Kong
Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung dan Pengeritik Pada Zaman Pra-Dinasti Qin
551 – 221 SM
Jilid
II
(
5 )
Perbedaan Antara
Konfusianisme dan Motism
儒墨之分歧
儒墨之分歧
Dalam
tulisan dimuka kita
telah membahas
persamaan dari kedua tokoh ini, tapi terjadi pertentangan sengit. Pokok
perbedaan dan permasalahannya kiranya terletak dimana? Pandangan Moti seperti telah dikemukakan
adalah “Cinta Universal” (兼爱jian ai) seperti yang telah dikemukakan dimuka.
Terlihat kedua pandangan
ini sama, tapi justru perbedaan ada pada pengertian dasar dari sudut pandang
kedua tokoh tersebut. Moti menganggap “Cinta”nya harus sama dan serupa antara
cinta negara sendiri dengan cinta terhadap negara orang lain, demikan juga
cinta terhadap keluarga sendiri harus sama dan serupa dengan cinta terhadap
keluarga orang lain, dan cinta terhadap diri kita sendiri harus sama dan serupa
dengan cinta terhadap orang lain. Sedang
Mensius “Cinta”nya adalah bertitik tolak dari diri kita sendiri, barulah
diperluas lingkupnya hingga keluar dari lingkarannya dari keluarga –>
semarga --> orang lain –> sekampung –> sedesa –> senegara –>
negara luar.
Mensius dengan jelas
mengatakan bahwa Cinta ada perbedaan dan tingkatannya dan dapat dibagi menjadi
3 tingkatan.
Pertama. Cinta tingkat
terendah adalah Cinta terhadap segala benda-benda(爱惜ai’xi), cinta kepada non manusia. Bisa dimaksud menyayangi dan memlihara
benda-benda, maksudnya seorang bijak bagaimana harus menyayangi, memelihara dan
melindungi segala benda yang ada dalam alam semesta ini, jangan merusak. Tapi
cintanya bukan seperti cinta kita terhadap manusia. Karena benda berbeda dengan
manusia. Jadi tidak bisa dengan rasa cinta macam cinta kepada manusia untuk
mencintai benda. Tapi cinta/benovolence(仁爱ren ai) perlu diberikan kepada rakyat. Karena rakyat adalah manusia, maka
perlu diberi cinta/benevolence(仁爱ren’ ai).
Kedua. Cinta tingkat kedua adalah
Cinta/benevolence(仁爱re ai), tapi tidak dengan
perasaan seperti cinta kepada kerabat sendiri. Karena perasaan cinta
kekerabatan (亲爱qin’ai) diberikan kapada
anggota kerabat sendiri.
Ketiga. Cinta Kekerabatan
yang tertinggi adalah kepada Ibu Bapak , Anak Istri , Adik Kakak sendiri. (君子之于物也 爱之而弗仁 于民 仁之而弗亲 亲亲而仁民 仁民而爱物 《孟子 尽心上》 jun zi zhi
yu wu ye, ai zhi er fu ren, yu min , ren
zhi er fu qin , qin qin er ren min , ren min er qi wu).
Cinta yang bertitik tolak
dari mulai keluarga sendiri, kemudian
perasaan cintanya diperluas hingga kepada rakyat, ini disebut Cinta/Benovolence
(仁爱ren ai). Dari cinta ini diperluas lagi menjadi
cinta dan sayang ( menyayangi) terhadap segala benda didunia dan alam
semesta.......
Pandangan diatas ini
ditentang oleh kaum Motisme, dan juga para pengikut Motisme generasi
berikutnya. Karena seperti diketahui Moti dan Mensius berada dalam generasi
yang berbeda, jadi perdebatan ini bukan perdebatan langsung muka tertemu muka
antara Moti dan Mensius. Perdebatan ini
hanyalah polemik antara buku yang disusun oleh pengikut-pengikut Motisme dan
Konfusianisme.
Pernah suatu ketika kaum
Motis mengatakan: “Kalian kaum Konfusianis mengatakan mencintai dan melindungi
rakyat harus seperti mencintai dan melindungi anak bayi, apakah ini bukan
‘Cinta Universal”? Karena anak bayi tidak ada perbedaan, bayi baru lahir adalah
polos tidak ada perbedaan.”.
Mensius menjawab : “Jika
ada anak balita merangkak dihalaman dan merambat akan kecebur kesumur, ini
bukanlah kesalahan si bayi. Tapi dalam situasi demikian siapa saja yang melihat
bayi yang hampir kecebur sumur ini, pasti akan menolongnya. Saat itu berani
dipastikan tidak akan ada yang menanyakan ini bayi siapa sebelum menolongnya.
