Monday 4 February 2019

Asal Usul Dan Dongen Hari Raya Imlek


Sumber: www.visitlondon.com

Bagi orang Tionghoa secara tradisi berlaku dua penanggalan Gongli公历 atau Yangli阳历 yaitu kalender umum (Masehi/Calender Gregorian) dan Nongli农历/Imlek atau 阴历. Kalender Gregorian berdasarkan perhitungan peredaran Matahari disebut juga Kalender Baru atau Xingli新历, sedang Kelender Yinli berdasarkan perhitung peredaran Bulan, maka disebut juga Moon/Lunar Calender. Yinli ini dihitung mulai lahirnya Konghucu pada tahun 551SM. Jadi tahun 2019 + 551 sama dengan Tahun Imlek/Yinli tahun 2570. Sehingga kadangkala oleh orang Tionghoa dialek Hokkian disebut Kongcu-lek.

Tahun baru Imlek atau yang biasa disebut Shincia dengan logat Hokkian atau Chunjie 春节dalam Mandarin adalah hari pertama penggantian tahun dari penanggalan Imlek. Hari raya ini dirayakan sejak hari pertama hingga hari ke 15 bulan satu imlek. Tahun 2019 ini jatuh pada tanggal 5 Pebruari, mulai hari ini disebut Tahun Babi. (Tentang tahun dengan simbolis 12 hewan atau yang sering disebut shio ada ceritanya sendiri).

Sumber: http://www.qigushi.com


Konon Kalender Imlek ini pertama kali diciptakan oleh Huangdi黄帝/Kaisar Kuning, Kaisar Pertama di Tiongkok (Kaisar Kuning tahun sebelum 2070SM), yang dianggap Raja Agung dan Nabi bagi Agama Konghucu. Kalender ini dilanjutkan oleh Kaisar berikutnya Xia Yu夏禹 (kira- kira tahun 2070SM-1600SM) yang juga dianggap Nabi dalam Agama Konghucu.

Tapi dengan ditumbangkannya Kaisar Xia oleh Kaisar Shang (tahun 1600-1046SM) sistim kalender diganti. Tahun baru dimajukan satu bulan, sehingga yang semula Tahun Baru jatuh pada awal Musim Semi, menjadi jatuh pada akhir Musim Dingin.

Dinasti Zhou menggantikan Shang pada tahun 1046SM (berdiri hingga tahun 256SM), sistim kalender ini diganti lagi, tahun barunya jatuh pada garis edar matahari pada titik 23,5 derajat Lintang Selatan atau pada tanggal 22 Desember penanggalan masehi, saat ini merupakan puncak musim dingin (dikenal dengan hari sembayang Onde atau 冬至dongzhi; ronde=butiran dibuat dari tepung ketan, dimakan bersama wedang jahe).

Selanjutnya setiap penggantian dinasti, seperti Qing, Han, sistim diganti juga. Hanya pada Dinasti Han (206SM-220M), kaisar Han Wu Di memerintahkan Kalender Imlek ini untuk kembali pada sistim Xia sama dengan yang digagaskan oleh Konghucu. Untuk menghormati Nabi Konghucu maka tahun kelahiran Konghucu (551SM) ditetapkan sebagai Tahun ke1/pertama Imlek. Maka kini kalender Implek adalah Tahun 2570 (2019 Masehi). Sehingga dapat dikatakan bahwa perayaan Tahun Baru Imlek sebetulnya adalah “Perayaan Umat Konghucu.”

Agama Konghucu atau Ru adalah agama humanisme, agama hubungan antar manusia, agama orang kudus. Agama Ru tidak terlepas dari pengaruh perkembangan kebudayaan orang Tionghoa. Dimana pada umumnya mereka percaya bahwa seseorang setelah meninggal maka rohnya akan meninggalkan jasadnya, jika orang tersebut adalah orang baik akan menjadi Roh baik dan jika orang ini hidupnya jahat akan menjadi Roh jahat.

