Thursday 7 July 2016

Kong Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung dan Pengeritik Pada Zaman Pra-Dinasti Qin 551 – 221 SM Jilid V ( 6 )

Kong Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung dan Pengeritik Pada Zaman Pra-Dinasti Qin 551 – 221 SM
Jilid V

( 6 )


Pengaruh Dan Daya Tarik Pemikir-Pemikir Zaman Pra-Dinasti Qin “Ratusan Aliran Pemikir Saling Bermunculan” (先秦诸子百家争鸣)

Pada zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’(Tahun 722SM-481SM) & ‘Peperangan Negara-negara’ ( Tahun 403SM-221SM) keadaan sosial masyarakat sangat kacau, peperang antara Penguasa Daerah (Zhuhou) tidak ada henti-hentinya. Justru pada zaman ini terjadilah masa ke-emasan bagi lahirnya pemikir-pemikir cermerlang di Tiongkok. Polemik antara Konfusianis dengan Motis, Konfusianis dengan Daois, Konfusianis dengan Legalis. Telah menempah cara berpikir dari orang Tiongkok, sehingga mereka menjadi matang dalam berpikir, menjadi kritis dalam berpikir. Polemik yang terjadi 300 tahunan ini, mengapa setelah berjalan selama lebih dari 2500 tahun, tapi pengaruhnya masih tetap terasa dalam kebudayaan Tiongkok dan orang Tionghoa? Dan mengapa bisa menjadi warisan budaya dari orang Tionghoa dan tetap berharga dan patut untuk tetap dilestarikan?

Namun dimana kiranya letak pengaruh dan kekuatan magis serta daya tarik dari kebudayaan itu? Marilah kita bahas bersama.  

Pengaruh dan daya tarik dari kebudayaan itu apakah memang berguna? Misalnya Pikiran Motisme sama sekali belum pernah menjadi pokok ajaran yang ditrapkan oleh maintstream pada saat itu. Oleh mainstream yang digunakan adalah Konfusianisme. Seringkali kita membaca bahwa Konfusianisme telah digunakan untuk “memerintah” negara. Bahkan ada yang mengatakan bahwa setengah Jilid dari Analek sudah bisa untuk memerintah negara dan daratan Tiongkok (半部论语能治天下ban bu lun yu neng zhi tian xia), ini adalah tidak masuk akal. Justru kenyataannya yang berhasil pertama kali untuk memerintah daratan Tiongkok adalah Legalisme. Dengan Tiga bilah pisau : Pisau Kekuasaan (shi) ; Pisau “Siasat” (Shu ) atau  Siasat Berkuasa ; Pisau “Legal”(fa) dan segala tipu muslihatnya, serta  ‘Pisau Bermata Dua dan Tiga Bilah Golok”( 两面三刀San mian san dao). Dengan cara-cara inilah Kaisar Qin meng-unifikasi daratan Tiongkok.

Sedang Konfusianisme hanyalah membingunkan orang, memabukkan kaum terpelajar. Melalui kaum terpelajar ini membodohi rakyat jelata. Dengan sistim strata dalam masyarakat. (君君臣臣父父子子= seorang raja haruslah berlaku layaknya seorang raja, seorang pejabat haruslah berlaku layaknya seorang pejabat, seorang ayah haruslah berlaku layaknya seorang ayah, seorang anak haruslah berlaku layaknya seorang anak. Jadi setiap hiarki masyarakat harus tahu tanggung jawab dan kewajibannya masing-masing.) agar rakyat tidak memberontak atas ketidak adilan. Memang Konfusianis dalam membodohi rakyat berhasil, namun jika dikatakan bahwa Konfusianisme tidak berguna juga tidak realistis, minimal kaum terpelajar mempercayainya. Mereka ini setelah sekolah menjadi abdi negara, dan setelah menjadi abdi negara mereka menjadi seorang abdi negara yang jujur dan cinta akan negerinya.

Dalam hal ini adalah berguna. Tapi tidak seagung seperti yang digembar gemborkan oleh kaum Konfusianis sendiri. Seperti yang telah dikatakan sendiri oleh Kong Hu Cu apakah ajarannya akan digunakan oleh kaum penguasa terserah mereka. Sebenarnya masyarakat yang didambakan oleh Kong Hu Cu, sepanjang sejarah belum pernah berhasil direalisir. Tetapi walaupun demikian tidak bisa dikatakan bahwa Konfusianisme tidak berpengaruh, Konfusianisme hingga kinipun masih berpengaruh.

Kesimpulannya apakah mempunyai pengaruh dan impak dan dampak, atau dapat dipergunakan adalah suatu hal yang lain.

Timbul lagi pertanyaan apakah idee-idee dari para pemikir  zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’(Tahun 722SM-481SM) & ‘Peperangan Negara-negara’ ( Tahun 403SM-221SM) ini adalah suatu kebenaran? Sangat sulit mengatakannya.    

