Kong
Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung dan Pengeritik Pada Zaman Pra-Dinasti Qin
551 – 221 SM
Jilid
III
(
5 )
Perbandingan Dan Perbedaan
Karakter Laozi dan Zhuangzi 老庄之区别
Menurut
para pakar pada umumnya perbedaan karakter antara Laozi dan Zuangzi ada empat :
Laozi老子
|
Zhuangzi庄子
|
Dingin
Sikapnya寡情gua qing
|
Perasa善感 shan gan
|
Berpedoman Dengan
Hukum Logika
讲逻辑jiang luo ji
|
Sangat Berperasaan
重感悟 zhong gan wu
|
Banyak Akal
dan Tipu Daya
多权谋duo quan mou
|
Cerdik dan
Cendikia
多灵慧duo ling hui
|
Pura-pura
Tidak Berbuat
假无为jia wu wei
|
Benar-benar
Tidak Berbuat
真无为zhen wu wei
|
Perbedaan pertama :
Walaupun
pengarang buku Laozi tidak diketahui secara jelas siapa, tapi dari gaya bahasa
dan karakter isi dari karangannya dapat terlihat bahwa pengarang buku ini
orangnya pendiam, dingin dan jarang bicara.
Misalnya dalam
buku ‘Laozi”’ ada yang ditulis sebagai berikut : ‘Alam tidak pernah
memasalahkan akan ‘Cinta Kasih, Kebenaran, kebajikan dan Moralitas (仁义道德ren
yi dao de), mereka menganggap semuanya sebagai barang sajian (sesajen) atau
“Chu Gou刍狗*” yang habis
digunakan akan diabaikan begitu saja. Nabi asli juga tidak memasalahkan ’Cinta
Benevolence’, dia juga menganggap rakyat jelata itu seperti ‘barang sajian’
“Chu Gou”(barang sajian/sesajen).
(天地不仁 以万物为刍狗 圣人不仁 以百姓为刍狗 《老子5章》 Tian di bu ren, yi wan wu wei chu gou, sheng
ren bu ren, yi bai xing wei chu gou )
(*刍狗chu gou =
sajian, karangan bunga dalam upacara persembahan. Jadi setelah selesai upacara
persembahan karangan bunga ini tidak diperlukan lagi maka dibuang sebagai
sampah. Tapi dalam artian dulu anjing sajian yang dihias sangat indah dan
cantik untuk persembahan, saat itu diletakkan ditempat yang istimewa, tapi
setelah upacara dibuang dijalanan dan terinjak-injak orang dan kereta yang lalu
lalang tidak ada yang perduli).
Dari kalimat
diatas dapat timbul pertanyaan, apakah Laozi ini mengakui dan menghargai Nabi (圣人sheng
ren) atau justru mengutuk Nabi. Ada sebagian cendikiawan yang mengatakan memang
mengutuk Nabi. Karena menurutnya sebagai Nabi tidak boleh mengabaikan rakyat,
jika sampai terjadi hal demikian, maka dia itu tidak punya rasa ‘cinta
benevolence’(不仁bu’ren).
Tapi sebagian
cendikiawan justru percaya bahwa Laozi mengutuk Nabi dan mengatakan bahwa Nabi
memang harus menganggap rakyat jelata seperti ‘barang sajian’ /‘Chu Guo’,
rakyat tidak dianggap apa-apa. Karena Nabi untuk menyaingi atau menandingi
Alam, maka harus memperlakukan rakyat seperti ‘barang sajian/‘Chu Guo’.
Kemudian
kira-kira yang mana yang lebih mendekati dari maksud sebenarnya dari Laozi?
Menurut sebagian besar cendikiawan jika ditilik dari buku ‘Laozi’ , didalamnya
banyak membicarakan tentang ‘Nabi’ (圣人) , tapi tidak ada satupun yang mengutuk
‘Nabi’, bahkan beliau tidak pernah mengutuk dunia. Laozi tidak mungkin mengutuk
dunia karena menurut beliau bahwa manusia harus belajar dari alam dan
menyesuaikan diri dengan alam. Maka kesimpulannya Laozi tidak mengutuk Alam dan
Nabi. (yang dimaksud Alam disini adalah bumi dan langit/天地tian’di)
(人法地 地法天 天法道 道法自然 ren fa di, di
fa tian, tian fa dao, dao fa zi ran).
Timbul lagi
pertanyaan, apakah benar bahwa alam tidak mengenal ‘cinta benevolence’? Menurut
Laozi memang demikian. Karena ‘cinta’ itu adalah suatu perasaan, tapi apakah
alam itu punya perasaan? Jelas tidak ada. Karena jika alam itu memiliki
perasaan, maka dia akan bisa menjadi tua dan bisa mati. (天若有情天亦老tian ruo you qing tian yi lao).
