Sunday 19 June 2016

Kong Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung dan Pengeritik Pada Zaman Pra-Dinasti Qin 551 – 221 SM
Jilid III

( 5 )


Perbandingan Dan Perbedaan Karakter Laozi dan Zhuangzi 老庄之区别

Menurut para pakar pada umumnya perbedaan karakter antara Laozi dan Zuangzi ada empat :

Laozi老子
Zhuangzi庄子
Dingin Sikapnya寡情gua qing
Perasa善感 shan gan
Berpedoman Dengan Hukum Logika
讲逻辑jiang luo ji
Sangat Berperasaan
重感悟 zhong gan wu
Banyak Akal dan Tipu Daya 
多权谋duo quan mou
Cerdik dan Cendikia
多灵慧duo ling hui
Pura-pura Tidak Berbuat
假无为jia wu wei
Benar-benar Tidak Berbuat
真无为zhen wu wei

Perbedaan pertama :

Walaupun pengarang buku Laozi tidak diketahui secara jelas siapa, tapi dari gaya bahasa dan karakter isi dari karangannya dapat terlihat bahwa pengarang buku ini orangnya pendiam, dingin dan jarang bicara.

Misalnya dalam buku ‘Laozi”’ ada yang ditulis sebagai berikut : ‘Alam tidak pernah memasalahkan akan ‘Cinta Kasih, Kebenaran, kebajikan dan Moralitas (仁义道德ren yi dao de), mereka menganggap semuanya sebagai barang sajian (sesajen) atau “Chu Gou刍狗*” yang habis digunakan akan diabaikan begitu saja. Nabi asli juga tidak memasalahkan ’Cinta Benevolence’, dia juga menganggap rakyat jelata itu seperti ‘barang sajian’ “Chu Gou”(barang sajian/sesajen). 
 (天地不仁   以万物为刍狗  圣人不仁  以百姓为刍狗 《老子5章》  Tian di bu ren, yi wan wu wei chu gou, sheng ren bu ren, yi bai xing wei chu gou ) 
(*刍狗chu gou = sajian, karangan bunga dalam upacara persembahan. Jadi setelah selesai upacara persembahan karangan bunga ini tidak diperlukan lagi maka dibuang sebagai sampah. Tapi dalam artian dulu anjing sajian yang dihias sangat indah dan cantik untuk persembahan, saat itu diletakkan ditempat yang istimewa, tapi setelah upacara dibuang dijalanan dan terinjak-injak orang dan kereta yang lalu lalang tidak ada yang perduli).   

Dari kalimat diatas dapat timbul pertanyaan, apakah Laozi ini mengakui dan menghargai Nabi (圣人sheng ren) atau justru mengutuk Nabi. Ada sebagian cendikiawan yang mengatakan memang mengutuk Nabi. Karena menurutnya sebagai Nabi tidak boleh mengabaikan rakyat, jika sampai terjadi hal demikian, maka dia itu tidak punya rasa ‘cinta benevolence’(不仁bu’ren).

Tapi sebagian cendikiawan justru percaya bahwa Laozi mengutuk Nabi dan mengatakan bahwa Nabi memang harus menganggap rakyat jelata seperti ‘barang sajian’ /‘Chu Guo’, rakyat tidak dianggap apa-apa. Karena Nabi untuk menyaingi atau menandingi Alam, maka harus memperlakukan rakyat seperti ‘barang sajian/‘Chu Guo’.

Kemudian kira-kira yang mana yang lebih mendekati dari maksud sebenarnya dari Laozi? Menurut sebagian besar cendikiawan jika ditilik dari buku ‘Laozi’ , didalamnya banyak membicarakan tentang ‘Nabi’ (圣人) , tapi tidak ada satupun yang mengutuk ‘Nabi’, bahkan beliau tidak pernah mengutuk dunia. Laozi tidak mungkin mengutuk dunia karena menurut beliau bahwa manusia harus belajar dari alam dan menyesuaikan diri dengan alam. Maka kesimpulannya Laozi tidak mengutuk Alam dan Nabi. (yang dimaksud Alam disini adalah bumi dan langit/天地tian’di) (人法地   地法天   天法道   道法自然 ren fa di, di fa tian, tian fa dao, dao fa zi ran).  

Timbul lagi pertanyaan, apakah benar bahwa alam tidak mengenal ‘cinta benevolence’? Menurut Laozi memang demikian. Karena ‘cinta’ itu adalah suatu perasaan, tapi apakah alam itu punya perasaan? Jelas tidak ada. Karena jika alam itu memiliki perasaan, maka dia akan bisa menjadi tua dan bisa mati. (天若有情天亦老tian ruo you qing tian yi lao).