Karena apa? Karena manusia itu memiliki hati nurani secara alami yang baik (善良的天性shan liang de tian xing). Nurani ini oleh Mensius
disebut “Perasaan Welas Asih” (侧隐之心ze yin zhi
xin) yang mempunyai arti perasaan dimana tidak tegah melihat orang lain
menderita, terluka, terlebih lagi jika yang terkena adalah seorang yang tidak
berdosa dan tidak tahu menahu. Inilah yang dinamakan ‘Perasaan hati Nurani
orang’ (人的天性ren de tian xing). Sebagai
manusia memang kodratnya sudah demikian, sama sekali tidak ada kaitan dengan
“Cinta Universal”
Maka menurut Mensius “Hati
Nurani/ Perasaan Welas Asih” lebih tinggi dari Cinta/Benevolence(仁爱), juga lebih tinggi dari segala tatakrama.
Misalnya menurut tatakrama
kala itu di Tiongkok, menggandeng atau memagang tangan orang perempuan yang
bukan istrinya atau anggota keluarga sendiri
adalah tidak sopan dan tidak diperkenankan dilakukan sembarangan. Jika
menyetuh tangan atau tubuh wanita lain dianggap tidak sopan dan kurang ajar,
tapi jika kemudian suatu ketika seorang lelaki melihat seorang wanita
terperosok kejurang atau sumur. Apakah kamu tidak serta merta menariknya?
Menurut tatakrama wanita tidak boleh digandeng, tapi saat dia kecebur sumur,
mau tidak mau harus menarik tangannya. Jika hingga terjadi saat wanita kecebur
sumur kamu masih mempertimbangkan tatakrama tidak menariknya, maka kamu berhati
binatang/srigala. (嫂溺不援 是豺狼也 《孟子 离娄上》shao ni bu
yuan, shi chai lang ye).
Apakah jika dalam situasi
seperti diatas ini dapat dikatakan bahwa saya
sudah ber “Cinta Universal”? Saya mencintai wanita lain seperti saya
mencitai istri saya, apa boleh dikatakan demikian? Jelas tidak boleh. Maka
menurut Mensius saya mencintai wanita lain seperti saya mencintai istri saya
dalam konstek ini tidak ada sangkut pautnya dengan “Cinta Universal兼爱”. Kesimpulannya menurut Mensius “Cinta Universal兼爱” adalah hal yang tidak mungkin, tidak realistik.
Kemudian Mensius bertanya
kepada Motis: “Apakah kamu (Motis) bisa mencintai anak tetangga melebihi
cintamu kepada anak kakakmu sendiri? Bisakah kamu berlaku demikian? Secara
alamiah bisakah kamu mencintai anak tetangga melebihi cinta kamu terhadap anak
kakakmu sendiri?” Menurut alamiah dan normalnya hal demikian jarang terjadi,
memang ada keterkecualian, tapi sangat jarang.
Juga menurutnya,
berdasarkan alasan apa kamu harus mencintai Ibu Bapak, Anak Istri, Saudara
orang lain sama seperti kamu mencintai Ibu Bapak, Anak Istri, Saudara sendiri.
Apa memang mungkin itu dilaksanakan, mengingat kodrat alami manusia.
Bagaimanapun darah lebih kental dari air.
Namun Motis membela
serangan Mensius dengan mengemukakan dengan tiga Program Arahan, dan tiga
perbedaan pandangan dari masing-masing kedua tokoh ini yang menjadi pokok
perbedaan dari Motisme dan Konfusianisme.
Tiga Program Arahan dari Motis tentang “Cinta Universal” ini agar bisa
terimplemtasikan adalah :
1.
Perhitungan
Untung Rugi (利害的算术 li hai de suan shu)
2.
Gertakan dari
Dewata dan Roh (鬼神的吓唬 gui shen de xia hu)
3.
Kekuasaan
Kaum Penguasa/Raja(君主的专政 jun zhu
de zhuan zheng)
Dari tiga pandangan diatas
terjadilah tiga perbedaan besar dari Motisme dan Konfusianisme:
1.
Pertimbangan
Untung Rugi atau Budi dan Kebenaran (功利还是仁义 gong li
hai ren yi)
2.
Gertakan Dewata
& Roh atau Kehendak Langit/Tian (鬼神还是天命 gui shen
hai shi tian ming)
3.
Kekuasaan
Penguasa atau Kekuasaan Rakyat (君权还是民权jun quan
hai shi min quan)
Pertama marilah kita bahas
“Program Arahan Motis”, memang Moti menyadari akan tidak mudah untuk
melaksanakan “Cinta Universal兼爱”, beliau
menyadari akan ada banyak orang tidak mengerti bagaimana dan mengapa kita harus
melaksanakan “Cinta Universal,” maka
Moti pertama menjelaskan keuntungan dalam melaksanakan“Cinta Universal”.
