Kong Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung
dan Pengeritik Pada Zaman Pra-Dinasti Qin 551 – 221 SM
Jilid IV
( 6 )
Tiga Tokoh Utama Kongfusianisme
Motto
: ‘Cinta Benevolence’(仁爱rem’ai)
Konghuchu
|
Mensius
|
Xunzi
|
Tidak Membahas
Sifat Kodrati Manusia
不谈人性
bu tan renxing
|
Menekankan
Sifat Kodrati Manusia
Cendrung Jadi Baik
人性向善
ren xing xiang shan
|
Menekankan
Manusia
Ada Memiliki Sifat Kodrati
Jahat
人性有恶
ren xing you e
|
Kongfusianis
percaya bahwa manusia bisa menjadi baik melalui pendidikan sosial berupa
‘Panduan Pendidikan Ritual’ (礼乐教化来引导li yue jiao hua lai yin dao).
Mengharapkan Semua Orang Menjadi Orang Baik
Tokoh Legalisme
韩非子Han Fei
Zi
Berpandangan : Sifat Kodrati Manusia Adalah Jahat(人性本恶ren xing ben e). Dengan Hukum: Agar Setiap Orang Tidak Berbuat Jahat
Evaluasi Atas Kongfusianis Dan Legalisme儒法是非之评论
Dari pembahasan
dimuka dapat dilihat bahwa antara Xunzi dan Mensius ada banyak persamaannya,
pada pokoknya dapat dirangkum adanya tiga persamaan penting seperti berikut:
Pertama, mereka
berdua menganggap bahwa sifat kodrati manusia itu ada dasar alamiahnya.
Walaupun Kong Hu Cu tidak membahas dan membicarakan tentang sifat-sifat kodrati
ini, tapi permasalahan ini seolah telah dipenuhi oleh Mensius dan Xunzi. Mereka
sama-sama menganggap bahwa sifat kodrati manusia itu merupakan dasar dari ‘Budi
dan Kebajikan’ manusia.
Kedua, mereka
semua menganggap bahwa masyarakat sosial mempunyai sifat-sifat baik. Mensius
tidak membicarakan sifat kodrati manusia, dan Xunzi menganggap bahwa mansuia
mempunyai sifat kodrati jahat.
Ketiga, Xunzi
dan Mensius sama-sama menganggap bahwa manusia itu cendrung menjadi dua
kemungkinan sebagai orang baik dan jahat. Perbedaannya terletak pada penekanan
dari permasalahan ini. Mensius lebih menekankan kemungkian bahwa manusia akan
menjadi lebih baik, sedang Xunzi menekankan manusia cendrung akan menjadi
jahat.
Mensius
mengumpamakan sifat alami kebaikan manusia seperti air. Beliau mengatakan bahwa
manusia cendrung menjadi baik seperti aliran air, air selalu mengalir kebawah,
sedang manusia cendrung ingin naik keatas atau ingin maju. Asalkan dibimbing
dengan baik maka manusia itu akan menjadi baik. Maka Mensius mengusulkan
pembimbingan.
Xunzi melihat manusia
cendrung berbuat jahat dan menjadi buruk suatu kemungkinan akan makin membesar
seperti api, jika tidak tidak diadakan pengamanan maka akan menjadi bencana.
Maka menganggap pengamanan dan pencegahan adalah yang paling utama.
Jika melihat
pandangan diatas, yang satu mengumpamakan seperti air dan yang satu lagi
seperti api, dipermukaan kedua pandangan ini seperti bertentangn bagaikan api
dan air. Namun sebenarnya adalah saling isi mengisi yang menganggap manusia
harus menjadi sosok manusia yang berbudi dan ber-etika. Manusia harus memupuk
etika, budi perkerti agar menjadi seorang Budiman. Seperti yang dikatakan oleh
Xunzi dapat menjadi Dayu (大禹) atau yang
dikatakan Mensius bisa menjadi Yao Shun (尧舜).(Dayu, Yao
Shun = Raja bijak /orang kudus)
Dari bahasan
diatas tentang Xunzi, ada yang mengkategorikan dia berada pada aliran paham
Konfusianisme, namun ada sebagian cendiakiawan yang mengkategorikan Xunzi
sebagai Legalis. Namun antara kedua tokoh ini ada juga perbedaannya, Mensius
mengumpamakan sifat dasar manusia bagaikan air, jadi perlu ada pembimbingan.
Pembingbingan adalah suatu perlakuan yang lembut, karena menyandarkan kepada
sadar diri. Sedang Xunzi melihat manusia lebih cendrung menjadi jahat seperti
api, jadi perlu pengamanan dan pencegahan. Pengamanan dan pencegahan bersifat
keras, yang mengadalkan pemaksaan. Dalam penindakan ini disebut “Mengubah tabiat menjadi baik” (化性起伪hua
xing qi wei). Maksudnya melalui pendidikan sosial mengubah tabiat kodrati buruk
menjadi tabiat luhur.
Namun siapakah
yang bisa melakukan hal ini? Yang jelas tidak mungkin dari diri kita sendiri,
karena kita adalah orang biasa saja. Kita tidak mampu untuk menghilangkan
sifat-sifat atau tabiat jahat kodrati kita pada diri kita sendiri, yang mampu
hanya “nabi atau orang kudus” atau orang-orang berkepandaian khusus.
Xunzi mengatakan
: “Nabi dan Orang Kudus” bisa dengan jelas melihat bagian jahat alamiah pada
diri manusia yang biasanya sangat angkuh, tidak mungkin kita mampu mengubahnya
sendiri.
Pertama yang
harus ditanamkan kewibawaan Penguasa Tertinggi atau Raja. Raja yang akan
memaksa untuk mengubah tabiat ini.
Kedua harus
diciptakan tata keadilan yaitu ‘Tatakrama’.
Ketiga harus
menciptakan Sistim Hukum yaitu Perintah-perintah.
Ke-empat memberi
sanksi dan hukuman-hukuman.
(立君上之势以临之 明礼义以化之 起法正以治之 重刑罚以禁之《荀子 性恶》 Li jun shang zhi shi yi lin zhi, ming li yi
yi hua zhi, qi fa zheng yi zhi zhi, zhong xing fa yi jin zhi).