Dalam agama Ru yang disembah tidak hanya Nabi Konghucu saja. Misalnya pada saat Qing Ming atau Ceng Beng (dialek Hokkian) jatuh setiap 5 April (masehi), umat agama Konghucu mengadakan sembayangan kepada leluhurnya, nyekar membersihkan kuburan leluhur. Orang Tionghoa sudah menjadi tradisi memiliki Altar Sembayangan leluhur dirumah, biasanya yang disembayangi tidak hanya leluhur saja tetapi termasuk tokoh-tokoh sejarah yang dianggap kudus.

Tapi dengan berjalan waktu dan pada era modern belakang ini, Hari Raya Imlek menjadi hari bagi orang Tionghoa baik di Tiongkok maupun di dunia sebagai perayaan tradisional. Perayaan Imlek di rayakan dari hari pertama hingga hari ke-15 selama 15 hari, dan hari ke-15 bulan pertama Imlek sering disebut sebagai Cap Go Mek (dialek Hokkian berarti tanggal 15).

Lampion
Sumber: Ilustrasi dari www.gettyimages.com+Raleigh, NC+Unesco

Pada perayaan hari Raya Imlek tidak terlepas selalu dipasang lampion-lampion.  Lampion ini, konon berasal dari zaman dinasti Xi Han 西汉 (tahun 206 SM-9 M) kira-kira 1800 tahun yang lalu, sudah menjadi tradisi setiap Hari Raya Imlek dipajang lampion-lampion di rumah-rumah atau perkarangan atau tempat umum misalnya di taman, kebun, jalan-jalan, lorong-lorong dan lain sebagainya.

Lampion ini telah menjadi tradisi bagi orang Tionghoa sebagai simbol kebahagiaan, yang dipasang untuk event-event kegembiraan berwarna merah, dan lampion putih terbuat dari rangka bambu untuk simbol bela sungkawa. Dalam perkembangannya, lampion digambari dan dihiasi ornamen-ornamen macam-macam, dan huruf-huruf kaligrafi. Lampion ada yang terbuat dari kertas, kain, kulit binatang, dan dari bordiran-bordiran kain sutra dan lain-lain.

Lampion ini sangat erat hubungannya dengan kehidupan orang Tionghoa, lampion digantung di Kelenteng-kelenteng, ruang tamu rumah, dan tempat lain seperti telah disebutkan diatas. Namun yang terbuat dari kertas dapat dikatakan dimulai sejak di Tiongkok ditemukannya teknik pembuatan kertas oleh Cailun 蔡伦 pada zaman dinasti Han Timur (东汉donghan tahun 25-220 M). Lampion bagi orang Tionghoa tidak saja sebagai lampu penerangan atau lentra, tapi sudah menjadi simbol. 

Namun yang paling menonjol adalah dipasang pada perayaan Shincia hingga Cap Go Mek. Tapi sejak zaman Han hingga Tang, lampion benar-benar sebagai simbol penyambutan hari raya imlek. Saat dinasti Ming — Zhu Yuan Chang (tahun 1368-1644 M) pendiri dinasti ini, ketika memproklamirkan ibu kota negara di Nanjing diadakan Lampion air, dimana ribuan lampion diambangkan di aliran sungai Qinhuaihe秦淮河. Kemudian setiap tahun diadakan pesta lampion.

Ada juga tradisi disaat hari raya imlek, membawa Lampion sebagai simbol untuk medambakan untuk mendapatkan anak lelaki atau putra, karena lafal kata Mandarin yang berdekatan yang mempunyai arti mendapat putra. Denglong灯笼Tianding添丁.

Pada zaman kuno di Tiongkok, setiap tahun pada permulaan dimulai masuk sekolah pada pertama bulan Imlek, sekolah-sekolah digantungi lampion-lampion yang disumbang oleh orangtua murid-murid, dan secara simbolik dinyalakan oleh kepala sekolah atau guru, disebut Kai-deng(开灯/menyalakan lampu). Yang mempunyai makna murid-murid agar mempunyai masa depan yang cemerlang sepanjang hidupnya. Kemudian hari menjadi tradisi dilakukan setiap Tahun Baru Imlek hingga Cap Go Mek ( Hari 1 s/d 15 ).

