Sumber:
www.visitlondon.com
Bagi orang
Tionghoa secara tradisi berlaku dua penanggalan Gongli公历 atau Yangli阳历 yaitu kalender
umum (Masehi/Calender Gregorian) dan Nongli农历/Imlek atau 阴历. Kalender Gregorian berdasarkan
perhitungan peredaran Matahari disebut juga Kalender Baru atau Xingli新历, sedang Kelender Yinli
berdasarkan perhitung peredaran Bulan, maka disebut juga Moon/Lunar Calender.
Yinli ini dihitung mulai lahirnya Konghucu pada tahun 551SM. Jadi tahun 2019 +
551 sama dengan Tahun Imlek/Yinli tahun 2570. Sehingga kadangkala oleh orang
Tionghoa dialek Hokkian disebut Kongcu-lek.
Tahun baru Imlek
atau yang biasa disebut Shincia dengan logat Hokkian atau Chunjie 春节dalam Mandarin adalah hari
pertama penggantian tahun dari penanggalan Imlek. Hari raya ini dirayakan sejak
hari pertama hingga hari ke 15 bulan satu imlek. Tahun 2019 ini jatuh pada tanggal 5 Pebruari, mulai hari ini disebut
Tahun Babi. (Tentang tahun dengan simbolis 12 hewan atau yang sering disebut
shio ada ceritanya sendiri).
Sumber:
http://www.qigushi.com
Konon Kalender
Imlek ini pertama kali diciptakan oleh Huangdi黄帝/Kaisar Kuning,
Kaisar Pertama di Tiongkok (Kaisar Kuning tahun sebelum 2070SM), yang dianggap
Raja Agung dan Nabi bagi Agama Konghucu. Kalender ini dilanjutkan oleh Kaisar
berikutnya Xia Yu夏禹 (kira- kira tahun 2070SM-1600SM) yang
juga dianggap Nabi dalam Agama Konghucu.
Tapi dengan
ditumbangkannya Kaisar Xia oleh Kaisar Shang商 (tahun
1600-1046SM) sistim kalender diganti. Tahun baru dimajukan satu bulan, sehingga
yang semula Tahun Baru jatuh pada awal Musim Semi, menjadi jatuh pada akhir
Musim Dingin.
Dinasti Zhou周 menggantikan Shang pada tahun
1046SM (berdiri hingga tahun 256SM), sistim kalender ini diganti lagi, tahun
barunya jatuh pada garis edar matahari pada titik 23,5 derajat Lintang Selatan
atau pada tanggal 22 Desember penanggalan masehi, saat ini merupakan puncak
musim dingin (dikenal dengan hari sembayang Onde atau 冬至dongzhi; ronde=butiran dibuat
dari tepung ketan, dimakan bersama wedang jahe).
Selanjutnya
setiap penggantian dinasti, seperti Qing, Han, sistim diganti juga. Hanya pada
Dinasti Han (206SM-220M), kaisar Han Wu Di memerintahkan Kalender Imlek ini
untuk kembali pada sistim Xia sama dengan yang digagaskan oleh Konghucu. Untuk
menghormati Nabi Konghucu maka tahun kelahiran Konghucu (551SM) ditetapkan
sebagai Tahun ke1/pertama Imlek. Maka kini kalender Implek adalah Tahun 2570
(2019 Masehi). Sehingga dapat dikatakan bahwa perayaan Tahun Baru Imlek
sebetulnya adalah “Perayaan Umat Konghucu.”
Agama Konghucu atau
Ru adalah agama humanisme, agama hubungan antar manusia, agama orang kudus.
Agama Ru tidak terlepas dari pengaruh perkembangan kebudayaan orang Tionghoa.
Dimana pada umumnya mereka percaya bahwa seseorang setelah meninggal maka
rohnya akan meninggalkan jasadnya, jika orang tersebut adalah orang baik akan
menjadi Roh baik dan jika orang ini hidupnya jahat akan menjadi Roh jahat.