Empat Hukum
Mustika (kunci) Xunzi adalah (荀子的四大法宝xun zi de si da
fa bao) :
-
Kekuasaan
Raja (君权jun qian)
-
Tatakrama
dan Keadilan (礼义li yi)
-
Sisitm
Hukum (法度fa du)
-
Sanksi
atau Hukuman (刑罚xing fa)
Disini bisa
terlihat bahwa gagasan Xunzi ini tinggal satu langkah lagi sudah akan menjadi
Legalisme. Hanfei-lah yang telah memainkan peran penting dalam langkah berikut
ini sebagai Kaum Legalisme.
Konfusianis
masing-masing berpandangan sebagai berikut:
Konghuchu
|
Mensius
|
Xunzi
|
Tidak Membahas
Sifat Kodrati Manusia
不谈人性
bu tan renxing
|
Menekankan
Sifat Kodrati Manusia Yang
Cendrung Jadi Baik
人性向善
ren xing xiang shan
|
Menekankan
Manusia
Ada Memiliki Sifat Kodrati
Jahat
人性有恶
ren xing you e
|
Tapi hanya Hanfei yang
berpandangan : Sifat Kodrati Manusia Ada Jahatnya (人性本恶ren xing ben e), jadi kala itu hanya Hanfei satu-satnya yang berpaham
demikian yaitu ‘Sifat dasar manusia ada jahatnya’.
Perbedaan antara Xunzi dan Hanfei, terletak
pada pandangan akan sifat kodrati manusia. Xunzi mengatakan bahwa Sifat kodrati
manusia ada jahatnya, jadi masih ada bagian lain yang baik. Sehingga bisa
dengan bimbingan ‘Sistim Tatakrama dan Sopan Santun’ untuk mengubahnya., dengan
demikian masih bisa diatasi dengan cara Etika dan Tatakrama.
Sedang Hanfei mutlak
mengatakan bahwa Sifat kodrati manusia adalah jahat, oleh sebab itu harus
diadakan pemaksaan dan penekanan untuk mengubahnya. Jadi
tidak mungkin dengan cara Etika yang lembut-lembut, satu-satunya jalan hanya
bisa dengan “Hukum” atau “Peraturan dan Intruksi”.
Namun perlu ditekankan disini yang diusulkan
Hanfei dengan “Hukum atau Legal” adalah tidak sama dengan “Hukum atau Legal” zaman
sekarang. Hukum yang diusulkan Hanfei adalah mengandalkan hukuman atau sanksi
yaitu mengandalkan pada “Pisau, Tali Pengikat, Tongkat Pemukul” . Inilah perbedaan pokok dari Legalisme dan
Konfusianisme. Kongfusianis menganut
Politik Etika. Legalis
menganut Politik “Legalis”.
Pada pembahasan
dimuka telah dibicarakan tentang polemik-polemik antara Konfusianis, Motis,
Daois. Dimana kita dapat melihat perbedaan titik kulminasi dari pandangan-pandangan mereka sebagai berikut:
-
Perbedaaan
kulminasi antara Kongfusianis dan Motis : ‘Cinta Benevolence’(仁爱ren
ai) atau ‘Cinta Universal’(兼爱jian ai)
-
Perbedaaan
kulminasi antara Konfusianis dan Daois : Berbuat (有为you wei) atau
Tidak Berbuat (无为wu wei)
-
Perbedaaan
kulminasi antara Konfusianis dan Legalis : Dengan Cara Etika (德治de
zhi) atau Dengan Cara “Legalis” (法治fa zhi)
Yang akan
menjadi pertanyaan mengapa Konfusianis mempertahankan ‘Cara Etika’ dan
Legalis mempertahankan gagasan tentang
Cara “Legal”. Dalam hal ini perlu kita
pahami alur pemikiran mereka.
Kong Hu Cu
mengatakan : Memerintah dengan cara memberi instruksi untuk membimbing. Jika
dengan menggunakan sanksi-sanksi untuk mencegah agar rakyat tidak berani
melanggar peraturan, maka berakibat rakyat tidak malu untuk melanggar
peraturan. Jika dengan Etika membimbing mereka, dengan model-model ‘Tatakrama
& Sopan Santun’ sebagai standar, maka rakyat bisa punya rasa malu untuk
melanggar aturan, yang dengan sendirinya rakyat menjadi patuh dengan
standar-standar Etika yang ada.
***
(道之以政 齐之以刑 民免而无耻 道之以德 齐之以礼 有耻且格《论语 为政》 Dao zhi yi zheng, qi zhi yi xing, ming mian
er wu chi, dao zhi yi de, qi zhi yi li, you chi qie ge)
*** (道 = 导 齐 = 规范 格 = 达到标准 ; 遵守规定;认同归依;人心归服; 自觉遵守道德律令)
Dengan kata lain
“Cara Legal” dari kaum Legalis membuat rakyat takut untuk berbuat jahat, namun
dalam hati tidak bisa dikatakan tidak mau berbuat jahat. Ini berarti hanya
mengatasi permukaannya saja, tapi tidak dalamnya (治标不治本zhi biao bu zhi
ben). Namun berdasarkan ‘Cara Etika’ Kong Hu Cu, rakyat tidak mau berbuat
jahat, pikiran untuk berbuat jahatpun juga tidak ada. Ini yang dinamakan tidak
saja baik dipermukaan, tapi juga didalamnya ( 标本兼治biao ben jian
zhi). Dari pendapat tersebut diatas
dengan gamblang dapat dilihat bahwa cara Kong Hu Cu yang terlihat lebih baik,
mengharapkan dengan bimbingan sosial agar membuat semua orang berbuat
baik. Namun sangat sayang gagasan ini
tidak jalan.
Bagaimana Hanfei
melihat ketidak jalannya gagasan Kong Hu Cu ini? Dalam hal ini harus diketahui
dulu mengapa orang itu mau berbuat jahat? Orang mengapa mau melanggar hukum?
