskusikan.
Hal ini terjadi dikarenakan Wang
Jishi tidak saja adalah seorang Dekan dari Beijing Institut Hubungan
Internasional, tapi melihat posisi Wang yang sebagai pelatih kader PKT dari
Institute Partai Sentral International for Strategic Studies, kebetulan
bersamaan dengan moment dimana AS dan NATO sedang membahas tentang penarikan
keterlibatannya di Afganistan pada 2014 yang jawalnya sudah konsisten. Sehingga
dengan sendiri timbul pertanyaan : Apakah Tiongkok ingin mengisi kekosongan
yang ditinggalkan AS dan sekutu-sekutunya di wilayah pusat Eurasia, dan menjadi
kekuatan dominan baru ?
Para pakar melihat dalam beberapa
tahun terakhir ini, tingkat aktivitas Tiongkok di wilayah tersebut makin jelas.
Dalam 7 tahun terakhir data menunjukkan, perdagangan antara Tiongkok dan
negara-negara Arab pertumbuhan per tahun rata-rata sekitar 30%, lebih tinggi
dari tingkat pertumbuhan rata-rata volume perdagangan luar negeri Tiongkok yang
10%. Demikian juga perdagangn dengan Asia Selatan dan Asia Barat juga tumbuh
pesat dalam dekade terakhir dengan kelipatan 30 kali, jauh dari rata-rata
pertumbuhan perdagangan luar negeri Tiongkok.
Dalam hal investasi langsung perusahaan Tiongkok ke luar negeri yang
ditandatangani dengan negara-negara disebelah Barat ini, sering memiliki makna
strategis kontrak kearah “Merasuk ke Barat” misalnya tentang pembuatan bir yang
cukup besar dan kuat. Pada 2007, group perusahaan metalurgi Tiongkok — China
metallurgical Group Central Enterprises “中国央企中冶集团”(Perusahaan Pusat Metallurgi
Tiongkok) telah memenangkan investasi $ 30 Milyar untuk Pertambangan Tembaga di
Aynak, Afganistan. Selanjutnya di “Central Asia ---- Pertochina (中石油)” menyelesaikan pipa minyak dan
gas di Afganistan, dan kemudian menjadi
perusahaan asing pertama yang diizinkan menyedot minyak. Awal tahun ini
Tiongkok mengambil alih operasi dan manjemen pelabuhan Gwadar, Pakistan, pakar
menganggap ini sebagai langkah penting untuk memperluas kekuasaanya di Teluk
Persia.
Hal tersebut diatas menyebabkan
pakar dari Brooking Institution menafsirkan “Merasuk Ke Barat” merupakan
impilementasi taktik perang Mao “Musuh maju kita mundur, musuh mundur kita
kejar” .
Namun sebagian pakar berpendapat
bahwa penafsiran ini mengabaikan esai Wang yang berargumen bahwa persaingan
Sino-AS di kawasan Asia Timur yang “zero-sum Pattern” dan hampir tidak
ber-resiko adanya konfrontasi militer di bagian barat ini bagi investasi dua
superpower ini, dalam bidang energi, kontra-terorisme, menjaga stabilitas
regional, potensi kerjasama lebih besar di daerah lainnya. Daripada wilayah
“barat” ini dilihat sebagai satu pergulatan persaingan Sino-AS, lebih baik
dilihat sebagai zero-sum game dalam menjangga untuk keuntungan Asia Timur.
Menurut pandangan Wang, Tiongkok tidak
seharusnya menyebut dirinya “Negara Asia Timur” . Tiongkok atau Zhongguo (中国) mempunyai makna arti Middle Kingdom,
yang berarti negara tengah. Yang juga mempunyai makna berposisi menguntungkan
untuk pengembangan ke segala arah.
3 Desember 2003 seorang wartawati
The New York Times edisi bahasa Tionghoa Bao Peipei(包蓓蓓) mewawancari
Wang Jishi saat dia berada di AS, dengan petikannya sebagai berikut : Tanya Bao
(TB) , Jawab Wang (JW)
TB : Usulan Anda tentang perencanaan startegis “Merasuk ke Barat” dari kontensnya
terlihat konsisten dengan perkembangan negara (Tiongkok) 20 tahun lalu yang terus bertahap membuka pintu ke negara
sebelah Barat, tetapi Anda memberi istilah baru. Apakah ini ada kaitannya
dengan kebijakan strategi Obama “Kembali ke Asia” dan rencana penarikan dari
Afganistan ?
JW : “Merasuk ke Barat” bukanlah
masalah strategis untuk jangka pendek, bukan juga “musuh mundur kita maju”.
Yang terpenting dan utama bukan untuk melawan AS. “Merasuk ke Barat” bertujuan Tiongkok untuk status Tiongkok.
(yang kedua “Tiongkok” yang bermakna negara sentra/middle kingdom). “Merasuk ke
Barat” bukanlah strategi, tetapi hanya pemikiran strategi.
Dalam artikel saya yang
dimuat di ‘Global Times”, yang tidak saya dibicarakan tentang pembangunan
Tiongkok di wilayah Barat dengan skala besar. Secara geografis Tiongkok sebelah
timur rendah dan makin ke barat meninggi, tapi secara ekonomis wilayah barat
rendah dan wilayah timur tinggi, maka bagi Tiongkok perlu untuk melakukan
keseimbangan. Pada Tiongkok kuno, ibukota di Xian, Luoyang, Kaifeng, semua
terletak di ddaerah-daerah ini---- namun Yan (燕国) dan dinasti Ming dan Qing pernah
juga di Beijing, tapi sejak dahulu kala ibukota tidak pernah terkonsentrasi di
pesisir, selalu dalam daratan. “Merasuk ke Barat” yang terutama pertimbangannya
adalah menyeimbangkan dalam negeri Tiongkok.
Pembangunan ke arah Barat
adalah wajar untuk membuka sebelah Barat Tiongkok. Misalnya, Otonomi Ningxia
Hui (宁夏回族自治区 ) yang mayoritas muslim dapat memproduksi komoditas yang disukai kaum muslim,
jika diekspor ke Barat alangkah baiknya? Hubungan ekonomi dan perdagangan
Xinjiang dengan Asia Tengah sangat dekat, sedang hubungan perdagangan dengan
Korea dan Jepang cukup jauh. Tibet bisa mengadakan hubungan perdagangan dengan
Nepal, pengembangan ekonomi Yunan dikembangkan ke Myanmar, prospek ekonomi
Tiongkok saat ini kemungkinan akan segera berubah baik.
TB : Oleh karena itu “Merasuk ke
Barat” tujuan utama adalah untuk mendorong menyeimbangkan ekonomi dalam negeri
Tiongkok ?
JW : Benar. Pertama untuk
menyeimbangkann dalam negeri Tiongkok, keseimbangan ini akan berpengaruh
terhadap eksternal. Tiongkok menghadapi sejumlah tantangan di Barat: ekstrimis
agama, terorisme, separatisme etnis, yang sering disebutkan tiga kekuatan
jahat. Jika Afganistan, Pakistan bersamaan kacau, kekuatan ini dapat menyebar
ke Tiongkok. Maka kerjasama Sino-AS didaerah ini meluangkan ruangan.