Dalam agama Ru
yang disembah tidak hanya Nabi Konghucu saja. Misalnya pada saat Qing Ming atau
Ceng Beng (dialek Hokkian) jatuh setiap 5 April (masehi), umat agama Konghucu
mengadakan sembayangan kepada leluhurnya, nyekar membersihkan kuburan leluhur.
Orang Tionghoa sudah menjadi tradisi memiliki Altar Sembayangan leluhur
dirumah, biasanya yang disembayangi tidak hanya leluhur saja tetapi termasuk
tokoh-tokoh sejarah yang dianggap kudus.
Tapi dengan
berjalan waktu dan pada era modern belakang ini, Hari Raya Imlek menjadi hari
bagi orang Tionghoa baik di Tiongkok maupun di dunia sebagai perayaan
tradisional. Perayaan Imlek di rayakan dari hari pertama hingga hari ke-15 selama
15 hari, dan hari ke-15 bulan pertama Imlek sering disebut sebagai Cap Go Mek
(dialek Hokkian berarti tanggal 15).
Lampion
Sumber:
Ilustrasi dari www.gettyimages.com+Raleigh, NC+Unesco
Pada perayaan
hari Raya Imlek tidak terlepas selalu dipasang lampion-lampion. Lampion ini, konon berasal dari zaman dinasti
Xi Han 西汉 (tahun 206 SM-9
M) kira-kira 1800 tahun yang lalu, sudah menjadi tradisi setiap Hari Raya Imlek
dipajang lampion-lampion di rumah-rumah atau perkarangan atau tempat umum
misalnya di taman, kebun, jalan-jalan, lorong-lorong dan lain sebagainya.
Lampion ini
telah menjadi tradisi bagi orang Tionghoa sebagai simbol kebahagiaan, yang
dipasang untuk event-event kegembiraan berwarna merah, dan lampion putih
terbuat dari rangka bambu untuk simbol bela sungkawa. Dalam perkembangannya,
lampion digambari dan dihiasi ornamen-ornamen macam-macam, dan huruf-huruf
kaligrafi. Lampion ada yang terbuat dari kertas, kain, kulit binatang, dan dari
bordiran-bordiran kain sutra dan lain-lain.
Lampion ini
sangat erat hubungannya dengan kehidupan orang Tionghoa, lampion digantung di
Kelenteng-kelenteng, ruang tamu rumah, dan tempat lain seperti telah disebutkan
diatas. Namun yang terbuat dari kertas dapat dikatakan dimulai sejak di
Tiongkok ditemukannya teknik pembuatan kertas oleh Cailun 蔡伦 pada zaman dinasti Han Timur (东汉donghan tahun 25-220 M). Lampion
bagi orang Tionghoa tidak saja sebagai lampu penerangan atau lentra, tapi sudah
menjadi simbol.
Namun yang
paling menonjol adalah dipasang pada perayaan Shincia hingga Cap Go Mek. Tapi
sejak zaman Han hingga Tang, lampion benar-benar sebagai simbol penyambutan hari
raya imlek. Saat dinasti Ming — Zhu Yuan Chang (tahun 1368-1644 M) pendiri
dinasti ini, ketika memproklamirkan ibu kota negara di Nanjing diadakan Lampion
air, dimana ribuan lampion diambangkan di aliran sungai Qinhuaihe秦淮河. Kemudian setiap tahun diadakan
pesta lampion.
Ada juga tradisi
disaat hari raya imlek, membawa Lampion sebagai simbol untuk medambakan untuk
mendapatkan anak lelaki atau putra, karena lafal kata Mandarin yang berdekatan
yang mempunyai arti mendapat putra. Denglong灯笼Tianding添丁.
Pada zaman kuno
di Tiongkok, setiap tahun pada permulaan dimulai masuk sekolah pada pertama
bulan Imlek, sekolah-sekolah digantungi lampion-lampion yang disumbang oleh
orangtua murid-murid, dan secara simbolik dinyalakan oleh kepala sekolah atau
guru, disebut Kai-deng(开灯/menyalakan
lampu). Yang mempunyai makna murid-murid agar mempunyai masa depan yang
cemerlang sepanjang hidupnya. Kemudian hari menjadi tradisi dilakukan setiap
Tahun Baru Imlek hingga Cap Go Mek ( Hari 1 s/d 15 ).