Apakah alam itu
bisa tua dan mati? Jelas juga tidak. Karena alam itu tidak bisa tua dan mati,
maka alam itu tidak punya ‘Perasaan’, dan justru karena tidak berperasaan maka jelas
alam tidak memiliki rasa ‘Cinta Benevolence’. Ini salah satu bukti bahwa ‘Alam’ memenag tidak berperasaan, maka jelas
alam tidak punya rasa cinta, karena itu ‘Alam’ tidak pernah memasalahkan akan
‘Cinta Kasih, Kebenaran, Kebajikan dan Moralitas’ (仁义道德ren yi dao de)’
merupakan suatu kebenaran pasti. Alam itu memang demikian.
Karena Nabi
harus menandingi (emulate) alam (效法天地xiao’fa
tian’di), maka dia juga harus ikut tidak punya rasa ‘Cinta Kasih, Kebenaran,
Kebajikan dan Moralitas’ (仁义道德ren
yi dao de)’, jadi harus menganggap rakyat seperti “Chu Gou” atau barang sajian
yang diabaikan setelah dipakai.
Ini akan sangat
kontroversial sekali. Konfusianis jelas menekankan akan ‘cinta’ dan cinta
rakyat seperti mencintai anaknya sendiri, mana boleh rakyat dianggap seperti
’Chu Guo’ atau barang sajian. Untuk ini kita harus melihat jelas bahwa ‘Tidak
Berbuat’ ; ‘Tiada Berperasaan’ dari Daois, bukan saja tidak cinta tapi juga
tidak membenci. Jelasnya adalah ‘Acuh’ atau tidak perduli. Seperti yang
dilukiskan oleh Zhuangzi : ‘Penguasa bak daun pohon besar yang tumbuh diatas
bukit gunung, rakyat bebas berkeliaran bak kijang liar ber-kejaran dibawa...(上如标枝 民如野鹿 shang ru biao
zhi, min ru ye lu) Penguasa tidak memperdulikan rakyat jelata, maka mereka
menjadi bebas, merdeka untuk berbuat apa saja menurut kehendak pikirannya.
Inilah inti dari
pemikiran Laozi. Sama sekali tidak bermaksud jahat, sebenarnya Zhuangzi juga
mengusulkan tidak ber-‘Cinta Benevolence’ , menjadi penguasa harus juga tidak
memiliki ‘Cinta Benevolence’. Laozi dan
Zhuangzi menghendaki setiap individu tidak memiliki ‘Cinta Benevolence’.
Zhuangzi bahkan
dirinya juga berbuat demikian, ini bisa dilihat pada saat istri Zhuangzi
meninggal dunia, teman lamanya yang juga lawan berdebatnya Huizi/Huishi (惠子/惠施)
datang melayat. Saat masuk kerumah duka melihat Zhuangzi duduk menggelempor
dilantai kedua kaki menjulur kedepan, tangannya memegang panci sambil menyanyi
keras-keras sambil menabuh-nabuh sebuah pancin.
(箕踞故盆而歌ji ju gu pen er
ge ; 箕踞= duduk dilantai
dengan dua kaki menjulur kedepan. Pada tradisi Tiongkok kuno duduk dilantai
yang hormat adalah dua kaki rapat dilipat kebelakang, yang menempelkan kedua
dengkul dan punggung kaki dilantai. Jika duduk pantat dilantai, dua kaki
mejulur kedepan dan terbuka pula menunjukan sikap sombong dan tidak hormat atau
santai..).
Huizi melihat
Zhuangzi diruang duka didepan jenazah istrinya duduk dengan sombongnya menyanyi
sambil memuku-mukul panci sebagai iringan musik, sungguh tidak tahan dan marah
kepada Zhuangzi: “Istri kamu ini telah mendampingi kamu seumur hidup, terus
terang belum pernah senang selama mendampingi kamu, selalu menderita hidupnya
(karena dia tahu sering memimjam beras kepadanya), sekarang dia meninggal kamu
tidak menangis sedih, tapi sebaliknya kamu se-enaknya duduk tidak sopan dan
menyanyi-nyanyi didepan jenazahnya, benar-benar terlaluan kamu...”.
Zhuangzi
menjawab : “Haii... bukannya begitu, ketika dia baru meninggal saya juga
menangis sedih, dan pedih hatinya, tapi kemudian saya berpikir, manusia ini
asalnya juga dari tiada, nyawanya berada diantara bumi dan langit, tidak
terlihat juga tidak berbentuk, tidak tahu bagaimana kemudian dia menjadi darah
dan daging berbentuk badan, sekarang sukmanya kembali lagi ketempat asalnya (antara
bumi dan langit)... Ini sama saja seperti perggantian musim dari musim semi,
panas, gugur, dingin, ya biasa-biasa saja dan normal. Sekarang istri saya
kembali lagi ketempat asalnya antara bumi dan langit, tenang dan tidur pulas
disana, jika saya sekarang menangis-nangis dan tersedu-sedu, apakah tidak mengganggu dia? Maka saya tidak
menangis lagi. Kini saya menyanyi justru menghantar perjalanan dia...” .
