Monday 13 June 2016

Kong Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung dan Pengeritik Pada Zaman Pra-Dinasti Qin 551 – 221 SM
Jilid II

( 5 )

Perbedaan Antara Konfusianisme dan Motism 
儒墨之分歧

Dalam tulisan dimuka kita telah membahas persamaan dari kedua tokoh ini, tapi terjadi pertentangan sengit. Pokok perbedaan dan permasalahannya kiranya terletak dimana?    Pandangan Moti seperti telah dikemukakan adalah “Cinta Universal” (兼爱jian ai) seperti yang telah dikemukakan dimuka.

Terlihat kedua pandangan ini sama, tapi justru perbedaan ada pada pengertian dasar dari sudut pandang kedua tokoh tersebut. Moti menganggap “Cinta”nya harus sama dan serupa antara cinta negara sendiri dengan cinta terhadap negara orang lain, demikan juga cinta terhadap keluarga sendiri harus sama dan serupa dengan cinta terhadap keluarga orang lain, dan cinta terhadap diri kita sendiri harus sama dan serupa dengan cinta terhadap orang lain.  Sedang Mensius “Cinta”nya adalah bertitik tolak dari diri kita sendiri, barulah diperluas lingkupnya hingga keluar dari lingkarannya dari keluarga –> semarga --> orang lain –> sekampung –> sedesa –> senegara –> negara luar.  

Mensius dengan jelas mengatakan bahwa Cinta ada perbedaan dan tingkatannya dan dapat dibagi menjadi 3 tingkatan.
Pertama. Cinta tingkat terendah adalah Cinta terhadap segala benda-benda(爱惜ai’xi), cinta kepada non manusia. Bisa dimaksud menyayangi dan memlihara benda-benda, maksudnya seorang bijak bagaimana harus menyayangi, memelihara dan melindungi segala benda yang ada dalam alam semesta ini, jangan merusak. Tapi cintanya bukan seperti cinta kita terhadap manusia. Karena benda berbeda dengan manusia. Jadi tidak bisa dengan rasa cinta macam cinta kepada manusia untuk mencintai benda. Tapi cinta/benovolence(仁爱ren ai) perlu diberikan kepada rakyat. Karena rakyat adalah manusia, maka perlu diberi cinta/benevolence(仁爱ren’ ai).
Kedua. Cinta tingkat kedua adalah Cinta/benevolence(仁爱re ai), tapi tidak dengan perasaan seperti cinta kepada kerabat sendiri. Karena perasaan cinta kekerabatan (亲爱qin’ai) diberikan kapada anggota kerabat sendiri. 
Ketiga. Cinta Kekerabatan yang tertinggi adalah kepada Ibu Bapak , Anak Istri , Adik Kakak sendiri. (君子之于物也  爱之而弗仁  于民  仁之而弗亲  亲亲而仁民  仁民而爱物 《孟子 尽心上》 jun zi zhi yu wu ye, ai zhi er fu ren, yu  min , ren zhi er fu qin , qin qin er ren min , ren min er qi wu).  
Cinta yang bertitik tolak dari mulai keluarga sendiri,  kemudian perasaan cintanya diperluas hingga kepada rakyat, ini disebut Cinta/Benovolence (仁爱ren ai). Dari cinta ini diperluas lagi menjadi cinta dan sayang ( menyayangi) terhadap segala benda didunia dan alam semesta.......

Pandangan diatas ini ditentang oleh kaum Motisme, dan juga para pengikut Motisme generasi berikutnya. Karena seperti diketahui Moti dan Mensius berada dalam generasi yang berbeda, jadi perdebatan ini bukan perdebatan langsung muka tertemu muka antara Moti dan Mensius.  Perdebatan ini hanyalah polemik antara buku yang disusun oleh pengikut-pengikut Motisme dan Konfusianisme.

Pernah suatu ketika kaum Motis mengatakan: “Kalian kaum Konfusianis mengatakan mencintai dan melindungi rakyat harus seperti mencintai dan melindungi anak bayi, apakah ini bukan ‘Cinta Universal”? Karena anak bayi tidak ada perbedaan, bayi baru lahir adalah polos tidak ada perbedaan.”.   