Orang mengapa mau berbuat hal yang buruk? Apakah dikarenakan orang ini memang
pemabuk atau psikopat? Sehingga senang untuk melanggar peraturan, apakah memang
sudah demikian? Hanfei mengatakan sama sekali bukan. Masalahnya berada pada
‘Untung Rugi’ , ini seperti pandangan dari Hanfei bahwa hubungan antar manusia
ditentukan oleh ‘Untung Rugi’. Dia mengatakan : “Sifat normal manusia adalah
mengejar keuntungan dan menghindari kebuntungan (趋利避害qu lin bi hai),
jika ada keuntungan semua pada datang, jika ada yang merugikan semua orang pada
menghindar. Inilah instink manusia. (安利者就之 危害者去之 此人之情也 《韩非子 奸劫弑臣》 An li zhe jiu zhi, wei hai zhe qi zhi, ci ren
zhi qing ye).
Berkaitan dengan
ini Hanfei memberi contoh soal dengan dua cerita. (Seperti telah diceritakan
bahwa Hanfei tidak cakap berbicara atau gagap, tapi sangat pandai menulis dan
bercerita).
Pertama cerita
tentang “Wu Zi Xu (伍子胥) yang akan
melewati gerbang benteng kota”. Cerita singkatnya Wu Zi Xu adalah pejabat dari
Negara Chu (楚), tapi mendapat
tekanan-tekanan, sehingga dia lari ke Negara Wu (吴) renananya
untuk membalas dendam. Saat lari dan akan melewati gerbang benteng kota, dia
tertangkap oleh petugas jaga gerbang. Memang dia ini sudah menjadi buron Raja
Chu, sehingga gambar wajahnya sudah ditempel dimana-mana diseluruh negeri.
Petugas jaga ini merasa senang sekali bisa menangkap Wu Zi Xu, dia berpikir
akan menerima hadiah besar dari Raja, jika berhasil menyerahkan buron ini.
Tapi Wu Zi Xu
bertanya kepada petugas jaga itu: “Tahukah kamu, mengapa Raja mau menangkap
saya?”.
Petugas itu
menjawab : “Tidak tahu!”.
Wu Zi Xu berkata
: “Baiklah, saya beritahu kamu. Sang Raja menginginkan mutiara mustika yang
saya sembunyikan. Tapi sebenarnya mutiara ini telah hilang tidak tahu kemana?”. Petugas itu menjawab : “Hai... hai kamu jangan
coba menipu saya ya...”.
Wu Zi Xu berkata
: “Jadi apakah kamu berani menyerahkan saya kepada sang Raja? Jika sang Raja
menanyakan saya, mutiaranya sekarang berada dimana? Maka akan saya jawab bahwa
sekarang ada diperut kamu, karena telah kamu telan.”.
Petugas itu
berteriak : “ Apa ! melihatpun saya tidak pernah. Ayo ... cepat-cepat kamu lari
saja dari sini, kemana akan kamu pergi ya pergilah ...”.
Petugas ini
apakah memang dia berani melanggar peraturan untuk lalai dalam tugasnya? Jelas
tidak. Masalahnya dia takut dihukum, jadi pertimbangannya adalah ‘Untung Rugi’
atas dirinya.
Cerita yang lain
tentang “Raja Chu Cheng Wang(楚成王)” . Raja ini
sebenarnya telah mengangkat seorang putra mahkota yang bernama Shang Chen (商臣)。
Tetapi kemudian Raja ini menetapkan lagi putra mahkota lain dan membatalkan
Shang Chen. Shang Chen jadi sakit hati dan meminta nasehat kepada gurunya yang
bernama Pan Chong (潘崇).
Panchong
bertanya : “Apakah kamu bisa menerima kenyataan ini?”
Shang Chen
menjawab : “Jelas tidak ”.
Panchong
bertanya lagi: “Apakah kamu bisa mengungsi dulu ke luar negeri?” .
Shang Chen
menjawab : “Tidak bisa ”.
Panchong
bertanya lagi : “Apakah kamu bisa mengadakan makar ? ”.
Shang Chen
menjawab: “ Jelas bisa ”.
Panchong berkata
: “ Ya, lakukanlah... ”
Maka dia
mengadakan pemberontakan dan menyerbu masuk istana, kemudian menangkap sang
Ayah (Raja Chu Cheng Wang). Sang ayah
berkata : “Kamu ini tidak cinta orang tua ya? Apakah kamu ini tidak mempunyai
rasa keadilan dan bakti orangtua? Apakah tidak lebih baik jika kita selesaikan
saja masalah ini baik-baik.” Tapi permintaan ini tidak membawa iba dan pengaruh
terhadap sang anak. Sang anak tetap akan mengeksekusi sang ayah.
Sang Ayah
berkata lagi : “Papa ini tidak ada hobby lain, hanya suka makan telapak
beruang. Apakah bisa kamu tunggu saya setelah memakan telapak beruang, baru
menghukum mati Papa...”.
Sang anak
berkata : “Mana mungkin. Untuk memasak telapak beruang itu memerlukan waktu
beberapa hari. Mana mungkin bisa menunggu begitu lama lagi. Cepat kamu pergi
sana...”. Sang ayah – Raja Chu Cheng
Wang ini tidak bisa apa-apa lagi, mengambil seutas tali dan gantung diri, dan
begitulah sang Raja meninggal....
Henfei bertanya,
apakah anak ini memang senang membunuh ayahnya sendiri? Jelas tidak. Tapi
karena dipaksa oleh keadaan. Mengugurkan kedudukannya sebagai Putra Mahkota
sangat merugikan sekali baginya, dan menjadi Raja ini keuntungannya sangat
besar. Maka masalah “Untung Rugi’ ini jika skalanya kecil, orang masih bisa
bertoleransi mengalah, dan bisa bicara tentang “Budi” “Tatakrama”. Tapi begitu
menghadapi suatu pilihan keuntungan dan kerugian yang berskala besar, maka hal
ini akan lain, semua “Budi , Tatakrama, Keadilan, Kebenaran” semuanya akan
diabaikan.
Kemudian apakah
‘Budi & Tatakrama’ ini sama sekali tidak ada gunanya? Juga tidak, hanya
kadangkala hanya terpakai sedikit saja.