Membangun jalan bebas
hambatan (tol) dari Lianyungang (连云港) ke semua pelabuhan laut di sebelah timur Tiongkok, agar
semuanya tersambung. Beberapa negara mungkin memiliki masalah, tetapi cepat
atau lambat akan teratasi dan tertembus. Kini telah ada beberapa jalur yang dapat
dilalui, dari barat daya mulai dari Sichuan, Yunanan, dan Myanmar terus ke
pelabuhan di Samudra Hindia; atau dari Xianjiang melalui Asia Tengah dan Turki
ke Mediterania; dan ke Amsterdam juga bisa melalui daerah Kaspia. Jembatan
Eurasia bisa menuju beberapa tujuan, ini semua akan menjadi konstruksi dasar,
yang sangat berarti bagi ekonomi Tiongkok. Selain itu juga membantu
perkembangan negara-negara berkembang yang dilalui sepanjang jalur ini. “bagi
si kaya membangunkan jalan dulu” , demikian juga untuk jalur pipa minyak dan
gas. Clinton telah menggalang di Asia Tengah, Asia Selatan untuk membangun
“Jalur Sutra Baru”, maka Tiongkok juga harus mempertimbangan jalur Sutra Baru
nya sendiri, dengan menggandeng beberapa negara untuk bekerjasama.
Ini adalah visi strategis
jangka panjang, visi geo-ekonomi. Dahulu Perang Candu pintu Tiongkok sebelah
timur yang dibuka lebar-lebar, bukan dari barat, sehingga kota-kota yang lebih
maju terkonsentrasi di wilayah pesisir.
Ketika saya mulai belajar
politik internasional, saya sangat kagum dengan AS. AS adalah negara yang
berada di “dua Samudra”, sedang Tiongkok hanya berada di “satu samudra”, tapi
sekarang dengan alat transportasi yang berkembang baik, kelemahan geo-politik
dapat diubah menjadi keuntungan geo-politik. Pembangunan kita kearah laut timur
sangat penting, tapi kita berada di satu sisi laut dan sisi lainnya daratan,
mengapa tidak kita manfaatkan? Negara-negara Barat memang kenyataannya kuat,
mereka menjuluki Tiongkok sebagai “Timut Jauh”, dan kita (Tiongkok) mengaku
sebagai negara Timur, tapi sekarang kita sudah mengalami perubahan besar Status
Geopolitik-nya, maka kita boleh membayangkan kembali sebagai Tiongkok (中国) --- Negara Tengah (“Middle
Kongdom/Middle Sate”)*1
TB : Tapi kini di dalam negeri AS
banyak mengdiskusikan tentang strategis
“Kemabli ke Asia Pasifik”, selain itu kita masih menggunakan istilah
negara-negara Timur, dengan demikian itu dapat diartikan bahwa AS sedang menuju
wilayah Tiongkok ?
JW : Pergerseran strategis AS
terhadap kawasan Asia pasifik, adalah hal yang sangat alami, Tiongkok perlu
mempertimbangkan dengan respon positif, tetapi tidak perlu harus merespon
dengan keras. Jika AS menaruh lebih
banyak perhatian pada Asia Timur, dan kita hanya berkonsentrasi pada pelayaran
mereka ke Asia Pasifik maka kita akan kejebak.
Banyak akademisi dan ahli
strategis AS sengaja atau tidak sengaja, akan selalu melihat Tiongkok bagian
dari Asia Timur. Politik, Ekonomi,
Budaya , Ras, antara AS dan Eropa itu dekat, dan kita Tiongkok menyebut mereka
itu Barat. Padahal AS berada disebelah timur Tiongkok, dan Tiongkok berada
ditengah-tengah AS dan Eropa.
Dari kebijakan, perspektif
strategis, AS telah mempertimbangkan Jepang, Korea, Asia Tenggara bersama-sama
menjadi satu, sedang Tiongkok dalam alam pikirannya didefinisikan sebagai
negara Asia Timur, hal ini tidak terlepas dari pengalaman sejarahnya. AS datang
ke Asia Timur perama kali invasi ke Jepang, kemudian mengajukan “kebijakan
pintu terbuka”. Selanjutnya pernah melakukan tiga kali perang, Perang Pasifik
melawan Jepang, Perang Korea, Perang Vietnam dengan ukuran dan biaya jauh lebih
besar dari Perang Irak. Orang Amerika begitu berpikir tentang Tiongkok, akan
teringat akan tiga perang yang tragis tersebut, sehingga tidak mungkin akan
melepaskan keberadaan dari Strategis Asia Timur. Karena kita telah banyak berinteraksi
dengan orang Amerika, ide-ide mereka bisa membuat kita membatasi pikiran
strategis. Lee Kuan Yew pernah bertutur
: Tiongkok tentu akan menghegomoni di Asia Timur, bagaimana mereka tidak akan
menyingkirkan AS? Orang Amerika berpikir mereka adalah hegemon Asia pasifik,
bagaimana bisa mengakomodir adanya dua kekuatan yang dominan? Pemikiran
strategis “zero-sum pattern” masih belum sirna, maka hubungan Sino-AS tidak
akan mungkin berkembangan menjadi hubungan baru dua kekuatan (negara) besar.
Jika anda memperbesar visi
ini, melihat Tiongkok yang sedang memperkembangkan ke barat Daratan Asia “negara tengah”,
kepentingan dan pengaruhnya tidak hanya ke berkembang ke timur, tapi
mempercepat berkembang ke Asia Tengah, Timur Tengah, Afrika, Eropa, dan bahkan
ke Amerika Latin, ber-transisi dari kekakutan regional menjadi partner global
untuk semua negara-negara dunia, kemudian membangun konsep hubungan negara
besar yang lain dan baru. Tiongkok tidak mau menjadi dominan di Asia Timur,
bahkan tidak perlu menjadi hegemon di Asia Pasifik. Jika Anda berbicara tentang
teguh hati atau Ambisi (dalam bahasa Mandarin dibedakan雄心=teguh hati atau 野心=ambisi dalam bahasa Inggris hanya
ada satu istilah Ambition), teguh hati Tiongkok adalah ingin berbekerja di
seluruh dunia ----dan berperan penting di dunia. Berperan penting di dunia tapi
tidak seperti AS yang ingin menjadi Hegemon.
TB : Karena itu mengapa Presiden Xi
Jinping setelah dikukuhkan sebagai Presiden RRT lawatan ke Luar Negeri pertama
tujuannya ke Rusia dan Afrika.
JW : Menurut pendapat pribadi saya
kunjungan ini tidak sengaja dirancang untuk melawan AS dan Jepang. Tiongkok
tidak mempunyai gagasan membentuk aliansi anti-AS, tapi untuk meningkatkan
ruang berkembang lebih besar kegiatan politik, ekonomi, mengkonsolidasikan
hubungan kemitraan yang telah ada dan meningkatkan hubungan teman-teman baru. Tiongkok tidak “menerobos”
kepungan AS, dan AS tidak akan mampu mengepung Tiongkok.Rusia selalu sangat
penting, seperti juga Afrika Selatan, KTT BRICS juga sudah ditetapkan. KTT
BRICS tidak mungkin dibuka dan diadakan di AS atau Jepang?