Mensius menjawab : “Jika ada anak balita merangkak dihalaman dan merambat akan kecebur kesumur, ini bukanlah kesalahan si bayi. Tapi dalam situasi demikian siapa saja yang melihat bayi yang hampir kecebur sumur ini, pasti akan menolongnya. Saat itu berani dipastikan tidak akan ada yang menanyakan ini bayi siapa sebelum menolongnya. Karena apa? Karena manusia itu memiliki hati nurani secara alami yang baik (善良的天性shan liang de tian xing). Nurani ini oleh Mensius disebut “Perasaan Welas Asih” (侧隐之心ze yin zhi xin) yang mempunyai arti perasaan dimana tidak tegah melihat orang lain menderita, terluka, terlebih lagi jika yang terkena adalah seorang yang tidak berdosa dan tidak tahu menahu. Inilah yang dinamakan ‘Perasaan hati Nurani orang’ (人的天性ren de tian xing). Sebagai manusia memang kodratnya sudah demikian, sama sekali tidak ada kaitan dengan “Cinta Universal”

Maka menurut Mensius “Hati Nurani/ Perasaan Welas Asih” lebih tinggi dari Cinta/Benevolence(仁爱), juga lebih tinggi dari segala tatakrama.  

Misalnya menurut tatakrama kala itu di Tiongkok, menggandeng atau memagang tangan orang perempuan yang bukan istrinya atau anggota keluarga sendiri  adalah tidak sopan dan tidak diperkenankan dilakukan sembarangan. Jika menyetuh tangan atau tubuh wanita lain dianggap tidak sopan dan kurang ajar, tapi jika kemudian suatu ketika seorang lelaki melihat seorang wanita terperosok kejurang atau sumur. Apakah kamu tidak serta merta menariknya? Menurut tatakrama wanita tidak boleh digandeng, tapi saat dia kecebur sumur, mau tidak mau harus menarik tangannya. Jika hingga terjadi saat wanita kecebur sumur kamu masih mempertimbangkan tatakrama tidak menariknya, maka kamu berhati binatang/srigala. (嫂溺不援   是豺狼也   《孟子  离娄上》shao ni bu yuan, shi chai lang ye).

Apakah jika dalam situasi seperti diatas ini dapat dikatakan bahwa saya  sudah ber “Cinta Universal”? Saya mencintai wanita lain seperti saya mencitai istri saya, apa boleh dikatakan demikian? Jelas tidak boleh. Maka menurut Mensius saya mencintai wanita lain seperti saya mencintai istri saya dalam konstek ini tidak ada sangkut pautnya dengan “Cinta Universal兼爱”. Kesimpulannya menurut Mensius “Cinta Universal兼爱” adalah hal yang tidak mungkin, tidak realistik.

Kemudian Mensius bertanya kepada Motis: “Apakah kamu (Motis) bisa mencintai anak tetangga melebihi cintamu kepada anak kakakmu sendiri? Bisakah kamu berlaku demikian? Secara alamiah bisakah kamu mencintai anak tetangga melebihi cinta kamu terhadap anak kakakmu sendiri?” Menurut alamiah dan normalnya hal demikian jarang terjadi, memang ada keterkecualian, tapi sangat jarang.   

Juga menurutnya, berdasarkan alasan apa kamu harus mencintai Ibu Bapak, Anak Istri, Saudara orang lain sama seperti kamu mencintai Ibu Bapak, Anak Istri, Saudara sendiri. Apa memang mungkin itu dilaksanakan, mengingat kodrat alami manusia. Bagaimanapun darah lebih kental dari air.   

Namun Motis membela serangan Mensius dengan mengemukakan dengan tiga Program Arahan, dan tiga perbedaan pandangan dari masing-masing kedua tokoh ini yang menjadi pokok perbedaan dari Motisme dan Konfusianisme.  Tiga Program Arahan dari Motis tentang “Cinta Universal” ini agar bisa terimplemtasikan adalah :
1.    Perhitungan Untung Rugi (利害的算术 li hai de suan shu)
2.    Gertakan dari Dewata dan Roh (鬼神的吓唬 gui shen de xia hu)
3.    Kekuasaan Kaum Penguasa/Raja(君主的专政 jun zhu de zhuan zheng)

Dari tiga pandangan diatas terjadilah tiga perbedaan besar dari Motisme dan Konfusianisme:
1.    Pertimbangan Untung Rugi atau Budi dan Kebenaran (功利还是仁义 gong li hai ren yi)
2.    Gertakan Dewata & Roh atau Kehendak Langit/Tian (鬼神还是天命 gui shen hai shi tian ming)
3.    Kekuasaan Penguasa atau Kekuasaan Rakyat (君权还是民权jun quan hai shi min quan)

Pertama marilah kita bahas “Program Arahan Motis”, memang Moti menyadari akan tidak mudah untuk melaksanakan “Cinta Universal兼爱”, beliau menyadari akan ada banyak orang tidak mengerti bagaimana dan mengapa kita harus melaksanakan “Cinta Universal,”  maka Moti pertama menjelaskan keuntungan dalam melaksanakan“Cinta Universal”. 