Masih
melanjutkan cerita diatas. Sang Ayah setelah mati, matanya tidak mau menutup,
karena masih ada satu masalah yang masih belum diselesaikan yaitu “Gelar
Anumerta”. Kala itu jika seorang Raja, Pejabat Tinggi, dan Orang Terkenal
meninggal perlu diberi ‘Nama Anumerta’ sebagai nama kehormatan terakhir. Atau
nama yang yang diberikan saat Peti matinya akan ditutup. Dan Sang Ayah tidak
tahu sang anak durhaka ini bakal memberi Nama Anumerta apa kepadanya? Sehingga
dia tidak bisa menutup matanya. Kebetulan sekali nama anumerta yang diberikan
itu adalah “Ling灵” yang mempunyai
arti sukma, menjadi “Chu Ling Wang (楚灵王)” nama ini sangat tidak baik. Akibatnya mata sang almarhum ayahnya tetap
tidak mau menutup, akhirnya sang anak memberi gelar Nama Anumerta “Chu Cheng
Wang (楚成王)” yang mempunyai arti “Pemerintahan yang
aman dan mencintai rakyat”. Setelah itu sang ayah (Raja almarhum) matanya
menutup. Inilah yang dinamakan matipun masih ingin punya muka atau penghargaan.
Disini bisa dilihat untuk gelar anumerta yang menyangkut penghargaan, sang anak
bisa mengalah, tapi untuk makan telapak
beruang tidak bisa ditawar. Hal ini karena menyangkut ‘Untung Rugi’.
Maka Hanfei
mengatakan bahwa ‘Tata Krama, Sopan Santun, Budi dan Kebajikan’ tidak ada
gunanya sama sekali, tidak meyelesaikan hakekat masalah. Yang bergunakan hanya
“Pisau Bermata Dua dan Tiga Bilah Golok”
( Tiga bilah Golok : Golok Kekausaan (势shi); Golok
“Siasat” (Shu 术) atau = Siasat
Berkuasa; Golok “Legal”(法fa) )
Kemudian orang
juga akan bertanya apakah ini memang benar begitu? Apakah ‘Hukum” itu memang
ada gunanya? Lihat saja dengan petugas jaga gerbang yang meloloskan Wu Zi Xu...
Apakah Negara Chu tidak berhukum?
Hanfei menjawab
dengan singkat : “Masalahnya karena hukumnya tidak dijalankan dengan tegas.
Maka hukum harus dijalankan dengan tegas dan disiplin ketat. (崤其法而严其刑《韩非子 五蠹》xiao qi fa er
yan qi xing).
Menyangkut hal
ini Hanfei mengatakan bahwa : “Hadiah dan imbalan harus besar, apa yang
dijanjikan harus ditepati. Jika sudah ditetapkan bagi yang berjasa akan diberi
hadiah 1000 tael, maka bagi yang berjasa dan berhak dapat hadiah 1000 tael
harus ditepati tanpa ada pemotongan-pemotongan lagi. Sehingga rakyat
benar-benar merasakan keuntungan dari janji ini. Tapi saat hukuman harus
dijatuhkan harus cepat dan tegas langsung dilaksanakan, tidak boleh ragu, harus
tegah tanpa ampun, agar benar-benar ada effek jerah. Jadi harus memberi hadiah
sebesar-besarnya bagi yang berjasa, tapi memberi hukuman yang seberat-beratnya
bagi yang melanggar aturan. Peraturan
dan Sanksi harus konsisten tidak boleh pilih kasih, tidak boleh berubah-ubah,
harus diumumkan kepada khalayak ramai biar semua orang mengetahui adanya
peraturan tersebut. Inilah Tiga Prinsip Kebijaksanaan Legalis.
(法治三原则fa
zhi san yuan ze). (赏莫如厚而信 使民利之 罚莫如重而必 使民畏之 法莫如一而固 使民知之《韩非子 五蠹》shang
mo ru hou er xing, shi min li zhi, fa mo ru zhong er bi, shi min wei zhi, fa mo
ru yi er gu, shi min zhi zhi).
Menurut Hanfei
bahwa semua rakyat biasa akan senang untuk mendapatkan hadiah, tapi mereka akan
takut dipenggal. Hukum saya adalah khusus dirancang untuk rakyat biasa. Dengan
adanya peraturan tersebut, maka saya akan memiliki tiga ketidak kuatiran : (韩非子制三原则下的“三不怕”hanfeizi
zhi san yuan ze xia de “san bu pa”).
-
Tidak
kuatir rakyat tidak patuh (不怕人民不服从bu pa ren min bu
fu cong)
-
Tidak
kuatir Raja atau Penguasa Tertinggi tidak mampu (不怕君主没能力bu pa jun zhu
mei neng li)
-
Tidak
kuatir pejabat bawahannya untuk berbuat jahat (不怕官员干坏事 bu pa guan yuan
gan huai shi)
Kerena sistim
dan peraturan saya ini adalah khusus diperuntukan kepada rakyat, walaupun Raja
tidak mampu, tidak akan menjadi masalah. Karena mekanisme masyarakat sudah bisa
jalan dengan sendirinya menurut sistim saya ini, jika ini bisa dijalankan
secara bersinambungan rakyat pasti akan patuh. Pejabat juga sama tidak akan
berani berbuat jahat, karena sistim saya ini tidak menganggap mereka sebagai
“nabi” atau manusia unggulan, bahkan sebaliknya telah saya atur seolah mereka
itu sebagai orang yang patut dicurigai. Dengan jalan menutup semua kemungkinan
dan loophole untuk mereka yang mencoba berbuat jahat, sehingga mereka tidak
akan ada kesempatan untuk coba berbuat jahat”.
Lebih lanjut
Hanfei mengatakan : “Pada saat menyusun dan merancang sistim politik negara,
jika kamu hanya mengharapkan setiap orang mau sadar untuk berbuat baik, maka
untuk mencari sepuluhpun susah. Tapi jika kamu menyusun dan merancang agar
semua orang tidak berani berbuat jahat, maka hasilnya pasti dunia akan
aman.
