Pada 4
September, jam 3:30 sore, 2016, KTT G20 Ke-11 dengan resmi dibuka. Maka dunia
memasuki “Periode Hanzhou” . G20 Hangzhou ini bertemakan : “creating an
innovative, invigorative, interconnected, and inclusive global economy,”
(menciptakan inovatif, memperkuat, saling berhubungan, dan ekonomi inklusif).
Menetapkan empat prioritas : “memulai jalur baru untuk pertumbuhan,” “lebih
mengefektikan dan mengeffisienkan kelola ekonomi dan keuangan global,”
perdagangan internasional yang kuat dan investasi,” serta “ pembangunan yang
inklusif dan saling berhubungan.”
Prioitas
ini semua diavokasikan oleh Tiongkok. Ini menjadi arah pengembangan bagi masa
depan ekonomi global—ini menjadi unsur baru Tiongkok. Jika elemen ini bergabung
ke dalam G20, akan menyebabkan kemana arah G20 akan berjalan dan menjadi
mekanisme untuk menangani krisis untuk mendapatkan drive baru dan arah baru.
Menghadapi
Tantangan ekonomi global akhir-akhir ini, saat upacara pembukaan Presiden Xi
Jinping menawarkan lima proposal: memperkuat koordinasi dalam kebijakan ekonomi
makro, untuk bersama-sama mempromosikan pertumbuhan ekonomi global dan menjaga
stabilitas keuangan; berinovasi pola pengembangan dan mejelajahi driver
pertumbuhan baru; meningkatkan tata kelola ekonomi global dan menerapkan mekanisme
jaminan; membangun ekonomi global yang terbuka sambil terus mempromisikan
leberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi; dan mengimplementasikan
Agenda Pembangunan Berkelanjutan hingga 2030 untuk mempromosikan pertumbuhan yang
inklusif.
Kelima
proposal yang dibuat Presiden Xi Jinping merupakan resep Tiongkok yang
disediakan untuk tantangan pembangunan ekonomi global sebagai ketua G20 tahun
ini.
Beberapa
pengamat melihat kontribusi Tiongkok untuk G20 tahun ini memiliki arti penting
dan berkarakter unik. Karena Tiongkok tampaknya tidak memikirkan G20 sebagai tim
penyelamat individu untuk keadaan darurat, tetapi sebagai mekanisme dengan efek
jangka panjang.
Mekanisme
ini dapat benar-benar digunakan untuk pembangunan dengan cepat di masyarakat
internasional, dan menjadi mekanisme jangka panjang untuk mempromosikan
invigorative dan inovasi. Jadi bukan ‘tablet obat’ yang hanya digunakan dalam
keadaan darurat.
Sekarang
telah menjadi platform tidak hanya digunakan untuk mengobati gejalanya. Hal ini
telah menjadi kelompok untuk menyembuhkan akar masalah. Kali ini, beberapa
solusi Tiongkok telah diusulkan, termasuk reformasi sistem pasokan, yaitu
reformasi sistemik, dan bukan hanya kebijakan moneter dan keuangan yang lalu.
Sebelum
KTT ke-11 para pemimpin G20, KTT B20 (Business 20) seperti yang diadakan di
Hangzhou pada 3 September 2016, dan Presiden Xi Jinping menyampaikan pidato dengan
judul “New Starting Point for Chinese Development and New Blueprint for Global
Growth,” (Titik Awal Baru Untuk Pembangunan Tiongkok dan Blueprint Baru Untuk
Pertumbuhan Global), dimana ditekankan bahwa Tiongkok berharap untuk membangun
ekonomi global yang inovatif, terbuka, saling berhubungan dan inklusif dengan
semua negara, dan memacu ekonomi global menuju jalan kekuasaan, keberlanjutan,
keseimbangan dan inklusi.
KTT
Hangzhou sebenarnya juga membawa tema sebelumnya, dan membuka jalan bagi
semuanya di masa depan. Hal ini terutama membuat G20 membuat cakrawala,
sehingga tujuannya lebih luas jangkauannya. Memberitahu pihak-pihak yang sedang
mencari model pertumbuhan ekonomi dan kerjasama global model baru, mencegah
tren ideologi yang akan kembali ke masa lalu. Maka dengan diselenggarakannya KTT
Hangzhou ini diharapkan semua pihak dapat memahami nilai yang lebih dalam dari
konsep-konsep ini. Jadi sebagai tonggak sejarah.
Dengan
usulan Tiongkok, mulai tahun 2016 misi utama G20 telah mengimplementasikan
“Agenda Perkelanjutan 2030” dari PBB sesuatu yang telah direstui G20, platform
utama ini untuk tata kelola ekonomi global, dengan kemampuan untuk
memimpin/mengontrol dalam jangka panjang.
KTT G20
Hangzhou akan menjadi tonggak yang menandai transisi G20 dari mekanisme respon
krisis ke mekanisme tata kelola (governance) jangka panjang.
Pada 3
September, kepala negara Tiongkok dan AS mengajukan dokumen ratifikasi mereka
untuk “Perjanjian Paris” tentang perubahan ikilim kepada Sekjend PBB Ban
Ki-moon. Langkah dari Tiongkok dan AS ini mendapat pujian tinggi dari
negara-negara dan masyarakat internasional. Beberapa media mengatakan bahwa ini
adalah hadiah dua negara yang diberikan sebagai kontribusi terhadap pembangunan
berkelanjutan global.