Coba kita
bayangkan apakah ini yang dimaksud ‘Tanpa Perasaan’? Tidak. Ini justru
menunjukkan kesedihan yang sangat mendalam dan merasa dirinya sebatang kara.
Maka inilah kenapa dikatakan bahwa Zhuangzi Perasa (善感 shan gan).
Perbedaan kedua :
Jika kita membaca
buku “Laozi” akan merasakan suatu karya sastra yang sangat indah, lantunan
bahasa yang bersanjak, tapi tidak ada suatu perasaan yang menyetuh dan gregeg,
hambar-hambar saja dan dingin, kesimpulannya banyak bertitik tolak dari hukum
logika. Misalnya ‘karena alam itu tidak bisa menjadi tua, maka alam tidak bisa
berperasaan ‘cinta benevolence’ (仁爱ren’ai). Karena
alam tidak berpersaaan ‘cinta benevolence’, maka semua yang ada didalam alam
dianggap seperti barang sajian. Dan Karena Nabi harus menandingi dunia, maka
nabi menganggap rakyat seperti barang sajian (天地不老,所以天地不仁. Tian di bu
lao, suo yi tian di bu ren天地不仁,所以万物为刍狗tian di bu ren,
suo yi wan wu wei chu gou. 圣人效法天下,所以百姓为刍狗sheng ren xiao
fa tian xia, suo yi bai xing wei chu gou)
Inilah
kesimpulan Laozi yang berpedoman pada hukum logika (讲逻辑jiang luo ji).
Sedangkan “Tiada
Cinta”nya Zhuangzi adalah suatu perasaan naluriah, alamiah manusia. Maka jika
kita membaca buku “Zhuagnzi” kita bisa mendapatkan perasaan estetika yang
mendalam, perasaan indah dan rasa seninya ter-rasa.
Dalam Dao-nya
Laozi sepertinya tidak bernyawa, tidak berperasaan. Tapi dalam Dao-nya
Zhuangzi, justru bisa dirasakan oleh diri kita sendiri dan bisa dihayati,
merupakan suatu yang hidup dan jelas. Zhuangzi mengibaratkan Dao bagaikan
angin, walaupun tidak terlihat tapi bisa dirasakan.
Zhuangzi
bercerita : “Pernahkah kau mendengarkan suara angin? Angin adalah hawa dari
bumi dan langit. Hawa ini suatu ketika tiba-tiba bertiup itulah “angin”. Saat
angin ini bertiup semua lobang-lobang, jurang-jurang, dan gua-gua dibumi akan
mengeluarkan suara.....(seperti diketahui suatu benda jika ada lubangnya dan
ditiup akan mengeluarkan suara, misal suling bisa bersuara karena ada
lubang-lubangnya). Suara seruling adalah musik manusia, dimuka bumi banyak
lobang berupa gua, dan mengeluarkan suara, itulah musik alam dunia.... Dan
angin adalah musik dari langit/alam. Saat angin besar bertiup, gunung dan laut
akan bergermuruk. Saat angin bertiup sepoi-sepoi akan bersuara mendesir
lembut... tapi suatu saat tiba-tiba mati angin, maka dunia akan menjadi sunyi
senyap.....suara apapun tiada terdengar.... Pada detik-detik ini lihatlah
pohon-pohon dan rerumputan, ranting-ranting, dedaun, semua melambai-lambai
dengan lembutnya.... Inilah yang dinamakan ‘Dao’道, inilah yang
dinamakan musik langit/alam...”. Ini suatu pelukisan yang sangat puitis
sekali. Inilah perbedaan antara Dao-nya
Laozi dan Zhuangzi....
Dari sini bisa
dilihat bahwa jika dari sudut kemanusiaan antara Laozi dan Zhuangzi, Laozi
terlihat sangat dingin sedang Zhuangzi sangat hidup dan hangat, membuat orang
lebih mudah dekat padanya. Selain itu Zhuangzi adalah sosok seniman yang sangat
berbakat, seorang sastrawan kreatif yang besar, yang memberi pengaruh sangat
besar kepada perkembangan seni sastra untuk generasi-generasi berikutnya di
Tiongkok. Walaupun Laozi dan Zhuangzi menjadi tokoh pencetus dari Daoisme,
keduanya terdapat perbedaan besar. Selain perbedaan diatas cendikiawan juga
melihat ada perbedaan lainnya.
Perbedaan ketiga :
Dalam buku
“Laozi” berisi banyak sekali masalah “Tipu-daya dan Akal-akalan (多权谋duo
quan mou)”, kaum Legalis banyak sekali mewarisi tipu-daya dan akal-akalan
tersebut. Han Fei Zi salah satu tokoh pencetus Legalisme sangat menyenangi
Laozi, karena akal dan tipu-dayanya sangat kuat dan mantap serta didukung
dengan kekuatan.