(恃人之为吾善也 境内不什数 用人不得为非 一国可使齐《韩非子 显学》 Shi ren zhi wei shan ye, jing nei bu shen
shu, yong ren bu de wei fei, yi guo ke shi qi)
Pandangan ini
yang membuat perbedaan yang sangat menyolok dengan Konfusianisme, yang
mengharapkan setiap orang mau berbuat baik. Legalis mengharapkan setiap orang
tidak berani berbuat jahat.
Melihat padangan
dari Konfusianisme dan Legalisme diatas kiranya siapakah dari mereka ini yang
benar atau salah? Kiranya kedua dari mereka masing ada kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, dari sudut idealisme pandangan Kong Hu Cu sangat
baik. Namun dalam sudut praktisnya Hanfei lebih realistis dan kemungkinan lebih
dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan usulan Kong Hu Cu hanya dirancang
berdasarkan standar manusia unggulan atau untuk orang bijak, sedang Hanfei
merancang usulannya berdasarkan standar orang biasa atau rakyat jelata.
Timbullah
pertanyaan, di dunia ini mana yang lebih banyak antara orang unggulan atau
orang biasa? Jelas akan lebih banyak orang biasa. Jadi dengan jelas bisa
dilihat bahwa yang berdasarkan standar orang biasa yang akan lebih mungkin
untuk dilaksanakan. Sehingga sistim yang mengambil orang unggulan sebagai
standar akan tidak realistis dan tidak bisa terlaksana. Akibat dari tidak realistis
dan tidak bisa terlaksananya ini, maka timbullah orang-orang bijak palsu dan
orang unggulan palsu. Karena sudah ditentukan bahwa seorang Raja, pejabat harus
orang unggulan, sehingga banyak Raja dan Pejabat yang sebenarnya bodoh berlaku
seperti orang pintar dan unggulan.
Cerita yang
berkaitan dengan kebodohan diatas banyak sudah kita dengar, ada seorang Raja
bodoh tetap saja dihormati dan disanjung-sanjung. Misalnya suatu ketika seorang
pejabat melapor kepada raja dengan tergesa-gesa, karena dalam negerinya terjadi
bencana alam, rakyat pada kelaparan tidak mempunyai beras untuk makan.
Sang pejabat
melapor kepada Raja : “Yang Mulia ada keadaan darurat, rakyat diluar pada
kelaparan.”.
Raja bertanya :
“Apakah kelaparan dikarenakan tidak memiliki beras untuk ditanak?”
Pejabat menjawab
: “Benar YM rakyat tidak mempunyai beras untuk ditanak.”.
Raja menjawab
lagi:” Kalau tidak mempunyai beras untuk ditanak, makan saja masakan
daging.”.
Sang pejabat
menjawab : “ Baik, YM benar.... amin”.
Suatu ketika
Raja berjalan-jalan dikebun dengan Sang Pejabat menikmati udara segar dan
mendengar kodok bernyanyi.
Raja bertanya
kepada sang pejabat ; “Apa kamu dengar kodok bernyanyi?”
Sang pejabat
menjawab : “Daulat YM, hamba dengar...”.
Raja bertanya :
“Kodok ini bernyanyi untuk kami sang Raja atau untuk rakyat swasta?”
Pejabat menjawab
; “Daulat YM, hamba kira kodok yang bernyanyi di kebun ini adalah untuk YM,
jika bernyanyi di kebun orang swasta maka bernyanyi untuk orang swasta”.
Contoh cerita
konyol demikian banyak sekali dilansir, yang menunjukkan kebodohan seorang Raja
atau Pejabat yang dikatakan sebagai orang bijak atau unggulan oleh kaum
Konfusianis. Walaupun bodoh tapi tetap saja harus dihormati sebagai “nabi”
karena mereka ini Raja dan Pejabat.
Sehubungan
dengan keadaan ini, maka terciptalah banyak ‘orang-orang bijak palsu’ seperti
diatas ini. Kemudian dari mana datangnya? Tidak lain dari pemerintahan “Sistim
Etika, Tatakrama” ala Konfusianis. Maka
menurut Hanfei saat merancang suatu kebijaksanaan dan sistim pemerintahan
janganlah mengharapkan yang terbaik, sebaliknya dengan ber-assumsi keadaan yang
terburuk, dan menghindari hal terburuk ini terjadi. Jika bisa menghindari
akibat dari keadaan terburuk ini, berarti akan mendapatkan yang terbaik. Ini
menurut kesimpulan dari sudut pandang kaum Legalis.
Namun
sebaliknya, jika kita berdiri disudut pandang Konsianisme, akan mendapat
kesimpulan yang lain. Mereka mengatakan jika membuat rancangan harus menetapkan
target atau patokan yang tertinggi, sehingga jika akhirnya tidak bisa mencapai
titik optimum, dari yang minimumnya saja sudah berarti mendapat yang medium.
Jika dari mula sudah mentargetkan yang paling rendah, walaupun target tersebut
tercapai tapi masih berada dibawah. (取法手上 仅的其中qu fa shou shang,
jin de qi zhong).
Jika mengikuti
sistim Legalisme, yang tidak men-targetkan yang terbaik, akhirnya jika
mendapatkan yang minimum, maka berarti mendapatkan yang terburuk. Maka dengan
melakukan berdasarkan usulan Kong Hu Cu, jika akhirnya tidak berhasil membuat
orang menjadi baik, yang terjadi justru membuat semua orang menjadi “Orang
Bijak Palsu”(伪君子wei jun
zi).
Tapi jika
menurut sistim yang diusulkan Legalis, akibatnya semua orang sepertinya
mematuhi peraturan yang yang ada, tapi hanya pada permukaannya saja, namun
dalam hati tidak sudi mematuhinya. Dikondisi dan situasi saat dimana peraturan
ini diawasi ketat, semua orang mematuhinya, tapi begitu tidak terawasi semua
orang akan melanggarnya, tidak ada yang mau mematuhinya. Akhirnya sama juga
menghasilkan “Orang Bijak Semu atau Palsu” (伪君子wei jun zi).
Melihat keadaan
diatas terlihat kedua usulan ini, akhirnya menghasilkan hal yang sama. Maka
bagaimana jika kita kombinasikan kedua usulan diatas ini, agar bisa saling isi
mengisi. Inilah apa yang terjadi,
setelah zaman Dinasti Qin dan Han (秦 & 汉).