Apakah alam itu bisa tua dan mati? Jelas juga tidak. Karena alam itu tidak bisa tua dan mati, maka alam itu tidak punya ‘Perasaan’, dan justru karena tidak berperasaan maka jelas alam tidak memiliki rasa ‘Cinta Benevolence’. Ini salah satu bukti bahwa  ‘Alam’ memenag tidak berperasaan, maka jelas alam tidak punya rasa cinta, karena itu ‘Alam’ tidak pernah memasalahkan akan ‘Cinta Kasih, Kebenaran, Kebajikan dan Moralitas’  (仁义道德ren yi dao de)’ merupakan suatu kebenaran pasti. Alam itu memang demikian.

Karena Nabi harus menandingi (emulate) alam (效法天地xiao’fa tian’di), maka dia juga harus ikut tidak punya rasa ‘Cinta Kasih, Kebenaran, Kebajikan dan Moralitas’  (仁义道德ren yi dao de)’, jadi harus menganggap rakyat seperti “Chu Gou” atau barang sajian yang diabaikan setelah dipakai.

Ini akan sangat kontroversial sekali. Konfusianis jelas menekankan akan ‘cinta’ dan cinta rakyat seperti mencintai anaknya sendiri, mana boleh rakyat dianggap seperti ’Chu Guo’ atau barang sajian. Untuk ini kita harus melihat jelas bahwa ‘Tidak Berbuat’ ; ‘Tiada Berperasaan’ dari Daois, bukan saja tidak cinta tapi juga tidak membenci. Jelasnya adalah ‘Acuh’ atau tidak perduli. Seperti yang dilukiskan oleh Zhuangzi : ‘Penguasa bak daun pohon besar yang tumbuh diatas bukit gunung, rakyat bebas berkeliaran bak kijang liar ber-kejaran dibawa...(上如标枝  民如野鹿 shang ru biao zhi, min ru ye lu) Penguasa tidak memperdulikan rakyat jelata, maka mereka menjadi bebas, merdeka untuk berbuat apa saja menurut kehendak pikirannya.

Inilah inti dari pemikiran Laozi. Sama sekali tidak bermaksud jahat, sebenarnya Zhuangzi juga mengusulkan tidak ber-‘Cinta Benevolence’ , menjadi penguasa harus juga tidak memiliki ‘Cinta Benevolence’.  Laozi dan Zhuangzi menghendaki setiap individu tidak memiliki ‘Cinta Benevolence’.

Zhuangzi bahkan dirinya juga berbuat demikian, ini bisa dilihat pada saat istri Zhuangzi meninggal dunia, teman lamanya yang juga lawan berdebatnya Huizi/Huishi (惠子/惠施) datang melayat. Saat masuk kerumah duka melihat Zhuangzi duduk menggelempor dilantai kedua kaki menjulur kedepan, tangannya memegang panci sambil menyanyi keras-keras sambil menabuh-nabuh sebuah pancin.  (箕踞故盆而歌ji ju gu pen er ge ; 箕踞= duduk dilantai dengan dua kaki menjulur kedepan. Pada tradisi Tiongkok kuno duduk dilantai yang hormat adalah dua kaki rapat dilipat kebelakang, yang menempelkan kedua dengkul dan punggung kaki dilantai. Jika duduk pantat dilantai, dua kaki mejulur kedepan dan terbuka pula menunjukan sikap sombong dan tidak hormat atau santai..).   

Huizi melihat Zhuangzi diruang duka didepan jenazah istrinya duduk dengan sombongnya menyanyi sambil memuku-mukul panci sebagai iringan musik, sungguh tidak tahan dan marah kepada Zhuangzi: “Istri kamu ini telah mendampingi kamu seumur hidup, terus terang belum pernah senang selama mendampingi kamu, selalu menderita hidupnya (karena dia tahu sering memimjam beras kepadanya), sekarang dia meninggal kamu tidak menangis sedih, tapi sebaliknya kamu se-enaknya duduk tidak sopan dan menyanyi-nyanyi didepan jenazahnya, benar-benar terlaluan kamu...”.  
Zhuangzi menjawab : “Haii... bukannya begitu, ketika dia baru meninggal saya juga menangis sedih, dan pedih hatinya, tapi kemudian saya berpikir, manusia ini asalnya juga dari tiada, nyawanya berada diantara bumi dan langit, tidak terlihat juga tidak berbentuk, tidak tahu bagaimana kemudian dia menjadi darah dan daging berbentuk badan, sekarang sukmanya kembali lagi ketempat asalnya (antara bumi dan langit)... Ini sama saja seperti perggantian musim dari musim semi, panas, gugur, dingin, ya biasa-biasa saja dan normal. Sekarang istri saya kembali lagi ketempat asalnya antara bumi dan langit, tenang dan tidur pulas disana, jika saya sekarang menangis-nangis dan tersedu-sedu,  apakah tidak mengganggu dia? Maka saya tidak menangis lagi. Kini saya menyanyi justru menghantar perjalanan dia...” .    