Sedang dalam
buku “Zhuangzi” tidak ada tipu daya, melainkan banyak dijiwai dengan
kecendikiaan, kejiawaan seniman. Seperti kita ketahui bahwa tipu daya biasa
digunakan dalam politik, sedang cerdik dan cendikia yang
puitis lebih cocok untuk dunia kesenian dan pelesiran, maka Zhuangzi berbicara
tentang “Plesiran”. Dia cerdik dan cendikia (多灵慧dua ling hui).
Dalam buku
Zhuangzi tentang “Kisah Pelesiran”(逍遥游xiao yao you)
ada dikisahkan bahwa suatu ketika temannya Huizi/Huishi berkatakan kepada
Zhuangzi: “Raja Wei memberi saya biji Labu-kendi (葫芦) yang besar,
saya tanam dan tumbuh menjadi besar, akhirnya berbuah Labu yang besar sekali.
Labu yang begini besar akan saya isi arak tapi terlalu besar, karena kulitnya
terlalu tipis dan berat, bisa-bisa jebol. Saya belah menjadi dua, jadilah ciduk
air, tapi air apa yang mau diciduk. Kamu pikir barang ini apa ada gunanya?
Apakah tidak lebih baik dihancurkan saja?”.
Zhuangzi
menjawab : “Kamu ini benar-benar tidak punya cita rasa dan rasa ingin
bersenang-senang, kamu bisa saja ikat labu itu dibadanmu untuk jadikan
pelampung, pergi ke danau dan mengapung-apung diatas air. Apakah tidak nikmat
dan menyenangkan sekali... kita bisa pelesiran ....”
Lagi-lagi Huizi
berkata kepada Zuangzi : “Didekat pendopo saya, tumbuh sebuah pohon besar
sekali, pohon ini tumbuh terlalu besar. Tapi pohon ini batangnya
bengkok-bengkok tidak lurus, orang bilang pohon ini sakit, maka batangnya
kering dan bengkok-bengkok. Tidak tahu apakah berguna pohon ini? Untuk dibikin
perabotan tidak mungkin, untuk dibikin peti mati juga tidak bisa, sama sekali
tidak ada gunanya. Ini seperti ajaranmu Zhuangzi, ajaranmu persis seperti pohon
ini. Besar tapi tidak ada gunanya....”.
Zhuangzi
menjawab ; “ haiyaaa.... kamu ini benar-benar orang yang tidak punya rasa ingin
senang-senang, bukannya saya sudah mengatakan berkali-kali kepadamu. Tidak
bisakah kamu tanam saja pohon itu ditempat yang tidak ada orang dan sepi,
kemudian kamu tiduran diatas batang yang bengkok itu, tidur nyenyak betapa
nikmatnya....”
Dari perkataan
Huizi diatas ini yang mengumpamakan ajaran Zhuangzi seperti batang pohon tidak
berguna, tapi Zhuangzi sendiri tidak perduli walaupun ajarannya diejek, bahkan
dia masih bisa berpikir untuk berpelesiran bebas.
Sebaliknya Laozi
tidak pernah berpikir untuk berpelisiran, beliau sangat memperhatikan masalah
politik. Dalam buku “ Laozi” banyak dijumpai tulisan bahwa bagaimana seorang
Nabi layaknya harus berbuat, yang dimaksud dengan Nabi oleh Laozi adalah para
penguasa atau penguasa yang dianggap nabi, penguasa yang pandai, tapi lain dari
nabi-nabi yang kita sebut Nabi sekarang. Laozi banyak sekali memberi
petunjuk-petunjuk kepada para nabi bagaimana harusnya berbuat. Karena banyaknya
saran atau anjuran ini, maka Laozi disebut “Banyak akal dan tipu-daya (多权谋duo
quan mou)”.
Sedang Zhuangzi
tidak pernah membicarakan tentang ini. Itulah sebabnya mengapa dalam
perkembangannya sebagian dari ajaran Laozi diserap oleh kaum Legalis menjadi Legalisme. Legalis banyak
membicarakan tentang “Tipu-daya” disertai dengan kekuasaan dan kekuatan, maka
dapat dikatakan bahwa Legalisme menjadi pewaris dari ajaran Laozi.
‘Tipu-daya dan
akal dari Laozi ada tiga point ‘Tiada’( 无为wu wei): Biarkanlah
segala sesuatu berkembang sesuai dengan hukum alam (无为而治wu wei er
zhi). Ber-reaksi untuk meraih kemenangan (后发制人hou fa zhi
ren). Membiarkan pihak lawan begerak
dulu, dan mengambil keuntungan dari kelemahan gerakan lawan untuk kemenangan. Yang
lemah lembut dapat mengalahkan yang keras (弱能生强ruo eng sheng
qiang)
Salah satu
prinsip Laozi mengatakan bahwa yang lemah lembut dapat mengalahkan yang keras,
bahkan Laozi mengatakan suatu tentara yang terlalu kuat, akan kalah. Suatu
pohon yang tumbuh terlalu rimbun akan ditumbang. (弱之胜强 柔之胜刚《老子78章》ruo
zhi sheng qiang, rou zhi sheng gang ; 是以兵强则灭 木强则折《老子76章》shi
yi bing qiang ze mie, mu qiang ze zhe)
Maka Laozi
mengusulkan dalam berpolitik dan meggerakkan tentara, harus pura-pura bodoh,
pura-pura lemah, tidak menyerang duluan.