Hal ini ditrapkan dalam pemerintahan negara-negara di Tiongkok. Maksudnya
mengambil cara-cara Konfusianis, yang dikombinasikan dengan cara kekuasa mutlak
sang raja (兼取儒法 杂用王霸 jian qu ru fa,
za yong wang ba). Terutama dipraktekan setelah Raja Han Wu Di (汉武帝).
Pada Dinasti Qin yang ditrapkan adalah gagasan Legalisme. Pada Permulaan
Dinasti Han yang ditrapkan adalah Daoisme.
Barulah setelah
Raja Han Wu Di di-implementasikan kombinasi gagasan Konfusianisme dan Legalisme,
namun kenyataan yang terjadi sesungguhnya masih tetap mentrapkan sistim
Legalisme.
Menurut
kenyataan sejarah semuanya tidak berhasil. Permasalahannya dikarenakan baik
Konfusianisme maupun Legalisme hanya merupakan “Teknik atau Cara Memerintah” (治术zhi
shu) bukannya “Memerintah dengan Adil” (治道zhi dao). Jadi
hanyalah Teknik Memerintah bukanlah suatu pemerintahan yang berkeadilan. Disatu
pihak mencoba ber-“Tatakrama/Kebajikan” dilain pihak melakukan Kekerasan. Jadi
yang dimaksud dengan mengambil cara-cara Konfusianis, dan meng-kombinasikan
dengan cara kekuasa mutlak sang raja (兼取儒法 杂用王霸 jian qu ru fa,
za yong wang ba), hanyalah terlihat dipermukaan saja. Seolah dengan Cara
Konfusianisme “Memerintah dengan Tatakrama/Kebajikan” yang halus dan lembut
digunakan, tapi dalam prakteknya cara Legalisme yang digunakan, dengan Hukuman
atau Sanksi-sanksi berat. Dimana menghukum orang dengan tangan dingin tanpa ada
belas kasihan sama sekali, namun dalam keadaan normal yang ditonjolkan adalah
“Tatakrama, budi dan keadilan”. Jadi
semua itu hanyalah menunjukan cara-cara bagaimana untuk memerintah dan
meng-kontrol rakyat saja, sama sekali bukannya untuk memberi keadilan dan
perlindungan kepada rakyat banyak.
Karena cara
Konfusianisme adalah ‘Keadilan demi para penguasa tertinggi atau raja” , sedang
cara Legilisme adalah “Legal demi Raja” bukanlah “Legal demi Keadilan Rakyat”.
Semuanya hanya demi keuntungan para penguasa, bukannya berpijak pada
kepentingan Rakyat. Tujuannya hanya untuk mempertahankan kaum penguasa untuk
bisa tetap berkuasa, bukannya untuk keadilan dan kemakmuran rakyat. Inilah
permasalahan pokok dan fondamental dari para pemikir-pemikir kala itu, Zaman ‘Peperangan Musim Semi & Gugur” dan
‘Peperangan Negara-negara’ (春秋战国chun qiu zhan
guo) kira-kira 2.700 tahun yang lalu.
Kemudian apakah
kiranya yang terbaik dalam mengatasi keadaan masyarakat kala itu? Marilah kita
bahas dalam Jilid V atau Jilid VI yang akan datang. Karena dalam konteks yang
telah dibahas dimuka ini, kita hanya dapat menyimpulkan adanya tiga
permasalahan yaitu : Paham apa ; mengapa ; bagaimana mengatasinya
Didepan kita
hanya coba membahas macam-macam paham yang timbul kala itu, bagaimana mereka
berpolemik untuk mempertahankan gagasannya. Namun semua itu baru sebatas memahami
paham para pemikir kala itu, ‘Paham Apa’ yang mereka cetuskan dalam mencoba
untuk mengatasi kegalauan masyarakat kala itu. Setelah mengetahui “Paham Apa”, maka perlu
kita mengetahui mengapa mereka ini mencetuskan paham mereka, kemudian coba memahami
“Mengapa” paham itu dicetuskan barulah kita bisa membahas dan menjawab
“Bagamana solusinya ? ”.
( Jilid IV Habis...Ikutilah Jilid V & VI )
*1. Raja Yao尧 bermarga Yi伊祁, bernama
Fang 放勋, tahun 2377SM,
lahir di 唐地伊祁山, masa kecil
ikut Ibunya hidup didaerah庆都山一带. Umur 15 tahun
menjadi kepala darah di 唐县封山下. Umur 20 tahun
saudaranya 帝挚(sebagai ketua
dari klan2 kala itu) menyerahkan kedudukannya kepada Yao尧. Akhirnya
menjadi Raja Yao尧 hingga umur 70
tahun menyerahkan tahtanya kepada Shun 舜, umur 90
menjadi ‘petapa’, umur 118 tahun wafat.
http://baike.baidu.com/view/21597.htm
*2.
http://baike.baidu.com/view/6317.htm Lie Zi列子 adalah salah
satu ahli pikir Daois pada zaman ‘Peperangan negara2’(tahun450SM – 375SM)
diluar Laozi dan Zhuangzi. Buku ini terdiri dari 8 Judul. Konon pernah berguru
kepada Guanyizi 关尹子tokoh yang
meminta Laozi menulis Daodejin. Bertapa di negara Cheng郑国 selama 40 tahun
tanpa mencari ketenaran dan mengarang buku2. yang hingga kini diketahui berupa
buku2: 《天瑞》、《仲尼》、《汤问》、《杨朱》、《说符》、《黄帝》、《周穆王》、《力命》 dan dijadi satu
buku dengan judul 《列子》Liezi dan
ratusan buku2 cerita fabel antara lain 《黄帝神游》、《愚公移山》、《夸父追日》、《杞人忧天》
列子,战国前期思想家,是老子和庄子之外的又一位道家思想代 表人物,与郑缪公同时。其学本于黄帝老子,主张清静无为。后汉班固《艺文志》“道家”部分录有《列子》八卷。《列子》又名《冲虚经》,(于前450至前 375年所撰)是道家重要典籍。 汉书《艺文志》著录《列子》八卷,早佚。今本《列子》八卷,从思想内容和语言使用上看,可能是后人根据古代资料编著的。全书共载民间故事寓言、神话传说等134则,是东晋人张湛所辑录增补的,题材广泛,有些颇富教育意义。
http://en.wikipedia.org/wiki/Liezi
The
Liezi (Chinese: 列子; pinyin: Lièzĭ;
Wade-Giles: Lieh Tzu; literally "Master Lie") is a Daoist text
attributed to Lie Yukou, a circa 5th century BCE Hundred Schools of Thought
philosopher, but Chinese and Western scholars believe it was compiled around
the 4th century CE.