Beliau menjelaskan bahwa banyak orang tidak mau melaksanakan “Cinta Universal兼爱” karena tidak tahu apa keuntungannya,  menurut Moti keuntungan dari melaksanakan “Cinta Universal兼爱” adalah jika kamu merncintai orang lain, orang lain akan juga mencintai kamu. Jika kamu membantu orang lain, orang lain akan membantu kamu juga. Sebaliknya, jika kamu membenci orang lain, orang lain juga akan membenci kamu. Jika kamu mencelakakan orang lain, orang lain juga akan mencelakakanmu.  (爱人者  人必从而爱之  利人者  人必从而利之   恶人者  人必从而恶之  害人者  人必从而害之 《墨子  兼爱中》( ai ren zhe, ren bi cong e ai zhi, li rren zhe, ren bi cong er li zhi, e ren zhe, ren bi cong er e zhi, hai ren zhe, ren bi cong er hai zhe ).  

Dengan demikian kamu mengharapkan orang lain mencintai kamu atau kamu mengharapkan orang lain membenci kamu. Kamu ingin mendapatkan bantuan atau menginginkan dicelakai orang. Untung ruginya jelas bisa dengan gamblang terlihat. Kenapa harus tidak melaksanakannya?   Dengan demikian agar kamu bisa dicintai orang, agar bisa mendapatkan bantuan, agar diri kita dapat kebahagiaan, maka kamu harus memberi cinta kepada orang lain, membantu orang lain, memberi kebahagiaan kepada orang lain. Inilah arahan dan usulan Moti pertama, mangapa harus melaksanakan’Cinta Universal兼爱’  dengan Perhitungan Untung Rugi (利害的算术 li hai de suan shu).

Timbul pertanyaan apakah perhitungan untung rugi dari Moti ini benar? Jelas benar.  Namun dalam hal ini masih terkandung suatu pertanyaan, karena dengan melaksanakan’Cinta Universal兼爱’ seperti yang dikemukakan oleh Moti diatas ini dapat diartikan suatu “Investasi”. Investasi bisa diumpamakan serupa dengan suatu asuransi yang menguntungkan dalam sosial masyarakat, seperti mengharuskan setiap orang untuk membeli satu polis asuransi. Untuk menjamin seseorang agar mendapatkan cinta, bantuan, dan kebahagiaan, maka kita harus berinvestasi dulu yaitu dengan mencintai orang, membantu orang. Berdasarkan pandangan orang Tionghoa berinvestasi sama juga dengan berspekulasi, berkonotasi negatif.

Maka melihat pandangan Moti ini, Mensius mentertawai Moti, dengan mengatakan : “Kamu(Moti) mengatakan Untung Rugi atau Budi?” Menurut Mensius antara ‘Untung Rugi’ dan ‘Budi’ adalah suatu kutub yang bertentangan. Untung Rugi bukanlah Budi, ber-Budi bukan suatu perhitungan Untung Rugi.   

Dalam Buku Mensius “Raja Liang Hui Wang”《梁惠王上》dalam Bab1, ada diceritakan,  ketika Mensius menemui Raja Liang Hui Wang.( 梁惠王Linghuiwang). Liang Hui Wang mengatakan: “Hai si Tua, Anda jauh-jauh datang kesini, apakah ada hal baik yang akan dikabarkan kepada saya?”.    
Mensius langsung dengan lantang menjawab : “ Hai Raja, saya ingin membicarakan tentang cinta dan budi (Cinta & Kebenaran).”   (   何必曰礼  亦有仁义而已矣 《孟子  梁惠王上》 wang  he bi yue li , yi you ren yi er yi yi).  
Raja Lianghuiwang berkomentar : “Membicarakan tentang budi dan cinta banyak-banyak untuk apa?”.   
Menurut Mensius antara Budi dan Untung Rugi itu sangat berkontradiksi, bahkan dalam kehidupan nyata  se-hari-hari kita antara Budi dan untung rugi itu juga berantagonistik.     Mencari untung bukanlah suatu budi, dan berbudi jelas bukan mencari untung rugi. Seorang ksatria/patriot budiman demi membela kebenaran tidak memperhitungkan untung rugi.  Jika terjadi sebelum membela kebenaran memperhitungkan untung rugi, maka ksatria ini bukanlah ksatria budiman.  Untuk keuntungan dirinya mengorbankan pihak lain adalah suatu yang kurang pada tempatnya, itu disebut tidak berbudi, itu hanya memperhitungkan keuntungan dirinya. Pertimbangannya jika memang merugikan dirinya untuk apa ini harus dilakukan (membela kebenaran), maka ini yang dikatakan tidak berbudi.