Ban
Ki-Moon mengatakan: “Kepemimpian Tiongkok telah mengarahkan perdebatan untuk
memfasilitasi G20 untuk bergerak dari manajemen krisis keuangan jangka pendek
ke perspektif pembangunan jangka panjang.”
Tiongkok
secara simultan merupakan ekonomi dunia terbesar kedua dunia, negara berkembang
terbesar, pasar berkembang terbesar, dan penyumbang terbesar bagi perkeonomian
global. Analis luar mengatakan itu adalah
“jembatan ideal” komunikasi untuk menyatukan Timur dan Barat, dan link partner
di Selatan dan Utara Hemisphere (belahan dunia).
Xi Jinping
mengatakan: “G20 seperti sebuah jembatan yang memungkinkan semuan orang untuk
datang bersama-sama dari seluruh dunia. Ini
jembatan persahabatan yang bisa menyebarkan benih-benih persahabatan ke seluruh
dunia, untuk meningkatkan saling percaya dan cinta, shingga membuat kita tidak
menjadi jauh. Ini adalah jembatan kerjasama, dan kita dapat menggunakannya
untuk merencanakan bersama-sama, memperkuat koordinasi, memperdalam kerjasama,
dan saling mencari keuntungan. Ini
adalah jembatan masa depan, dan kita dapat menggunakannya untuk berbagi nasib
yang sama, menghadapi masalah umum, dan bekerja keras untuk masa depan, demi
menyambut hari esok yang lebih indah.
Sebagai
salah satu anggota pendiri G20, Tiongkok selalu memainkan peran positif dan konstruktif
dalam kelompok. Dengan ekonomi Tiongkok yang telah memasuki masa normal, KTT
G20 Hangzhou telah difokuskan secara signifikan, untuk masalah ekonomi dan
keuangan global yang menonjol, agar membuat seluruh dunia menaruh harapan
kepada KTT ini.
Jacob
Funk Kirkegaard, Senior Fellow the US Think Tank the Peterson Institute for
Economies mengatakan: “Kontribusi Tiongkok untuk pertumbuhan global terus
menjadi terbesar dari setiap negara tunggal. Jadi Peran Tiongkok dalam hal ini
benar-benar penting. Tidak ada yang perlu diragukan lagi. Menurut saya, kami
berharap untuk tahun depan, itu akan menjadi lebih penting, karena saya pikir
realitis, yang disayangkan adalah pertumbuhan di pasar negara berkembang
lainnya di G20, dan negara non G20 mungkin
akan melambat jauh, sehingga untuk tahun-tahun akan datang, Tiongkok akan
menjadi lebih penting daripada sekarang ini sebagai sumber pertumbuhan global.”
Beberapa
negara telah pulih cukup baik, dan beberapa negara belum pulih dengan baik. Ada
beberapa perbedaan dalam kebijakan yang mereka buat, sehingga negara-negara G20
perlu menyesuaikan kembali kebijakan mereka bersama, dan menemukan jalan agar
ekonomi global dapat pulih menjadi keadaan normal.
Sejarah Terbentuknya G20
Sepanjang
sejarah manusia, krisis sering menjadi kekuatan untuk perubahan, dan perubahan
adalah cara untuk mengubah bahaya menjadi aman. Setelah krisis minyak Timur
Tengah di tahun 1970an, AS, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia dan Kanada
membentuk G7 untuk saling menyesuaikan kebijakan ekonomi mereka.
Setelah
krisis finansial Asia tahun 1997, muncul
Pertemuan Menteri Keuangan dan Bank Sentral G20., Ketika terjadi krisis Suprime
Mortgage yang meningkat menjadi krisis global. Kemudian diciptakan KTT Pemimpin
G20 pada tahun 2008. Ini semua lahir setelah adanya krisis.
Pada 15
September 2008, selama akhir pekan, banyak stasiun TV menyiarkan: Lehman
Brothers, salah satu bank investasi yang paling terhormat dan terbesar di dunia
terpaksa menyatakan dirinya bangkrut. Selian itu Merrill Lynch harus dijual
pada hari itu. Pasar uang dunia sedang anjlok dan Lehman Brothers memasuki
prosedur likuidasi kebangkrutan.
Lehman
Brothers bank investasi terbesar dunia yang telah mengalami pasang surut selama
158 tahun mengumumkan kebangkrutannya. Setelah itu Merrill Lynch, salah satu
sekuritas ritel dan bank investasi paling terkenal dibeli oleh Bank of America.
Perusahaan asuransi terbesar dunia American Inter National Group juga runtuh.
Setelah
itu terjadi mulailah terjadi krisis keuangan internasional, yang mengarah ke
prospek ekonomi yang melamban di seluruh dunia. Terjadi kerugian berjumlah
lebih dari ratusan milyar USD, puluhan juta orang kehilangan pekerjaan, utang
nasional AS meningkat dua kali lipat.
Pada
2008, setelah krisis keuangan internasioanl pecah, para pemimpin dari 20
negra-negara (G20) memutuskan untuk mengambil tindakan terpadu untuk mencegah
ekonomi global memasuki depresi besar, karena skala krisis keuangan 2008 kala
itu bahkan lebih bergejolak dibandingkan krisis pasar saham AS pada tahun 1929.
Pada 15
Nopember 2008, para pemimpin negara-negara G20 bertemu di Washington D.C. untuk
membahas cara membuat stabilitas abadi bagi sistem keuangan internasional, yang
kala itu telah terluka parah. George W. Bush mengatakan saat itu, “Jika Anda
tidak mengambil langkah-langkah keputusan, maka dapat dibayangkan bahwa negara
kita bisa menuju menjadi depresi besar melebvihi dari ‘Great Depression.’ Jadi
pemerintahan saya telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk menangani
krisis kredit ini.”