Laozi lebih lanjut mengatakan tentara yang cakap berperang tidaklah
terlihat seperti pemberani, dari luar tidak terlihat gagah dan tidak seperti
pemberani, tidak menangtang menengteng pamer kegagahannya kemana-mana, sambil
sesumbar “akulah tentara yang paling gagah berani”. Tentara yang cakap berperang tidak akan mudah
marah, bukan hanya tidak marah bahkan bisa membuat pihak lawan menjadi marah,
biar lawan emosi dan kehilangan tenaga.
Ingin menghabisi tenaga lawan haruslah lawan dibuat marah. (善为士者 不武,善战者 不怒,善胜敌者 不与《老子68章》shan
wei shi zhe, bu wu, shan zhan zhe, bu nu, shan sheng di zhe, bu yu).
Lebih lanjut
beliau mengatakan ‘harus menunjukkan kepada lawan seperti dirinya lemah’.
Ini bisa
dilihatkan dengan kisah sejarah “Perang antara negara Qi齐
dan Wei魏 di bukit Ma
Ling马陵”(齐魏马陵之战qi
wei ma ling zhi zhan). Dalam peperangan
ini Negara Qi memenangkan perang melawan Negara Wei justru menggunakan taktik demikian.
Kala itu
panglima perang Negara Wei adalah Pang Quan (庞涓), panglima
perang Negara Qi adalah Tianji (田忌) dia mempunyai
seorang ahli strategi yang terkenal bernama Sunbin (孙膑). Cerita ini
cukup dikenal di Tiongkok.
Pang Quan(庞涓)
dan Sun Bin(孙膑) tadinya teman
sekelas dalam satu perguruan, tapi Sunbin selalu lebih unggul dari Pang Quan.
Karena takut tersaingi maka Pang Quan menghianati Sun Bin, menyiksanya hingga
menjadi lumpuh dengan mencongkel kedua tempurung dengkulnya.
Kemudian sempat
ditolong, akhirnya Sun Bin dijadikan penasehat strategi oleh Panglima Perang
Negara Qi yaitu Tianji (田忌), Sun Bin
memberi nasehat kepada Tainji saat berperang melawan Pang Quan.
Sun Bin
mengatakan : “ Orang Wei selalu meremehkan orang Qi, mengatakan bahwa tentara
Qi semuanya berhati kecil, takut mati, tapi biarkanlah begitu. Saat Panglima
Tianji mengerahkan tentara menghadang serangan tentara Wei. Hari pertama
dibuatlah tungku masakan untuk prajurit sebanyak 100 ribu (kala itu ketika
berperang saat malam hari tentara istirahat, maka tungku dibuat untuk keperluan
masak dengan menggali lubang pada tanah).
Hari kedua
dibuat untuk 50 ribu tentara, hari ketiga hanya dibuat untuk 30 ribu saja.
Untuk memberi kesan kepada orang Wei yang menganggap bahwa tentara Qi takut
mati, agar dikira banyak yang desersi. Selain itu juga sambil mundur
seolah-olah menghindar.”
Ternyata Pang
Quan termakan taktik ini, dia mengejar terus, dia benar-benar mengira bahwa
tentara Qi memang penakut dan banyak yang desersi lari meninggalkan medan
perang, dalam tiga hari saja jumlah sudah sangat merosot.
Dia
memerintahkan para prajurit untuk bersamanya terus mengejar. Sampailah di Bukit
Ma Ling. Sun Bin telah memperhitungkan bahwa malam itu pasti Pang Quan dan
tentaranya akan tiba di bukit tersebut.
Sun Bin telah
mengatur tentaranya bersembunyi disekeliling bukit ini, saat itu cuaca sangat
gelap, bukit ini hanya berupa rerumputan tandus, diatas bukit hanya ada satu
pohon, kulit kayu pohon ini sudah dikelupas, sehingga pohon ini terlihat
seperti bayangan samar-samar batangan kayu putih. Penasaran Pang Quan
memerintahkan prajurit untuk memberi obor kepadanya, dia mendekat dan melihat
sendiri ada apa kiranya pada pohon itu. Obor diberikan kepadanya dan dia
mendekat pada pohon tersebut, ternyata dipohon ini ada kalimat yang bertuliskan
“Pang Quan mati dibawah pohon ini”( 庞涓死于之树pang quan si yu
zhi shu).