Dari sini bisa terlihat pandangan antara Moti dan Mensius tentang “Cinta Universal” saling bertentangan. Moti memberi gagasan “Cinta Universal” dengan memberi suatu arahan perhitungan untung rugi, pertimbangannya menguntung bagi semua orang atau faktor transcend. Sedang menurut Mensius berbudi tidak atas pertimbangan untung rugi, melainkan tentang “Mungkin atau tidak Mungkin” dilaksanakan atau faktor kemungkinan, menurut Mensius jika ingin membicarakan Budi maka tidak bisa dikaitkan dengan utung rugi, karena kedua hal tersebut saling bertentangan.

Sekarang antara kedua pandangan kedua tokoh ini siapa yang kiranya lebih masuk akal? Keduanya masing-masing mempunyai argumentasinya sendiri. Permasalahannya apakah harus menjalankan ‘Cinta Universal兼爱’  atau ‘Cinta/Benovolence 仁爱’,   dalam memilih alternatif ini pendirian Mensius dan Moti saling berlawanan.

Pertimbangan Mensius adalah hal yang mungkin dilaksanakan, sedang pertimbangan Moti adalah hal yang bisa dilaksanakan dengan maksimal. Mensius menentang ‘Cinta Universal兼爱’  karena dianggap hal ini tidak mungkin bisa dilaksanakan.

Sedang ‘Budi/Keadilan’, apakah sesuatu yang mungkin dilakukan, menurut Mensius ‘Budi’ harusnya lebih mungkin dilaksanakan.  Suatu Budi bila ternyata tidak bisa dilaksanakan, itu adalah kebaikan semu, dengan kata lain ‘Budi/Keadilan palsu’, ‘Pura-pura berbudi/berkeadilan’. Itulah mengapa ‘Budi/Keadilan’ harus dibangun atas dasar Hati Nurani. ‘Budi/Keadilan’ harus sesuai dengan nurani manusia. Jadi suatu ‘Budi/Keadilan’ itu apa memang benar-benar ‘Budi/Keadilan’ atau ‘Budi/Keadilan Semu’, bisa dilihat apakah sesuai dengan hati nurani manusia. Jika tidak sesuai dengan hati nurani  maka ‘Budi/Keadilan’ ini pasti palsu, dalam kehidupan sehari-hari semua orang bisa dengan gamblang melihatnya.

Misalnya pasangan muda mudi ingin kawin, tapi tidak diperkanan memilih pasangannya sendiri melalui pacaran, dengan alasan demi kebaikan. Maka kebaikan ini adalah suatu kebaikan yang semu, karena bertentangan dengan nuraninya.

Maka ‘Budi/Keadilan’ tidak bisa tidak harus membicarakan tentang kemungkinan-kemungkinan. Dalam masalah ‘Budi/Keadilan’  tidak bisa hanya membicarakan kemungkinannya saja. Misalnya suatu ketika semua sedang kelaparan, kemudian ada setumpuk makanan, apakah boleh kita ambil untuk dimakan? Karena jika diambil  berarti melanggar aturan dan tidak berbudi. Namun dalam kondisi demikian kita tidak bisa mengatakan bahwa ini tidak berbudi dan melanggar aturan.

Disini masalah budi dan aturan tatakrama sudah akan terabaikan, dalam situasi demikian sudah tidak dipertimbangkan mungkin atau tidak mungkin, tapi masalahnya adalah patut atau tidak patut dilakukan. Sebagai seorang budiman yang mengerti tatakrama, pada saat demikian apakah makanan ini patut dimakan atau tidak patut dimakan? Memang barang yang bukan miliknya tidak patut kita makan, ini adalah pertimbangan tatakrama dan budi, memang bisa saja karena ada petimbangan karena kecurigaan apakah makanan ini beracun atau tidak, tapi ini adalah diluar pertimbangan tatakrama.  