*3.
http://zhidao.baidu.com/question/21727071.html?si=2
故贵以身为天下者 可以寄天下
所以有道的人 他虽然得到尊荣的地位 但是他不视为自己的荣耀 因为他认为自己的尊贵 就是天下人的尊贵 自己的荣耀 就是天下人的荣耀 像这种有道之人 我们才可以把天下交给他 爱以身为天下者 可以托天下,
因此 如果有人贵重自己的身体 但并不为了贪享荣华富贵 而是为了拯救天下众生的大任务 像这种人 我们就可以将天下 托负给他
*4. “泉涸,鱼相与处于陆,相呴以湿,相濡以沫,不如相忘于江湖。与其誉尧而非桀也,不如两忘而化其道。”
一、 出处:《庄子•内篇•大宗师第六》
【原文】
“ 死生,命也,其有夜旦之常,天也。人之有所不得与,皆物之情也。彼特以天为父,而身犹爱之,而况其卓乎,人特以有君为愈乎己,而身犹死之,而况其真乎?
泉涸,鱼相与处于陆,相呵以湿,相濡以沫,不如相忘于江湖。与其誉尧而非桀也,不如两忘而化其道。夫大块载我以形,劳我以生,佚我以老,息我以死。故善吾生者,乃所以善吾死也。”
【译文】
死生是天命,人世有夜昼的永恒是自然。人对此不能参与其中,这都是事物的常情。那人只把天当作父亲,还终身很爱戴它,何况那卓越的真人呢?人们只认为国君胜过自己,还终身很情愿为他去死,何况那真人呢?
水源干枯了,鱼儿一起在陆地上,用湿气互相呼吸,用口沫互相沾湿,还不如在江湖里互相忘掉。与其称颂尧而谴责桀,不如把两者忘掉来归化那道。天地赋予形体让我承受,赋予生命让我劳累,赋予衰老让我安逸,赋予死亡让我安息。所以把自己活着看作是乐事,也就是把自己死去看作是乐事了。
http://zhidao.baidu.com/question/91521419.html?fr=qrl&cid=218&index=1
*5. 明白易懂的道理反而像难以理解,促人上进的道理反而像劝人后退,容易倡导的道理反而像难以实施,至高无上的品德反而像空无所有,最洁白的颜色反而像是沾染了杂色,广博的品德像有什么缺少,能够有所建树的品德反而像惰气十足,品质纯真反而像变化无常,最大的方形反而像没有棱角,最大的器物总是很晚才能完成,最高级的音乐只有微细的声音,最宏大的形象反倒无形。”规律虽然无形无声,不可言说,然而它却最能够辅助万物且成就万物。
体道的圣人,一切顺其自然,是以事事无为,更不制造事端,也不会有自己的意见,是以无不、无事、无味。 以小观大,以少见多,所以一切无所事,虽有仇怨也以德报之。 解决困难的事,要从最简单的着手,做大事,也要由细微的地方开始。 所以真正体道的圣人,不自以为了不起,谦虚容人,故反而能成大事。 审慎小心,不轻易承诺,故能坚守住其诚信。把事情看得太容易的,经常会陷入失败,遭遇因难。像圣人这样把任何事都当作困难事,小心地去进行,反而不会发生真正的困难。
http://zhidao.baidu.com
*6 Morals, morality, virtue, personal conduct,
moral integrity, honor. [道德, 品行,
节操.]
http://en.wikipedia.org/wiki/De_%28Chinese%29
*7.
http://baike.baidu.com/view/73645.htm
《礼记》是战国至秦汉年间儒家学者解释说明经书《仪礼》的文章选集,是一部儒家思想的资料汇编。《礼记》的作者不止一人,写作时间也有先有后,其中多数篇章可能是孔子的七十二名关门弟子及其学生们的作品,还兼收先秦的其它典籍。
《礼记》的内容主要是记载和论述先秦的礼制、礼仪,解释仪礼,记录孔子和弟子等的问答,记述修身作人的准则。实际上,这部九万字左右的著作内容广博,门类杂多,涉及到政治、法律、道德、哲学、历史、祭祀、文艺、日常生活、历法、地理等诸多方面,几乎包罗万象,集中体现了先秦儒家的政治、哲学和伦理思想,是研究先秦社会的重要资料。
《礼记》全书用记叙文形式写成,一些篇章具有相当的文学价值。有的用短小的生动故事阐明某一道理,有的气势磅礴、结构谨严,有的言简意赅、意味隽永,有的擅长心理描写和刻划,书中还收有大量富有哲理的格言、警句,精辟而深刻。
*8
http://wenwen.soso.com/z/q47670052.htm
张舜徽先生(1911-1992)是一代国学大师。新版《辞海》“张舜徽”条如是介绍:“中国学者。湖南沅江人。崇尚乾嘉朴学,治学以文字、音韵、训诂为根柢,长于版本目录、校勘、考据,在经学、小学、史学诸领域均有成就。曾任兰州大学教授、中文系主任。建国后,历任华中大学教授,华中师范大学教授、历史文献研究所所长,中国历史文献研究学会第一至第三届会长。著有《广校雠略》、《中国文献学》、《郑学丛著》、《清人文集别录》、《中国古代史籍校读法》、《说文解字约注》、《中华人民通史》等。”
*9
http://zh.wikipedia.org/wiki/%E6%9D%8E%E6%82%9D
Li
Kui (Chinese: 李悝; pinyin: Lǐ
Kuī; Wade-Giles: Li K'uei, fl. 4th century BC) was an ancient Chinese
government minister and court advisor to Marquis Wen of Wei (魏文侯,
r. 403 BC-387 BC) in the state of Wei. In 407 BC, he wrote the Book of Law
(Fajing, 法经), which was the
basis for the codified laws of the Qin and Han dynasties. It had a deep
influence on state ministers of Qin such as Shang Yang, who formulated the
dogma and basis of the harsh Chinese philosophy of Legalism. Along with his
contemporary Ximen Bao, he was given oversight in construction of canal and
irrigation projects in the State of Wei.