Coba kita bayangkan apakah ini yang dimaksud ‘Tanpa Perasaan’? Tidak. Ini justru menunjukkan kesedihan yang sangat mendalam dan merasa dirinya sebatang kara. Maka inilah kenapa dikatakan bahwa Zhuangzi Perasa (善感 shan gan).

Perbedaan kedua :

Jika kita membaca buku “Laozi” akan merasakan suatu karya sastra yang sangat indah, lantunan bahasa yang bersanjak, tapi tidak ada suatu perasaan yang menyetuh dan gregeg, hambar-hambar saja dan dingin, kesimpulannya banyak bertitik tolak dari hukum logika. Misalnya ‘karena alam itu tidak bisa menjadi tua, maka alam tidak bisa berperasaan ‘cinta benevolence’ (仁爱ren’ai). Karena alam tidak berpersaaan ‘cinta benevolence’, maka semua yang ada didalam alam dianggap seperti barang sajian. Dan Karena Nabi harus menandingi dunia, maka nabi menganggap rakyat seperti barang sajian (天地不老,所以天地不仁. Tian di bu lao, suo yi tian di bu ren天地不仁,所以万物为刍狗tian di bu ren, suo yi wan wu wei chu gou. 圣人效法天下,所以百姓为刍狗sheng ren xiao fa tian xia, suo yi bai xing wei chu gou
Inilah kesimpulan Laozi yang berpedoman pada hukum logika (讲逻辑jiang luo ji).

Sedangkan “Tiada Cinta”nya Zhuangzi adalah suatu perasaan naluriah, alamiah manusia. Maka jika kita membaca buku “Zhuagnzi” kita bisa mendapatkan perasaan estetika yang mendalam, perasaan indah dan rasa seninya ter-rasa.

Dalam Dao-nya Laozi sepertinya tidak bernyawa, tidak berperasaan. Tapi dalam Dao-nya Zhuangzi, justru bisa dirasakan oleh diri kita sendiri dan bisa dihayati, merupakan suatu yang hidup dan jelas. Zhuangzi mengibaratkan Dao bagaikan angin, walaupun tidak terlihat tapi bisa dirasakan.    

Zhuangzi bercerita : “Pernahkah kau mendengarkan suara angin? Angin adalah hawa dari bumi dan langit. Hawa ini suatu ketika tiba-tiba bertiup itulah “angin”. Saat angin ini bertiup semua lobang-lobang, jurang-jurang, dan gua-gua dibumi akan mengeluarkan suara.....(seperti diketahui suatu benda jika ada lubangnya dan ditiup akan mengeluarkan suara, misal suling bisa bersuara karena ada lubang-lubangnya). Suara seruling adalah musik manusia, dimuka bumi banyak lobang berupa gua, dan mengeluarkan suara, itulah musik alam dunia.... Dan angin adalah musik dari langit/alam. Saat angin besar bertiup, gunung dan laut akan bergermuruk. Saat angin bertiup sepoi-sepoi akan bersuara mendesir lembut... tapi suatu saat tiba-tiba mati angin, maka dunia akan menjadi sunyi senyap.....suara apapun tiada terdengar.... Pada detik-detik ini lihatlah pohon-pohon dan rerumputan, ranting-ranting, dedaun, semua melambai-lambai dengan lembutnya.... Inilah yang dinamakan ‘Dao’, inilah yang dinamakan musik langit/alam...”. Ini suatu pelukisan yang sangat puitis sekali.   Inilah perbedaan antara Dao-nya Laozi dan Zhuangzi....

Dari sini bisa dilihat bahwa jika dari sudut kemanusiaan antara Laozi dan Zhuangzi, Laozi terlihat sangat dingin sedang Zhuangzi sangat hidup dan hangat, membuat orang lebih mudah dekat padanya. Selain itu Zhuangzi adalah sosok seniman yang sangat berbakat, seorang sastrawan kreatif yang besar, yang memberi pengaruh sangat besar kepada perkembangan seni sastra untuk generasi-generasi berikutnya di Tiongkok. Walaupun Laozi dan Zhuangzi menjadi tokoh pencetus dari Daoisme, keduanya terdapat perbedaan besar. Selain perbedaan diatas cendikiawan juga melihat ada perbedaan lainnya.

Perbedaan ketiga :

Dalam buku “Laozi” berisi banyak sekali masalah “Tipu-daya dan Akal-akalan (多权谋duo quan mou)”, kaum Legalis banyak sekali mewarisi tipu-daya dan akal-akalan tersebut. Han Fei Zi salah satu tokoh pencetus Legalisme sangat menyenangi Laozi, karena akal dan tipu-dayanya sangat kuat dan mantap serta didukung dengan kekuatan.    