Misalnya Zhuangzi menganggap bahwa dalam dunia tidak  ada suatu pemikiran yang ‘benar mutlak dan hakiki’, dia ada bercerita : Binatang berkaki satu mengasihani binatang berkaki seribu, binatang berkaki seribu mengasihani ular, ular mengasihani angin, angin mengasihani bola mata, bola mata mengasihani hati.
(夔怜   怜蛇  蛇怜风   风怜目  目怜心《庄子  秋水》 kui lian xuan, xuan lian she, she lian feng, feng lianmu, mu lian xin).
( kui = binatang legenda berkaki satu ;   xuan = binatang berkaki seribu ; lain = bersimpati)

Ceritanya seperti berikut ini:
Kui mengatakan :’Lihatlah saya walaupun berkaki satu tapi sudah dapat berjalan, sedang xuan dengan berkaki seribu berjalannya benar-benar merepotkan’.  
Xuan berkata : “Siapa yang mengatakan begitu? Kenyataan saya bisa berjalan tanpa kesulitan sama sekali. Tapi lihatlah ular, dia tidak mempunyai kaki, berjalan dengan perutnya, benar-benar melelahkan. Dia itu yang patut dikasihani.” .
Ular berkata : “Saya ini ular, walaupun saya berjalan dengan menggunakan perut, tapi saya memiliki badan yang penuh dengan segala perasaan. Tapi lihatlah itu angin, dia badanpun tidak punya, benar-benar sangat mengecewakan patut dikasihani angin itu. Perasaan apapun dia tidak bisa merasakannya.” .    
Angin berkata : “Aku! apa yang harus aku kecewakan dan dikasihani. Kamu coba bayangkan itu ‘Bola Mata’. Bola Mata memang bisa melihat, tapi dia itu tidak berbadan sungguh kasihan dia ini. Saya walaupun tidak berbadan, saya mau naik keatas langsung saja saya bisa cepat keatas. Sedang ‘Bola Mata’ sepanjang hidupnya hanya bisa nangkring dikelopak mata. Apa tidak membosankan?”.    
Bola Mata berkata : “Siapa bilang saya bosan, tapi Hati justru yang paling membosankan. Dia tersembunyi di dalam tubuh,  tidak tahu hari terang dan gelap, benar-benar sumpek.”

Dari dialoque diatas siapakah yang paling menyedihkan? Dalam konteks diatas kata liandiartikan sebagai ‘bersimpati’, tapi ada juga sebagian cendikiawan yang mengartikan liansebagai ‘kagum’.    Jika diartikan sebagai ‘kagum’. Maka dialoque diatas akan berarti sebagai berikut. 

Kui (binatang berkaki satu) berkata: “Hai..Xuan (binatang bekaki seribu), kamu benar mengagumkan, lihat saya hanya memiliki satu kaki, sedang kamu memiliki begitu banyak kaki, saya benar mengagumi kamu.” .   
Xuan berkata: ‘Saya ini tidak ada yang bisa dikagumi, kamu lihat itu Ular, tanpa kakipun bisa berjalan. Itu baru sungguh-sungguh mengagumkan.”.     
Ular berkata: “haiiyaa... saya tidak ada apa-apa yang bisa dikagumi, walaupun bisa berjalan tanpa kaki, tapi daerah yang bisa saya capai sangat terbatas. Kebebasan saya sangat sempit. Angin barulah yang benar-benar punya kebebasan luas. Angin mau naik kemanapun dia bisa, Angin barulah yang memiliki kebebasan yang sangat besar dan luas. Sungguh mengagumkan”.    
Angin berkata: “Apa yang bisa dikagumi dari saya, cobalah kalian lihat itu ‘Bola Mata’, dia mau melihat apapun bisa, sedang saya apapun tidak bisa melihatnya. Saya ini dengan buta pergi kemana-mana, walaupun bisa kemana-mana tapi apapun saya tidak bisa melihatnya. Apa gunanya? Bola Mata baru sungguh-sungguh yang mengagumkan”.         
Bola mata berkata: “Haiyaa... Kalian jangan kagum terhadap saya, memang saya apa saja bisa melihatnya, tapi sebaliknya saya ini selalu dilihat oleh yang lain. Khalayak ramai semua melihat dan melotot kepada saya, saya ini bagai dikuntit anjing, atau seperti bintang film yang di-kejar paparazzii/juru foto. Sama sekali tidak bisa bersembunyi atau ngumpet, sehingga tidak punya privacy (kehidupan pribadi). Apa yang bisa dikagumi? Tapi lihat itu Hati, dia itu bersembunyi disuatu tempat yang tersembunyi dan aman, tidak seorangpun yang menguntit, tapi segala apapun dia tahu. Dia itulah yang benar-benar mengagumkan”.

Coba sekali lagi kita bayangkan siapa dari mereka ini yang paling mengagumkan? Kiranya tidak akan ada kesimpulan akhir. Bahkan apakah lianitu harus diartikan sebagai “bersimpati” atau “kagum” juga akan tidak terjawab dengan jelas. Semua penjelasan bisa dibenarkan, tapi tidak ada kesimpulannya.   