Pada KTT
Washington, anggota G20 telah mencapai persetujuaan untuk membuat rencana aksi
(action plan) untuk menghadapi krisis keuangan, yang termasuk item penting dengan
mengambil langkah-langkah darurat untuk mendukung ekonomi global dan
menstabilkan pasar keuangan, memperkuat pengawasan keuangan, dan menentang
proteksionisme perdagangan.
Pada tahun
2008, selama KTT Whasington para pemimpin G20 pertama, ada dua langkah yang
paling penting. Salah satunya adalah semua negara memutuskan untuk mencegah depresi
ekonomi di seluruh dunia, mereka
masing-masing berjanji untuk melaksanakan rencana aksi stimulus ekonomi.
Tindakan yang kedua mencegah kembalinya proteksionisme perdagangan.
Dihadapkan
dengan “krisis keuangan dunia global dalam sartu abad” para pemimpin G20
bekerjasama selama masa sulit ini, dan masing-masing anggota
mengimplementasikan rencana stimulus ekonomi.
Pada 3
Nopemeber 2008, Kongres AS meloloskan rencana
bantuan keuangan sebesar 700 milyar USD. Pada 8 Nopemeber, bank diseluruh dunia
bersama-sama menurunkan suku bunga untuk menyelamatkan pasar. Pada 21 Nopember
Jerman menyetujui 500 milyar euro bailout bank. Pada 10 Nopember, Tiongkok
meluncurkan stimulus ekonomi 4 trillyun RMB. Dalam periode tahun 2009-2010 di
AS banyak proyek jalan bebas hambatan dan jembatan dibangun dengan diberi papan
pengumuman dibangun atas stimulus ekonomi.
KTT G20
telah diselenggarakan beberapa kali selama terjadi penurunan ekonomi global.
Pada 12 April 2009, KTT G20 ke-2 diselenggarakan di London, Inggris. KTT ini
diselenggarakan untuk pelaksanaan pemulihan dan pertumbuhan rencana ekonomi
global untuk total 1,1 trilyun USD.
Pada 24
September 2009, KTT G20 ke-3 diadakan di Pittburg, AS, dalam KTT ini
dikonfirmasi posisi G20 sebagai forum utama kerjasama ekonomi internasional,
dan menegaskan tujuan reformasi kuantitatif untuk Bank Dunia dan IMF, memulai
proses evaluasi bersama untuk “kerangka yang kuat, berkelanjutan pertumbuhan
keseimbangan,” serta mencapai konsensus penting tentang sistematika dari KTT
G20.
Hari ini
telah diputuskan untuk menggunakan G20 sebagai platform utama kerjasama ekonomi
internasional. Dan diharapkan bertemu setiap tahun.
Pada 25
September, 2009, para pemimpin G20 mengumumkan keberadaan KTT permanen G20
diatas kertas (secara hitam diatas putih).
Dalam
KTT G20 ke-3 di Pittburg ditegaskan G20 sebagai platform global penting bagi
perekonomian penting untuk membahas masalah-masalah nasional dan menegosiasikan
urusan pembangunan global. Setelah itu posisi bersejarah G20 dalam proses
pembangunan telah dipatokkan.
Namun,
dalam proses untuk menanggapi krisis keuangan global, beberapa negara telah
mengorbankan negara lain untuk kepentingannya sendiri.
Kebijakan Pelonggaran Kuantitatif
Merugikan Negara Lain
Pada 25
Nopember 2008, Federal Reserve AS mulai menerapkan putaran pertama dari
kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing policies). Pada 4
Nopemebr 2010, Federal Reserve AS mengumumkan untuk melaksanakan putaran kedua
kebijakan pelonggaran kuantitatif. Pada 15 September 2012, Federal Reserve AS
mulai menggelar putaran ketiga kebijakan pelonggaran kuantitatif.
AS telah
terus menerus menggulirka kebijakan moneter kuantitatif, untuk memaksakan USD
terus terdepresiasi, sehingga pergeseran (mengalihan) krisis keuangan pada
seluruh dunia.
Banyak
ahli yang menyesalkan tindakan AS tersebut, meskipun mereka juga bisa menyetujui
pemerintah mengintervensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam
skala terbatas, selama waktu tertentu. Tetapi AS melakukan terus menerus tanpa
mempertimbangkan perasaan orang lain, dengan memaksimalkan kepentingan sendiri,
dan melakukan kebijakan pelonggaran kuantitiatif moneter, terutama dengan mata
uangnya sendiri yang mempunyai pengaruh besar di seluruh dunia. AS seharusnya
tidak melakukkan itu, karena pada kenyataannya itu akan membuat encer pasar
mata uang global dan pasar modal. Sehingga akan mengalihkan resiko kepada orang
lain.
Pada 5
September 2013, KTT G20 ke-8 di St. Peterburg, Rusia. Semua pihak prihatin
dengan negara berkembang atas kebijakan moneter pelonggaran kuantitiaf yang
memiliki efek peluberan (spillover). Dan menyerukan negara-negara terkait untuk
mengambil tanggung jawab atas kebijakan ini, dan lebih melakukan komunikasi
dengan pihak lain ketika akan meneysuaikan kebijakan moneter mereka.
Pad 15
Nopember 2014, pada KTT G20 di Brisbane, Australia. Temanya “meningkatkan
pertumbuhan, menciptakan lapangn kerja, dan mengurangi resiko.”