Sedang dalam buku “Zhuangzi” tidak ada tipu daya, melainkan banyak dijiwai dengan kecendikiaan, kejiawaan seniman. Seperti kita ketahui bahwa tipu daya biasa digunakan  dalam  politik, sedang cerdik dan cendikia yang puitis lebih cocok untuk dunia kesenian dan pelesiran, maka Zhuangzi berbicara tentang “Plesiran”. Dia cerdik dan cendikia (多灵慧dua ling hui).

Dalam buku Zhuangzi tentang “Kisah Pelesiran”(逍遥游xiao yao you) ada dikisahkan bahwa suatu ketika temannya Huizi/Huishi berkatakan kepada Zhuangzi: “Raja Wei memberi saya biji Labu-kendi (葫芦) yang besar, saya tanam dan tumbuh menjadi besar, akhirnya berbuah Labu yang besar sekali. Labu yang begini besar akan saya isi arak tapi terlalu besar, karena kulitnya terlalu tipis dan berat, bisa-bisa jebol. Saya belah menjadi dua, jadilah ciduk air, tapi air apa yang mau diciduk. Kamu pikir barang ini apa ada gunanya? Apakah tidak lebih baik dihancurkan saja?”. 
Zhuangzi menjawab : “Kamu ini benar-benar tidak punya cita rasa dan rasa ingin bersenang-senang, kamu bisa saja ikat labu itu dibadanmu untuk jadikan pelampung, pergi ke danau dan mengapung-apung diatas air. Apakah tidak nikmat dan menyenangkan sekali... kita bisa pelesiran ....”

Lagi-lagi Huizi berkata kepada Zuangzi : “Didekat pendopo saya, tumbuh sebuah pohon besar sekali, pohon ini tumbuh terlalu besar. Tapi pohon ini batangnya bengkok-bengkok tidak lurus, orang bilang pohon ini sakit, maka batangnya kering dan bengkok-bengkok. Tidak tahu apakah berguna pohon ini? Untuk dibikin perabotan tidak mungkin, untuk dibikin peti mati juga tidak bisa, sama sekali tidak ada gunanya. Ini seperti ajaranmu Zhuangzi, ajaranmu persis seperti pohon ini. Besar tapi tidak ada gunanya....”.      
Zhuangzi menjawab ; “ haiyaaa.... kamu ini benar-benar orang yang tidak punya rasa ingin senang-senang, bukannya saya sudah mengatakan berkali-kali kepadamu. Tidak bisakah kamu tanam saja pohon itu ditempat yang tidak ada orang dan sepi, kemudian kamu tiduran diatas batang yang bengkok itu, tidur nyenyak betapa nikmatnya....”

Dari perkataan Huizi diatas ini yang mengumpamakan ajaran Zhuangzi seperti batang pohon tidak berguna, tapi Zhuangzi sendiri tidak perduli walaupun ajarannya diejek, bahkan dia masih bisa berpikir untuk berpelesiran bebas.

Sebaliknya Laozi tidak pernah berpikir untuk berpelisiran, beliau sangat memperhatikan masalah politik. Dalam buku “ Laozi” banyak dijumpai tulisan bahwa bagaimana seorang Nabi layaknya harus berbuat, yang dimaksud dengan Nabi oleh Laozi adalah para penguasa atau penguasa yang dianggap nabi, penguasa yang pandai, tapi lain dari nabi-nabi yang kita sebut Nabi sekarang. Laozi banyak sekali memberi petunjuk-petunjuk kepada para nabi bagaimana harusnya berbuat. Karena banyaknya saran atau anjuran ini, maka Laozi disebut “Banyak akal dan tipu-daya (多权谋duo quan mou)”

Sedang Zhuangzi tidak pernah membicarakan tentang ini.  Itulah sebabnya mengapa dalam perkembangannya sebagian dari ajaran Laozi diserap oleh kaum Legalis menjadi Legalisme.    Legalis banyak membicarakan tentang “Tipu-daya” disertai dengan kekuasaan dan kekuatan, maka dapat dikatakan bahwa Legalisme menjadi pewaris dari ajaran Laozi.

‘Tipu-daya dan akal dari Laozi ada tiga point ‘Tiada’( 无为wu wei): Biarkanlah segala sesuatu berkembang sesuai dengan hukum alam (无为而治wu wei er zhi).  Ber-reaksi untuk  meraih kemenangan (后发制人hou fa zhi ren).  Membiarkan pihak lawan begerak dulu, dan mengambil keuntungan dari kelemahan gerakan lawan untuk kemenangan. Yang lemah lembut dapat mengalahkan yang keras (弱能生强ruo eng sheng qiang)

Salah satu prinsip Laozi mengatakan bahwa yang lemah lembut dapat mengalahkan yang keras, bahkan Laozi mengatakan suatu tentara yang terlalu kuat, akan kalah. Suatu pohon yang tumbuh terlalu rimbun akan ditumbang. (弱之胜强  柔之胜刚《老子78章》ruo zhi sheng qiang, rou zhi sheng gang  ; 是以兵强则灭  木强则折《老子76章》shi yi bing qiang ze mie, mu qiang ze zhe)