Dongen Tentang Lampion

Sumber: en.unesco.org/silkroad

Ada macam-macam dongen tentang lampion dari Tiongkok, tapi yang paling populer ada beberapa. 

Konon pada zaman Han Timur, saat Cap go Mek (hari ke15 bulan 1 imlek) ada seorang Rahib Guanfu Sheli (僧人观佛舍利) melalui titah raja, menitahkan di istana dan rumah rakyat untuk menyalakan lampion untuk menghormati sang Buddha. Sejak itu setiap tahun menjadi tradisi pemasangan lampion pada raya tersebut.

Sedang dongen asal mula lampion, ada cerita rakyat yang menarik seperti berikut. Konon dahulu ada seekor burung sakti telah kesasar dari khayangan ke bumi/dunia manusia, tapi ada seorang pemburu yang tidak punya belas kasihan atau prikebinatangan berhasil memanah burung ini hingga mati. Mengetahui ini sang Raja Langit/Khayangan menjadi marah, maka dikeluarkanlah titah “Raja” untuk mengirim pasukan langit pada hari ke15 bulan satu imlek, untuk membakar dunia manusia, dan terutama membakar semua harta dan ternak milik manusia. Tapi putri Raja Langit yang welas asih tidak tegah mendengar “titah” ini, diam-diam turun kedunia dan memberitahu kabar ini kepada semua manusia dibumi. Ada seorang yang pandai yang mengusulkan agar pada hari ke 14, 15, dan 16 supaya menyalakan lampion berwarna warni, dan memasang percon terus menerus berturut-turut 3 hari. Raja khayangan ketika pada hari ke 15 melihat ini, dikira ‘titah’nya telah dilaksanakan. Sehingga lupa bahwa ‘titah’ sebenarnya belum diturunkan kepada pasukan langitnya. Maka terhindarlah dunia manusia dari hukuman yang tadinya akan dijatuhkan kepada manusia. Untuk memperingati keberhasilan ini, maka setiap Cap Go Mek, setiap rumah memasang lampion di rumah-rumah dan membakar mercon-mercon.....

Kebiasaan Orang Tionghoa Peranakan Indonesia Dalam Merayakan Hari Raya Imlek

Saat menjelang hari H, biasanya para ibu-ibu dan orangtua telah sibuk menyediakan segala kebutuhan untuk menymbut hari raya ini. Membeli pakaian baru untuk dipakai saat hari H, rumah dicat atau dibersihkan dan dipajang-pajang dengan lampion dan gambar-gambar simbol keberuntungan. Rambut dicukur rapih. Dapur-Dapur dibersihkan.

Malam sebelum hari H hingga hari ke-3 dipercaya sudah tidak boleh menyapu rumah, karena dipercaya akan mengurangi rezeki untuk tahun yang akan datang. Pada malam menjelang hari H yang memiliki Altar Sembayangan Leluhur akan menyediakan kue keranjang (dodol cina, yang mempunyai makna perekat kekeluargaan, persaudaraan, pertemanan), kue-kue kering dalam toples-toples, buah-buahan (biasanya 5 macam warna) berupa Apel; Jeruk; Anggur, Pears; Nanas atau buah lainnya (kecuali duren) ; Ruas tebuh yang diikat dengan pita merah, demikian juga toples-toples, buah-buahan dihias dengan guntingan kertas merah diletakkan diatas piring, ikan bandeng rebus, kebang tahu, ketan manis dibungkus kembang tahu dll untuk sajian di Altar. Dikedua sisih Altar biasanya di pajang dua batang tebuh berikut dengan daunnya. Ini sebagai simbol bahwa manisnya hidup tidak akan terus-menerus terjadi (ada batasnya) seperti manisnya tebu yang ber-ruas-ruas. 

