Kong Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung dan Pengeritik
Pada Zaman Pra-Dinasti Qin 551 – 221 SM
Jilid VI
(4)
Pengaruh Pemikiran Laozi Terhadap Daois Zhuangzi Dan
Legalis Hanfeizi
老子学说与道家庄子思想和法家韩非子思想的影响 (Lao zi xue
shuo yu dao jia zhuang zi si xiang he han fei zi si xiang de ying xiang)
Dalam
Jilid III telah dibahas tentang polemik antara Konfusianis dan Daois, kita telah
mengetahui tokoh-tokoh dari Daosime Laozi dan Zhuangzi, dimana intisari dari
pemikiran kedua tokoh ini telah terjadi polemik dengan pemikiran Konfusianisme,
serta pengaruhnya terhadap kebudayaan dan way of thinking dari orang Tionghoa
hingga kini.
Dalam
tulisan yang lalu juga telah dibahas tentang pengaruh dan bagaimana baiknya
untuk mewarisi paham pemikiran Doaisme ini untuk masa kini, yaitu Kesungguhan
dan Kebebasan. Yang merupakan nilai kehidupan yang hendak dicapai kaum Daois
dalam hidup ini. Memang pemikiran Laozi dan Zhuangzi terlihat adanya kesinambungannya,
tapi pemikiran Laozi tidak hanya mempengaruhi pemikiran Zhuangzi satu-satunya,
tapi juga mempengaruhi tokoh Legalisme yaitu Hanfeizi (韩非子).
Tetapi
apa perbedaan pemikiran Zhuangzi dan Hanfeizi ? Dan apakah yang bisa diwarisi
dari pemikiran Hanfeizi ini ?
Para
cendikiawan melihat bahwa sumber pemikiran Hanfeizi sama seperti Zhuangzi
berasal dari pemikiran Laozi, minimal bagi Hanfei salah satu sumber
pemikirannya berasal dari pemikiran Laozi. Atau dapat juga dikatakan bahwa
penerus dari ajaran atau pemikiran Laozi ada dua orang, yang pertama adalah
Zhuangzi dari Daoisme, yang kedua adalah Hanfeizi dari Legalisme.
Namun
meskipun kedua tokoh ini sumber pemikirannya berasal dari Laozi, tapi fokus dan
pendirian pandangannya berbeda sama sekali. Zhuangzi mengejar ‘Kebebasan’ yang
mutlak, sedang Hanfeizi mengusulkan ‘Autokrasi’ (Autocracy) total. Yang
didambakan oleh Zhuangzi adalah masyarakat yang penuh dengan’Toleransi’, sedang
Hanfei mengusulkan bahwa Negara memerintah secara totaliter. Zhuangzi mengejar
dan memdambakan masyarakat yang bebas dan penuh toleransi, karena menganggap
bahwa manusia itu dilahirkan tanpa dosa (Innocent), secara alamiah sifatnya
murni. Hanfeizi mengusulkan ‘Autokrasi’ dan negara memerintah secara totaliter,
karena menganggap bahwa sifat dasar manusia adalah jahat ( 人性本恶ren xing ben e). “Sifat manusia itu dasarnya
jahat”. Dari pandangan diatas ini bisa
dilihat bahwa pandangan kedua tokoh ini mutlak berlawanan.
Maka
sebelum kita membahas pandangan Hanfeizi, terlebih dulu kita sekali lagi
membahas pandangan Zhuangzi. Dalam buku “Zhuangzi”《庄子》Bab pertama berjudul “Kisah Plesiran”《逍遥游》(xiao yao you).
Cendikiawan menganggap bahwa Bab ini merupakan salah satu yang terpenting untuk
mencerminkan pemikiran Zhuangzi. “Kisah Plesiran”《逍遥游》(xiao yao you) mempunyai arti ‘Hidup bebas yang sesungguhnya
menurut nurani’, hal ini telah
disinggung dalam tulisan yang lalu. Dalam
buku “Zhuangzi” dalam Bab pertama Zhuangzi menceritakan suatu cerita atau fabel
yang sangat poluler dikalangan orang Tionghoa seperti berikut.
Dilaut
utara ada se-ekor ikan besar sekali, besarnya hingga berkilo-kilo meter, ikan
ini berubah menjadi burung yang besarnya tiada taranya. Ketika burung ini
terbang keatas dari laut, terbangnya tinggi sekali hingga 90.000 li里(45.000km), sayapnya seperti
awan menutupi langit, saat sayapnya dikibaskan, air laut menjadi bergejolak dan
membentuk ombak hingga tingginya 3000 li (1500km).
Burung
ini memerlukan 6 bulan untuk terbang dari laut utara ke laut selatan. Saat itu
ketika burung ini terbang, para burung kecil seperti burung berajangan,
tekukur, dan serangga, menertawainya.
Para
burung dan serangga ini menunjuk burung itu dan berkata: “Lihatlah... burung
besar itu , untuk apa harus terbang begitu tinggi dan jauh. Bagi kita terbang
paling tinggi hanya setinggi cabang pohon tinggi yang teratas, paling tinggi
hanya hinggap diatas tiang pancang yang tertinggi. Jika tidak bisa tercapai
keatas, paling hanya jatuh hinggap
dipermukaan tanah. Apakah itu tidak lebih baik? Untuk apa terbang tinggi dan
jauh seperti burung raksaksa itu ? ”*2
Pada
akhir cerita Zhuangzi bercerita tentang: “Perdebatan untuk yang besar dan yang
kecil” (此小大之辨也ci xiao da zhi bian ye). Memang
sepertinya terlihat bahwa Zhuangzi dalam hal ini men-tertawakan yang “kecil”,
karena setiap orang yang mendengar cerita ini akan timbul pertanyaan bahwa
Zhuangzi mentertawakan burung kecil dan serangga tersebut.