Beliau menjelaskan bahwa
banyak orang tidak mau melaksanakan “Cinta Universal兼爱” karena tidak tahu apa keuntungannya,
menurut Moti keuntungan dari melaksanakan “Cinta Universal兼爱” adalah jika kamu merncintai orang lain, orang
lain akan juga mencintai kamu. Jika kamu membantu orang lain, orang lain akan
membantu kamu juga. Sebaliknya, jika kamu membenci orang lain, orang lain juga
akan membenci kamu. Jika kamu mencelakakan orang lain, orang lain juga akan
mencelakakanmu. (爱人者 人必从而爱之 利人者 人必从而利之 恶人者 人必从而恶之 害人者 人必从而害之 《墨子 兼爱中》( ai ren zhe, ren bi cong e ai zhi, li rren zhe, ren bi cong er li zhi, e
ren zhe, ren bi cong er e zhi, hai ren zhe, ren bi cong er hai zhe ).
Dengan demikian kamu
mengharapkan orang lain mencintai kamu atau kamu mengharapkan orang lain
membenci kamu. Kamu ingin mendapatkan bantuan atau menginginkan dicelakai
orang. Untung ruginya jelas bisa dengan gamblang terlihat. Kenapa harus tidak
melaksanakannya? Dengan demikian agar
kamu bisa dicintai orang, agar bisa mendapatkan bantuan, agar diri kita dapat
kebahagiaan, maka kamu harus memberi cinta kepada orang lain, membantu orang
lain, memberi kebahagiaan kepada orang lain. Inilah arahan dan usulan Moti
pertama, mangapa harus melaksanakan’Cinta Universal兼爱’ dengan Perhitungan Untung Rugi (利害的算术 li hai de suan shu).
Timbul pertanyaan apakah
perhitungan untung rugi dari Moti ini benar? Jelas benar. Namun dalam hal ini masih terkandung suatu
pertanyaan, karena dengan melaksanakan’Cinta Universal兼爱’ seperti yang dikemukakan oleh Moti diatas ini dapat diartikan suatu
“Investasi”. Investasi bisa diumpamakan serupa dengan suatu asuransi yang
menguntungkan dalam sosial masyarakat, seperti mengharuskan setiap orang untuk
membeli satu polis asuransi. Untuk menjamin seseorang agar mendapatkan cinta,
bantuan, dan kebahagiaan, maka kita harus berinvestasi dulu yaitu dengan
mencintai orang, membantu orang. Berdasarkan pandangan orang Tionghoa berinvestasi
sama juga dengan berspekulasi, berkonotasi negatif.
Maka melihat pandangan Moti
ini, Mensius mentertawai Moti, dengan mengatakan : “Kamu(Moti) mengatakan
Untung Rugi atau Budi?” Menurut Mensius antara ‘Untung Rugi’ dan ‘Budi’ adalah
suatu kutub yang bertentangan. Untung Rugi bukanlah Budi, ber-Budi bukan suatu
perhitungan Untung Rugi.
Dalam Buku Mensius “Raja
Liang Hui Wang”《梁惠王上》dalam Bab1, ada
diceritakan, ketika Mensius menemui Raja
Liang Hui Wang.( 梁惠王Linghuiwang). Liang Hui Wang
mengatakan: “Hai si Tua, Anda jauh-jauh datang kesini, apakah ada hal baik yang
akan dikabarkan kepada saya?”.
Mensius langsung dengan
lantang menjawab : “ Hai Raja, saya ingin membicarakan tentang cinta dan budi
(Cinta & Kebenaran).” (王 何必曰礼 亦有仁义而已矣 《孟子 梁惠王上》 wang he bi yue li , yi you ren yi
er yi yi).
Raja Lianghuiwang
berkomentar : “Membicarakan tentang budi dan cinta banyak-banyak untuk
apa?”.
Menurut Mensius antara Budi
dan Untung Rugi itu sangat berkontradiksi, bahkan dalam kehidupan nyata se-hari-hari kita antara Budi dan untung rugi
itu juga berantagonistik. Mencari
untung bukanlah suatu budi, dan berbudi jelas bukan mencari untung rugi.
Seorang ksatria/patriot budiman demi membela kebenaran tidak memperhitungkan
untung rugi. Jika terjadi sebelum
membela kebenaran memperhitungkan untung rugi, maka ksatria ini bukanlah
ksatria budiman. Untuk keuntungan
dirinya mengorbankan pihak lain adalah suatu yang kurang pada tempatnya, itu
disebut tidak berbudi, itu hanya memperhitungkan keuntungan dirinya.