Dapur disajikan manis-manisan. Karena menurut kepercayaan orang Tionghoa Dewa Dapur yang mempunyai tugas mengawasi kerukungan rumah tangga, pada hari ke-1 hingga ke-15 akan pergi ke “Tuhan” untuk melapor kerukunan setiap rumah tangga masing-masing di bumi. Bagi yang sering cekcok dan tidak harmoni, keluarga tersebut untuk tahun yang akan datang akan tidak dilimpahi rezeki. Dengan disajikan manis-manisan diharapkan agar dewa dapur mau melapor berita yang manis-manis kepada “Tuhan” untuk keluarga yang bersangkutan.

Pada hari menjelang Imlek biasanya semua orang akan menahan emosi untuk marah-marah, dan berusaha untuk melupakan segala kegundahan, dan ketidak senangan terhadap orang atau lingkungannya, saling maaf-maafan. Diusahakan untuk berhati gembira. Malam harinya pergi sembayang dimuka Altar, setelah kumpul keluarga makan-makan, sama-sama pergi ke kelenteng-kelenteng, ada yang memesan lilin-lilin besar dan kecil untuk dinyalakan pada jam 12 malam, ini menyimbolkan agar untuk perjalanan hidup pada tahun yang akan datang menjadi terang dan cemerlang.

Bagi yang beragama Kristen atau Islam biasa tetap ada yang masih mempertahankan tradisi ini, tapi dengan hanya kumpul keluarga dan makan-makan bersama dan berdoa menurut agamanya. Di daerah Jakarta dan sekitarnya seperti Bogor, Tanggerang, Bekasi, Kerawang masih sering memanggil group musik Tanjidor khas Betawi (pengaruh Portugis, dengan alat musik trombon, trompet, biola dll) dengan lagu-lagu khas Betawi.

Sumber: www.negerikuindonesia.com
Pada pagi hari tahun baru Imlek semua orang berpakaian baju baru, habis sembayang menyatap mieshua terus menjenguk orangtua, tetua dan sanak famili sambil memberi salam (dengan pai-pai) serta mengucapkan “Kiong’hi-Kiong’hi” biasanya yang senior akan memberi “Angpao” (amplop merah berisi uang tunai) kepada anak-anak, atau anak-anak yang sudah dewasa dan berhasil dalam usaha akan memberi “Angpao” kapada orangtua atau tetua. Ada juga yang berderma kepada orang-orang tidak mampu dengan membagi-bagi “Angpao”. Pada saat ini dipertunjukan Liong-liong, Barongsai, dan arak-arakan lainnya.

Pada hari ke 8 malam jam 12 atau 9 pagi jam 00:00 diadakan sembayang Qing Di Gong 清帝公(8/9- bulan 1 Imlek), biasanya membuka altar darurat di alam terbuka di depan rumah atau pekarangan, dengan sajian vagetarian saja. Dan semua angggota keluarga berkumpul dan sembayang bersama meminta kedamaian, rezeki dan kesejahteraan.

Pada hari ke 15 (Cap Go Mek) ada yang menggotong “Tepekong” mengadakan arak-arakan dengan Liong, Barongsai, ada yang beraktraksi dengan ilmu-ilmu supranatural dengan potong lidah, jalan di bara api, mandi minyak panas dan lain-lain, ini biasanya diadakan di halaman kelenteng-kelenteng. Mereka percaya dengan upacara ini dapat mengusir bala.

Tradisi Menempel Ornamen dan Kata-kata Bertuah Pada Pintu Pada Hari Raya Imlek


Sumber: Ilustrasi dari www.jdtjy.org + m.ooopic.com + 699pic.com


Dikatakan bahwa kebiasaan menempelkan bait-bait bertuah pada Festival Musim Semi atau hari raya Imlek dimulai sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu. Yang sering di sebut sebagai “Ornamen Persik” (桃符Taoufu).