Asia Timur sangat penting
bagi Tiongkok. Tiongkok adalah inti dari Asia Timur, tetapi tidak semua bagian
Tiongkok termasuk dalam Asia Timur, seperti Xinjiang dan Tibet dalam budaya
lebih dekat ke Asia Tengah, Timur Tengah, Asia Selatan, dan tidak berada diluar
Tiongkok yang Asia Timur. Tiongkok bagian barat secara geografis lebih dekat ke
tengah benua Eurasia.
Tadi baru saja membicarakan
“Timut & Barat”, salah satu konsep geostrategis yang lain adalah tentang
“Utara dan Selatan”. Dari sudut pandang ekonomi. Tiongkok tampaknya menjadi
negara Selatan, menurut negara-negara Selatan Kelompok 77, negara berkembang.
Padahal, sebagian wilayah besar di utara , pada musim dingin sangat dingin,
perbedaan dengan negara-negara Selatan sangat berbeda. Tiongkok tidak ingin
selamanya menjadi negara berkembang, tujuannya adalah masuk dalam jajaran
negara-negara maju yaitu negara-negara Utara. Sekarang tingkat ekonomi Tiongkok
telah berkembang dilevel “diatas” , output ekonomi berada dilevel kedua di
dunia. Maka dapat dikatakan sudah menjadi negara maju diantara negara
berkembang, jadi bisa menjadi perantara dan jembatan untuk menjadi Negara
Tengah, dengan arti lain sebagai Middle State (中间国家=Negara Perantara/Diantara).
TB : Tapi kenyataannya topik berita
Internasional Tiongkok saat ini relatif terkonsentrasi di Asia Timur, seperti
Kepulauan Diaoyu dan Semenanjung Korea ?
JW : Saya senang berkeliling, sebelum
ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan banyak tempat lagi, dan menempatkan visi
saya pada tempat itu. Setelah saya melihat ke Barat, tebukalah mata saya, beberapa
aspek menggoda pandangan dunia saya. Anda dapat mengatakan bahwa Asia adalah
Tiongkok ditambah para tetangga, tapi tidak bisa mengatakan Asia itu adalah Jepang
dan para tentangganya (ia tertawa). Isu-isu panas berita internasional dalam
beberapa dekade terakhir telah berubah berkali-kali.
TB : Oleh karena itu “Merasuk ke Barat” merupakan langkah penting
dalam strategi diplomatik.
JW : Betul. Jika anda hanya
mengatakan “Masuk ke Barat” orang lain akan menganggap sebagai visi jangka
pendek, tapi sebenarnya saya sudah berpikir jauh lebih dari ini. Ini adalah
strategi diplomatik Tiongkok dalam dekade mendatang dan untuk meletakkan dasar
dari status global. Tiongkok kini bukan kekuatan dominan (dominant power), tapi
satu negara yang kepentingan dan pengaruhnya terhadap perkembangan dunia sangat
pesat. Hal ini sesuai untuk melayani tren globaliasi, dan ini merupakan dinamika
domestik Tiongkok, dan kesempatannya sangat besar. Namun tantangan dan resikonya
juga makin membesar.
TB : Kepentingan ekonomi Tiongkok
pasti akan membawa output dari manfaat non-ekonomi terhadap arus global.
Misalnya, Arab Saudi saat ini pemasok terbesar minyak mentah ke Tiongkok,
produksi minyak terutama dikirim melalui Selat Hormuz, sekarang berada dalam
pengawalan militer AS. Jadi untuk kepentingan minyak Tiongkok di masa depan di
wilayah ini makin lama akan makin besar, AS tidak ingin melindungi terus kepentingan Tiongkok, apakah
Tiongkok kelak akan melindungi kepentingan ekonominya sendiri ?
JW : Ada kecendrungan kesitu, bahwa
Tiongkok perlu mempertimbangkan
perlindungan atas kepentingan mereka dalam jangkauan yang lebih luas. Tapi
dikarenakan suatu kebutuhan, dan ini mendorong Tiongkok dan berbagai negara
dikawasan ini untuk mengadakan kerjasama, termasuk kekuatan maritim AS dalam
kerjasama tersebut. Libih jauh kita melihat, Sino-AS di Samudra Hindia, Afrika,
Amrika Latin bukanlah zero-sum. Sangat realistis mengatakan bahwa Tiongkok
tidak bisa dengan cepat membangun sepuluh kapal induk, untuk berkeliling dunia.
Tidak hanya sumber daya keuangan yang tidak mampu, hambatan politik juga
banyak. Perlindungan keselamatan maritim, jalur pelayaran, adalah tanggung
jawab bersama dari negara-negara dunia. Sekarang bahkan AS yang selama ini
sebagai yang menguasai lautan, kini juga merasakan kewalahan, perlu ada
kekuatan lain untuk membantunya, termasuk Tiongkok untuk ikut berperan serta
mengemban tanggung jawab.
TB : Sehubungan dengan perekonomian
Tiongkok di dunia tumbuh makin lama makin besar, tidak ada cara lain untuk
mempertahankan prinsip diplomatik “saling tidak campur tangan urusan dalam
negeri” . Saya masih ingat suatu ketika dalam pemilihan presiden di Zambia,
salah satu kandidat berjanji jika terpilih akan memperbaiki hubungannya dengan
Taiwan. Pada saat itu pihak Tiongkok mengadakan intervensi.
JW : Saya kira peran Tiongkok masih
sebagai negara penengah. AS selalu berpikir berbuat sesuatu tentang perubahan
rezim di negara lain. misalnya di Syria – rezim Assad, rezim Iran, tapi telah
membuat berantakan setelah rezim Irak berganti sekarang. AS kini sedang
memikirkan kembali tentang pelajaran ini. Intervensi AS dan Eropa memiliki
keterbatasan. Terhadap terjadinya kerusuhan sipil di suatu negara, Barat selalu
akan mempertimbangkan intervensi militer, sanksi ekonomi. Beberapa negara lain
banyak yang tidak berkepentingan di tempat itu, sebagian ada banyak
berkepentingan tapi tidak mengadakan intervensi yang berarti. Tiongkok juga jika
berkepentingan maka mulai mengambil intervensi pada titik tertentu, tapi dalam
artian sebagai negara penengah. Prinsip non-intervensi untuk urusan dalam
negeri dari politik luar negeri Tiongkok, tapi dengan catatan kepentingan, hal
itu tidak mungkin total berpangku tangan. Tiongkok akan berpartisipasi dalam
pemerintahan global, bersamaan untuk membantu negara-negara dalam pemerintahan
lokal, dalam melindungi kepentingan mereka di negara dan wilayahnya. Adapun
cara khusus dan bagaimana melakukannya, Tiongkok masih meraba-raba dalam
prakteknya.
TB : Maka Tiongkok di masa depan perlu satu sistim diplomatik
yang besar, untuk membuka mata lebih lebar dari Asia Timur, menjadi
pemerintahan global.