Ketika Pang Quan
menyorongkan obor untuk lebih jelas membaca tulisan itu, maka saat itu juga
menjadi kode atau tanda bagi para prajurit Qi yang telah sembunyi disekeliling
bukit ini untuk melepaskan ribuan anak panah pada titik itu. Akhirnya para
prajuritnya menjadi korban ribuan anak panah, tentaranya babak belur kalah
total. Pang Quan terkepung dan bunuh diri dibawah pohon tersebut. Ini adalah
taktik untuk menunjukkan “seperti lemah”. Inspirasi ini sebenarnya datangnya
berasal dari pikiran Laozi.
Maka Laozi
mengatakan : “Jika kamu ingin agar pihak lawan tertutup dan terkurung, harus
membiarkan mereka terbuka dan terlepas dulu. Jika ingin pihak lawan menjadi
lemah, biarkan mereka seperti kuat dulu.
Jika ingin pihak lawan dimusnahkan, biarkanlah mereka menjadi semarak dulu.
Jika ingin merebut lawan, pertama umpanlah dulu mereka.
(将欲歙之 必固张之 , 将欲弱之 必固强之,将欲废之 必固与之,将欲夺之 必固予之《老子36章》jiang
yu xi zhi, bi gu zhang zhi, jiang yu ruo zhi, bi gu qiang zhi, jiang yu fei
zhi, bi gu yu zhi, jiang yu duo zhi, bi gu yu zhi).
Ini semua adalah
taktik, tipu daya. Lebih lanjut Laozi mengatakan: “Dengan
santai-santai merebut dunia, dengan tanpa ngotot untuk mendapatkan kemenangan
besar. Pendek kata pada akhirnya apapun harus bisa didapatkan”. (以其不争 故天下莫能与之争《老子66章》yi
qi bu zheng, gu tian xia mo neng yu zhi zheng).
Dalam hal ini
sebenarnya masih tetap harus “berbuat” (berupaya), hanya saja pura-pura tidak
berbuat, padahal sebenarnya justru berusaha maksimal untuk “berbuat”. Maka
kesimpulannya ‘Tidak berbuat’nya Laozi hanyalah pura-pura ‘Tidak Berbuat’ atau
dengan lain kata ‘Tidak Berbuat’ yang palsu. Tapi tujuan akhirnya untuk merebut
kemenangan besar. (老子的无为是假无为 目的是有所为 甚至大有所为 是无所不为lao zi de wu wei
shi jia wu wei, mu di shi you wei, sheng zhi da you suo wei, shi wu suo bu
wei).
Akibatnya hal
ini oleh penguasa digunakan untuk mengelabuhi rakyat (韬晦tao’hui), oleh
rakyat digunakan untuk pura-pura bodoh (装蒜zhuang’suan). Inilah yang disebut seperti ‘tidak berbuat’
tapi sebenarnya justru berbuat yang tidak tanggung-tanggung atau pura-pura
pasif tapi proaktif. (无为而无不为wu
wei er wu suo wei).
Maka oleh
cendikiawan Zhang Shun Wei (张舜微)*8 dikatakan “Pura-pura”
(装zhuang)
istilah Jawanya “etok-etokan”, sehingga beliau mengatakan bahwa karya tulis dari
buku “Laozi” sebenarnya “kekurangan” kata-kata “Pura-pura”.... Pura-pura apa?
yaitu pura-pura dulu, janganlah mengeluarkan kartu trufnya dulu. Pura-pura
lemah, pura-pura bodoh, pura ceroboh, jika pura-puranya dialkukan makin serius,
maka akan makin berkesempatan untuk mendapat kemenangan. Inilah yang disebut
‘Tipu-daya/muslihat’(权谋quan mo).
Hanya
pura-puranya Laozi mengatakan makin kamu tidak seperti mau merebut, orang lain
juga makin tidak akan melawanmu (lengah), jadi makin mengalah justru akan makin
mendapatkan lebih banyak. Makin kamu tidak berjuang untuk bertahan, maka orang
lain tidak bisa merebut dari kamu. Makin mengalah akan makin mendapat lebih
banyak. Jika makin mendambakan untuk mendapatkannya, maka justru akan tidak
mendapatkan apa-apa. Makin kamu ingin mendapatkannya, makin kamu tidak akan
mendapatkannya. (夫唯不争 故天下莫能与之争《老子22章》 Fu wei bu zheng, gu tian xia mo neng yu zhi
zheng). Dengan “tidak menginginkan”
menjadikan “menginginkan”, dengan “tidak bergerak” menjadikan “gerakan”, dengan
rasa “tidak berhasil” menjadikan suatu rasa “keberhasilan”. Kesimpulannya ialah
ada keinginan, ada usaha, ada rasa untuk berhasil, pendek kata semuanya ada. (为无为 则无不为矣 wei wu wei, ze
wu bu wei yi)
Perbedaaan Keempat :
Laozi dan
Zhuangzi keduanya sama-sama berpandangan cukup luas, namun masing-masing titik
fokus membahasannya berbeda. Filsafat Laozi lebih mengarah pada filsafat
Perpolitikan, sedang filsafat Zhuangzi lebih kearah filsafat Kehidupan pribadi
sebagai manusia.