Demikian juga dengan Polemik-polemik para pemikir pada zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’(Tahun 722SM-481SM) & ‘Peperangan Negara-negara’ ( Tahun 403SM-221SM) ini, polemik ini bertitik tolak dan mulai dari Konfusianisme.

Inti dari Ajaran Konfusianisme adalah ‘Cinta Benevolence, Kebenaran, Tatakrama, dan Kesenangan’(仁义礼乐ren yi li yue). Dan mengapa kaum Konfusianis mengusulkan ini? Karena mereka beranggapan bahwa, kala itu keadaan sosial masyarakat menjadi kacau, disebabkan oleh runtuhnya ke-empat hal tersebut “Aturan Hancur Berantakan” (礼坏乐崩li huai yue beng). Dimana Raja tidak berlaku layaknya seperti seorang Raja, Pejabat tidak berlaku layaknya seperti seorang Pejabat, Ayah tidak berlaku layaknya seperti seorang Ayah, Anak tidak berlaku seperti layaknya seorang Anak. Jadi dianggapnya semua sudah kacau. Ini terjadi dikarenakan tidak ada ‘Cinta’.   Yang menjadi Pejabat tidak cinta kepada Raja, Anak tidak cinta kepada orangtuanya, karena itu ‘Tatakrama’ runtuh. Raja tidak cinta terhadap Pejabatnya, Ayah tidak cinta terhadap anaknya, akhirnya ‘Kesenangan’ juga runtuh.   Menurut kaum Konfusianis untuk mengatasi permasalahan ini, harus mengisi dunia ini dengan penuh ‘Cinta’, semua orang saling cinta mencintai satu sama lain. Pejabat mencintai Raja, Anak mencintai Ayah, maka ‘Tatakrama’ akan bertahan. Raja mencintai Pejabat, dan Ayah mencintai Anak, maka ‘Kesenanganan’ akan langgeng. Memang jika bertitik tolak dari pandangan kaum Konfusianis mereka ini sangat benar, karena mereka langsung mengobati penyakit dari masyarakat tersebut.

Tapi kaum Motisme menentangnya, mereka menganggap bahwa Konfusianis tidak mengobati penyakit masyarakat. Menurut mereka kaum Konfusianis ini sebenarnya adalah mematikan, bagaikan ingin memadamkan api dengan api. Mereka berpendapat demikian karena kaum Motisme menganggap kekacauan kala itu, bukan karena “Aturan Hancur Berantakan”(礼坏乐崩li huai yue beng). Melainkan yang kuat memakan yang lemah, maksudnya yang besar dan kuat mengganggu yang kecil dan lemah, yang kaya mengganggu yang miskin, yang pandai mengganggu yang bodoh. Semua saling ganggu mengganggu.

Mangapa mereka bisa menjadi demikian, karena kaum Konfusianisme mengajarkan adanya strata dalam masyarakat yang disebut hirarki masyarakat (君君臣臣父父子子= seorang raja haruslah berlaku layaknya seorang raja, seorang pejabat haruslah berlaku layaknya seorang pejabat, seorang ayah haruslah berlaku layaknya seorang ayah, seorang anak haruslah berlaku layaknya seorang anak. Jadi setiap hiarki masyarakat harus tahu tanggung jawab dan kewajibannya masing-masing.) dengan ini terjadi strata dan derajat kedudukan orang dalam masyarakat. Dimana orang dalam masyarakat dibagi menjadi berjenjang yaitu Raja, Pejabat, Ayah, Anak.

Dan Negara dibagi menjadi Negara besar, sedang dan kecil, seperti yang telah dijelaskan di tulisan dimuka tentang ‘Sistim Patrikhalisme’ dimana dibeda-bedakan putra mahkota dari istri resmi pertama, dan anak-anak lainya. Dimana pembagian tanah dan wilayahnya juga berbeda-beda menurut stratanya (gong hou bo zi,男nan).

Menurut Motisme karena sistim ini yang menyebabkan ketidak adilan, dimana antar satu orang dengan orang lainnya, antar negara dengan negara lainnya dibagi dengan tidak adil. Bahkan Konfusianisme menganggap strata itu adalah kodrat. Akibat dari paham yang demikian maka yang besar menganggap rendah yang kecil, yang kuat meremehkan yang lemah, itu dikatakan bahwa keadaan ini adalah sudah hukum alam. Dalam keadaan sistim yang demikian apa gunanya mengajurkan ‘Cinta Benevolence’(仁爱ren ai), dengan coba memulihkan sistim yang tidak adil tersebut, ini sama juga seperti menambah minyak pada bara api.    

Maka Motisme mengajurkan ‘Cinta Universal’(兼爱jian ai) cinta tanpa ada perbedaan, dan semuanya sama dicintai tanpa ada perbedaan. Tidak seperti Konfusianis pertama cinta terhadap ayah; kedua cinta kepada ibu; ketiga kepada saudara-saudara sekandung dan seterusnya...    