Maka Budi dan Tatakrama tidak hanya pertimbangannya “kemungkinan”, tapi juga bisa mempertimbangkan diluar batas kemungkinan yaitu Untung Rugi.  Karena ingin berbudi bisa saja lalu melupakan masalah untung rugi, misalnya seorang ksatria budiman (righteous & courageous) yang menolong orang kecelakaan, dalam hal ini jelas kemungkinannya merugikan dirinya karena untuk terjun dalam air atau sumur kemungkinan bisa tengelam, menerobos api kemungkinan bisa terbakar, melawan perampok kemungkinan tangan bisa buntung kena bacok, ini semua tidak menguntungkan dirinya sendiri, tapi tetap saja dilakukan. Apakah ini bukan sudah perbuatan diluar batas-batas pertimbangan untung rugi. Inilah yang dikatakan Budiman. Jadi dalam hal ‘Budi’ harus juga mempertimbangkan akan diluar batas-batas “ kemungkinan”.

Yang heran hingga pada titik permasalahan ini Moti dan Mensius justru berbalikan. Mensius mempertimbangkan tentang titik diluar batas (faktor transcend), dan Moti mempertimbangkan tentang kemungkinan (faktor kemungkinan).  Jadi jika dikatakan bahwa “Cinta Universal” itu justru yang menguntungkan. Lalu siapa kiranya yang benar?    Pertama kita akan mengatakan bahwa Moti yang benar. Karena Moti membicarakan tentang Akar dari Budi. Kenapa sebagai manusia harus selalu berbudi, karena setiap orang harus melindungi dan memelihara kepentingan orang lain. Justru tujuan dari ber-Budi kebetulan untuk pertimbangan untung rugi. Karena setelah kita ber-Budi, maka akan mendapatkan balas Budi dari orang lain, dengan kata lain balasan ini adalah suatu keuntungan bagi kita.  Jadi Budi itu tidak saja ada ‘Kemungkinan-kemungkinan’ juga ada sifat diluar batas ‘Kemungkinan-kemungkinan’, dan diluar batas “Kemungkian” itu adalah  masalah ‘Untung Rugi’.

Kita sering mengatakan bahwa merugikan orang untuk keuntungan dirinya adalah suatu yang salah, ini jelas tidak perlu dipertanyakan.  Tapi mengapa dia ini tidak boleh dirugikan? Jika orang ini tidak mempunyai kepentingan pribadi, apakah saya boleh merugikan dia atau tidak? Pada pokoknya juga tidak ada yang bisa diambil keuntungan darinya, dalam hal ini tidak ada yang bisa diuntungkan atau dirugikan. Jika orang ini tidak mendapat perlindungan hukum, apakah boleh saya merugikan dia?  Maka jika ingin menguntuk orang yang merugikan orang lain untuk kepentingan dirinya, dan akan menyanjung orang (ksatria) yang mengorbankan diri demi orang lain, pertama harus mengakui bahwa setiap orang memiliki kepentingan individu (hak azasi) yang tidak boleh direbut. Hak ini mendapat perlindungan hukum, juga mendapat lindungan dari ‘Budi/Keadilan’, yang tidak diperkenankan untuk sembarangan diganggu dan dilanggar. Maka mengorbankan orang lain untuk keuntungan atau kepentingan dirinya adalah salah, sedang mengkorbankan diri demi orang lain adalah Mulia. Karena dia telah mengorbankan kepentingan dirinya, tapi untuk mengorbankan kepentingan dirinya, pertama harus memiliki “kepentingan diri” dulu, jika tidak, apa yang di korbankan? (premises harus ada “keuntungan pribadi” yang dikorbankan). Jadi dalam hal ini yang dikorbankan adalah “kepentigan diri”nya. Mengakui ini kebetulan sekali merupakan jalan untuk merealisasi ‘Budi/Keadilan’ juga.

Ada cendikiawan ekonomi Tiongkok Jia Zahng Wei (家张维) mengatakan: “Yang disebut “Kepercayaan/kreditbilitas”? Dilihat dari sudut ekonomis ‘Percaya’ berarti melepaskan keuntungan kecil yang ada ditangan,  untuk meraih keuntungan besar dikemudian hari. Inilah ‘Keuntungan’.  

Umpamanya kita membeli barang, sering kali terbeli barang palsu, masalahnya membeli barang dari siapa sehingga sering dapat yang palsu? Biasanya dari pedagang kaki lima atau penjaja keliling, ini biasanya sulit untuk dapat dipercaya, karena pedagang ini setelah menjual dia akan pindah atau menghilang. Sebaliknya akan lebih baik beli dari pedagang yang mempunyai tempat permanen. karena pedagang ini akan berdagang dengan orang sekelilingnya untuk jangka panjang, biasanya dia tidak akan karena untuk keuntungan sedikit lebih beberapa duit, lalu membohongi kita. Jadi harus ada jaminan jangka panjang atau mengambil keuntungan untuk masa yang panjang, bukan untuk hanya satu kali pukul. Dengan demikian barulah orang akan menaruh ‘Kepercayaan/Kreditibiltas’ kepada kita.    Jadi ‘Percaya’ adalah ‘Budi’ & ‘Kebenaran’ harus dibangun diatas dasar atau fondasi ‘Untung Rugi’ ..... maka dapat dikatakan dalam konstek ini Moti benar......