JW : Timur, Barat, Selatan, Utara
(semua penjuru angin), kita semua saling terkait kepentingan. Ide G2 relatif
sempit, pada dasarnya terbatas pada diskusi antara Tiongkok dan AS. Yang jelas,
negara-negara lain juga memiliki kekuasaan dan pengaruh mereka sendiri. Terus
terang pembangunan masa depan kekuasaan
Tiongkok, harus mampu menyeimbangkan
antara kepentingan negara-negara lain, dampak dari hubungan antara mereka. AS
adalah imperium global, dapat mengatur keseimbangan hubungan AS-Jepang dan
Sino-AS, dan juga dapat mengatur keseimbangan hubungan Jepang dan Korsel.
Tiongkok begitu besar, tidak bisa hanya melihat orang lain bermain.
TB : Sekarang sedang terjadi
perlambatan ekonomi global, target pertumbuhan GDB Tiongkok berkurang. Porsinya
besar, perekonomian tidak akan terus tumbuh dengan cepat, dalam situasi
demikian kiranya bisa bagaimana mempengaruhi kebijakan luar negeri Tiongkok ?
JW : Negara-negara lain juga ekonomi
tidak begitu ada ekonomi boom, GDB Tiongkok dengan sendiri juga ikut menurun.
Tiongkok telah banyak menarik investasi asing, dan sekarang orang lain dan juga
tidak cukup, jelas akan kesulitan untuk menarik berinvestasi asing. Investasi
asing Tiongkok keluar harus direncanakan dengan sangat berhati-hati, kepada
siapa harus melakukan bisnis, kemana harus mengivestasikan dananya agar
menghasil keuntungan, harus benar-benar direnacanakan dengan baik, tidak bisa
seperti dulu lagi. Jangan begitu ada kecelakaan, mengalami kerugian baru mulai
diperhatikan. Perlu ditingkatkan kesadaran, diadakan penelitian risk aversion
(resiko rugi).
Selain itu, Tiongkok harus
memiliki momentum dan kesadaran dan kejasama dengan negara-negara lain serta
membentuk strategi. Kini investasi Tiongkok ke luar negeri pada umumnya
memiliki dasar. Harus membiarkan mereka untuk berbagi resiko dengan negara
setempat. Tentu saja, kerjasama juga
perlu menanggung resiko pihak lain.
Perusahaan Tiongkok setalah
kelak menjadi besar di luar negeri, perlu membangun usaha hulu, seperti
perusahaan finansial. Jangan jika da yang menawarkan memnbangun rumah, jalan,
Anda terus terima, dan setelah selesai terus ditinggalkan dan melakukan di
tempat lain lagi. Perusahaan Tionngkok dan Strategi Tiongkok harus belajar naik
ke hulu, yang pada akhirnya bisa mencapai ke puncak menjadi yang top, berada di
puncak bukit-bukit kecil sekalipun.
(Bao Peipei alumi pascasarjana
Universitas Columbia bagian Jurnalisme dan International Relation ).
Referensi & Sumber :
*1
Tiongkok (中国) --- Negara Tengah (“Middle Kongdom/Middle Sate”) secara harfia中 = Tengah/Pusat ; 国= Negara.
王缉思:“西进”,中国地缘战略的再平衡
王缉思:西进,是还中国以“中国”的地位
Penutup
Pemimpin RRT seperti mantan Presiden Wen Jiabao
sangat menyadari bahwa keberhasilan yang bekelanjutan pembangunan ekonomi
Tiongkok sangat tergantung pada reformasi hukum dan politik yang berkelanjutan
pula. Dengan meningkatnya permintaan komsumsi domestik rakyat Tiongkok
mempercayakan pemerintah daerah dalam memberi pelayanan kesejahteraan diharapkan
dapat disampaikan secara effisien. Penelitian yang inovatif dan rancang bangun
membutuhkan kebebasan yang lebih besar, demikian juga perlindungan hak milik
intelektual. Supremasi hukum dan akunbilitas membutuhan check & balance
baik didalam dan terhadap partai (PKT). Mengatasi kepentingan ekonomi negara
membutuhkan partai untuk menghadapi tantangan dalam segi keuangan dan hak
istimewa. Jadi kepemimpinan baru harus mengambil alih pada saat adanya prestasi
dan dan adanya rongrongan yang dapat menggerogoti rasa ketidak nyamanan atas
keamanan dalam negerinya.
Dari esai diatas dapat dilihat keberhasilan
Tiongkok membangun ekonominya berkat keterlibatan semua lapisan masyarakat
dalam rangka modernisasi dan globalisasi dengan segala konskuensinya.
Salah satu warisan dari keberhasilan rezim Hu dan
Wen adalah Weibo –microblog, yang pada tahun 2002 dapat dikatakan hampir tidak
ada, sekarang sudah digunakan hampir 400 juta orang di Tiongkok dengan bahasa
yang homogen, akibatnya negara partai tersebut tidak bisa lagi mencegah orang
mengekspresikan diri. Ratusan juta pengguna internet dan media sosial seluruh
Tiongkok telah menciptakan suatu “ruang gema” (echo chamber), ini menciptakan
suatu pasar yang membludak dari ide-ide yang muncul dari bawah permukaan yang
berupa kata-kata yang masih murni dan tanpa “dimasak”. Weibo telah membuka
ruang baru bagi orang asing untuk berinteraksi lebih langsung dengan Tiongkok,
sehinggsa menjadi alat baru diplomasi juga.
LSM kini menjamur di Tiongkok, khususnya didaerah
abu-abu yang biasanya tidak tersentuh hukum, tetapi kini diberi toleransi
kepada masyarakat sipilnya. Bahkan terkesan pemerintah pusat memerlukan wiraswastawan
sosial ini untuk mengekspos terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan
pemerintah daerah. Seperti apa yang telah dikemukakan oleh Xiao Bing dalam
esainya dalam hal tersebut dimuka. Prioritas ini juga berhubungan dengan
kebutuhan untuk mendorong kekuatan reformasi.
Pada 2002 Tiongkok telah berhasil menghimpun $ 4,5
trilyun untuk cadangan devisanya (termasuk modal swasta) dan ini ber-resiko
kehilangan sebagian darinya. Yu Yongding menyebutkan ini sebuah “krisis aset”.
Saling ketergantungan perdagangan dan hubungan lintas modal merupakan jaminan
terbaik Tiongkok. Ini menyebabkan perubahan mendasar yang akan meningkatkan
penanam modal asing dalam pasar modal diluar pabrikan dan perdagangan komersil
serta menginternasionalkan perusahaan Tiongkok.
Tiongkok tampaknya akan tidak lagi menjadi
penghasil barang-barang murah. Tahap berikutnya Tiongkok akan mengembangkan pasarnya ke negara maju seperti
Eropa, yang penting bagi Tiongkok bergerak untuk meningkatkan mata rantai nilai
tambahnya. Investasi dalam teknologi tinggi dan hijau, dan membeli perusahaan
yang sudah mampan dan sudah memiliki nama beken untuk menyerap know-how dan mata
rantai pemasokan. Dengan terjadinya krisis di Eropa menjadi suatu kesempatan
bagi Tiongkok untuk melakukan investasi langsung di Uni Eropa dan meng-akuisisi
perusahaan-perusahaan Eropa. Diprediksi investasi Tiongkok keluar Tiongkok akan
mencapai $ 1 trilyun pada tahun 2020, yang sebagian besar diarahkan pada Uni
Eropa dan AS.*1
Pengembangan investasi ini merupakan konskuensi
alami dengan perkembangan ekonomi Tiongkok yang akan menjadi terbesar kedua di
dunia, dan akan memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan dan lapangan
kerja di negara yang mendapat investasi tersebut. Lebih-lebih peningkatan
investasi Tiongkok saat ini di Eropa dan AS yang sedang mengalami krisis dimana
mereka sangat memerlukan aliran modal masuk. Namun keterbukaan Uni Eropa dan AS
juga sangat diperlukan dalam konteks tersebut.