Menurut Motisme harusnya cinta tidak boleh ada perbedaan, maksudnya harus cinta tanpa ada strata dan bertingkat. Tidak boleh ada diskriminasi dalam cinta. Maksudnya adalah mengganti sistim kelas dan sistim strata menjadi sistim yang tanpa ada kelas dan tanpa bertingkat, semua sama-rata dan sederajat.  Ini adalah yang sangat mulia dan agung dari Mozi dan Ajaran Motisme (墨子和墨家学派mozi he mo jia xue pai).

Ajaran Motisme dapat dikatakan lebih benar dibandingkan dengan Ajaran Konfusianisme. Karena di Tiongkok sejak adanya sistim Kerajaan sebelum adanya sistim Demokrasi, masalah tergawat adalah Ketidak Adilan, hubungan antar orang dengan orang lainnya sangat tidak adil. Maka dalam konteks ini Motisme telah bisa melihat pangkal permasalahan kala itu, bahkan dapat dikatakan hingga kinipun masih sangat aktuil. Kini hak setiap orang adalah sama rata dan sederajat.

Namun kini timbul pertanyaan setelah sama-rata dan sederajat harus bagaimana? Memang kita perlu sama-rata dan sederajat, tapi setelah itu harus bagaimana? Pujangga Besar Tiongkok Luxun (鲁讯) mengatakan bahwa seorang merasa paling takut saat baru bangun tidur tidak tahu harus kemana? Hal ini terjadi karena setelah semua orang sama-rata dan sederajat kemudian timbul perselisihan pendapat, harus bagaimana menanganinya? Pendapat siapa yang harus didengar? Semua merasa sama sederajat jadi boleh berbuat seenaknya sendiri, jika demikian apakah keadaan tidak menjadi kacau? Untuk mengatasi kelemahan ini, Mozi telah siap untuk mengatasi permasalahan ini.

Caranya dengan ‘Mengadalkan Pimpinan’ (尚同shang tong ) yaitu dalam satu kampung jika ada perebedaan pendapat harus mendengarkan Kepala Kampung, jika antar kampung ada beda pendapat harus mendengarkan Kepala Desa, jika dalam satu negara-bagian ada perebedaan pendapat harus mendengarkan Kepala Negara-Bagian. Jika antar negara-bagian ada beda pendapat maka harus mendengarkan Tianzi (天子) atau Raja di Raja.   Tapi akibat dari sistim ini maka penyelesaian permasalahan negara hanya harus mendengarkan satu orang yaitu Tianzi (天子). Jika melihat hal ini apakah ini bisa dikatakan “Adil” ? Jelas-jelas tidak adil.    Maka Mozi menginginkan sesuatu yang sama-rata dan sederajat, namun akhirnya yang diperoleh adalah ketidak adilan yang sangat serius, yaitu Pimpin Tertinggi menjadi Totaliter dan Diktator.

Diatas Kaum Konfusianisme mengusul ‘Cinta Benevolence(仁爱jian ai)’ dan oleh Motisme ditentang dan dikritik, mereka mengatakan bahwa usulan itu adalah cinta semu yang menimbulkan ketidak adilan, maka Motisme mengusulkan ‘Cinta Universal兼爱’. Tapi usulan Motisme ini justru menimbulkan ketidak adilan yang sangat besar yaitu Totaliter Penguasa Tertinggi. Dalam keadaan ini timbul suara dan usulan serta gagasan dari Daoisme.    

Daois angkat bicara dengan mengatakan bahwa Dua Pemikir ini masing-masing telah mengusulkan gagasannya, tapi menurut Kaum Daois gagasan mereka itu semua “salah”, kesalahannya terletak dimana? Daois mengatakan bahwa mereka berdua telah sembarangan memberi usulan, yang seolah-olah mewakili Langit/Tian (Tuhan) untuk coba mengatur dunia ( 狂妄无知kuang wang wu zhi ; 代天立法dai tian li fa). Mereka berupaya membuat aturan dan sistim sendiri-sendiri yang melanggar hukum alam. Konfusianis menciptakan strata dan kelas-kelas dalam masyarakat, sedang Motisme mengusulkan disatu sisi sama-rata dan sederajat yaitu‘Cinta Universal (兼爱jian ai)’, tapi disisi lain menciptakan ketidak adilan yang estrim dengan ‘Mengadalkan Pimpinan’(尚同shang tong).

Menurut Daois hal diatas ini seharusnya bukan tugas mereka (Konfusianis & Motis), tapi sebenarnya adalah tugas dari Alam/Langit (Tian). Biarkanlah alam yang menetukan ini semua, biarkanlah Hukum Alam yang mengaturnya. Tapi sengguhnya Langit tidak membuat peraturan-peraturan, karena ciri dari Hukum Alam adalah ‘Tidak Berbuat’ (无为wu wei), apapun tidak diperbuatnya dan tidak dilakukannya. Menurut Daois mengapa dunia ini menjadi tidak teratur, karena terlalu diatur-atur. Karena diatur-atur maka menjadi tidak beraturan, akibatnya menimbulkan permasalahan dan menjadi tidak beraturan atau kekacauan. Misalnya seorang kenapa bisa sakit? Karena memiliki badan, coba jika tidak memiliki badan maka tidak akan sakit badan. Maka Laozi mengatakan : Jika saya tidak memiliki badan, sakit apa yang harus saya takuti dan risaukan?  (及无吾身   吾有何患《老子 13章》ji wu wu shen , wu you he huan).        