Tapi kita juga harus mempertimbangkan pandangan Mensius, bahwa ‘Budi/Keadilan’ harus melampaui batas-batas ‘Untung Rugi’ , saat kita menghadapi suatu permasalahan kolektif. Apakah akan mempertimbangkan mengambil alternatif ‘Untung Rugi atau ‘Budi/Keadilan’? Dalam situasi demikian justru ujian bagi seseorang apakah dia ini benar-benar ‘Berbudi/Berkeadilan’ atau bukan?. Karena pada saat menghadapi persoalan kolektif maka harus mempertimbangkan melepaskan ‘Kepentingan Pribadi’ , dan berbuat kemuliaan dengan Berbudi/berkeadilan’.   

Kesimpulannya, Moti berbicara dari sudut pandang ‘Akar’ permasalahan, Mensius membicarakan ‘ Realita’, jika kita menyatukan dua pandangan ini baru bisa didapat suatu pandangan yang lebih sempurna.  Inilah ‘Program Arahan’ pertama dari Moti. Perhitungan Untung Rugi (利害的算术 li hai de suan shu). Moti menyerukan ‘Cinta Universal兼爱’ sangat menguntungkan, jadi marilah kita lakukan ‘Cinta Universal兼爱

Tapi Moti juga menyadari bahwa hanya memberi Program Arahan ‘Untung Rugi’ tidak akan mudah bisa diterima oleh khalayak masyarakat dan dituruti, akan banyak orang yang tidak akan perduli dengan hal ini. Untuk apa harus melakukan dan perduli dengan ‘Cinta Universal兼爱’ , dicintai orang lain atau tidak dicintai orang lain juga tidak masalah. Tidak ada orang yang membantu juga tidak apa-apa, pokoknya tidak mengharapkan hal demikian, cukup berdikari (berdiri dikaki sendiri), swasembada.  


Moti saat mengemukankan tentang ‘Cinta Universal兼爱’ juga menyadari mencintai anak sendiri akan lebih dari mencintai anak orang lain adalah sifat almiah manusia normal. Tapi agar setiap orang mau melakukan ‘Cinta Universal兼爱’ dalam kehidupan nyata, coba menekankan dengan bertitik tolak dari sudut ‘Untung Rugi’ untuk menjelaskan manfaat dari ber-‘Cinta Universal兼爱’ suatu yang saling menguntungkan, ‘sama-sama Diuntungkan/win- win (双赢shuang ying)’, dalam keadaan yang demikian jika masih juga ada orang yang tidak mau melaksanakannya, maka Moti masih ada akal bagaimana agar bisa dituruti? Yaitu dengan gertakan-gertakan imaginer.

Moti adalah seorang ‘Theisme’ percaya akan adanya “Tuhan & Roh”, percaya dalam dunia ada “Jin atau Roh” dan “Tuhan”, bahkan beliau memberi alasan kenapa kedua ini harus ada? Tidak lain untuk mengawasi apakah kita ini mempunyai rasa ‘Cinta Universal兼爱’ atau tidak.

Jika kamu seorang yang sudah  memiliki rasa‘Cinta Universal兼爱’, bisa mengcintai diri sendiri seperti mencintai orang lain, mencintai keluarga orang lain seperti mencintai keluarga sendiri, mencintai negara orang lain seperti mencintai negara sendiri, maka “Tuhan” akan memberkahi kamu dan “Roh” tidak mengganggu kamu. Sehingga kamu bisa menjadi kaya, sehat dan bahagia, sebaliknya jika kita berbuat jahat merugikan orang lain, maka “Roh” akan menghukum kamu, membuat kamu menderita, jadi sakit, sengsara dan lain-lain.

Beliau mengajurkan untuk tidak berbuat merugikan orang lain atau berbuat jahat, agar tidak didatangi “Roh”.  Dengan cara mengertak agar orang mau berbuat ‘Cinta Universal兼爱’ dan tidak melakukan kejahatan dan merugikan orang lain. Seperti agama masa kini yang menawarkan sorga bagi orang baik, dan menakut-nakuti orang dengan neraka untuk tidak berbuat kejahatan....