Maka Laozi mengusulkan dalam berpolitik dan meggerakkan tentara, harus pura-pura bodoh, pura-pura lemah, tidak menyerang duluan.  Laozi lebih lanjut mengatakan tentara yang cakap berperang tidaklah terlihat seperti pemberani, dari luar tidak terlihat gagah dan tidak seperti pemberani, tidak menangtang menengteng pamer kegagahannya kemana-mana, sambil sesumbar “akulah tentara yang paling gagah berani”.  Tentara yang cakap berperang tidak akan mudah marah, bukan hanya tidak marah bahkan bisa membuat pihak lawan menjadi marah, biar lawan emosi dan kehilangan tenaga.  Ingin menghabisi tenaga lawan haruslah lawan dibuat marah.  (善为士者  不武,善战者  不怒,善胜敌者  不与《老子68章》shan wei shi zhe, bu wu, shan zhan zhe, bu nu, shan sheng di zhe, bu yu).   

Lebih lanjut beliau mengatakan ‘harus menunjukkan kepada lawan seperti dirinya lemah’.     

Ini bisa dilihatkan dengan kisah sejarah “Perang antara negara Qi dan Wei di bukit Ma Ling马陵”(齐魏马陵之战qi wei ma ling zhi zhan).  Dalam peperangan ini Negara Qi memenangkan perang melawan  Negara Wei justru menggunakan taktik demikian.

Kala itu panglima perang Negara Wei adalah Pang Quan (庞涓), panglima perang Negara Qi adalah Tianji (田忌) dia mempunyai seorang ahli strategi yang terkenal bernama Sunbin (孙膑). Cerita ini cukup dikenal di Tiongkok.  

Pang Quan(庞涓) dan Sun Bin(孙膑) tadinya teman sekelas dalam satu perguruan, tapi Sunbin selalu lebih unggul dari Pang Quan. Karena takut tersaingi maka Pang Quan menghianati Sun Bin, menyiksanya hingga menjadi lumpuh dengan mencongkel kedua tempurung dengkulnya.

Kemudian sempat ditolong, akhirnya Sun Bin dijadikan penasehat strategi oleh Panglima Perang Negara Qi yaitu Tianji (田忌), Sun Bin memberi nasehat kepada Tainji saat berperang melawan Pang Quan.   

Sun Bin mengatakan : “ Orang Wei selalu meremehkan orang Qi, mengatakan bahwa tentara Qi semuanya berhati kecil, takut mati, tapi biarkanlah begitu. Saat Panglima Tianji mengerahkan tentara menghadang serangan tentara Wei. Hari pertama dibuatlah tungku masakan untuk prajurit sebanyak 100 ribu (kala itu ketika berperang saat malam hari tentara istirahat, maka tungku dibuat untuk keperluan masak dengan menggali lubang pada tanah).

Hari kedua dibuat untuk 50 ribu tentara, hari ketiga hanya dibuat untuk 30 ribu saja. Untuk memberi kesan kepada orang Wei yang menganggap bahwa tentara Qi takut mati, agar dikira banyak yang desersi. Selain itu juga sambil mundur seolah-olah menghindar.”  

Ternyata Pang Quan termakan taktik ini, dia mengejar terus, dia benar-benar mengira bahwa tentara Qi memang penakut dan banyak yang desersi lari meninggalkan medan perang, dalam tiga hari saja jumlah sudah sangat merosot.

Dia memerintahkan para prajurit untuk bersamanya terus mengejar. Sampailah di Bukit Ma Ling. Sun Bin telah memperhitungkan bahwa malam itu pasti Pang Quan dan tentaranya akan tiba di bukit tersebut.

Sun Bin telah mengatur tentaranya bersembunyi disekeliling bukit ini, saat itu cuaca sangat gelap, bukit ini hanya berupa rerumputan tandus, diatas bukit hanya ada satu pohon, kulit kayu pohon ini sudah dikelupas, sehingga pohon ini terlihat seperti bayangan samar-samar batangan kayu putih. Penasaran Pang Quan memerintahkan prajurit untuk memberi obor kepadanya, dia mendekat dan melihat sendiri ada apa kiranya pada pohon itu. Obor diberikan kepadanya dan dia mendekat pada pohon tersebut, ternyata dipohon ini ada kalimat yang bertuliskan “Pang Quan mati dibawah pohon ini”( 庞涓死于之树pang quan si yu zhi shu). 