Pada KTT
G20 Antalya, Turki, dilanjutkan diskusi dari KTT yang baru lalu. Tapi karena
terjadinya sekitar serangan terorois Paris, KTT mengajurkan masyarakat internasional
untuk bersatu kerjasama memerangi terorisme.
Dari
mulai KTT G20 Wahsington tahun 2008 hingga KTT G20 di Hangzhou 2016, KTT G20
memiliki sejarah 8 tahun. Selama 8 tahun ekonomi global berada dalam pengaruh
krisis keuangan internasional, keadaan masih berada dalam kelelahan yang
berkepanjangan, dan pertumbuhan tetap berkurang.
Para
analis merasa aneh, hingga kini perdagangan internasional masih belum ada
pertumbuhan, dan kadang-kadang terjadi pertumbuhan negatif. Sehingga keadaan
berada dalam lingkungan yag aneh. Banyak ekonom terkenal telah menyebutnya
sebagai ‘Stagnasi Besar,’ karena meskipun dunia telah memiliki pertumbuhan 3%,
tapi masih memiliki tingkat inflasi, jadi jika menghilangkan hal-hal lainnya,
pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi tidak terlalu memuaskan.
Saat ini selain ekonomi global
dalam Stagnasi Besar, arena politik dunia juga sedang mengalami masa sulit.
AS sekarang
lagi menjelang pemilu, dan terjadi kerusuhan Brazil dengan adanya pemakzulan
presidennya. AS juga lagi melaksanakan strateginya menyeimbangkan di Asia-Pasifik,
sehingga semua itu membuat kontrateorisme kawasan menjadi tidak efektif selama
bertahun-tahun. Kenyataanya masih terus terjadi terorisme; selain itu ada
konflik antara AS dan Rusia; ada lagi hubungan Turki dan Rusia yang selalu
on-off, hal-hal ini mungkin memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung pada
situasi ekonomi dunia secara keseluruhan.
Ekonomi
dalam keadaan stagnan dan komplek, situasi dunia sedang berada dalam
persimpangan jalan untuk melakukan perubahan sekali lagi. Kekuatan Barat sedang
surut, KTT G20 telah pindah ke Timur. Banyak analis dan pakar menaruh harapan
tinggi terhadap Tiongkok sebagai pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomo
global saat ini.
Selama
beberapa tahun terakhir, ekonomi Tiongkok telah memasuki keadaan normal baru.
Ekonominya meningkat 6,9% tahun lalu. Walaupun tidak tinggi jika dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya lebih dari 10 tahun, tapi dunia melihat tidak
banyak negara-negara yang tumbuh seperti itu.
Dalam
situasi pertumbuhan ekonomi global yang berat dan proteksionisme perdagangan
yang terus membesar ke depan, dunia sedang mencari dan menciptakan sistem
ekonomi global yang lebih inklusif, sehingga setiap peserta dapat memperoleh
manfaat nyata dan bertumbuh.
Kebijakan
dengan pelonggaran kuantitatif tradisonal tidak bisa lagi mengatasi masalah
yang sedang kita hadapi sekarang ini. Stagnasi perekonomian terus berlanjut
akan membawa berbagai isu-isu politik dan ekonomi yang komplek dan beragam.
Saat
ini, ekonomi AS secara bertahap pulih, tapi mengapa negara-negara lain di dunia
tetap terombang-ambing?
Pada 23
Juni 2016, Inggris mengadakan referendum nasional untuk meninggalkan Uni Eropa.
Hasilnya 51,89% penduduknya setuju dan 48,11% menentang Uni Eropa (Brexit).
Dalam
pidatonya David Cameron, PM Inggris mengatakan : “Saya sangat yakin bahwa
Inggris akan lebih kuat, lebih aman, dan lebih baik berada dalam Uni Eropa,
tetapi rakyat Inggris telah membuat keputusan yang sangat jelas untuk mengambil
jalan yang berbeda. Dan kerana itu, saya pikir negara membutuhkan kepemimpinan
segar untuk mengambil arah itu.”
Dengan
dikejutkan oleh hantaman kirisis keuangan tahun 2008 di AS, pada 2009 krisis
utang Eropa pertama melanda Yunani. Pada 2001, merembet ke Portugal, Italia, Irlandia,
dan Spanyol. Eropa buru-buru menetapkan langkah-langkah bantuan darurat, dan
biaya Inggris di Eropa meningkat. Ditambah dengan Uni Eropa membutuhkan Inggris
untuk mengambil pengungsi Timur Tengah dan isu-isu lainnya, rakyat Inggris
menjadi sangat marah.
Baru-baru
ini, pemimpin “Front Nasional” Prancis – Marine le Pen berjanji bahwa jika dia terpilih
menjadi presiden pada tahun 2017, dia akan menggelar referendum bagi Prancis
untuk meninggalkan Uni Eropa.
Menurut
jajak pendapat IPOSOS yang dilakukan bebebrapa negara Uni Eropa, 48% rakyat
Italia, 42% rakyat Prancis, dan sekitar dua per tiga dari rkayat Eropa di
negara-negara seperti Swedia dan Jerman menginginkan hak untuk referendum untuk
meniggalkan Uni Eropa.
Sekarang
pertumbuhan ekonomi global tidak baik, sehingga membuat orang sering merasa
frustasi, dan yang membuatnya mudah timbul sentimen populis. Dalam situasi
seperti ini, orang akan menjadi tidak rasional, dan mereka akan mengatributkan
semua kemalangan mereka dengan sangat sederhana masalah-masalah globalisasi
atau disebabkan negara-negara asing, termasuk perusahaan asing, perdagangan
asing, imigrasi asing akan mereka kucilkan semua.