Menurut Daois jika menginginkan keadaan sosial masyarakat ini tidak timbul masalah, maka pada hakekatnya jangan coba mengatur-atur. Dalam hal ini dimaksudkan bukan dikatakan tidak ada peraturan, tapi tidak perlu diatur-atur. Sehingga dalam hal ini Daois telah memegang pokok pangkal persoalannya. Tapi apakah mungkin kita bisa tidak mempunyai badan? Apakah mungkin sosial masyarakat itu bisa tidak ada aturannya? Bagaimanapun manusia sebagai mahluk sosial dalam peradaban manusia harus ada aturan masyarakat, hal ini sebagai akibat dari peradaban yang khusus diperuntukan bagi manusia. Mana mungkin aturan ini diberikan oleh Alam atau Langit atau Hukum Alam? Disini bisa dilihat bahwa teori Daoisme ini seolah benar, tapi sesungguhnya adalah hal yang “omong kosong”.

Kaum Konfusianisme mengusul ‘Cinta Benevolence(仁爱jian ai)’ dan oleh Motisme ditentang dan dikritik itu adalah cinta semu yang menimbulkan ketidak adilan, maka Motisme mengusulkan ‘Cinta Universal兼爱’. Kaum Daoisme angkat bicara dengan argumentasinya yang terlihat benar tapi adalah “omong kosong”.

Kemudian tokoh terakhir zaman pra Dinasti Qin, Kaum Legalisme angkat bicara, apa yang diusulkan oleh Kaum Legalisme ini? Apakah gagasan mereka tidak menimbulkan permasalahan?   Kaum Leglisme menganggap bahwa semua tokoh-tokoh diatas ini, teorinya semua beralasan dan kaum Legalisme sangat setuju, misalnya Daoisme mengusul ‘Tidak berbuat’(无为wu wei), Kaum Konfusianisme dan Kaum Motisme mengusulkan keteraturan, Legalis sangat menyetujui alasan ini. Usulan Legalis adalah merangkum semua gagasan-gagasan ini menjadi satu. Yaitu ‘Tidak berbuat’ tapi ‘Teratur’. Terlihat usulan ini seperti sesuatu hal tidak mungkin dan juga tidak masuk akal. Tapi menurut Kaum Legalis itu mungkin saja di-implemenatasikan, yaitu dengan [Aturan Hukum]- Dengan Hukum Mengatur Negara (以法治国yi fa zhi guo). Dengan adanya hukum maka dengan sendirinya akan ada ketertiban dan keteraturan. 

Namun hukum adalah ‘Tidak Berbuat’ dengan hukum maka yang mengatur adalah hukum, bukan manusia lagi yang mengatur, maka itu dikatakan bahwa ‘Hukum’ adalah “Tidak Berbuat”. Setelah hukum itu ditrapkan maka setiap orang akan pada posisi sama-rata dan sederajat. Dimata hukum akan sama untuk semua insan, maka dalam konteks ini yang tadinya dimasalahkan dan di-idamkan oleh Motisme sudah dengan sendirinya teratasi (sama-rata dan sederajat atau stara bagi semua insan).

Motis pernah mempertanyakan jika terjadi perbedaan pendapat harus bagaimana menyelesaikannya? Maka hal ini sudah bisa teratasi oleh Legalis yaitu dengan mendengarkan Hukum atau diselesaikan berdasarkan hukum. Dengan kata lain jika ada masalah diselesaikan di “Pengadilan”, apa yang telah diputuskan oleh pengadilan merupakan penyelesaian. Sehingga semua pada posisi sama rata dan sederajat, jadi semua permasalahan yang dipertanyakan oleh Legalis telah terjawab. Maka bisa terlihat disini yang dipandang paling unggul adalah Legalisme, dan memang kenyataannya yang paling tepat guna saat itu adalah Legalisme.

Tapi apakah Legalisme ini tidak masalah? Kenyataannya Legalisme ini juga masih banyak masalah, bahkan permasalahan Legalisme ini sangat serius. Yaitu Mereka ‘memiliki teknik memerintah, tapi tidak perduli dengan rasa prikemanusiaan’(有治术无治道you zhi shu wu zhi dao. Maksudnya mereka memiliki cara untuk mengatur negara, tapi tidak memiliki dasar pengetahuan mengatur negara.  