Maka Zhuangzi
lebih menekankan kepada kebebasan pribadi setiap individu, batas-batas
kemampuan insani. Membawa Daoisme kedalam kehidupan diri pribadi manusia,
dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin akan dihadapi manusia dalam
kehidupannya.
Maka ada
sebagian cendikiawan yang mengatakan walaupun antara Laozi dan Zhuangzi
sama-sama mengusulkan ‘Tidak Berbuat’(无为wu wei), tapi
‘Tidak Berbuat’-nya Laozi adalah “pura-pura”, sedang ‘Tidak Berbuat’-nya
Zhuangzi benar-benar tulen ‘Tidak
Berbuat’. ‘Tidak berbuat’(无为)
dari Laozi pada pokoknya yang terbaik tetap masih akan ‘Berbuat’(有为), jika mungkin melakukan tidak untuk ‘Tidak
Berbuat’(无不为wu bu wei) atau
sedikitnya dapat melakukan yang sepertinya tidak akan berbuat. Untuk tujuan ini
dapatkan dulu ‘Tidak Berbuat’, untuk mendapatkan ‘Berbuat’ (无不为则无所不为 wu bu wei, ze wu suo bu wei). Ini semua hanyalah
tipu daya.
Tapi ‘Tidak
Berbuat’-nya Zhuangzi benar-benar tulen, seperti telah diceritakan terdahulu,
bahwa beberapa kali beliau diminta untuk menjadi pejabat, tapi selalu ditampik
dan ditolaknya. Jika memang beliau mau ‘Berbuat’(有为) sangat mudah
sekali. Ada yang mengatakan bahwa beliau ini jual mahal, tapi ada yang
mengatakan bahwa beliau itu memang benar-benar murni tidak mau.
Tapi cendikiawan
lebih membenarkan pada yang kedua, karena Zhuangzi menyadari bahwa yang paling
berharga bagi kehidupan manusia adalah
Jiwa, dan yang paling berharga bagi Jiwa adalah Kebebasan, harga dari Jiwa
terletak pada Kebebasan. Jika bisa
hidup bebas didunia barulah benar-benar berarti hidup dalam dunia ini. Ini
adalah kesimpulan dari pengamatan menyeluruh Zhuangzi tentang kehidupan
manusia.
Maka dia tidak
memperdulikan segala kemewahan duniawi. Beliau mengatakan jika kamu ingin
memanggil saya itu sapi, akulah sapi, jika kamu ingin memanggil aku itu kuda,
maka akulah kuda, beliau tidak perduli. Beliau mengatakan: “Saat saya bermimpi,
saya adalah seekor kupu-kupu, betapa bebasnya aku, terbang kesana kemari,
hinggap diatas pepohonan dan bunga-bunga betapa indahnya. Tapi begitu saya
terbangun dan siuman, tetaplah aku si Zhuang Zhou (nama Zhuangzi). Apakah saya
kini kupu-kupu atau Zhuang Zhou? Namun jika kupu-kupu lalu bagaimana, jika
Zhuang Zhou juga bagaimana? Mau kupu-kupu atau Zhuang Zhou aku tidak perduli,
tapi jika saya harus memilih sebagai Zhuang Zhou atau kupu-kupu, itupun tidak
masalah bagi saya, yang penting harus bebas. Bagiku tidak perlu harus ternama,
tidak perlu harus dipakai. (sebagai pejabat).
Zhuangzi
bercerita lagi. Di suatu tempat ada pohon sangat besar dan rimbun, besarnya
bukan main. Sehingga menjadi perhatian banyak orang, menjadi obyek turisme.
Semua orang berkunjung untuk melihat pohon langka ini, setiap hari pengujung
berjubel.... Tapi suatu kali seorang tukang kayu lewat, si tukang kayu melirikpun
tidak, dia tidak perduli akan pohon ini....
Seorang murid
tukang kayu ini bertanya kepada gurunya (si tukang kayu) : “Guru, pohon ini
banyak sekali penontonnya, kenapa guru melirikpun tidak dan tidak mau melihat
pohon ini ?”
Si tukang kayu
menjawab: “haiya... apa yang bagusnya untuk dilihat. Untuk apa ditontoni, pohon
ini tidak ada gunanya, jangan kamu terkagum dengan pohon ini yang tumbuh besar
dan rimbun, tapi batang kayunya keropos belobang-lobang, mutu kayunya sangat
rendah, tidak dapat dibuat apa-apa, keseluruhan batangnya tidak ada gunanya...”
.