Untuk tujuan ini Motis banyak membuat cerita akan roh-roh yang menghukum orang-orang jahat, dan orang baik mendapat pahala.  Inilah cara Moti yang kedua dengan Gertakan dari ‘Dewata dan Roh (鬼神的吓唬 gui shen de xia hu)’,  sehingga lahir pribahasa tradisionil Tionghoa ‘Barangsiapa berbuat baik akan mendapat pahala, barangsiapa berbuat jahat akan mendapat pembalasan setimpal, bukan tidak ada pembalasan, hanya waktu pembalasan belum tiba, begitu waktu tiba semua akan mendapat pembalasannya. (善有善报  恶有恶报 shan you shan bao, e you e bao不是不报  时间未到 bu shi bu bao, shi jian wei dao.时间一到   一切都报shi jian yi dao, yi qie du bao).   Moti memperingatkan semua orang bahwa berbuat baik dan berbuat jahat semua akan ada imbalannya. Maka beliau menekankan jangan berbuat jahat, berbuatlah kebaikan.

Para cendikiawan memperkirakan mengapa Moti memberi ‘Program Arahan’ ini? Tidak lain karena lebih ditujukan kepada Para Penguasa pada masa itu, karena mereka ini pemegang kekuasaan, sehingga mudah untuk berbuat sewenang-wenang. Mudah untuk berbuat baik atau berbuat jahat. Dan kala itu para penguasa lebih banyak yang berbuat jahat dan sewenang-wenang daripada berbuat baik. Mereka menekan, memeras, memperbudak rakyat kecil, jadi Moti coba memperingatkan mereka jangan keterlaluan..... “Roh” akan mencari mereka untuk menghukumnya. Ini sesuatu yang positif.

Namun seperti diketahui secara akal sehat dan logika mayoritas manusia didunia ini tidak percaya akan adanya “Setan, Roh dan Tuhan”, sehingga gertakan demikian kurang bisa diandalkan.  Maka pandangan ini tidak sebaik pandangan Konfusianis akan Tian Ming (天命) yang berarti “Nasib atau Kehendak Langit”.  Motisme adalah “Theisme” sedang Konfisianisme adalah berpadangan tentang ‘Kehendak Langit’(Kehendak Tuhan).  Maksudnya bahwa ‘Langit’ sudah mengatur segala perbuatan kita, apakah kita akan berhasil, gagal, mendapat berkah atau pahala semua telah diatur oleh ‘Langit’. ( Hal ini akan dibahas dalam Polemik antara Konfusianisme dan Daoisme kemudian).   Gertakkan dengan “Dewata & Roh” ini sama sekali tidak berhasil, karena kedua unsur tersebut susah dibuktikan secara nyata. Sehingga gertakan dengan menghandalkan hal ini kurang effektif.

Pernah terjadi suatu cerita lucu dengan Moti. Suatu hari Moti sedang sakit, salah satu muridnya menemui beliau, dan bertanya: “Guru, kenapa guru bisa sakit? Guru mengajarkan kepada kita bahwa seorang yang sudah ber-‘Cinta Universal兼爱’, melakukan kebaikan, berbudi dan berbuat baik, akan mendapat perlindungan dari ‘Dewata & Roh’, mestinya guru tidak bisa sakit. Jadi sekarang guru sakit pasti ada dua kemungkinan, pertama guru mungkin telah berbuat tidak baik, sehingga ‘Roh” menghukum guru atau ‘Roh’nya buta tidak bisa melihat bahwa guru adalah orang baik, dan salah menghukum guru sehingga guru menjadi sakit”. 

Ini benar-benar gawat.   Moti menjawab: “Pertama, Saya tidak berbuat jahat. Kedua “Dewata & Roh” juga tidak bisa berbuat salah.” Murid ini menjadi tidak mengerti dan bingung, mengapa kamu sakit juga? Pikirnya.  Moti mengatakan:” Seorang sakit penyebabnya banyak, bisa karena berkerja telalu berat dan lelah, karena perubahan cuaca, salah makan yang tidak hygenis, jadi penyebabnya macam-macam. Bisa diumpamakan sebuah rumah dengan seratus pintu, jika satu pintu ditutup masih ada 99 pintu yang masih terbuka, jadi “penyakit” itu masuk dari sana”. Murid ini akhirnya diam tidak bisa berbicara lagi.  Moti sebenarnya mengarang ceritanya sendiri....... Ini juga menjadi masalah karena ternyata “Gertakan Dewa & Roh” itu hanya satu pintu, masih ada 99 pintu yang masih bebas terbuka. Lalu apakah mungkin kita bisa membendung pintu yang 99 ini? Maka ternyata ‘Cinta Universal兼爱’ bisa juga tidak bisa terlaksana. Maka beliau memberi “Program Arahan” ketiga.