Populis
telah lahir kembali, dan memukul arena politik banyak negara Uni Eropa, serta muncul
penampilan di banyak negara maju.
Di
Jepang, Abe, telah berusaha untuk memutar balikkan sejarah agresi Jepang dan
terpilih kembali. Di AS, calon presiden Donal Trump yang telah disebut
politikus polulis, pedukugnya terus menigkat, yang menyebabkan banyak negara
merasa tidak nyaman.
Kita
bisa mengatakan bahwa polulisme memiliki suara cukup besar di banyak negara,
karena kadang-kadang mereka akan membungkus dirinya dalam bendera demokrasi,
atau bahkan kadang-kadang dalam bendera patriotisme. Patriotisme sangat
penting, tapi kadang-kadang mereka membungkus dirinya dengan ini, dan itu akan
berpisah hubungan organik antara negara-negara, dan menyebabkan ekonomi global
untuk memasuki saling ungul-ungulan.
Di seluruh
dubia, gerakan anti-globalsiasi sering berubah menjadi insiden kekerasan di
jalan-jalan. Di beberapa negara berkembang di Afrika dan Asia, kekacauan
ekonomi, kondisi miskin dan terorisme menjadi semakin lazim.
Beberapa
negara yang tadinya telah cukup pendapatannya, stabil dan baik menjadi miskin
dan bergejolak karena perang lokal yang mengerikan. Jika kita kembali ke 20
tahun lalu di bebebrapa negara, mereka tadinya belum mundur atau miskin, tapi
kini menjadi bergolak dan miskin. Ini sebenarnya disebabkan masalah dengan tata
kelola global, dan kita perlu merenungkan ini.
Jika
kita melihat kembali sejarah, orang tidak akan melupakan krisis kapitalis
global yang terjadi pada tahun 1929 dan 1933 yang mennyebabkan ekonomi dunia
kapitalis seluruhnya runtuh, karena produksi industri turun 44%, tingkat
pengangguran negara meningkat menjadi antara 33% dan 50%, dan total perdagangan
internasional turun 66%. Bank dan pabrik tutup, dan orang-orang hidup dalam
kemiskinan.
Terjadinya Perang Dunia
Tidak
hanya Jerman, Italia, dan Jepang tidak mempelajari akar masalah dari krisis
ekonomi dari struktur sistem mereka sendiri, mereka juga mulai dengan perang
invasif kepada negara-engara lain untuk menjarah sumber penjarahan, merangsang
ekonomi dan menggerser kiris ke negara-negara lain.
Karena
dari itu, meletuslah P.D. II, maka mulailah benacana yang belumnya tidak pernah
terlihat dalam sejarah manusia. AS secara aktif mengambil bagian dalam perang
dan memimpin perang melawan fasisme, dan muncul sebegai pemenang dan menjadi pemenang
politik dan ekonomi terbesar.
Jadi
ketika ekonomi menjadi suram, mereka menyalahkan orang lain, mengatakan bahwa
orang lain mengambil pekerjaaan mereka, sehingga mereka mulai mempertimbangkan
menduduki negara-negara lain dan mencuri sumber daya negara-negara lain dengans
senjata. Dan P.D. II pecah. Ini jelas
sebuah tragedi yang serius tidak adil, metode yang tidak manusiawi oleh
negara-negara kuat yang mengambil keuntungan dari negara-negara yang lemah dan
mengambil sumber daya mereka.
Untuk
menanggapi krisis keuangan pada tahun 2008, AS meloloskan rencana bantuan
darurat 700 milyar USD dan rencana untuk menanamkan 250 milyar USD infus kepada
bank, tapi ini hanya seperti setetes air yang dituangkan ke lautan--selama 20
trilyun USD kerugian di perumahan dan pasar saham AS.
Pada
bulan Oktober 2008, media Prancis mengungkapkan bahwa think-tank AS, RAND
Corporation mengatakan dalam sebuah laporan evaluasi yang diserahkan kepada
Departemen Pertahanan yang menggunakan 700 milyar USD untuk menyelematkan pasar
mungkin tidak se-efektif menggunakan 700 milyar USD untuk makan siang dan mulai
perang.
Pada bulan
Maret tahun ini, situs keuangan AS mengungkapkan bahwa Menteri Keuangan Jepang
Taro Aso mengatakan ketika membahas bagaimana menghindari deflasi bahwa situasi
Jepang menemukan dirinya ini hari sangat mirip dengan ekonomi AS selama rezim
Presiden Roosevelt sebelum P.D. II. AS hanya terhindar dari deflasi dengan P.D.
II. Dia mengatakan bahwa saat ini, Jepang perlu menemukan titik percikan serupa
untuk menghindari deflasi. Ketika Taro Aso mengatakan ini, PM Shinzo abe juga
hadir.
Beberapa
pakar Tiongkok mengusulkan, “Kita mungkin harus menghindari tragedi yang
terjadi di abad ke-20 sebaik mungkin. Kita percaya kersajasama yang dapat
saling meguntungkan. Kita benar-benar percaya dalam kerjasama mungkin tidak sebagus pihak
lain sejauh teknik berjalan, tapi ketika kita belajar dari mereka, kita bisa
mendapat ide lain.”
Kebijakan Keuangan Negara Maju
Yang Mau Menang Sendiri
Mulai
tahun 2009, Jepang dan Uni Eropa masing-masing meluncurkan dengan skala besar
kebijakan pelonggaran kuantitatif keuangan. Akhir-akhir ini, Gubernur Bank
Jepang Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa ia tidak akan ragu untuk menambah
pelonggaran kuantitatif.