Pertimbangannya jika memang merugikan dirinya untuk apa ini harus dilakukan
(membela kebenaran), maka ini yang dikatakan tidak berbudi.
Dari sini bisa terlihat
pandangan antara Moti dan Mensius tentang “Cinta Universal” saling
bertentangan. Moti memberi gagasan “Cinta Universal” dengan memberi suatu
arahan perhitungan untung rugi, pertimbangannya menguntung bagi semua orang
atau faktor transcend. Sedang menurut Mensius berbudi tidak atas pertimbangan
untung rugi, melainkan tentang “Mungkin atau tidak Mungkin” dilaksanakan atau
faktor kemungkinan, menurut Mensius jika ingin membicarakan Budi maka tidak
bisa dikaitkan dengan utung rugi, karena kedua hal tersebut saling
bertentangan.
Sekarang antara kedua
pandangan kedua tokoh ini siapa yang kiranya lebih masuk akal? Keduanya
masing-masing mempunyai argumentasinya sendiri. Permasalahannya apakah harus
menjalankan ‘Cinta Universal兼爱’ atau ‘Cinta/Benovolence 仁爱’, dalam
memilih alternatif ini pendirian Mensius dan Moti saling berlawanan.
Pertimbangan Mensius adalah
hal yang mungkin dilaksanakan, sedang pertimbangan Moti adalah hal yang bisa dilaksanakan
dengan maksimal. Mensius menentang ‘Cinta Universal兼爱’ karena dianggap hal ini tidak
mungkin bisa dilaksanakan.
Sedang ‘Budi/Keadilan’,
apakah sesuatu yang mungkin dilakukan, menurut Mensius ‘Budi’ harusnya lebih
mungkin dilaksanakan. Suatu Budi bila
ternyata tidak bisa dilaksanakan, itu adalah kebaikan semu, dengan kata lain
‘Budi/Keadilan palsu’, ‘Pura-pura berbudi/berkeadilan’. Itulah mengapa
‘Budi/Keadilan’ harus dibangun atas dasar Hati Nurani. ‘Budi/Keadilan’ harus
sesuai dengan nurani manusia. Jadi suatu ‘Budi/Keadilan’ itu apa memang
benar-benar ‘Budi/Keadilan’ atau ‘Budi/Keadilan Semu’, bisa dilihat apakah
sesuai dengan hati nurani manusia. Jika tidak sesuai dengan hati nurani maka ‘Budi/Keadilan’ ini pasti palsu, dalam
kehidupan sehari-hari semua orang bisa dengan gamblang melihatnya.
Misalnya pasangan muda mudi
ingin kawin, tapi tidak diperkanan memilih pasangannya sendiri melalui pacaran,
dengan alasan demi kebaikan. Maka kebaikan ini adalah suatu kebaikan yang semu,
karena bertentangan dengan nuraninya.
Maka ‘Budi/Keadilan’ tidak
bisa tidak harus membicarakan tentang kemungkinan-kemungkinan. Dalam masalah
‘Budi/Keadilan’ tidak bisa hanya membicarakan
kemungkinannya saja. Misalnya suatu ketika semua sedang kelaparan, kemudian ada
setumpuk makanan, apakah boleh kita ambil untuk dimakan? Karena jika
diambil berarti melanggar aturan dan
tidak berbudi. Namun dalam kondisi demikian kita tidak bisa mengatakan bahwa
ini tidak berbudi dan melanggar aturan.
Disini masalah budi dan
aturan tatakrama sudah akan terabaikan, dalam situasi demikian sudah tidak
dipertimbangkan mungkin atau tidak mungkin, tapi masalahnya adalah patut atau
tidak patut dilakukan. Sebagai seorang budiman yang mengerti tatakrama, pada
saat demikian apakah makanan ini patut dimakan atau tidak patut dimakan? Memang
barang yang bukan miliknya tidak patut kita makan, ini adalah pertimbangan
tatakrama dan budi, memang bisa saja karena ada petimbangan karena kecurigaan
apakah makanan ini beracun atau tidak, tapi ini adalah diluar pertimbangan
tatakrama.
Maka Budi dan Tatakrama
tidak hanya pertimbangannya “kemungkinan”, tapi juga bisa mempertimbangkan
diluar batas kemungkinan yaitu Untung Rugi.