Dasar pengetahuan mengatur negara itu tidak lain adalah mengapa kita perlu ada tata tertib? Tapi justru petanyaan ini terjawab oleh Motisme yaitu tujuan pokoknya adalah untuk ‘Kesejahteraan dan Kebahagiaan Manusia di Seluruh Dunia’.  Maka itu kita memerlukan ‘Tata Tertib’. Hanya sayang Kaum Motis tidak menemukan Solusinya. Sedang Kaum Legalis mengatakan bahwa ‘Tata Tertib’ nya bukan untuk dunia, melainkan hanya untuk satu orang saja yaitu Penguasa Tertinggi atau Raja. Hukum yang mereka usulkan hanya untuk Raja seorang. Jadi untuk kepentingan Penguasa Tertinggi, sedang kepentingan orang lain patut dikorbankan, termasuk juga istrinya, anaknya, pejabatnya dan anak buahnya dan rakyatnya, semuanya patut dikorbankan ...... Hal ini yang sungguh-sungguh menimbulkan permasalahan besar dan serius. Ini baru benar-benar lebih egois dari Yang Zhu杨朱 yang menegaskan “Sehelai bulupun tidak boleh dikorbankan’ (一毛不拔yi mao bu ba), namun usulan Yang Zhu minimal masih menekankan sama-rata dan sederajat bagi setiap insan. Usulan Yang Zhu tidak perduli Raja, Bangsawan, Pejabat, Rakyat Jelata semua berhak untuk “Sehelai bulupun tidak boleh dikorbankan’ (一毛不拔yi mao bu ba), tidak ada terkecualian, pokoknya semua sama”. Jelas ini lebih baik dari Legalis.

Melihat konteks ini semua pemikir-pemikir diatas seperti Konfusianisme, Motisme, Daoisme, Legalisme semua mempunyai kebenarannya sendiri-sendiri, tapi masing-masing juga mempunyai masalahnya sendiri-sendiri. Tapi walaupun demikian, mengapa gagasan-gagasan pemikir-pemikir zaman ‘Perang Musim Semi & Gurugur’ & ‘Peperangan Negara-negara’ ini, hingga kini masih bisa aktuil dan berpengaruh? Kiranya kekuatan pengaruhnya terletak dimana?  Untuk ini marilah kita ceritakan lagi cerita dari Zhuangzi, tentang perdebatan antara Zhuangzi (庄子) dan teman debatnya Huizi (惠子).

Suatu hari mereka pelesiran pergi ke sebuah kolam, berdua mereka berdiri sambil istirahat di jembatan yang melintas diatas kolam tersebut. Saat itu air masih jernih tidak terpolusi dengan segala macam limbah industri seperti kini, dan masyarakatnya juga tertib tidak membuang sampah sembarangan, sehingga dengan jelas bisa melihat dasar kolam dan melihat ikan-ikan lalu lalang berenang dengan bebasnya.   
Zhuangzi berkata kepada Huizi: “Lihatlah, ikan-ikan itu dengan tenang dan bebasnya berenang kesana kemari. Itu benar-benar kebahagiaan dari kaum ikan.” (鱼出游从容  是鱼之乐也yu chu you cong rong, shi yu zhi le ye).   
Huizi berkomentar :”Anda itu bukan ikan, mana mungkin kamu  bisa tahu bahwa ikan itu memang senang ?” (子非鱼  安知鱼之乐zi fei yu, an zhi yu zhi le) (an= bisa berarti mana mungkin).   
(“Dalam konteks ini kamu {Huizi} mengerti bahwa saya {Zhuangzi} mengetahui bahwa ikan itu senang dan bahagia, tapi menanyakan lagi ‘kamu tidak tahu’ tapi menanyakan lagi bahwa ‘kamu mana mungkin tahu’ bahwa ikan itu senang dan bahagia, maka ketika ditanya apakah kamu tahu, justru saya menjawab saya tahu!”). 
Zhuangzi menjawab : Justru saya disini tahu (bahwa ikan-ikan itu senang dan bahagia) (吾知之   濠上也《庄子 秋水》wu zhi zhi, hao shang ye).

Cerita diatas ini sangat populer dikalangan orang Tiongkok dan orang Tionghoa yang menunjukan dialoque unik dan penuh arti yang kontroversial dari zaman itu. Dan cerita ini hingga kinipun masih aktuil untuk dapat kita perdebatkan. Cerita-cerita dalam buku “Zhuanzi” sangat banyak cerita yang serupa.

Lalu timbul petanyaan dalam perdebatan diatas siapakah kiranya yang menang? Terlihat seperti Zhuangzi yang kalah, tapi menurut pengikut Zhuangzi justru mereka merasa bahwa Zhuangzi yang menang. Maka dengan sangat senang hati para pengikut Zhuangzi mencatatnya dalam buku mereka. Seperti diketahui sejak Motisme atau sesudah Konfusianisme, cerita-cerita yang dicatat dalam bukunya jika ada perdebatan selalu yang dicatat dalam cerita tersebut hanyalah bila perdebatan itu dimenangkan oleh kaumnya, perdebatan mereka yang kalah tidak dicatat atau diceritakan. Beda dengan Analek(论语luyumasih mencatat dan menceritakan perdebatan-perdebatan yang tidak dimenangkan oleh mereka kaum Kongfusianis. Kaum Daois menganggap perdebatan diatas ini dimenangkan oleh pihaknya, karena dalam pertanyaan Huizi disebutkan “Mana Mungkin” jadi dalam konteks ini akan menimbulkan dua jawaban, ‘mungkin tahu dan mungkin tidak tahu’ tapi dijawab dengan ‘Tegas oleh Zhuangi bahwa dia ‘tahu’