Seperti diketahui strategi kebijakan luar negeri
Deng adalah menunda pilihan yang sulit. Beliau pernah berujar tentang isu-isu
maritim dengan Jepang kala itu bahwa lebih baik ‘mengesampingkan dulu masalah
tersebut”, beliau berharap “generasi berikutnya akan memiliki lebih banyak
kebijaksanaan”. Selama 30 tahun dengan pertumbuhan ekonomi dan selama 20 tahun
pertumbuhan dengan dua digit untuk anggaran militer, termasuk kapal perikanan,
jalur pelayaran, sumber daya energi dan pertahanan, maka ke depan akan sulit
untuk menghindari adanya masalah teritorial.
Seperti apa yang telah dikatakan oleh Wang Yizhou
dimuka, “jika Tiongkok akan mempertahankan citra dan peran sebagai kekuatan
utama dunia, harus ikut memenuhi tanggung jawab internasional”. Bulan madu
Tiongkok dalam hubungan internasional sudah berakhir dan kini menghadapi beban
sebagai satu kekuatan besar. Tiongkok diharuskan meningkatkan kehadirannya di
negara-negara berkembang yang kaya sumber daya alamnya, dimana banyak tenaga
kerja Tiongkok yang bekerja di negara tersebut, hal itu akan semakin adanya dan
timbul urusan dengan penculikan dan evakuasi. Sehingga kebijakan luar negerinya
akan sangat ditentukan oleh strategi besar tersebut.
Dengan adanya makin banyak warga Tiongkok yang beresiko
ketika terjadinya konflik sipil yang tidak terkontrol di negara-neraga
berkembang yang bekerjasama dengan Tiongkok, maka perlu adanya kerjasama global
bagi Tiongkok agar dapat memenangkan dukungan kuat untuk intervensi
multilateral jika memang itu diperlukan. Misalnya seperti yang telah terjadi di
Lybia dapat terlihat dimana Tiongkok benar-benar “memangku kepentingan yang
bertanggung jawab” dengan melakukan operasi penyelematan besar-besaran, hal ini
mengungkapkan bagaimana Tiongkok telah tanpa sadar meluncurkan versinya sendiri
dalam melakukan doktrin pertanggung jawaban dan melindungi atas warganya yang
bekerja di luar negeri.
Kini tampaknya Uni Eropa lebih mempertimbangkan
untuk bekerjasama dengan Tiongkok tidak hanya atas dasar prinsip besar yang
abtrak sebagai pemerintahan yang baik, tapi lebih ke arah kerjasama yang
konvergensi untuk kepentingan Tiongkok dan Barat. Bagi Eropa masalah Tiongkok
dianggap multi-faset, mulai dari Afrika hingga ke masalah proliferasi ke
perintahan internasional. Mereka mencoba dalam rangka meningkatkan kapasitas negosiasi
tidak hanya mengembangkan pemahaman yang lebih besar, tetapi bertindak
berdasarkan pendekatan yang lebih kohesif. Jadi untuk masa yang akan datang hal
ini akan berpengaruh positif dalam perdagangan, investasi dan juga masalah
lingkungan. Dan saling ketergantungan antara Eropa dan Tiongkok juga tidak bisa
diabaikan.
Reformasi
Lanjutan Tiongkok
Pada 15 Nopember 2013, Komite PKT telah memutuskan
beberapa Isu Penting terkait dengan reformasi yang lebih komprehensif dan
mendalam yang selanjutnya disebut ‘Keputusan’. Keputusan menetapkan ruang
lingkup reformasi yang konprehensif, yang memungkinkan pasar untuk memposisikan
diri sebgai pembuat keputusan utama untuk alokasi sumber daya. Keputusan ini
mencakup hampir semua bidang masyarakat Tiongkok dan ekonomi. Dari sudut
pandang ekonomi, bidang utama yang dibahas meliputi : BUMN, urbanisasi, tanah
pedesaan, skema fiskal dan perpajakan dan sektor keuangan, dll. Keputusan ini
memberi ringkasan agregat dari langkah-langkah reformasi Tiongkok yang perlu
untuk menghadapi dalam dekade berikut ini.
Pemerintah Tiongkok mengakui bahwa inisiatif yang
terpenting dari 30 tahun terakhir ini reformasi telah berperan dalam
meningkatkan kekuatan pasar. Pemerintah juga mengakui bahwa langkah-langkah
lebih lanjut harus dilakukan untuk mendorong peningkatan reformasi, dan
membiarkan pasar memainkan peran yang lebih luas. Secara khusus kunci dalam
reformasi lebih lanjut dalam sistim pasar ini meliputi :
- Pembentukan
pasar terpadu dan terbuka. Walupun tiongkok merupakan sebuah pasar yang besar,
tapi masih terfrakmentasi. Namun, beberpa industri akan terus dibatasi untuk
investasi asing, dan setiap industri yang dibatasi ini tidak akan berada di
“daftar negatif”. Jika industri ini tidak termasuk dalam “daftar negatif” ,
pelaku pasar akan memiliki hak yang sama dan dapat mengakses ke pasar yang
kompetitif.
- Membentuk
mekanisme harga pasar berbasiskan pasar. Harga yang dapat ditentukan oleh
pasar, pemerintah tidak akan melakukan mengintervensi. Harga air, gas, listrik,
transportasi, dan telekomunikasi secara bertahap akan ditentukan oleh pasar.
- Lebih lanjut
akan dilakukan desentralisasi, lebih memperdalam reformasi sistim persetujuan
administratif (administrative approval system), dan menimalkan intervensi dari
pemerintah pusat untuk urusan ekonomi mikro.
Pengenalan pasar
yang lebih terbuka akan meningkatkan effisiensi alokasi sumber daya, dan pada
akhirnya meningkatkan laju pertumbuhan potensi ekonomi.
Pembentukan sistim pasar terpadu, terbuka, kompetif dan tertib akan menjadi
dasar bagi pasar untuk memainkan peran yang menentukan dalam alokasi sumber
daya.
Tanda-Tanda
Yang Menggembirakan Dalam Reformasi BUMN Di Tiongkok
Ada banyak tanda-tanda yang diamati para pakar
Tiongkok bahwa privatisasi BUMN akan terjadi dalam waktu yang akan datang, bila
dilihat dari keputusan Komite terakhir. Walaupun Tiongkok masih akan mengadopsi
pendekatan reformasi bertahap untuk makro-ekonomi, dibanding dengan mengambil
tindakan tiba-tiba yang mungkin akan mengejutkan ekonomi; dengan demikian reformasi
BUMN secara bertahap juga diharapkan. Dalam keputusan itu dinyatakan bahwa
‘ekonomi campuran akan sangat didorong’, sehingga diyakini bahwa modal swasta
akan didorong untuk berinvestasi pada saham. Modal swasta juga merupakan
komponen penting dari ekonomi pasar sosialis. Perlakuan adil untuk BUMN dan
non-BUMN akan meningkatkan effisiensi
pasar dan persaingan di antara perusahaan dengan struktur kepemilikan
yang berbeda, dengan demikian akan memungkinkan pasar memainkan peran yang
lebih besar. Tekanan kompetitif juga akan lebih meningkatkan reformasi BUMN.