Karena ingin berbudi bisa saja lalu melupakan masalah untung rugi,
misalnya seorang ksatria budiman (righteous & courageous) yang menolong
orang kecelakaan, dalam hal ini jelas kemungkinannya merugikan dirinya karena
untuk terjun dalam air atau sumur kemungkinan bisa tengelam, menerobos api kemungkinan
bisa terbakar, melawan perampok kemungkinan tangan bisa buntung kena bacok, ini
semua tidak menguntungkan dirinya sendiri, tapi tetap saja dilakukan. Apakah
ini bukan sudah perbuatan diluar batas-batas pertimbangan untung rugi. Inilah
yang dikatakan Budiman. Jadi dalam hal ‘Budi’ harus juga mempertimbangkan akan
diluar batas-batas “ kemungkinan”.
Yang heran hingga pada
titik permasalahan ini Moti dan Mensius justru berbalikan. Mensius mempertimbangkan
tentang titik diluar batas (faktor transcend), dan Moti mempertimbangkan
tentang kemungkinan (faktor kemungkinan).
Jadi jika dikatakan bahwa “Cinta Universal” itu justru yang
menguntungkan. Lalu siapa kiranya yang benar?
Pertama kita akan mengatakan bahwa Moti yang benar. Karena Moti
membicarakan tentang Akar dari Budi. Kenapa sebagai manusia harus selalu
berbudi, karena setiap orang harus melindungi dan memelihara kepentingan orang
lain. Justru tujuan dari ber-Budi kebetulan untuk pertimbangan untung rugi.
Karena setelah kita ber-Budi, maka akan mendapatkan balas Budi dari orang lain,
dengan kata lain balasan ini adalah suatu keuntungan bagi kita. Jadi Budi itu tidak saja ada
‘Kemungkinan-kemungkinan’ juga ada sifat diluar batas
‘Kemungkinan-kemungkinan’, dan diluar batas “Kemungkian” itu adalah masalah ‘Untung Rugi’.
Kita sering mengatakan
bahwa merugikan orang untuk keuntungan dirinya adalah suatu yang salah, ini
jelas tidak perlu dipertanyakan. Tapi
mengapa dia ini tidak boleh dirugikan? Jika orang ini tidak mempunyai kepentingan
pribadi, apakah saya boleh merugikan dia atau tidak? Pada pokoknya juga tidak
ada yang bisa diambil keuntungan darinya, dalam hal ini tidak ada yang bisa
diuntungkan atau dirugikan. Jika orang ini tidak mendapat perlindungan hukum,
apakah boleh saya merugikan dia? Maka jika
ingin menguntuk orang yang merugikan orang lain untuk kepentingan dirinya, dan
akan menyanjung orang (ksatria) yang mengorbankan diri demi orang lain, pertama
harus mengakui bahwa setiap orang memiliki kepentingan individu (hak azasi)
yang tidak boleh direbut. Hak ini mendapat perlindungan hukum, juga mendapat
lindungan dari ‘Budi/Keadilan’, yang tidak diperkenankan untuk sembarangan
diganggu dan dilanggar. Maka mengorbankan orang lain untuk keuntungan atau
kepentingan dirinya adalah salah, sedang mengkorbankan diri demi orang lain
adalah Mulia. Karena dia telah mengorbankan kepentingan dirinya, tapi untuk
mengorbankan kepentingan dirinya, pertama harus memiliki “kepentingan diri”
dulu, jika tidak, apa yang di korbankan? (premises harus ada “keuntungan
pribadi” yang dikorbankan). Jadi dalam hal ini yang dikorbankan adalah
“kepentigan diri”nya. Mengakui ini kebetulan sekali merupakan jalan untuk
merealisasi ‘Budi/Keadilan’ juga.
Ada cendikiawan ekonomi
Tiongkok Jia Zahng Wei (家张维)
mengatakan: “Yang disebut “Kepercayaan/kreditbilitas”? Dilihat dari sudut
ekonomis ‘Percaya’ berarti melepaskan keuntungan kecil yang ada ditangan, untuk meraih keuntungan besar dikemudian
hari. Inilah ‘Keuntungan’.
Umpamanya kita membeli
barang, sering kali terbeli barang palsu, masalahnya membeli barang dari siapa
sehingga sering dapat yang palsu? Biasanya dari pedagang kaki lima atau penjaja
keliling, ini biasanya sulit untuk dapat dipercaya, karena pedagang ini setelah
menjual dia akan pindah atau menghilang. Sebaliknya akan lebih baik beli dari
pedagang yang mempunyai tempat permanen. karena pedagang ini akan berdagang
dengan orang sekelilingnya untuk jangka panjang, biasanya dia tidak akan karena
untuk keuntungan sedikit lebih beberapa duit, lalu membohongi kita. Jadi harus
ada jaminan jangka panjang atau mengambil keuntungan untuk masa yang panjang,
bukan untuk hanya satu kali pukul. Dengan demikian barulah orang akan menaruh
‘Kepercayaan/Kreditibiltas’ kepada kita.