Dongen Tentang Lampion
Sumber: en.unesco.org/silkroad
Ada macam-macam
dongen tentang lampion dari Tiongkok, tapi yang paling populer ada
beberapa.
Konon pada zaman
Han Timur, saat Cap go Mek (hari ke15 bulan 1 imlek) ada seorang Rahib Guanfu
Sheli (僧人观佛舍利) melalui titah
raja, menitahkan di istana dan rumah rakyat untuk menyalakan lampion untuk
menghormati sang Buddha. Sejak itu setiap tahun menjadi tradisi pemasangan
lampion pada raya tersebut.
Sedang dongen
asal mula lampion, ada cerita rakyat yang menarik seperti berikut. Konon dahulu
ada seekor burung sakti telah kesasar dari khayangan ke bumi/dunia manusia,
tapi ada seorang pemburu yang tidak punya belas kasihan atau prikebinatangan
berhasil memanah burung ini hingga mati. Mengetahui ini sang Raja
Langit/Khayangan menjadi marah, maka dikeluarkanlah titah “Raja” untuk mengirim
pasukan langit pada hari ke15 bulan satu imlek, untuk membakar dunia manusia,
dan terutama membakar semua harta dan ternak milik manusia. Tapi putri Raja
Langit yang welas asih tidak tegah mendengar “titah” ini, diam-diam turun
kedunia dan memberitahu kabar ini kepada semua manusia dibumi. Ada seorang yang
pandai yang mengusulkan agar pada hari ke 14, 15, dan 16 supaya menyalakan
lampion berwarna warni, dan memasang percon terus menerus berturut-turut 3
hari. Raja khayangan ketika pada hari ke 15 melihat ini, dikira ‘titah’nya
telah dilaksanakan. Sehingga lupa bahwa ‘titah’ sebenarnya belum diturunkan
kepada pasukan langitnya. Maka terhindarlah dunia manusia dari hukuman yang
tadinya akan dijatuhkan kepada manusia. Untuk memperingati keberhasilan ini,
maka setiap Cap Go Mek, setiap rumah memasang lampion di rumah-rumah dan membakar
mercon-mercon.....
Kebiasaan Orang Tionghoa Peranakan Indonesia Dalam
Merayakan Hari Raya Imlek
Saat menjelang
hari H, biasanya para ibu-ibu dan orangtua telah sibuk menyediakan segala
kebutuhan untuk menymbut hari raya ini. Membeli pakaian baru untuk dipakai saat
hari H, rumah dicat atau dibersihkan dan dipajang-pajang dengan lampion dan
gambar-gambar simbol keberuntungan. Rambut dicukur rapih. Dapur-Dapur
dibersihkan.
Malam sebelum
hari H hingga hari ke-3 dipercaya sudah tidak boleh menyapu rumah, karena
dipercaya akan mengurangi rezeki untuk tahun yang akan datang. Pada malam
menjelang hari H yang memiliki Altar Sembayangan Leluhur akan menyediakan kue
keranjang (dodol cina, yang mempunyai makna perekat kekeluargaan, persaudaraan,
pertemanan), kue-kue kering dalam toples-toples, buah-buahan (biasanya 5 macam
warna) berupa Apel; Jeruk; Anggur, Pears; Nanas atau buah lainnya (kecuali
duren) ; Ruas tebuh yang diikat dengan pita merah, demikian juga toples-toples,
buah-buahan dihias dengan guntingan kertas merah diletakkan diatas piring, ikan
bandeng rebus, kebang tahu, ketan manis dibungkus kembang tahu dll untuk sajian
di Altar. Dikedua sisih Altar biasanya di pajang dua batang tebuh berikut
dengan daunnya. Ini sebagai simbol bahwa manisnya hidup tidak akan
terus-menerus terjadi (ada batasnya) seperti manisnya tebu yang ber-ruas-ruas.