Sudah sejak zaman Dinasti Song (tahun 920-1279), orang-orang Tionghoa sudah menjadi tradisi menempel ornamen-ornamen tersebut untuk menambakan berkah. Menulis keinginan baik mereka si kertas merah, kemudian untuk kecantikan ditempel di portal pintu sebagai hiasan. Bait-bait ini bertuliskan kata-kata yang melambangkan kegembiraan dan keberuntungan, yang dipasang di kedua sisi pintu dan jendela selama Tahun Baru Imlek untuk mengungkapkan harapan orang-orang akan nasib baik di tahun mendatang.

Doa-doa demi kesejahteraan keluarga, tradisi ini terus berlangsung hingga sekarang. Ornamen dua dewa ditempelkan di gerbang/daun pintu. Dewa pintu adalah simbol dari kebenaran dan kekuatan. Orang Tiongkok tradisional percaya bahwa orang-orang yang tampak/tampang aneh sering kali memiliki ambiguitas magis dan kemampuan luar biasa. Hati mereka lurus dan baik hati, dan itu adalah sifat serta tanggung jawab mereka untuk menangkap hantu dan iblis.

Mereka masih mengagumi dewa-dewa penguasa langit, Zhong Yu, adalah bentuk yang begitu aneh. Karena itu, para dewa pintu orang Tionghoa tradisional selalu melotot dan garang, dengan berbagai senjata tradisional di tangan mereka, siap bertarung dengan hantu-hantu yang berani datang mendekat ke pintu atau mau masuk melalaui pintu tersebut. Karena gerbang kediaman orang Tiongkok atau Tionghoa tradisional biasanya dua pasang, maka para dewa pintu selalu berpasangan.

Sumber: www.sd.xinhuanet.com

Muslim Tiongkok Merayakan Hari Raya Imlek


Sumber: www.1688.com + kknews.cc


Muslim di Tiongkok juga tidak sedikit jumlahnya, terutama suku Hui yang hampir 100% beragama Islam dan sangat teguh memeluk agamanya, mereka punyai daerah otonomi khusus — Ningxia Hui Otonomi yang disebut Provinsi Ninxia berbatasan dengan Daerah Otonomi Mongolia Dalam, Provinsi Shaanxi dan Provinsi Gansu, yang memiliki wilayah 66.000 kilometer persegi, yang sebagian besar adalah pegunungan dan dataran tinggi. Populasi di Provinsi ini terdiri dari sulu-suku: Hui, Han, Mongolia, Manchu, dll, dengan populasi 6,1 juta (2008), di mana penduduk Hui menyumbang 33,88%. Dengan Kota Yinchuan sebagai ibukotanya, Kawasan ini memiliki dua prefektur, dua kota, dan 16 kabupaten di bawah yurisdiksinya.


Sumber: www.chinatoday.com



Muslim di Tiongkok tersebar di seluruh Tiongkok diperkirakan ada 26 juta. Mereka selain setiap tahun merayakan Idul Fitri, juga Festival Musim Semi. Dua hari raya ini mereka anggap yang paling penting dalam setahun.


Saat Hari Raya Imlek mereka membuat dumpling halal dan menyatap bersama sanak keluarga dan kerabat dengan gembira dan sangat bahagia. Pada malam tahun baru makanan ditebar di permandani dan dansa-dansi bersama di-iringi musik rebana, yang berarti mengijak “Tahun.”

Pada hari Cap Go Mek, anak-anak akan menerima hadiah-hadiah dari kakek, nenek, ayah, ibu dan semua tetua kerabat atau teman. Seluruh proses diperlakukan dengan sopan dan penuh dengan perayaan Tahun Baru Imlek, dalam suasana budaya Tahun Baru Imlek tradisional, yang berlangsung hingga hari ke-19 bulan pertama, tetapi saat ini orang biasanya merayakan hingga hari ke-15, yaitu Festival Lentera di seluruh Festival Musim Semi.

Selain itu juga diadakan pawai dan atraksi-atraksi di jalanan berkeliling dalam merayakan Festivasl Imlek setiap tahunnya.



Sucahya Tjoa  04 Pebruari 2019
Sumber: Media TV & Tulisan Luar Negeri