Jadi ‘Percaya’ adalah ‘Budi’ & ‘Kebenaran’ harus dibangun diatas
dasar atau fondasi ‘Untung Rugi’ ..... maka dapat dikatakan dalam konstek ini
Moti benar......
Tapi kita juga harus
mempertimbangkan pandangan Mensius, bahwa ‘Budi/Keadilan’ harus melampaui
batas-batas ‘Untung Rugi’ , saat kita menghadapi suatu permasalahan kolektif.
Apakah akan mempertimbangkan mengambil alternatif ‘Untung Rugi atau
‘Budi/Keadilan’? Dalam situasi demikian justru ujian bagi seseorang apakah dia
ini benar-benar ‘Berbudi/Berkeadilan’ atau bukan?. Karena pada saat menghadapi
persoalan kolektif maka harus mempertimbangkan melepaskan ‘Kepentingan Pribadi’
, dan berbuat kemuliaan dengan Berbudi/berkeadilan’.
Kesimpulannya, Moti
berbicara dari sudut pandang ‘Akar’ permasalahan, Mensius membicarakan ‘
Realita’, jika kita menyatukan dua pandangan ini baru bisa didapat suatu pandangan
yang lebih sempurna. Inilah ‘Program
Arahan’ pertama dari Moti. Perhitungan Untung Rugi (利害的算术 li hai
de suan shu). Moti menyerukan ‘Cinta Universal兼爱’ sangat menguntungkan, jadi marilah kita lakukan ‘Cinta Universal兼爱’
Tapi Moti juga menyadari
bahwa hanya memberi Program Arahan ‘Untung Rugi’ tidak akan mudah bisa diterima
oleh khalayak masyarakat dan dituruti, akan banyak orang yang tidak akan
perduli dengan hal ini. Untuk apa harus melakukan dan perduli dengan ‘Cinta
Universal兼爱’ , dicintai orang lain atau tidak
dicintai orang lain juga tidak masalah. Tidak ada orang yang membantu juga
tidak apa-apa, pokoknya tidak mengharapkan hal demikian, cukup berdikari
(berdiri dikaki sendiri), swasembada.
Moti saat mengemukankan
tentang ‘Cinta Universal兼爱’ juga
menyadari mencintai anak sendiri akan lebih dari mencintai anak orang lain
adalah sifat almiah manusia normal. Tapi agar setiap orang mau melakukan ‘Cinta
Universal兼爱’ dalam kehidupan nyata, coba
menekankan dengan bertitik tolak dari sudut ‘Untung Rugi’ untuk menjelaskan
manfaat dari ber-‘Cinta Universal兼爱’ suatu yang
saling menguntungkan, ‘sama-sama Diuntungkan/win- win (双赢shuang ying)’, dalam keadaan yang demikian jika masih juga ada orang yang
tidak mau melaksanakannya, maka Moti masih ada akal bagaimana agar bisa
dituruti? Yaitu dengan gertakan-gertakan imaginer.
Moti adalah seorang
‘Theisme’ percaya akan adanya “Tuhan & Roh”, percaya dalam dunia ada “Jin
atau Roh” dan “Tuhan”, bahkan beliau memberi alasan kenapa kedua ini harus ada?
Tidak lain untuk mengawasi apakah kita ini mempunyai rasa ‘Cinta Universal兼爱’ atau tidak.
Jika kamu seorang yang
sudah memiliki rasa‘Cinta Universal兼爱’, bisa mengcintai diri sendiri seperti mencintai
orang lain, mencintai keluarga orang lain seperti mencintai keluarga sendiri,
mencintai negara orang lain seperti mencintai negara sendiri, maka “Tuhan” akan
memberkahi kamu dan “Roh” tidak mengganggu kamu. Sehingga kamu bisa menjadi
kaya, sehat dan bahagia, sebaliknya jika kita berbuat jahat merugikan orang
lain, maka “Roh” akan menghukum kamu, membuat kamu menderita, jadi sakit,
sengsara dan lain-lain.
Beliau mengajurkan untuk
tidak berbuat merugikan orang lain atau berbuat jahat, agar tidak didatangi “Roh”. Dengan cara mengertak agar orang mau berbuat
‘Cinta Universal兼爱’ dan tidak melakukan kejahatan
dan merugikan orang lain. Seperti agama masa kini yang menawarkan sorga bagi
orang baik, dan menakut-nakuti orang dengan neraka untuk tidak berbuat
kejahatan....