Dapur disajikan
manis-manisan. Karena menurut kepercayaan orang Tionghoa Dewa Dapur yang
mempunyai tugas mengawasi kerukungan rumah tangga, pada hari ke-1 hingga ke-15
akan pergi ke “Tuhan” untuk melapor kerukunan setiap rumah tangga masing-masing
di bumi. Bagi yang sering cekcok dan tidak harmoni, keluarga tersebut untuk
tahun yang akan datang akan tidak dilimpahi rezeki. Dengan disajikan
manis-manisan diharapkan agar dewa dapur mau melapor berita yang manis-manis
kepada “Tuhan” untuk keluarga yang bersangkutan.
Pada hari
menjelang Imlek biasanya semua orang akan menahan emosi untuk marah-marah, dan
berusaha untuk melupakan segala kegundahan, dan ketidak senangan terhadap orang
atau lingkungannya, saling maaf-maafan. Diusahakan untuk berhati gembira. Malam
harinya pergi sembayang dimuka Altar, setelah kumpul keluarga makan-makan,
sama-sama pergi ke kelenteng-kelenteng, ada yang memesan lilin-lilin besar dan
kecil untuk dinyalakan pada jam 12 malam, ini menyimbolkan agar untuk
perjalanan hidup pada tahun yang akan datang menjadi terang dan cemerlang.
Bagi yang
beragama Kristen atau Islam biasa tetap ada yang masih mempertahankan tradisi
ini, tapi dengan hanya kumpul keluarga dan makan-makan bersama dan berdoa
menurut agamanya. Di daerah Jakarta dan sekitarnya seperti Bogor, Tanggerang,
Bekasi, Kerawang masih sering memanggil group musik Tanjidor khas Betawi
(pengaruh Portugis, dengan alat musik trombon, trompet, biola dll) dengan
lagu-lagu khas Betawi.
Sumber: www.negerikuindonesia.com
Pada pagi hari
tahun baru Imlek semua orang berpakaian baju baru, habis sembayang menyatap
mieshua terus menjenguk orangtua, tetua dan sanak famili sambil memberi salam (dengan
pai-pai) serta mengucapkan “Kiong’hi-Kiong’hi” biasanya yang senior akan
memberi “Angpao” (amplop merah berisi uang tunai) kepada anak-anak, atau
anak-anak yang sudah dewasa dan berhasil dalam usaha akan memberi “Angpao”
kapada orangtua atau tetua. Ada juga yang berderma kepada orang-orang tidak
mampu dengan membagi-bagi “Angpao”. Pada saat ini dipertunjukan Liong-liong,
Barongsai, dan arak-arakan lainnya.
Pada hari ke 8
malam jam 12 atau 9 pagi jam 00:00 diadakan sembayang Qing Di Gong 清帝公(8/9- bulan 1 Imlek), biasanya
membuka altar darurat di alam terbuka di depan rumah atau pekarangan, dengan
sajian vagetarian saja. Dan semua angggota keluarga berkumpul dan sembayang
bersama meminta kedamaian, rezeki dan kesejahteraan.
Pada hari ke 15
(Cap Go Mek) ada yang menggotong “Tepekong” mengadakan arak-arakan dengan Liong,
Barongsai, ada yang beraktraksi dengan ilmu-ilmu supranatural dengan potong
lidah, jalan di bara api, mandi minyak panas dan lain-lain, ini biasanya
diadakan di halaman kelenteng-kelenteng. Mereka percaya dengan upacara ini
dapat mengusir bala.
Tradisi Menempel Ornamen dan Kata-kata Bertuah Pada
Pintu Pada Hari Raya Imlek
Sumber: Ilustrasi
dari www.jdtjy.org + m.ooopic.com + 699pic.com
Dikatakan bahwa
kebiasaan menempelkan bait-bait bertuah pada Festival Musim Semi atau hari raya
Imlek dimulai sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu. Yang sering di sebut
sebagai “Ornamen Persik” (桃符Taoufu).