Setelah berkata
begitu, malam harinya dia bermimpi,
dihampiri sang pohon besar itu, dan sang pohon berkata: “Kamu bilang bahwa saya
tidak ada gunanya, memang saya tidak berguna, tapi kamu tahu atau tidak, jika
aku sebatang pohon yang kayunya bermutu dan dapat dibuat menjadi perabotan
seperti kereta, peti mati, jauh-jauh hari sudah kamu tebang. Apakah mungkin
saya bisa hidup hingga sekarang? Saya bisa hidup hingga kini justru karena saya
ini batang kayu yang tidak berguna. Saya tidak berguna justru itulah yang
paling berguna. (无用之用 是为大用wu yong zhi
yong, shi wei da yong)” Inilah dialektika Daoisme.
Maka sebagian
besar cendikiawan mengatakan buku “Zhuangzi” itu penuh dengan estetika, indah,
puitis, isinya penuh dengan suatu perasaan dan pengamatan yang mendalam atas
kehidupan manusia. Kemudian dijadikan rangkuman perasaan, hasil pengamatan ini
dijadikan suatu filsafat. Itulah maka dikatakan bahwa karya tulis dan pemikiran
para pemikir pada era zaman itu, yang paling berpengaruh terhadap kesenian
Tiongkok kemudian adalah Zhuangzi.
Dari bahasan
diatas kiranya bisa dibuat suatu kesimpulan kecil bahwa Laozi dari “Tidak
Berbuat’ mengharapkan dapat ‘Berbuat’ (老子 以无为求有为
Laozi yi wu wei qiu you wei). Laozi dari “Tidak Berbuat’ mengharapkan dapat
‘Berbuat’, dalam pengertian ini ‘Berbuat’ adalah tujuannya, sedang ‘Tidak
Berbuat’ adalah tindakannya. Zhuangzi
dari ‘Tidak Berbuat’ mengharapkan memang tidak ‘Tidak Berbuat’ (庄子 以无为求无为 Zhuangzi yi wu
wei qiu wu wei). Disini Zhuangzi tujuan
dan tindakannya sama yaitu ‘Tidak berbuat’ .
Melihat uraian
diatas ini, kita kembali pada kesimpulan
Konfusianis dan Motis sama yaitu : dari
‘Berbuat’ mengharapkan dapat ‘Berbuat’ (儒家,
墨子以有为求有为Mo zi yi you wei qiu you wei). Tapi kesimpulan dari Zen atau Chan Zong (禅宗)
yaitu simbiose antara Buddhisme dan Daosime yaitu Zen Buddhisme atau Chan Zong禅宗,
dari ‘Berbuat’ mengharapkan menjadi ‘Tidak Berbuat’. ( 禅宗以有为求无为 Chan Zong yi
you wei qiu wu wei).
Inilah perkembangan tahap ketiga dari Daoisme
atau periode ketiga dari Daoisme.
Jika dilihat
dari bahasan-bahasan diatas titik perbedaan antara Konfusianis dan Daois adalah
‘Berbuat’ atau ‘Tidak Berbuat’. Ini yang
menjadikan pemisah antara Konfusianisme dan Daoisme. Kemudian orang ingin tahu
antara ‘Berbuat’-nya Konfusianis dan ‘Tidak berbuat’-nya Daois, kiranya yang
mana yang benar dan yang mana yang salah.....
Marilah kita
bahas dalam tulisan berikut ini.
*8 http://wenwen.soso.com/z/q47670052.htm
张舜徽先生(1911-1992)是一代国学大师。新版《辞海》“张舜徽”条如是介绍:“中国学者。湖南沅江人。崇尚乾嘉朴学,治学以文字、音韵、训诂为根柢,长于版本目录、校勘、考据,在经学、小学、史学诸领域均有成就。曾任兰州大学教授、中文系主任。建国后,历任华中大学教授,华中师范大学教授、历史文献研究所所长,中国历史文献研究学会第一至第三届会长。著有《广校雠略》、《中国文献学》、《郑学丛著》、《清人文集别录》、《中国古代史籍校读法》、《说文解字约注》、《中华人民通史》等。”
Daftar Perpustakaan
-
先秦诸子百家争鸣: 易中天 CCTV
-
经典阅读文库 ---- 论语 李薇/主编
-
经典阅读文库 ---- 道德经 李薇/主编
-
中国古典名著精品 ---- 菜根谭 洪应明 著
-
Internet
: http://friesian.com/confuci.htm :
Confucius
-
孔子 -----
維基百科,自由的百科全書 Internet
-
网址:http://www.popyard.org
-
中国人生叢书 -----
墨子的人生哲学 杨帆/主编 陈伟/著
-
Internet
: http://baike.baidu.com
-
The
Sayings of Mensius / 英译孟子 史俊赵校编
-
南华经 庄子 周苏平 高彦平 注译 安徽人民出版社
-
庄子 逍遥的自由人 林川耀 译编 出版者 :常春树书坊
-
http://www.sxgov.cn/bwzt/wmsxx2/lf/447465_1.shtml 春秋五霸之---晋文公
-
“When
China Rules The World - The rise of
middle kingdom and the end of the western world” by Martin Jacques ALLEN LANE an imprint of
Penguin Book, First Published 2009
No comments:
Post a Comment