Di
Eropa, Bank of England, bank sentral Inggris, dan bank lainnya di Eropa, dan
Bank of Japan semua menggunakan suku bunga negatif. Dengan kata lain, mereka
tidak mungkin menggunakan metode lain. Bank Sentral AS Federal Reserve-AS telah
melaksanakan tiga putaran pelonggaran kauntitiatif. Dan itu masih ditambah
dengan kebijakan suku bunga 0,25, yang pada dasarnya 0. Dalam situatsi semacam ini, kebijakan moneter
sebenarnya tidak memiliki banyak ruang untuk digunakan.
Semua
orang mendevaluasikan mata uang mereka dan menggeser krisis, ini telah
menyebabkan perdagangan global terhenti pertumbuhannya, dan harga pokok
komoditas jatuh. Hal ini juga telah menyebabkan beberapa negara berkembang
masuk dalam penurunan ekonomi atau bahkan menjadi krisis parah.
Yang
membuat keadaan lebih buruk lagi, beberapa negara telah menciptakan benteng
perdagangan dengan kebijakan “beggar-thy-neighbor”* demikian menurut para analis.
(* kebijakan ekonomi satu
negara yang mencoba memperbaiki masalah ekonominya dengan cara yang cendrung
memperburuk masalah ekonomi negara-negara lain.)
Williem
Cohen, mantan Menhan AS mengatakan: “Well, kita telah melihat apa masalah
Tiongkok dan kita (AS) semua bisa melihat? Kita sedang melihat hambatan
perdagangan mulai naik di berbagai negara, proteksionisme dan sentimen
anti-globalisasi yang tampaknya menyebar di Eropa dan di Amerika Serikat juga.”
Sebuah
laporan dari “Global Trade Alert” menyatakan bahwa AS adalah negara yang paling
membatasi perdagangan bebas. Dari tahun 2008 sampai 2016, AS elah menerapkan
lebih dari 600 tindakan diskriminatif terhadap negara-negara lain. Pada tahun
2015 saja telah melakukan 90 tindakan, terbanyak dibanding dengan negara
manapun.
Jika
berbicara tentang liberalisasi pasar perdagangan terpadu ekonomi global, dan
fasilitasi investasi, AS dan Eropa yang paling wahid. Mereka setiap hari berbicara
tentang bagaimana kita harus terlibat dalam proses komersialisasi, dengan
mengatakan jika produksi mereka tidak bisa masuk, maka investasi juga tidak
dilakukan. Mereka selalu menghenaki negara lain untuk reformasi, dan terpaksa
negara itu harus benar-benar menerapkan reformasi dengan cara yang progresif.
(ingat desakan IMF kapada zaman krismon tahun 1998 kepada Indonesia).
Melihat
di panggung internasional sekarang, di kedua platform internasional penting G20
dan APEC, kita dapat melihat bahwa selama tujuh atau delapan tahun, bahkan
sepuluh tahun terakhir, tampaknya pemimpin Tiongkok yang paling lantang dan
sering membicarakan tentang liberalisasi pasar perdagangan dan fasilitasi investasi.
Sejak
Barack Obama menjabat presiden AS, dia mendorong ke depan Trans-Pacific
Partnership (TPP), yang menyebutnya sebagai strategi ekonomi untuk
menyeimbangkan kawasan Asia-Pasifik. Negosiasi-negosiasi telah terus digodok
dari awal dengan menghindari peraturan WTO. Pada Juni 2013, AS memprakarsai Transaltalntic Trade dan
Investment Partnership (TTIP) atau Kemitraan Transaltlantic Perdagangan dan
Investasi.
AS menyatakan
ingin membuat perjanjian perdagangan bebas dengan speksifikasi yang lebih
tinggi, dan tingkat yang lebih tinggi. Tapi ini hanyalah alasan saja, karena
ketika para perancang strategi AS bersaksi kepada Kongres ternyata mereka
meyakinkan pemerintah AS dan anggota Kongres, ini sebenarnya adalah masalah
geopolitik, dan untuk tujuan tingkat yang lebih besar, hal itu dilakukan untuk
mencegah dan membendung kebangkitan Tiongkok, dan mencegahkan Tiongkok
menikmati terlalu banyak manfaat dalam sistem perdagangan dunia.
Obama
pernah mengatakan, tanpa diragukan bahwa tujuan dari TPP adalah untuk tidak
membiarkan negara-negara seperti Tiongkok untuk menentukan masa depan peraturan
ekonomi global dan perdagangan global. Dia mengatakan ini secara terbuka.
Juru
bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok mengatakan bahwa Tiongkok terbuka untuk
TPP, dan senang melihat itu akan di-implementasikan. Ini terlihat sekali suatu
bentuk kontras atas ke-egoisan AS.
Pada 22
September 2016, Direktur Pelaksana (Managing Director) IMF Christine Lagarde
mengatakan bahwa IMF mungkin sekali lagi memotong prospek pertumbuhan ekonomi
global untuk 2016, karena permintaan saat ini lemah, perdagangan dan investasi berhenti
berkembang, dan pertumbuhan semakin tidak seimbang, yang menyebabkan prospek
ekonomi terlihat suram.
Tekanan
dari penurunan ekonomi telah dirasakan oleh semua orang di dunia, baik negara
maju dan negara berkembang. Alasannya karena drive asli dari revolusi industri
dan dari beberapa putaran terakhir dari perkembangan ekonomi global tidak lagi
mencukupi.