Program Arahan ketiga : Kekuasaan Kaum Penguasa (君主的专政 jun zhu de zhuan zheng)
Jika kamu tidak ber-‘Cinta Universal兼爱’ dan lolos dari dua program Arahan diatas, masih ada yang akan menghukum yaitu Penguasa Tertinggi Negara. Jadi manusia yang akan memaksa, yaitu para atasan kita. Jika atasan kita tidak ber-‘Cinta Universal兼爱’, maka atasan yang lebih tinggi yang akan memaksa, inilah yang disebut ‘Sama Seperti Yang Diatas’ (尚同 shang tong), maksudnya setiap insan harus sama seperti penguasa yang ada diatasnya, pikiran, pandangannya, opininya, tingkah lakunya semuanya harus sama dengan atasannya. Rakyat desa harus sama dengan kepala desa, kepala kampung harus sama dengan kepala desa, kepala desa harus sama dengan penguasa tertinggi, penguasa tertinggi daerah (君主jun zi) harus sama dengan Raja, sedang Raja (天子tian zi) harus sama seperti titah “Tuhan/Tian”---- Ini yang dinamakan ‘Sama Seperti Yang Diatas’ (尚同 shang tong). Barangsiapa yang menurut atasannya akan diberi hadiah, barangsiapa yang tidak menurut atasan akan dihukum. Ini adalah hukuman dan pemberian hadiah/pahala/berkah dalam kehidupan nyata.

Dari hal tersebut diatas, Moti juga menyadari bahwa melaksanakan ‘Cinta Universal兼爱’ sebenarnya sangat sulit, yang terbaik adalah melalui cara pemaksaan oleh atasan atau Penguasa. Dengan Kekuasaan melaksanakan ‘Cinta Universal兼爱’, penguasa tertinggi menjadi “panglima” untuk memimpin semua orang melaksanakan ‘Cinta Universal兼爱’.  

Dalam hal ini timbul masalah dengan Moti, yang mana akan  berlawanan dengan pendirian Konfusianis. Dimuka telah dibahas bahwa Konfusianis berpihak kepada kepentingan Bangsawan dan kaum Penguasa, sedang Motis berpihak kepada Rakyat Jelata, Kaum Pekerja dan Tani. Maka tidak heran jika Konfusianis dengan gagasan Cinta yang berjenjang dan beringkat, dimana Cinta yang terbesar diberikan kepada Penguasa Tertinggi/Kaisar, selanjutnya kepada Bapak, ibu anak dan seterusnya. Sedang Motis gagasannya Cinta kepada semua orang sama, tidak ada jenjang dan tingkatan, walaupun terakhir Program Arahan terakhir mengadalkan Kekuasaan, yaitu Penguasa Tertinggi untuk menyebarkan ‘Cinta Universal兼爱’ . Dengan adanya program arahan ketiga ini, maka terjadilah perbedaan besar ketiga dengan Konfusianis yaitu :   Kekuasaan Penguasa atau Kekuasaan Rakyat (君权还是民权jun quan hai shi min quan).   Inilah titik terpenting dan kulminasi dari perbedaan dari kedua ajaran dan gagasan kedua kubu ini - Konfusianisme & Motisme. 

Masalah ini akan kita bahas dalam tulisan  tersendiri berikut ini.


Daftar  Perpustakaan :
-               先秦诸子百家争鸣易中天 CCTV
-               经典阅读文库 ---- 论语       李薇/主编
-               经典阅读文库 ---- 道德经       李薇/主编
-               中国古典名著精品 ---- 菜根谭      洪应明  
-               Internet : http://friesian.com/confuci.htm  : Confucius
-               孔子  -----   維基百科,自由的百科全書 Internet
-               网址:http://www.popyard.org
-               中国人生叢书    -----   墨子的人生哲学        杨帆/主编    陈伟/
-               Internet : http://baike.baidu.com
-               The Sayings of Mensius / 英译孟子      史俊赵校编
-               南华经    庄子   周苏平    高彦平   注译    安徽人民出版社
-               庄子   逍遥的自由人     林川耀 译编  出版者 :常春树书坊
-               http://www.sxgov.cn/bwzt/wmsxx2/lf/447465_1.shtml   春秋五霸之---晋文公
-               “When China Rules The World -  The rise of middle kingdom and the end of the western world”  by Martin Jacques ALLEN LANE an imprint of Penguin Book, First Published 2009


No comments:

Post a Comment