Jadi untuk sementara reformasi BUMN secara bertahap diharapkan, yang mana hasil
akhirnya mungkin termasuk privatisasi BUMN.
Hal-hal yang menggembirakan berkaitan dengan reformasi
BUMN antar lain sebagai berikut :
-
Untuk
memperbaiki sistim manajemen aset milik negara ditekankan pada pengolahan
modal. Pemerintah akan membentuk sejumlah perusahaan yang modalnya milik
negara, dalam hal ini pemerintah Tiongkok kemungkinan akan menggeser pendekatan
sistim manejemen aset milik negara, seperti Manejemen “model Tamasek” Singapura. Karakter sistim
Tamasek adalah meskipun (sepenuhnya) milik pemerintah, namun pemerintah tidak melalukan
intervensi politik dalam pengambilan keputusan operasional dan bisnis Tamasek
dan anak perusahaan-perusahaan yang ada hubungan dengannya. Dengan melonggarkan
administrasi operasi BUMN akan meningkatkan effsiensi operasional BUMN.
-
Negara akan
mengambil tanggung jawab sosial lebih besar dan keuntungan BUMN akan lebih
banyak dibayarkan ke rekening keuangan publik. Rasionya akan mencapai 30% pada
tahun 2020.
Menurut data yang dirilis oleh Departemen Keuangan
Tiongkok, BUMN yang dikendalikan oleh pemerintah pusat Tiongkok membayar RMB
95,1 milyar atau hanya 8,6% dari total keuntungan ke kas negara pada tahun
2012. Meskipun jumlahnya relatif kecil dalam kontribusinya ke kas negara, namun
sebagian besar uang (RMB 86,3 milyar) dikembalikan ke BUMN tersebut. Jika
rasionya di perbesar hingga 30% , pemerintah pusat akan memiliki lebih banyak
sumber daya keuangan untuk mengalokasikan pada dana sosial pensiun dan sistim
kesejahteraan sosial. Yang haisl akhirnya menyimpulkan bahwa konsumen akan
memiliki lebih banyak pendapatan diskresioner (discretionary income)*2, yang akan
membantu menyeimbangkan perekonomian yang lebih kearah model yang merangsang konsumen,
dan ekonomi berbasiskan konsumsi.
Reformasi
Fiskal Dan Sistim Perpajakan Tiongkok
Walaupun keputusan untuk reformasi yang diambil
tidak memberi solusi cepat untuk masalah keuangan pemerintah daerah, tapi hal
ini mengedepankan sejumlah inisiatif reformasi fiskal dan perpajakan.Secara
bertahap meningkatkan porsi pajak langsung, melanjutkan reformasi PPn dan
menyederhanakan tarif pajak.
Sistem fiskal yang diberlakukan pada tahun 1994.
Fitur dari pengaturan ini adalah bahwa pemerintah daerah diminta untuk
mengembalikan saham yang jauh lebih besar dari penerimaan pajak mereka kepada
pemerintah pusat. Sementara pemerintah daerah juga mengambil tanggung jawab
membayar kesejahteraan sosial, dan membangun dan memelihara fasilitas
infrastruktur lokal, mereka tidak memiliki sumber keuangan yang memadai untuk
mendukung tanggung jawab mereka. Sebagai akibat dari perjanjian yang tidak adil
ini, pemerintah daerah telah menggunakan penjualan tanah sebagai suplemen utama
untuk PAD. (Pendapatan Asli Daerah). Gelembung properti secara luas dikritik
merupakan salah satu hasil dari proses
ini.
Keputusan itu menyatakan bahwa "sistem fiskal
yang berhubungan dengan kekuasaan dan pengeluaran pemerintah perlu dibangun".
Diharapkan proyek-proyek berikut akan didanai terutama oleh pemerintah pusat :
- Urusan pertahanan,
urusan luar negeri, keamanan perbatasan, keamanan nasional, aturan pasar
nasional dan manajemen (seperti makanan dan administrasi untuk sistem keamanan
obat nasional);
- Penyakit
menular dan masalah imunisasi lainnya;
- Kasus Perdata
dan Pidana lintas provinsi, yang melibatkan korupsi parah dari pejabat senior,
dan melalaikan tugas;
- Tata air dan
pengelolaan daerah aliran sungai, pengiriman, penjadwalan pemeliharaan air,
sungai-sungai utama, remediasi tanah air nasional, ekologi, lingkungan, dan
proyek nasional kunci lainnya ;
- Jalan raya
lintas batas, jalan raya nasional, dan konstruksi kereta api
Setelah diaturnya pembagian tanggung jawab antara
pemerintah pusat dan daerah, pemerintah pusat akan memperkenalkan sumber
pendapatan yang lebih stabil bagi pemerintah daerah, misalnya, melalui proses
pemindahan, yang diharapkan akan lebih standar di masa depan.
Untuk persoalan pendapatan, Keputusan tersebut
juga menyatakan bahwa pemerintah pusat akan "mempercepat proses legislasi
pajak properti, mempercepat reformasi pajak sumber daya, dan menerapkan
perubahan dari biaya perlindungan lingkungan untuk pajak perlindungan
lingkungan".
Salah satu sumber pendapatan penting bagi
pemerintah daerah akan dari pajak properti. Sebuah reformasi pajak properti
eksperimental telah diuji di Shanghai dan Chongqing. Pengenalan reformasi pajak
properti akan melonggarkan ketergantungan pemerintah daerah dengan penjualan
tanah, dan membantu mendinginkan gelembung properti. Diharapkan bahwa pajak
properti akan diperkenalkan secara nasional dalam waktu dekat.
Tiongkok
Sedang Melaksanakan Liberalisasi Sektor Keuangan
Untuk sektor keuangan berdasarkan keputusan
pemerintah harus lebih dibuka untuk investor internal dan eksternal.
Berdasarkan peraturan yang memadai, investor swasta yang memenuhi syarat akan
diizinkan untuk mendirikan bank kecil dan menengah dan lembaga keuangan
lainnya. Keputusan tersebut menyebutkan reformasi khusus untuk sektor
perbankan, nilai tukar, suku bunga, kontrol neraca modal, dan peraturan IPO.
Reformasi ini memberi sinyal bahwa para pengambil keputusan sangat bertekad
untuk lebih meningkatkan liberalisasi sistem keuangan Tiongkok.
Pertama, Keputusan menghilangkan batasan untuk
masuk (entry barrier) terhadap modal swasta. Meskipun akan ada kriteria untuk
investor swasta yang memenuhi syarat, dan bank-bank besar dan lembaga keuangan
masih dikecualikan, pendirian bank non-dikendalikan-pemerintah, sampai batas
tertentu, akan memudahkan hadapi kesulitan pembiayaan untuk usaha kecil dan
menengah. Hal ini juga menunjukkan niat kepemimpinan Tiongkok untuk berpisah dari
monopoli di sektor keuangan.