Pada KTT
G20 Hangzhou, Tiongkok mengusulkan bahwa G20 harus menempatkan kepentingan yang
sama pada kebijakan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, serta
reformasi untuk sisi permintaan dan penawaran.
Pada
kenyataannya, rencana reformasi ekonomi Tiongkok kedua ini telah menarik
perhatian dunia. Reformasi di sisi penawaran yang dianjurkan Tiongkok adalah
jenis inovasi. Ini telah menggantikan metode yang terdahulu, yang menggunakan
metode sederhana model ekspansi moneter dan kuantitatif untuk memacu
pertumbuhan ekonomi kearah salah satu
penyesuaian struktural, dan optimasi struktural.
Jadi
analis melihat kontribusi terbesar dari KTT G20 Hangzhou sebenarnya dalam
advoksi model baru untuk pertumbuhan ekonomi global, serta mencoba untuk
menemukan sebuah rencana jangka panjang untuk pertumbuhan ekonomi global.
Sejak
dari mula KTT G20 pertama, reformasi keuangan internasional telah menjadi topik
penting dari KTT selama bertahun-tahun.
Sudah
untuk waktu yang lama, Tiongkok telah menjadi pendukung utama reformasi dalam
struktur keuangan internasional. Sebagai negara ekonomi terbesar kedua di
dunia, peran dan suara Tiongkok dalam reformasi terus tumbuh, dan Tiongkok
telah memberi kontribusi penting untuk diskusi terkait dan memberi hasil dalam
KTT masa lalu.
Hari
ini, situasi ekonomi global bahkan lebih rumit dari sebelumnya. Pengamat ingin
melihat bagaimana Tiongkok akan membentuk jalur baru untuk kerjsama
internasional dan koordinasi sistemasisasi? Bagaimana itu akan memperkuat
perekonomian global dalam periode baru tata kelola ekonomi global ini?
Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB)
Pada 31
Agustus 2016, Kanada resmi bergabung dengan AIIB. PM Kanada, Justin
Trudeau mengatakan:
“Saya pikir meskipun hubungan itu secara historis sangat kuat, namun telah
terjadi sedikit tidak terlalu diprioritaskan selama beberapa tahun terakhir,
dan saya senang untuk membawanya kembali.”
Kanada
menetapkan untuk bergabung dengan AIIB adalah hal baik. Pertama-tama, ini
menjadi perubahan besar dalam kebijakan Kanada, karena di masa lalu. Sebenarnya
di masa lalu Tiongkok pernah mengundang Kanada untuk bergabung, tetapi
pemerintah Kanada pada waktu itu tidak seperti sekarang, pemerintahan yang lalu
harus melihat dulu pada AS untuk apa yang akan dilakukan.
Pada
saat itu, AS mengatakan bahwa pihaknya tidak ingin sekutunya untuk bergabung
dengan AIIB yang baru diusulkan Tiongkok, sehingga Kanada tidak berani
bergabung dengan AIIB. Pada kenyataannya, pembangunan ekonomi Tiongkok telah
membentuk area yang diminati mayoritas ekonomi dunia.
Saat
ini, AIIB telah memiliki 57 negara anggota pendiri termasuk Tiongkok, Korsel
(ROK), Inggris, Jerman, Prancis dan Italia. Rencananya AIIB untuk negara batch (gelombang)
kedua yang akan bergabung aplikasi harus diajukan sebelum akhir September 2016,
dan mereka akan disetujui pada awal tahun 2017.
Selain
dari Kanada, Yunani dan negara-negara lain juga sedang mempertimbangkan untuk
mengajukan aplikasi mereka, terlihat semakin banyak negara yang bersedia
bergabung dengan AIIB pimpinan Tiongkok.
Hal ini
menunjukkan AIIB masih berharap mendapatkan kepercayaan semua orang. Tugas dari
AIIB terutama untuk membantu negara-negara Asia, terutama dalam investasi
infrastruktur di negara-negara yang tidak sangat berkembang.
Ini
adalah Bank investasi infrastruktur. Setelah ini bisa tercapai dan negara
secara bertahap berkembang, mereka tidak perlu lagi menerima uang dari
AIIB. Bagi yang ingin menciptakan
infrastruktur, untuk membuat hal-hal seperti jalan, jembatan, dan infrastruktur
umum serta fasilitas higienis seperti MCK, dan hal seperti telekomunikasi,
sehingga memungkin untuk berkembang. Jadi pengaruh AIIB akan tumbuh lebih besar
lagi. Dan bisa menjadi IMF kedua, yang akan mempengaruhi beberapa perubahan
besar.
Inisiatif
Belt and Road untuk membantu menghubungkan negara-negara berkembang yang
kebetulan cocok dengan “Agenda Pembanguan Berkelanjutan 2030 PBB” Saat ini
sudah lebih dari 100 negara dan kelompok-kelompok internasional yang telah
bergabung denga Belt and Road Intiative.
Tiongkok
telah menandatangani kerjasama untuk bersama-sama membangun “Belt and Road”
lebih dari 30 negara di sepanjang jalan mereka, dan mulai kerjasama kapasitas
industri internasional bersama-sama dengan lebih dari 20 negara.
Hal ini
menunjukkan tanggung jawab internasional Tiongkok sebagai kekuatan utama. Tiongkok
mengharapkan pihak lain tidak berpikir bahwa “Belt and Road” mempunyai ambisi
tertentu, sebab sebagian besar apa yang telah dilakukan adalah strategi untuk
mempromosikan pembangunan yang inklusif.