Untuk tujuan ini Motis
banyak membuat cerita akan roh-roh yang menghukum orang-orang jahat, dan orang
baik mendapat pahala. Inilah cara Moti
yang kedua dengan Gertakan dari ‘Dewata dan Roh (鬼神的吓唬 gui shen de xia hu)’, sehingga
lahir pribahasa tradisionil Tionghoa ‘Barangsiapa berbuat baik akan mendapat
pahala, barangsiapa berbuat jahat akan mendapat pembalasan setimpal, bukan
tidak ada pembalasan, hanya waktu pembalasan belum tiba, begitu waktu tiba
semua akan mendapat pembalasannya. (善有善报 恶有恶报 shan you
shan bao, e you e bao不是不报 时间未到 bu shi bu
bao, shi jian wei dao.时间一到 一切都报shi jian yi
dao, yi qie du bao). Moti
memperingatkan semua orang bahwa berbuat baik dan berbuat jahat semua akan ada imbalannya.
Maka beliau menekankan jangan berbuat jahat, berbuatlah kebaikan.
Para cendikiawan
memperkirakan mengapa Moti memberi ‘Program Arahan’ ini? Tidak lain karena
lebih ditujukan kepada Para Penguasa pada masa itu, karena mereka ini pemegang
kekuasaan, sehingga mudah untuk berbuat sewenang-wenang. Mudah untuk berbuat
baik atau berbuat jahat. Dan kala itu para penguasa lebih banyak yang berbuat
jahat dan sewenang-wenang daripada berbuat baik. Mereka menekan, memeras,
memperbudak rakyat kecil, jadi Moti coba memperingatkan mereka jangan
keterlaluan..... “Roh” akan mencari mereka untuk menghukumnya. Ini sesuatu yang
positif.
Namun seperti diketahui
secara akal sehat dan logika mayoritas manusia didunia ini tidak percaya akan
adanya “Setan, Roh dan Tuhan”, sehingga gertakan demikian kurang bisa
diandalkan. Maka pandangan ini tidak
sebaik pandangan Konfusianis akan Tian Ming (天命) yang berarti “Nasib atau Kehendak Langit”. Motisme adalah “Theisme” sedang Konfisianisme
adalah berpadangan tentang ‘Kehendak Langit’(Kehendak Tuhan). Maksudnya bahwa ‘Langit’ sudah mengatur
segala perbuatan kita, apakah kita akan berhasil, gagal, mendapat berkah atau
pahala semua telah diatur oleh ‘Langit’. ( Hal ini akan dibahas dalam Polemik
antara Konfusianisme dan Daoisme kemudian).
Gertakkan dengan “Dewata & Roh” ini sama sekali tidak berhasil,
karena kedua unsur tersebut susah dibuktikan secara nyata. Sehingga gertakan
dengan menghandalkan hal ini kurang effektif.
Pernah terjadi suatu cerita
lucu dengan Moti. Suatu hari Moti sedang sakit, salah satu muridnya menemui
beliau, dan bertanya: “Guru, kenapa guru bisa sakit? Guru mengajarkan kepada
kita bahwa seorang yang sudah ber-‘Cinta Universal兼爱’, melakukan kebaikan, berbudi dan berbuat baik, akan mendapat perlindungan
dari ‘Dewata & Roh’, mestinya guru tidak bisa sakit. Jadi sekarang guru
sakit pasti ada dua kemungkinan, pertama guru mungkin telah berbuat tidak baik,
sehingga ‘Roh” menghukum guru atau ‘Roh’nya buta tidak bisa melihat bahwa guru
adalah orang baik, dan salah menghukum guru sehingga guru menjadi sakit”.
Ini benar-benar gawat. Moti menjawab: “Pertama, Saya tidak berbuat
jahat. Kedua “Dewata & Roh” juga tidak bisa berbuat salah.” Murid ini
menjadi tidak mengerti dan bingung, mengapa kamu sakit juga? Pikirnya. Moti mengatakan:” Seorang sakit penyebabnya
banyak, bisa karena berkerja telalu berat dan lelah, karena perubahan cuaca,
salah makan yang tidak hygenis, jadi penyebabnya macam-macam. Bisa diumpamakan
sebuah rumah dengan seratus pintu, jika satu pintu ditutup masih ada 99 pintu
yang masih terbuka, jadi “penyakit” itu masuk dari sana”. Murid ini akhirnya
diam tidak bisa berbicara lagi. Moti
sebenarnya mengarang ceritanya sendiri....... Ini juga menjadi masalah karena
ternyata “Gertakan Dewa & Roh” itu hanya satu pintu, masih ada 99 pintu
yang masih bebas terbuka. Lalu apakah mungkin kita bisa membendung pintu yang
99 ini? Maka ternyata ‘Cinta Universal兼爱’ bisa juga
tidak bisa terlaksana. Maka beliau memberi “Program Arahan” ketiga.