Kedua, Keputusan tersebut dinyatakan bahwa ada
kebutuhan "untuk meningkatkan proporsi pembiayaan langsung" dan
"untuk mempromosikan reformasi sistem pendaftaran emisi saham (share
assurance)". Pinjaman, yang merupakan cara tradisional dominan dalam pembiayaan,
telah dikeluarkan untuk fokus pada proyek-proyek yang didukung pemerintah
daerah, dan beberapa sektor tertentu seperti real estate. Sebuah kecenderungan
yang lebih besar untuk pembiayaan ekuitas dan penerbitan obligasi akan membantu
mengurangi ketergantungan pada pinjaman sebagai alat utama pembiayaan.
Pendaftaran emisi saham akan sangat mengubah lanskap pasar saham Tiongkok.
Sebelumnya, perusahaan Tiongkok harus mengajukan permohonan kepada pihak
berwenang untuk menerbitkan saham. Sebagai akibat dari hal ini, sebagian besar
perusahaan yang terdaftar di Tiongkok dikendalikan oleh pemerintah pusat atau
daerah. Dengan demikian akibatnya perusahaan non-pemerintah sering mengalami kesulitan
untuk menerbitkan saham atau meng-listed untuk sahamnya kepada publik. Jika
sistem pendaftaran emisi saham dapat dilaksanakan, penentuan harga serta fungsi
alokasi sumber daya akan meningkat, dan pasar saham Tiongkok akan bisa lebih
mendorong pasar. Sistem pendaftaran emisi saham akan menjadi bagian dari
reformasi, dan membiarkan pasar memainkan peran yang menentukan, serta menjadi
bagian dari reformasi BUMN. Mengingat kolam/skop besar calon pra-IPO, sepertinya
kebijakan ini tidak akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.
Dalam keputusan tersebut juga dinyatakan bahwa
pemerintah pusat akan melakukan "untuk meningkatkan mekanisme pembentukan
nilai tukar RMB", "untuk mempercepat proses liberalisasi suku bunga Renminbi",
dan "untuk mempercepat proses neraca modal konvertibilitas Renminbi."
Dalam waktu dekat , liberalisasi tingkat Sertifikat Deposito akan kemungkinan
menjadi terobosan pada liberalisasi suku bunga. Mengingat jika nilai tukar RMB
berhasil, itu juga diharapkan bahwa amplitudo perdagangan intraday RMB / USD
akan meningkat, dan akan ada lebih banyak mata uang swap antara Bank Rakyat Tiongkok
dan bank sentral lainnya. "Selanjutnya sektor keuangan baik investor
domestik dan luar negeri terbuka" berarti bahwa akan terjadi lebih banyak
Lembaga Investor Berkualitas Asing (Qualified Foreign Institutional Investors /QFII) yang masuk, dan rupanya akan menjadi agenda
pihak berwenang dalam waktu dekat ini. Liberalisasi suku bunga akan menjadi
faktor yang berpengaruh dalam menyeimbangkan perekonomian Tiongkok, sementara
leberalisasi neraca modal akan membantu mengoptimalkan alokasi sumber daya dan
mendukung internasionalisasi ekonomi Tiongkok.
Urbanisasi
Akan Berkelanjutan dan Reformasi di Daerah Pedesaan
Dalam putusan ini bahwa ke depan paket reformasi akan lebih
komprehensif dan lebih agresif pada reformasi pedesaan dan urbanisasi.
Inisiatif utama termasuk privatisasi bertahap de facto lahan pedesaan, dan
berorientasi urbanisasi penduduk.
Pertama, dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa
"warga desa akan diberikan hak milik lebih kuat" dan "dengan hati-hati
mendorong terus hipotek, jaminan, dan pengalihan kepemilikan tanah tempat
tinggalnya." Dalam Hukum Properti Tiongkok dinyatakan bahwa masyarakat
pedesaan memiliki hak penggunaan lahan pekarangan dan penyewakan lahan
pertanian. Namun menurut UU Pengelolaan Tanah dan UU Jaminan warga desa tidak
diizinkan untuk mentransfer, hipotek, atau menjamin lahan pekarangan dan lahan
pertanian.
Dalam Keputusan ini peraturan telah dibalik dari
sebelumnya untuk penggunaan lahan tempat tinggalnya. Ini berarti bahwa tanah tempat
tinggalnya dapat didaftarkan di pasar untuk hipotek, jaminan pembiayaan, dan
keperluan lainnya.
Kedua, Putusan tersebut juga menyatakan bahwa
"tanah konstruksi operasional milik bersama di daerah pedesaan dapat didaftarkan
di pasar".
Peraturan Sebelumnya melarang pengalihan
kepemilikan tanah tempat tinggal yang dimiliki oleh penduduk pedesaan.
Peraturan baru, yang diharapkan akan direvisi berdasarkan ‘Keputusan’, akan
membiarkan pasar memainkan peran yang penentukan harga dan alokasi sumber daya.
Arti penting dari reformasi penggunaan lahan pedesaan adalah bahwa hal ini menyediakan
lebih banyak pilihan untuk penduduk pedesaan, yang akan mampu membuat keputusan
yang independen, berdasarkan keluarga tertentu atau kondisi keuangannya. Jika
mereka memutuskan untuk mentransfer tanah, akan meningkatkan pendapatan mereka,
yang akan bermanfaat bagi proses yang sehat dan pengembangan urbanisasi, dan
juga meningkatkan konsumsi domestik, maka hal itu tidak dilarang.
Berkenaan dengan urbanisasi, Dalam Keputusan
tersebut dinyatakan bahwa pemerintah akan mempercepat sistem reformasi Hukou
(pendaftaran rumah tangga), sepenuhnya meliberalisasi pembatasan tinggal di
kota-kota kecamatan dan kota-kota kecil, merilis secara teratur pembatasan
tinggal di kota-kota menengah besar, menentukan secara wajar kondisi tempat tinggal
di kota-kota besar, dan mengetatkan kontrol terhadap jumlah populasi di
kota-kota yang mega besar. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan Tiongkok
telah menyadari pentingnya proses urbanisasi yang efisien.
Di Tiongkok, proses urbanisasi, sampai batas
tertentu, telah menjadi urbanisasi tanah. Melalui membangun zona ekonomi, zona pengembangan
perdagangan dan zona berteknologi tinggi,dan zona penduduk baru, tanah yang
awalnya lahan desa menjadi daerah “urban” dan akhirnya menjadi lahan kota.
Dengan demikian batas kota telah melebar dengan mengorbankan lahan pertanian.
Namun urbanisasi lahan hanya artifisal, yang menjadi soal adalah urbanisasi
manusia menjadi sangat penting dan mendasar.
Kunci untuk urbanisasi adalah reformasi sistem
Hukou. Diharapkan bahwa kriteria pendaftaran Hukou di kota-kota kecil dan
menengah akan diturunkan di masa mendatang. Babab reformasi menjadi paling signifikan sejak reformasi
Hukou pada tahun 2001 untuk kota-kota kecil. Bersamaan dengan itu, ada berbagai
faktor risiko potensial, yang meliputi: kota-kota kecil dan menengah jika tidak
mampu menyediakan kesempatan kerja yang cukup; bila pemerintah daerah tidak memiliki
sumber daya keuangan yang cukup untuk menyediakan fasilitas infrastruktur yang
memadai; dan penduduk pedesaan yang memiliki minat yang lebih besar dalam
bergerak ke kota besar-dan kota mega besar, bukan ke kota-kota kecil dan
menengah.