Ketika Pang Quan menyorongkan obor untuk lebih jelas membaca tulisan itu, maka saat itu juga menjadi kode atau tanda bagi para prajurit Qi yang telah sembunyi disekeliling bukit ini untuk melepaskan ribuan anak panah pada titik itu. Akhirnya para prajuritnya menjadi korban ribuan anak panah, tentaranya babak belur kalah total. Pang Quan terkepung dan bunuh diri dibawah pohon tersebut. Ini adalah taktik untuk menunjukkan “seperti lemah”. Inspirasi ini sebenarnya datangnya berasal dari pikiran Laozi.

Maka Laozi mengatakan : “Jika kamu ingin agar pihak lawan tertutup dan terkurung, harus membiarkan mereka terbuka dan terlepas dulu. Jika ingin pihak lawan menjadi lemah, biarkan  mereka seperti kuat dulu. Jika ingin pihak lawan dimusnahkan, biarkanlah mereka menjadi semarak dulu. Jika ingin merebut lawan, pertama umpanlah dulu mereka.  
(将欲歙之  必固张之 将欲弱之  必固强之,将欲废之  必固与之,将欲夺之  必固予之《老子36章》jiang yu xi zhi, bi gu zhang zhi, jiang yu ruo zhi, bi gu qiang zhi, jiang yu fei zhi, bi gu yu zhi, jiang yu duo zhi, bi gu yu zhi).
    
Ini semua adalah taktik,  tipu daya.  Lebih lanjut Laozi mengatakan: “Dengan santai-santai merebut dunia, dengan tanpa ngotot untuk mendapatkan kemenangan besar. Pendek kata pada akhirnya apapun harus bisa didapatkan”.   (以其不争  故天下莫能与之争《老子66章》yi qi bu zheng, gu tian xia mo neng yu zhi zheng).      

Dalam hal ini sebenarnya masih tetap harus “berbuat” (berupaya), hanya saja pura-pura tidak berbuat, padahal sebenarnya justru berusaha maksimal untuk “berbuat”. Maka kesimpulannya ‘Tidak berbuat’nya Laozi hanyalah pura-pura ‘Tidak Berbuat’ atau dengan lain kata ‘Tidak Berbuat’ yang palsu. Tapi tujuan akhirnya untuk merebut kemenangan besar. (老子的无为是假无为  目的是有所为  甚至大有所为  是无所不为lao zi de wu wei shi jia wu wei, mu di shi you wei, sheng zhi da you suo wei, shi wu suo bu wei). 

Akibatnya hal ini oleh penguasa digunakan untuk mengelabuhi rakyat (韬晦tao’hui), oleh rakyat digunakan untuk pura-pura bodoh (装蒜zhuang’suan).  Inilah yang disebut seperti ‘tidak berbuat’ tapi sebenarnya justru berbuat yang tidak tanggung-tanggung atau pura-pura pasif tapi proaktif.  (无为而无不为wu wei er wu suo wei).

Maka oleh cendikiawan Zhang Shun Wei (张舜微)*8 dikatakan “Pura-pura” (zhuang) istilah Jawanya “etok-etokan”, sehingga beliau mengatakan bahwa karya tulis dari buku “Laozi” sebenarnya “kekurangan” kata-kata “Pura-pura”.... Pura-pura apa? yaitu pura-pura dulu, janganlah mengeluarkan kartu trufnya dulu. Pura-pura lemah, pura-pura bodoh, pura ceroboh, jika pura-puranya dialkukan makin serius, maka akan makin berkesempatan untuk mendapat kemenangan. Inilah yang disebut ‘Tipu-daya/muslihat’(权谋quan mo).

Hanya pura-puranya Laozi mengatakan makin kamu tidak seperti mau merebut, orang lain juga makin tidak akan melawanmu (lengah), jadi makin mengalah justru akan makin mendapatkan lebih banyak. Makin kamu tidak berjuang untuk bertahan, maka orang lain tidak bisa merebut dari kamu. Makin mengalah akan makin mendapat lebih banyak. Jika makin mendambakan untuk mendapatkannya, maka justru akan tidak mendapatkan apa-apa. Makin kamu ingin mendapatkannya, makin kamu tidak akan mendapatkannya. (夫唯不争   故天下莫能与之争《老子22章》  Fu wei bu zheng, gu tian xia mo neng yu zhi zheng).      Dengan “tidak menginginkan” menjadikan “menginginkan”, dengan “tidak bergerak” menjadikan “gerakan”, dengan rasa “tidak berhasil” menjadikan suatu rasa “keberhasilan”. Kesimpulannya ialah ada keinginan, ada usaha, ada rasa untuk berhasil, pendek kata semuanya ada. (为无为  则无不为矣 wei wu wei, ze wu bu wei yi)

Perbedaaan Keempat :

Laozi dan Zhuangzi keduanya sama-sama berpandangan cukup luas, namun masing-masing titik fokus membahasannya berbeda. Filsafat Laozi lebih mengarah pada filsafat Perpolitikan, sedang filsafat Zhuangzi lebih kearah filsafat Kehidupan pribadi sebagai manusia.