Secara hukum logika Huizi (A) dengan pasti mengatakan bahwa Zhuangzi (B) tidak tahu: A pasti tidak tahu B. Sedang Zhuangzi mengatakan bahwa Huizi bukan Zhuangzi mana tahu bahwa dia (Huizi) tahu bahwa Zhuangzi ‘Tidak Tahu’ bahwa ikan itu sedang bahagia (A bukan B). Karena A bukan B, mana mungkin A bisa tahu B tahu atau tidak tahu. Jadi Huizi bukan Zhuangzi jadi dia tidak tahu apakah Zhuangzi tahu atau tidak tahu, akan masalah ikan yang bersangkutan. Karena tidak ada dasar alasan bahwa Zhuangzi tahu atau tidak tahu. Jadi dalam perdebatan ini bisa dilihat bahwa keduanya seri.

Tapi bisa juga di-argumenkan bahwa Huizi dalam perdebatan ini justru mematikan jalannya sendiri, Huizi mengatakan bahwa saya bukan kamu maka saya tidak tahu kamu. Dia sendiri telah mengambil kesimpulannya sendiri, bahwa dia tidak tahu Zhuangzi. Tapi bagi Zhuangzi justru memiliki jalan keluar, karena Huizi tidak tahu bahwa dia tidak tahu Zhuangzi, mana mungkin Huizi tahu bahwa Zhuangzi tidak tahu tentang ikan. Ya memang Zhuangzi bukan ikan, apakah karena dia bukan ikan, lalu dia terus tidak tahu tentang ikan? Zhuangzi berkata: “Coba tanya Srigala  jelas bukan domba, tapi apakah Srigala tidak tahu domba itu apa? Mungkin kebahagiaan Domba Srigala tidak mengetahui, tapi ketakutan dari domba dapat dipastikan bahwa Srigala mengetahuinya. Karena saat sebelum Srigala menerkam dan memangsa domba, domba gemetaran, apakah ini menunjukan bahwa dia bukan tidak mengetahuinya?”

Dalam Konteks ini sangat penting, karena kita bukan pihak lawan bicara, mana mungkin kita mengetahui pihak lawan bicara? Saya bukan kamu , apakah saya bisa mengenal kamu? Tapi Huizi dalam hal ini adalah kita ini bukan dunia apakah kita bisa mengenal dunia? Lalu tidak bisa mengenalnya. Tapi apakah kita masih bisa mengenal orang? Inilah suatu pertanyaan besar dalam ilmu filsafat. Yaitu Persoalan untuk kemungkinan untuk mengenal, atau apakah mengenal kemungkinan apa mungkin dan bagaimana untuk mengenalnya?   Inilah Zhuangzi, dia bukanlah seorang filosof Hukum Logika, tapi dia hanyalah seorang satrawan.   

Membaca cerita diatas kita bisa melihat dimanakah letak pengaruh dan daya tarik dari pemikir-pemikir dari zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’ dan ‘Peperanga Negara-negara’ itu.

Memang polemik dari pemikir-pemikir dari zaman ini, yang pertama dirasakan sangat menarik, walaupun kita tidak tahu apa manfaat dari polemik itu. Misalnya dengan perdebatan diatas apa manfaat dari perdebatan tentang ikan itu, kita tidak tahu apa gunanya, bahkan tidak ada hubungannya dengan kita. Kita tidak bisa menentukan siapa diantara berdua itu yang menang dalam perdebatan itu. Tapi yang pasti kita akan senang dan akan merasa menarik mendengarkan perdebatan tersebut. Peristiwa ini  bagus untuk ditonton, ini seperti juga suatu pertandingan bola, kita tidak tahu apa manfaatnya, para pemain berebut satu bola dan coba menendang bola untuk mencetak gol, tapi permainan ini menyenangkan bagi pemain dan penonton.

Yang kedua membantu kita untuk berputar otak. Dimana menghendaki kita agar dalam melihat satu masalah harus melihat dari beberapa sisi, jangan hanya melihat pada satu sisi yang terlihat saja, dan tidak bisa fanatik dan dogmatis. Orang Tionghoa mengatakan jika hanya melihat satu sisi dan fanatik, itu adalah penyakitan. Maka orang Tionghoa menghendaki lebih banyak membaca buku tentang para pemikir Zaman Pra Qin Dinasti “Ratusan Aliran Pemikir Saling Bermunculan”(先秦百家争鸣xian qin zhu zi bai jia zheng ming) untuk melatih kelincahan otak dan mengasah otak.

Yang ketiga untuk membantu kita berpikir saat dalam memecahkan suatu masalah. Saat menghadapi suatu masalah hasus kita berpikir bagaimana? Dari perdebatan mereka dapat menjadi contoh soal bagi kita.   Maka oleh Yi Zhong Tian  permasalah ini diumpamakan seperti tiga hal berikut :
-   Seperti pertanding sepak bola.
-   Seperti pandai(tukang) besi.
-   Seperti telunjuk tangan.