李悝曾任魏文侯相, 主持变法。进行“尽地力之教”,其具体内容已不可知,但主要为鼓励农民精耕细作,推广成功的耕作经验,提高产量。并且实行“善平籴”政策,国家在丰年以平 价购买余粮,荒年以平价售出,以平粮价;政治上实行法治,废除维护奴隶主贵族特权的世卿世禄制度,奖励有功国家的人,按照功劳和能力提拔官吏,如任命吴起为西河守,用西門豹治鄴。变法後,魏国国力增强,成为战国初期强国之一。
他还汇集当时各国法律编成六篇《法经》,包括盜法、賊法、囚法、捕法、雜法和具法,是中国古代第一部比较完整的法典,其內容主要闡述如何維持治安、緝捕盜賊、防止人民反叛及對犯罪者的判刑等等。六篇中,〈具法〉一篇為全書的目錄。商鞅聽說秦孝公雄才大略,便攜帶《法經》到秦國,以該書作他變法內容的藍本,成就了歷史著名的「商鞅變法」。《法經》现仅存篇目,内容雖已失传,但仍可於《秦律》及從今湖北省雲夢縣睡虎地發掘出的「秦簡」中反映出一部分來。
*10 http://baike.baidu.com/view/591970.html?fromTaglist
孟子《齐桓晋文之事章》 表现了孟子反对霸道、主张王道的仁政思想。他的仁政主张,首先是要给人民一定的产业,使他们能养家活口,安居乐业。然后再“礼义”来引导民众,加强伦理道 德教育,这样就可以实现王道理想。这种主张反映了人民要求摆脱贫困,向往安定生活的愿望,表现了孟子关心民众疾苦、为民请命的精神,这是值得肯定的。但孟 子的思想也有其局限性。一是战国时期,由分裂趋向统一,战争难以避免。孟子往往笼[发‘垄’]统反对武力,显得脱离实际不合潮流。二是他的仁政主张完全建 立在“性善论”基础上,未免过于天真、简单。孟子的思想虽然值得赞许,与当时的却步有很大距离,自然行不通。特色:1、孟子善辩,本文很好地体现了孟子的 论辩风格。2、孟子长于譬喻,本篇也运用了不少生动的比喻。
*11 http://baike.baidu.com/view/77856.htm
申不害(约公元前385~前337)
亦称申子,郑韩时期人物(今河南新郑)人。战国时期韩国著名的思想家。他在韩为相19年,使韩国走向国治兵强。作为法家人物,以“术”者称,是三晋时期法家中的著名代表人物。
郑国灭国之时,申不害年岁约在20—30岁之间。作为一个亡国之贱臣,申不害可能杂学诸说。因 为在他之前的管子、李悝、慎到的学术理论中都有“术”的成份。有人根据申不害思想中有道家思想的痕迹,认为他是由道入法。这种说法有一定道理,但不能把他 的思想仅归为道法两家。
申不害相韩时,韩国已处弱势。韩昭侯即位不久,颇具雄心,任用贱臣申不害即为一例,申不害才华得有用武之地。
申不害的学术思想,明显地受到道家的影响,但他的直接来源是老子还是慎到,不得而知。但他的哲 学思想与慎到有极相似之处,他们都遵循老子的大统一哲学。“人法地,地法天,天法道,道法自然”。申不害认为,自然运行是有规律的,也是不可抗拒的。他认 为宇宙间的本质是“静”,其运动规律是“常”。他要求对待一切事情应以“静”为原则,以“因”为方法,“因”指“因循”,“随顺”。“贵因”指“随事而定 之”,“贵静”的表现就是“无为”。申不害把这些原则用于人事,构成他的社会哲学思想。“无为”主张的渊源即《老子》的“绝圣弃智”,申不害的“无为”, 要求的是君主去除个人作为的“无为”,以便听取臣下的意见。但是,申不害仅仅把这种“静因无为”的哲学思想用于“权术”之中。为了完善这种方法,他进一步 发挥《老子》“柔弱胜刚强”的思想,要求君主“示弱”,决不是指君主无所作为,只是君主决策前的一种姿态。在关键时刻,申子要求君主独揽一切,决断一切。 申不害的哲学思想,是君主哲学,是政治哲学。这种哲学由道家的“天道无为”演化发展来,是他的法家“权术”思想的基础。
申不害主“术”,但他所说的“术”,是在执行法的前提下使用的,而“法”又是用来巩固君主统治权的。因此他并不是不讲“法”与“势”的。
Daftar Perpustakaan
-
先秦诸子百家争鸣:
易中天 CCTV
-
经典阅读文库 ---- 论语 李薇/主编
-
经典阅读文库 ---- 道德经 李薇/主编
-
中国古典名著精品 ---- 菜根谭 洪应明
著
-
Internet
: http://friesian.com/confuci.htm :
Confucius
-
孔子 ----- 維基百科,自由的百科全書 Internet
-
网址:http://www.popyard.org
-
中国人生叢书 -----
墨子的人生哲学 杨帆/主编 陈伟/著
-
Internet
: http://baike.baidu.com
-
The
Sayings of Mensius / 英译孟子
史俊赵校编
-
南华经
庄子
周苏平
高彦平
注译
安徽人民出版社
-
庄子
逍遥的自由人 林川耀 译编 出版者 :常春树书坊
-
http://www.sxgov.cn/bwzt/wmsxx2/lf/447465_1.shtml 春秋五霸之---晋文公
-
“When China Rules The World - The rise of middle kingdom and the end of the
western world” by Martin Jacques ALLEN
LANE an imprint of Penguin Book, First Published 2009