Maka Zhuangzi lebih menekankan kepada kebebasan pribadi setiap individu, batas-batas kemampuan insani. Membawa Daoisme kedalam kehidupan diri pribadi manusia, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin akan dihadapi manusia dalam kehidupannya.

Maka ada sebagian cendikiawan yang mengatakan walaupun antara Laozi dan Zhuangzi sama-sama mengusulkan ‘Tidak Berbuat’(无为wu wei), tapi ‘Tidak Berbuat’-nya Laozi adalah “pura-pura”, sedang ‘Tidak Berbuat’-nya Zhuangzi  benar-benar tulen ‘Tidak Berbuat’.   ‘Tidak berbuat’(无为) dari Laozi pada pokoknya yang terbaik tetap masih akan ‘Berbuat’(有为),  jika mungkin melakukan tidak untuk ‘Tidak Berbuat’(无不为wu bu wei) atau sedikitnya dapat melakukan yang sepertinya tidak akan berbuat. Untuk tujuan ini dapatkan dulu ‘Tidak Berbuat’, untuk mendapatkan ‘Berbuat’ (无不为则无所不为 wu bu wei, ze wu suo bu wei). Ini semua hanyalah tipu daya.          

Tapi ‘Tidak Berbuat’-nya Zhuangzi benar-benar tulen, seperti telah diceritakan terdahulu, bahwa beberapa kali beliau diminta untuk menjadi pejabat, tapi selalu ditampik dan ditolaknya. Jika memang beliau mau ‘Berbuat’(有为) sangat mudah sekali. Ada yang mengatakan bahwa beliau ini jual mahal, tapi ada yang mengatakan bahwa beliau itu memang benar-benar murni tidak mau.

Tapi cendikiawan lebih membenarkan pada yang kedua, karena Zhuangzi menyadari bahwa yang paling berharga bagi kehidupan manusia  adalah Jiwa, dan yang paling berharga bagi Jiwa adalah Kebebasan, harga dari Jiwa terletak pada Kebebasan.   Jika bisa hidup bebas didunia barulah benar-benar berarti hidup dalam dunia ini. Ini adalah kesimpulan dari pengamatan menyeluruh Zhuangzi tentang kehidupan manusia.

Maka dia tidak memperdulikan segala kemewahan duniawi. Beliau mengatakan jika kamu ingin memanggil saya itu sapi, akulah sapi, jika kamu ingin memanggil aku itu kuda, maka akulah kuda, beliau tidak perduli. Beliau mengatakan: “Saat saya bermimpi, saya adalah seekor kupu-kupu, betapa bebasnya aku, terbang kesana kemari, hinggap diatas pepohonan dan bunga-bunga betapa indahnya. Tapi begitu saya terbangun dan siuman, tetaplah aku si Zhuang Zhou (nama Zhuangzi). Apakah saya kini kupu-kupu atau Zhuang Zhou? Namun jika kupu-kupu lalu bagaimana, jika Zhuang Zhou juga bagaimana? Mau kupu-kupu atau Zhuang Zhou aku tidak perduli, tapi jika saya harus memilih sebagai Zhuang Zhou atau kupu-kupu, itupun tidak masalah bagi saya, yang penting harus bebas. Bagiku tidak perlu harus ternama, tidak perlu harus dipakai. (sebagai pejabat).

Zhuangzi bercerita lagi. Di suatu tempat ada pohon sangat besar dan rimbun, besarnya bukan main. Sehingga menjadi perhatian banyak orang, menjadi obyek turisme. Semua orang berkunjung untuk melihat pohon langka ini, setiap hari pengujung berjubel.... Tapi suatu kali seorang tukang kayu lewat, si tukang kayu melirikpun tidak, dia tidak perduli akan pohon ini....
Seorang murid tukang kayu ini bertanya kepada gurunya (si tukang kayu) : “Guru, pohon ini banyak sekali penontonnya, kenapa guru melirikpun tidak dan tidak mau melihat pohon ini ?”    
Si tukang kayu menjawab: “haiya... apa yang bagusnya untuk dilihat. Untuk apa ditontoni, pohon ini tidak ada gunanya, jangan kamu terkagum dengan pohon ini yang tumbuh besar dan rimbun, tapi batang kayunya keropos belobang-lobang, mutu kayunya sangat rendah, tidak dapat dibuat apa-apa, keseluruhan batangnya tidak ada gunanya...” .    

Setelah berkata begitu,  malam harinya dia bermimpi, dihampiri sang pohon besar itu, dan sang pohon berkata: “Kamu bilang bahwa saya tidak ada gunanya, memang saya tidak berguna, tapi kamu tahu atau tidak, jika aku sebatang pohon yang kayunya bermutu dan dapat dibuat menjadi perabotan seperti kereta, peti mati, jauh-jauh hari sudah kamu tebang. Apakah mungkin saya bisa hidup hingga sekarang? Saya bisa hidup hingga kini justru karena saya ini batang kayu yang tidak berguna. Saya tidak berguna justru itulah yang paling berguna. (无用之用  是为大用wu yong zhi yong, shi wei da yong)” Inilah dialektika Daoisme.