Program Arahan ketiga :
Kekuasaan Kaum Penguasa (君主的专政 jun zhu
de zhuan zheng)
Jika kamu tidak ber-‘Cinta
Universal兼爱’ dan lolos dari dua program
Arahan diatas, masih ada yang akan menghukum yaitu Penguasa Tertinggi Negara.
Jadi manusia yang akan memaksa, yaitu para atasan kita. Jika atasan kita tidak
ber-‘Cinta Universal兼爱’, maka
atasan yang lebih tinggi yang akan memaksa, inilah yang disebut ‘Sama Seperti
Yang Diatas’ (尚同 shang tong), maksudnya setiap
insan harus sama seperti penguasa yang ada diatasnya, pikiran, pandangannya,
opininya, tingkah lakunya semuanya harus sama dengan atasannya. Rakyat desa
harus sama dengan kepala desa, kepala kampung harus sama dengan kepala desa,
kepala desa harus sama dengan penguasa tertinggi, penguasa tertinggi daerah (君主jun zi) harus sama dengan Raja, sedang Raja (天子tian zi) harus sama seperti titah “Tuhan/Tian天”---- Ini yang dinamakan ‘Sama Seperti Yang
Diatas’ (尚同 shang tong). Barangsiapa yang
menurut atasannya akan diberi hadiah, barangsiapa yang tidak menurut atasan
akan dihukum. Ini adalah hukuman dan pemberian hadiah/pahala/berkah dalam
kehidupan nyata.
Dari hal tersebut diatas,
Moti juga menyadari bahwa melaksanakan ‘Cinta Universal兼爱’ sebenarnya sangat sulit, yang terbaik adalah melalui cara pemaksaan oleh
atasan atau Penguasa. Dengan Kekuasaan melaksanakan ‘Cinta Universal兼爱’, penguasa tertinggi menjadi “panglima” untuk
memimpin semua orang melaksanakan ‘Cinta Universal兼爱’.
Dalam hal ini timbul masalah
dengan Moti, yang mana akan berlawanan
dengan pendirian Konfusianis. Dimuka telah dibahas bahwa Konfusianis berpihak
kepada kepentingan Bangsawan dan kaum Penguasa, sedang Motis berpihak kepada
Rakyat Jelata, Kaum Pekerja dan Tani. Maka tidak heran jika Konfusianis dengan
gagasan Cinta yang berjenjang dan beringkat, dimana Cinta yang terbesar diberikan
kepada Penguasa Tertinggi/Kaisar, selanjutnya kepada Bapak, ibu anak dan
seterusnya. Sedang Motis gagasannya Cinta kepada semua orang sama, tidak ada
jenjang dan tingkatan, walaupun terakhir Program Arahan terakhir mengadalkan
Kekuasaan, yaitu Penguasa Tertinggi untuk menyebarkan ‘Cinta Universal兼爱’ . Dengan adanya program arahan ketiga ini, maka
terjadilah perbedaan besar ketiga dengan Konfusianis yaitu : Kekuasaan
Penguasa atau Kekuasaan Rakyat (君权还是民权jun quan hai shi min quan). Inilah titik terpenting dan kulminasi dari
perbedaan dari kedua ajaran dan gagasan kedua kubu ini - Konfusianisme & Motisme.
Masalah ini akan kita bahas
dalam tulisan tersendiri berikut ini.
Daftar Perpustakaan :
-
先秦诸子百家争鸣:
易中天
CCTV
-
经典阅读文库 ---- 论语 李薇/主编
-
经典阅读文库 ---- 道德经 李薇/主编
-
中国古典名著精品 ---- 菜根谭 洪应明
著
-
Internet
: http://friesian.com/confuci.htm :
Confucius
-
孔子 -----
維基百科,自由的百科全書
Internet
-
网址:http://www.popyard.org
-
中国人生叢书 -----
墨子的人生哲学 杨帆/主编 陈伟/著
-
Internet
: http://baike.baidu.com
-
The
Sayings of Mensius / 英译孟子 史俊赵校编
-
南华经 庄子
周苏平 高彦平
注译 安徽人民出版社
-
庄子
逍遥的自由人 林川耀 译编
出版者
:常春树书坊
-
http://www.sxgov.cn/bwzt/wmsxx2/lf/447465_1.shtml 春秋五霸之---晋文公
-
“When China Rules The World - The rise of middle kingdom and the end of the
western world” by Martin Jacques ALLEN
LANE an imprint of Penguin Book, First Published 2009
No comments:
Post a Comment