Jadi,
jika negara-negara maju punya ide seperti ini, untuk coba membantu
negara-negara terbelakang mengembangkan diri, dunia akan menjadi tempat yang
lebih indah. Meskipun anggota G20 tidak pernah bisa mencapai kesepakatan untuk
banyak masalah, tapi tampaknya Tiongkok tidak pernah menyerah untuk menambahkan
hikmah yang lebih bagi Tiongkok untuk tata kelola global (global givernance).
Tiongkok
menyatakan bahwa mereka telah menerapkan reformasi ekonomi yang inklusif, dan
telah mempromosikan kepada semua pihak untuk brainstorming bersama-sama.
Sehingga kita dapat membuat kue global untuk semua orang, dan bekerja untuk
membuat proses ini lebih setara, adil, dan transparan, serta membuat orang
untuk mempertimbangan untuk bisa suka. Termasuk kepentingan rakyat di negara
maju dan berkembang. Tiongkok ingin membuat basis yang umum bagi umat manusia.
Karena dianggap usulan semacam ini merupakan sesuatu yang dapat menyatukan
lebih banyak orang, dan disetujui lebih banyak orang.
Ini
adalah sifat inklusif, keterbukaan dan pembangunan yang berkelanjutan yang
telah memungkinkan bangunan ekonomi Tiongkok untuk mendapatkan drive untuk
pembangunan berkelanjutan. Tiongkok saat ini sedang berkerja untuk
berpartisipasi dalam memeliharaan dan meregulasi tantanan internasional, dan
menjaga kepentingan sejumlah besar negara-negara berkembang.
Tapi
Tiongkok menyatakan tidak melakukan secara revolusioner yang berusaha
menggulingkan sistem internasional saat ini. Menyatakan tujuan Tiongkok tidak
menggulingkan tantanan internasional yang ada
saat ini. Tanggung jawab Tiongkok dinyatakan untuk pelan-pelan mendorong
reformasi sistemik dari dalam, sehingga menjadi setara dan efektif. Sebagai
contoh, bisa bersandar lebih ke arah negara-negara berkembang, atau lebih
mempertimbangkan kepentingan negara berkembang, dan menunjukkan perduli dengan
situasi mereka.
Dengan
dunia saat ini tenggelam dalam nasib yang sama dengan saling keterkaitan, tidak
ada satu negarapun yang bisa lolos krisis ekonomi dan mencapai pembangunan
berkelanjutan sendiri.
Dengan
berbagai alasan, setiap negara memiliki kepentingan dan pembelaan untuk diri
sendiri, sehingga sulit untuk mencapai kesepakatan dalam banyak urusan.
Selama
G20 tahun ini, Tiongkok tampaknya berusaha untuk mengubah situasi ini, dan
menjadi stabilisator bagi pembangunan ekonomi global.
Masalah
ekonomi global, terutama dalam hal koordinasi kebijakan dan membentuk peraturan,
mengharuskan semua negara untuk saling berkoordinasi. Setiap negara dapat
menggunakan peraturan dan standar yang sama untuk membuat penilaian, apakah sesuai atau tidak ada sesuatu kepentingan mereka
sendiri berdasarkan situasi mereka sendiri.
Ini
berarti perlu ada negosiasi, dan dalam negosiasi mungkin saja ada perdebatan,
tapi pada akhirnya mereka akan berkompromi dan mencapai kesepakatan dengan
konvergensi terbesar dari kepentingan. Dan itu yang pasti akan terjadi.
Jadi
kita harus fokus kepada kebersamaan utama kita, dan mempertahan perbedaan
kecil. Hal itu sangat penting dalam tata kelola global (global governanace),
dalam proses pembentukan peraturan glaobal dan keoordinasi kebijakan global.
Tampaknya
Tiongkok sebagai Ketua G20 tahun ini mengungkapkan keinginan yang kuat untuk
lebih membangun saling berhubungan, dalam rangka merangsang pertumbuhan ekonomi
global.
Tiongkok
berkeinginan memperluas cakrawala G20, sehingga bisa melihat lebih banyak, dan
benar-benar mempertimbangkan kepentingan ekonomi global, dan bukan hanya untuk
kepentingan negara-negara dalam kelompok G20 sendiri.
Perkembangan
ekonomi global telah membuat hubungan antara ekonomi dunia menjadi semakin hari
semakin lebih dekat. Tiongkok telah mengusulkan “jalan pertumbuhan yang
inklusif,” dengan memberikan sebuah konsep baru untuk tatakelola global (global
governanace).
Tiongkok
menyatakan ingin menunjukkan kerja kerasnya untuk mengambil tanggung jawab sebagai
kekuatan utama, dengan memberi dorongan yang stabil yang berkelanjutan untuk
pertumbuhan ekonomi global, serta berbagi pengalaman bangunan-ekonominya
sendiri dengan negara-negara lain yang membutuhkannya.
G 20
tahun ini telah berakhir, mudah-mudahan akan memiliki efek mendalam. signifikansinya
tidak hanya di cetak ulang hubungan antara negara, tapi lebih untuk membuat
keputusan besar untuk arah ekonomi ini yang berada dipersimpangan sejarah baru.
Kita harapkan Tiongkok akan terus memberikan kontribusi kebijaksanaan Tiongkok
untuk semua sektor tata kelola global.
( Habis)
Sumber :
Media TV dan Tulisan Luar Negeri.
Tulisan
ini dipublikasikan pertama di Kompasiana
Sucahya
Tjoa
18-September
2016