Sudah sejak
zaman Dinasti Song (tahun 920-1279), orang-orang Tionghoa sudah menjadi tradisi
menempel ornamen-ornamen tersebut untuk menambakan berkah. Menulis keinginan
baik mereka si kertas merah, kemudian untuk kecantikan ditempel di portal pintu
sebagai hiasan. Bait-bait ini bertuliskan kata-kata yang melambangkan
kegembiraan dan keberuntungan, yang dipasang di kedua sisi pintu dan jendela
selama Tahun Baru Imlek untuk mengungkapkan harapan orang-orang akan nasib baik
di tahun mendatang.
Doa-doa demi
kesejahteraan keluarga, tradisi ini terus berlangsung hingga sekarang. Ornamen
dua dewa ditempelkan di gerbang/daun pintu. Dewa pintu adalah simbol dari
kebenaran dan kekuatan. Orang Tiongkok tradisional percaya bahwa orang-orang
yang tampak/tampang aneh sering kali memiliki ambiguitas magis dan kemampuan
luar biasa. Hati mereka lurus dan baik hati, dan itu adalah sifat serta
tanggung jawab mereka untuk menangkap hantu dan iblis.
Mereka masih
mengagumi dewa-dewa penguasa langit, Zhong Yu, adalah bentuk yang begitu aneh.
Karena itu, para dewa pintu orang Tionghoa tradisional selalu melotot dan garang,
dengan berbagai senjata tradisional di tangan mereka, siap bertarung dengan
hantu-hantu yang berani datang mendekat ke pintu atau mau masuk melalaui pintu
tersebut. Karena gerbang kediaman orang Tiongkok atau Tionghoa tradisional
biasanya dua pasang, maka para dewa pintu selalu berpasangan.
Sumber: www.sd.xinhuanet.com
Muslim Tiongkok Merayakan Hari Raya Imlek
Sumber: www.1688.com
+ kknews.cc
Muslim di
Tiongkok juga tidak sedikit jumlahnya, terutama suku Hui yang hampir 100%
beragama Islam dan sangat teguh memeluk agamanya, mereka punyai daerah otonomi
khusus — Ningxia Hui Otonomi yang disebut Provinsi Ninxia berbatasan dengan
Daerah Otonomi Mongolia Dalam, Provinsi Shaanxi dan Provinsi Gansu, yang
memiliki wilayah 66.000 kilometer persegi, yang sebagian besar adalah
pegunungan dan dataran tinggi. Populasi di Provinsi ini terdiri dari sulu-suku:
Hui, Han, Mongolia, Manchu, dll, dengan populasi 6,1 juta (2008), di mana
penduduk Hui menyumbang 33,88%. Dengan Kota Yinchuan sebagai ibukotanya,
Kawasan ini memiliki dua prefektur, dua kota, dan 16 kabupaten di bawah
yurisdiksinya.
Sumber: www.chinatoday.com
Muslim di
Tiongkok tersebar di seluruh Tiongkok diperkirakan ada 26 juta. Mereka selain
setiap tahun merayakan Idul Fitri, juga Festival Musim Semi. Dua hari raya ini
mereka anggap yang paling penting dalam setahun.
Saat Hari Raya
Imlek mereka membuat dumpling halal dan menyatap bersama sanak keluarga dan
kerabat dengan gembira dan sangat bahagia. Pada malam tahun baru makanan
ditebar di permandani dan dansa-dansi bersama di-iringi musik rebana, yang
berarti mengijak “Tahun.”
Pada hari Cap Go
Mek, anak-anak akan menerima hadiah-hadiah dari kakek, nenek, ayah, ibu dan
semua tetua kerabat atau teman. Seluruh proses diperlakukan dengan sopan dan
penuh dengan perayaan Tahun Baru Imlek, dalam suasana budaya Tahun Baru Imlek
tradisional, yang berlangsung hingga hari ke-19 bulan pertama, tetapi saat ini
orang biasanya merayakan hingga hari ke-15, yaitu Festival Lentera di seluruh
Festival Musim Semi.
Selain itu juga
diadakan pawai dan atraksi-atraksi di jalanan berkeliling dalam merayakan
Festivasl Imlek setiap tahunnya.
Sucahya
Tjoa 04 Pebruari 2019
Sumber: Media TV
& Tulisan Luar Negeri