Manfaat yang jelas untuk penduduk pedesaan adalah:
mereka harus membuat pilihan untuk menjual tanah mereka, mereka akan memiliki
akses langsung ke disposable income yang lebih besar. Jumlah ini dapat menambah
daya beli relatif konsumen, meningkatkan ukuran kelas menengah, dan gelembung
properti akan cenderung untuk mendingin sampai batas tertentu . Selain itu,
dengan urbanisasi ke kota-kota lokal di dekatnya, warga desa juga bisa menambah
tenaga kerja industri dan sektor jasa, menambah pasokan tenaga kerja yang
dibutuhkan ke daerah-daerah yang membutuhkan dukungan, dan membantu menciptakan
ekonomi yang lebih efisien yang akan memberikan manfaat. Menurut laporan
penelitian, jika reformasi sistem Hukou selesai pada tahun 2014, tingkat pertumbuhan
PDB bisa meningkat 1% per tahun, dari 2014-2020.
Dekade
Emas Yang Lain Sedang Menyongsong
Dari awal reformasi dan politik membuka diri pada
akhir tahun 1970-an, Tiongkok telah mengalami periode tiga puluh tahun
pertumbuhan yang tinggi, yang berasal dari akumulasi modal dan konsumsi energi.
Namun, banyak analisis menunjukkan bahwa model ini tidak akan berkelanjutan
untuk pembangunan Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi masa depan membutuhkan sumber
baru pertumbuhan dan momentum, dan pemerintah yang dipimpin oleh Xi Jinping dan
Li Keqiang menyadari hal ini. Keputusan telah jelas menunjukkan niat Tiongkok
untuk lebih lanjut pelembagaan ke arah orientasi pasar lebih lanjut. Sebagai
hasil dari langkah-langkah ini, total faktor produktivitas juga harus
substansial meningkat. Dalam Sidang Paripurna Ketiga ke-18, Komite Sentral CPC/PKT
akan diawasi secara ketat untuk perubahan kebijakan dan pendapat para pemimpin
pemerintahan yang dapat menyebabkan perubahan arah dari tujuan ekonomi. Kini saatnya telah
datang.
Berdasarkan informasi lebih lanjut disampaikan
dalam Keputusan-Keputusan diatas, akan masuk akal untuk percaya bahwa dalam
satu dekade, modal swasta akan memainkan peran yang lebih penting di
daerah-daerah yang didominasi oleh BUMN seperti perbankan dan infrastruktur,
serta fasilitas medis seperti rumah sakit; Suku bunga Tiongkok dan nilai tukar
akan diliberalisasi penuh, dan RMB akan menjadi mata uang cadangan
internasional; dan puluhan juta orang akan bergabung dengan kelas menengah,
yang pada akhirnya akan membantu menjadi tumpuhan atau jangkar untuk
pertumbuhan PDB Tiongkok.
Dengan analisis dan kenyataan diatas ada sinyal
kuat reformasi akan terus bergulir dan meletakkan dasar untuk 10 tahun ke depan
reformasi dan keterbukaan Tiongkok. Demikian juga dari esai-esai yang telah
disajikan diatas dan ditulisan dimuka tampaknya akan terjadi lagi dekade emas
lain untuk masa yang akan datang ini bagi Tiongkok. *3
=====================
*1 Daniel H. Rosen and Thilo Hanemann, “An American Open
Door?”, Asia Society, May 2011, availabhwa konsumen le at http:// asiasociety.org/policy/center-us-china-relations/american-open-door.
*2 Pendapatan setelah dipotong rekening : pajak
dan pengeluaran untuk uang sewa, hipotek, utilitas, asuransi, kesehatan,
tranportasi, pemeliharaan properti, tunjangan anak, makanan dll. Atau
Penghasilan Bruto dikurangi pajak dikurangi semua rekening tagihan yang selayaknya
harusnya dibayar
*3 China ‘s
New Golden Decade Ahead : The Deccions of Third Plenum and Their
Implication for Economy, by KPMG kpmg.com/cn
Sucahya Tjoa
21 April 2014
Dalam kalkulasi ekonomi liberal-institusionalis, makin eratnya integrasi ekonomi ini seharusnya meningkatkan kemakmuran bersama yang lalu seharusnya makin menurunkan kemungkinan ancaman militer. Namun, berbagai studi terkini menunjukkan efek sebaliknya
ReplyDeleteBlog: Perbatasan Institusionalisme Judi Online
Queen Jamillah telah meninggalkan komentar baru terhadap posting "BMT DANA MENTARI MUHAMMADIYAH PURWOKERTO":
ReplyDeleteAssalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Data pribadi
negara: Indonesia
Nama: Queen Jamillah
Alamat: Nusa Lembongan
Telepon:+62 856-9328-4991
WhatsApp:+62 856-9328-4991
https://twitter.com/queen_jamillah
e_mail: queenjamillah09@gmail.com
Sudah dua tahun sekarang saya telah memberikan kesaksian tentang bagaimana saya meminjam 700 juta dari Perusahaan Pinjaman Iskandar Lestari dan beberapa orang meragukan saya karena tingkat penipu online saya dapat membuktikan kepada Anda semua bahwa Bunda Iskandar bukan pemberi pinjaman yang curang. telah memberi saya satu hal lagi untuk tersenyum karena setelah menyelesaikan angsuran bulanan pinjaman yang saya pinjam sebelum saya memohon kepada ibu bahwa saya ingin pergi untuk ekspansi bisnis saya lebih lanjut sehingga saya menyerahkan 2,7 miliar setelah melalui proses hukum saya transaksi telah disetujui oleh otoritas dan dalam waktu tiga hari proses hukum untuk menyalurkan pinjaman saya ke rekening Bank Rakyat Indonesia saya dicapai dengan mudah. Saya tidak memiliki tantangan dengan Bank Indonesia karena Ms. Iskandar dan tim Manajemen dari ISKANDAR LESTARI LOAN COMPANY telah dianggap sebagai pemberi pinjaman yang sah sehingga tidak ada masalah sama sekali untuk bantuan keuangan, hubungi Pemberi Pinjaman ISKANDAR hari ini
WhatsApp:+62 856-9328-4991
e_mail: [iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com]
Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.
Artikel Yang Sangat Bagus Gan^^ ,
ReplyDeleteMohon Ijin Comment Yahh ^^
Togel Online
TOTO
TOGEL SINGAPORE
toto hk
toto sgp
togel
togel hongkong
SABUNG AYAM
casino online
Min Depo : Rp 25.000,-
BONUS NEW MEMBER 10%
BONUS HARIAN HINGGA 10%
KETERANGAN LEBIH LANJUT HUBUNGI :
LIVE CHAT 24 JAM
Line : Toba4D
Instagram : Toba_4D
Whatsapp : +84815805662
.
Info lebih lanjut, segera kunjungi link di bawah ----------------------------
(link alternatif) http://tobajitu,net