Maka sebagian besar cendikiawan mengatakan buku “Zhuangzi” itu penuh dengan estetika, indah, puitis, isinya penuh dengan suatu perasaan dan pengamatan yang mendalam atas kehidupan manusia. Kemudian dijadikan rangkuman perasaan, hasil pengamatan ini dijadikan suatu filsafat. Itulah maka dikatakan bahwa karya tulis dan pemikiran para pemikir pada era zaman itu, yang paling berpengaruh terhadap kesenian Tiongkok kemudian adalah Zhuangzi.

Dari bahasan diatas kiranya bisa dibuat suatu kesimpulan kecil bahwa Laozi dari “Tidak Berbuat’ mengharapkan dapat ‘Berbuat’ (老子 以无为求有为 Laozi yi wu wei qiu you wei). Laozi dari “Tidak Berbuat’ mengharapkan dapat ‘Berbuat’, dalam pengertian ini ‘Berbuat’ adalah tujuannya, sedang ‘Tidak Berbuat’ adalah tindakannya.  Zhuangzi dari ‘Tidak Berbuat’ mengharapkan memang tidak ‘Tidak Berbuat’ (庄子 以无为求无为 Zhuangzi yi wu wei qiu wu wei).  Disini Zhuangzi tujuan dan tindakannya sama yaitu ‘Tidak berbuat’ .

Melihat uraian diatas ini,  kita kembali pada kesimpulan Konfusianis dan Motis sama yaitu :  dari ‘Berbuat’ mengharapkan dapat ‘Berbuat’  (儒家, 墨子以有为求有为Mo zi yi you wei qiu you wei).  Tapi kesimpulan dari Zen atau Chan Zong (禅宗) yaitu simbiose antara Buddhisme dan Daosime yaitu Zen Buddhisme atau Chan Zong禅宗, dari ‘Berbuat’ mengharapkan menjadi ‘Tidak Berbuat’. ( 禅宗以有为求无为 Chan Zong yi you wei qiu wu wei).
 Inilah perkembangan tahap ketiga dari Daoisme atau periode ketiga dari Daoisme.

Jika dilihat dari bahasan-bahasan diatas titik perbedaan antara Konfusianis dan Daois adalah ‘Berbuat’ atau ‘Tidak Berbuat’.  Ini yang menjadikan pemisah antara Konfusianisme dan Daoisme. Kemudian orang ingin tahu antara ‘Berbuat’-nya Konfusianis dan ‘Tidak berbuat’-nya Daois, kiranya yang mana yang benar dan yang mana yang salah.....

Marilah kita bahas dalam tulisan berikut ini.

*8 http://wenwen.soso.com/z/q47670052.htm
张舜徽先生(1911-1992)是一代国学大师。新版《辞海》“张舜徽”条如是介绍:“中国学者。湖南沅江人。崇尚乾嘉朴学,治学以文字、音韵、训诂为根柢,长于版本目录、校勘、考据,在经学、小学、史学诸领域均有成就。曾任兰州大学教授、中文系主任。建国后,历任华中大学教授,华中师范大学教授、历史文献研究所所长,中国历史文献研究学会第一至第三届会长。著有《广校雠略》、《中国文献学》、《郑学丛著》、《清人文集别录》、《中国古代史籍校读法》、《说文解字约注》、《中华人民通史》等。”

Daftar  Perpustakaan

-          先秦诸子百家争鸣易中天 CCTV
-          经典阅读文库 ---- 论语       李薇/主编
-          经典阅读文库 ---- 道德经       李薇/主编
-          中国古典名著精品 ---- 菜根谭      洪应明  
-          Internet : http://friesian.com/confuci.htm  : Confucius
-          孔子  -----   維基百科,自由的百科全書 Internet
-          网址:http://www.popyard.org
-          中国人生叢书    -----   墨子的人生哲学        杨帆/主编    陈伟/
-          Internet : http://baike.baidu.com
-          The Sayings of Mensius / 英译孟子      史俊赵校编
-          南华经    庄子   周苏平    高彦平   注译    安徽人民出版社
-          庄子   逍遥的自由人     林川耀 译编  出版者 :常春树书坊
-          http://www.sxgov.cn/bwzt/wmsxx2/lf/447465_1.shtml   春秋五霸之---晋文公

-          “When China Rules The World -  The rise of middle kingdom and the end of the western world”  by Martin Jacques ALLEN LANE an imprint of Penguin Book, First Published 2009

No comments:

Post a Comment