Seperti pertandingan sepak bola telah kita utarakan diatas. Walaupun perdebatan antara Zhuangzi dan Huizi tidak ada hubungannya dengan kita, tapi membuat kita harus ikut berpikir.   

Seperti pandai besi: yaitu menempah otak seperti pandai besi, dalam menempah besi bara harus dibolak-balik,  tidak bisa ditempah hanya satu sisi saja. Otak manusia juga sama harus ditempah dari segala sisi. Jadi membaca buku pemikir zaman itu harus membaca semuanya, agar bisa mendapatkan pandangan yang berbeda-beda, sehingga kita akan melihat permasalahannya yang lebih komplit dan komplek, dengan demikian kita mau tidak mau harus menempah dan mengasah otak kita. Yang mana pada akhirnya kita bisa melatih diri menjadi lebih dewasa dan matang dalam berpikir.     

Seperti tulunjuk tangan, untuk menjelaskan ini, baiklah kita simak pandangan dari cendikiawan Bao Pengshan (鲍鹏山bao peng shan) dalam bukunya “Pemikir-pemikir Pra Dinasti Qin”《先秦诸子十二讲》, dia ada menulis tentang Paham Zen Buddhisme tentang “Menunjuk Bulan” (指月之喻zhi yue zhi yu), dalam cerita ini, ada seorang murid Zen Buddhis menanyakan tentang bulan kepada gurunya: “Guru, bulan berada dimana?” mulanya dia menanya : “Apakah Zen Buddhisme itu?” Sang guru tidak menjawab.
Maka kemudian dia bertanya lagi bulan dimana. Tapi sang guru ini tidak menjawab dengan kata-kata, hanya mengakat tangannya dan telunjuknya menunjuk keatas diarahkan ke bulan. Dalam konteks ini jika kita secara bodoh  mengatakan bahwa telunjuknya itu adalah bulan, maka itu adalah salah. Yang dimaksud adalah urutlah arah telunjuk itu yang menunjuk dan diarahkan ke Bulan diatas. Tapi tidak bisa mengatakan bahwa bulan berada disana. Hanya bisa ditunjukkan arahnya dan kamu harus melihat sendiri dengan mata kepalanya sendiri.

Inilah salah satu ciri dari logika. Logika dan Ilmu Pengetahuan adalah hal yang tidak sama. Ilmu Pegetahuan adalah milik masyarakat yang bisa diteruskan dan diajarkan, sedangkan Logika adalah milik pribadi yang hanya bisa diasah dan dikembangkan serta dilatih oleh kemauannya sendiri. Maka logika yang kita hasilkan dan punyai, pada prinsipnya adalah tergantung pada diri kita sendiri. Agar kita mencari sendiri dimana bulan itu.

Maka Ajaran-ajaran dan Karya-karya pada zaman “Pemikir-pemikir Pra Qin Dinasti”《先秦诸子xian qin zhu zi, layaknya seperti telunjuk tangan diatas tersebut “Menunjuk Bulan” (指月之喻zhi yue zhi yu), janganlah mengira bahwa bulan berada ditelunjuk tangan, tapi bulan berada dilangit, jadi “bulan” berada dalam hati setiap orang, atau dalam hati pembaca budiman. Logika tergantung kita sendiri yang mengembangkannya.

Maka ketika menghadapi pemikir-pemikir dan gagasan-gagasan Zaman Pra Qin  Dinasti “Ratusan Aliran Pemikir Saling Bermunculan”(先秦百家争鸣xian qin zhu zi bai jia zheng ming),  kita harus bagaimana menanggapinya?  Marilah kita bahas dalam tulisan-tulisan berikut yang akan datang ini.

( Jilid V Habis.  Dan akan diteruskan dengan Jilid VI untuk membahas daya tarik dan apa yang patut di warisi dari pemikir-pemikir zaman kuno ini...)



Daftar  Perpustakaan
-       先秦诸子百家争鸣易中天 CCTV
-       经典阅读文库 ---- 论语       李薇/主编
-       经典阅读文库 ---- 道德经       李薇/主编
-       中国古典名著精品 ---- 菜根谭      洪应明  
-       Internet : http://friesian.com/confuci.htm  : Confucius
-       孔子  -----   維基百科,自由的百科全書 Internet
-       网址:http://www.popyard.org
-       中国人生叢书    -----   墨子的人生哲学        杨帆/主编    陈伟/
-       Internet : http://baike.baidu.com
-       The Sayings of Mensius / 英译孟子      史俊赵校编
-       南华经    庄子   周苏平    高彦平   注译    安徽人民出版社
-       庄子   逍遥的自由人     林川耀 译编  出版者 :常春树书坊
-       http://www.sxgov.cn/bwzt/wmsxx2/lf/447465_1.shtml   春秋五霸之---晋文公
-       “When China Rules The World -  The rise of middle kingdom and the end of the western world”  by Martin Jacques ALLEN LANE an imprint of Penguin Book, First Published 2009

No comments:

Post a Comment