Tapi
Zhangzi menertawakan satwa kecil ini, apakah karena mereka ini kecil? Banyak
yang menaksirkan memang benar demikian, tapi ada sebagian cendikiawan tidak berpendapat
demikian. Karena bagi Zhuangzi tidak mungkin menertawakan karena mereka itu
kecil, alasannya karena Zhuangzi tidak pernah membedakan yang besar dan yang
kecil.
Sehubungan
dengan konteks tersebut Pemikiran Zhuangzi dapat dibaca dalam bukunya “Teiori Kesetaraan”
《齐物论 (qi
wu lun)》 {齐qi= 平齐ping
qi = sama dan menyatu (even together); samarata atau dapat diartikan “Teori Kesetaraan”.}
Jadi dalam hal ini mempunyai arti “Semua
kehidupan adalah sama” atau “Semua komentar adalah sama”, siapapun tidak ada
yang lebih mulia dan ungul dari yang lain. Siapapun tidak patut untuk
mentertawakan yang lain. Tidak boleh karena kamu “besar” kemudian harus
menertawakan yang kecil, tidak boleh karena kamu tinggi lalu mau menertawakan
yang pendek. Pendek kata semua pihak tidak berhak dan patut saling menertawakan
dan meremehkan satu sama lain. Jadi tidak mungkin bagi Zhuangzi untuk bermaksud
mentertawakan yang kecil maupun yang besar.
Ada
cerita lain dari Zhuangzi, juga sangat poluler sebagai berikut : “Pagi Tiga
Sore Empat”《朝三暮四chao san
mu si》.
Ada
seorang tua yang memelihara kera-kera, dan berunding dengan para kera
peliharaannya, bagaimana untuk mengatur pembagian kacang sebagai makanannya.
Pagi akan diberikan 3 liter, sore hari akan diberikan 4 liter, lalu dia bertanya
kepada para kera : “Bagaimana menurut kalian kera-kera?”.
Kera-kera
ini mendengar ini sangat geram sambil mengertakkan giginya tanda tidak setuju
sambil berteriak-teriak “Tidak setuju ... tidak setuju...pagi hanya diberi
tiga, kurang satu, sedang sore empat...”
Maka
si orang tua ini berkata : “Baik.... baik saya robah... pagi saya beri kalian
empat, dan sore saya beri tiga, bagaimana ?” .
Mendengar
ini kera-kera berteriak kesenangan sambil ber-jingkrak “ Horee... horee...
setuju... setuju....”.
Zhuangzi
berkata : “Pagi empat sore tiga dan pagi tiga sore empat bukannya semua sama
tujuh? Apa yang beda? ”.
Inilah
‘Teori Kesetaraan” ( 齐物论qi wu
lun), apa yang perlu ditertawakan? Semua tidak ada perbedaannya. Jadi yang lucu
adalah perdebatannya, bukannya perbedaaan besar kecilnya...
Maka
dalam cerita diatas Zhuangzi bukannya menertawakan burung dan serangga karena
kecil, melainkan hanya bercerita mereka ini tertawa. Yang besar tidak boleh
menertawakan yang kecil, demikian juga yang kecil tidak pantas menertawakan
yang besar. Maka dari konteks dan cerita tersebut kita dapat menarik kesimpulan
bahwa Zhuangzi adalah sosok yang sangat ‘Toleran’(宽容kuan rong). Jadi menurut Zhuangzi kita harus
Toleran tidak perduli karena besar ataupun kecil, tinggi atau pendek, pandai atau
tidak pandai, cantik atau tidak cantik, gemuk atau kurus harus saling penuh
toleransi, karena dalam kehidupan semuanya adalah sama... selama mereka bebas
dan bersungguh-sungguh semua akan berharga dalam hidup.
Jadi
kuncinya adalah: Ketulusan dan Bebas
(真实和自由zhen zhi he zi you). Semua
kehidupan yang berprinsip ini harus mendapat kehormatan yang sama, siapapun
tidak boleh menertawakan yang satu dengan lainnya. Tidak boleh dengan
kesungguhan yang satu menertawakan kesungguhan yang lain, tidak boleh dengan ‘Kebebasan’
yang satu menertawakan ‘Kebebasan’ yang lain. Maksudnya jangan menertawakan
orang lain karena dirinya telah benar-benar bebas lalu menertawakan kebebasan
dari orang lain.
Pola
pemikiran demikian sungguh patut mendapat pujian dan kehormatan yang setinggi-tingginya.
Karena seperti diketahui ‘Toleransi’ adalah merupakan suatu sikap yang sangat
berharga dalam dunia kini.
Memang
kala itu Zhuangzi tidak dapat menjelaskan makna ‘Toleransi’ seperti pengertian
sekarang, namun dengan pemikiran Zhuangzi ini kita patut memberi hormat dan
pujian kepada Zhuangzi setinggi-tingginya.... Lebih lagi Zhuangzi tidak hanya
mengusulkan ‘Tolreansi’, tapi juga mengusulkan Kebebasan Murni. Dari ini bisa
dilihat ‘Betapa Agungnya’ si Zhuangzi (庄子)
ini.
Kaum
Daoisme telah mewariskan kepada kita : Kutulusan
; Kebebasan dan Toleransi.
Sedang
Hanfei韩非 yang juga penerus dari
Ajaran Laozi telah memberikan kepada kita pemikiran lain, yang patut kita
analisa bagaimana mereka mengatasi keadaan sosial masyarakat dengan pemikiran
Legalisme-nya. Kemudian bagaimana baiknya kita mewarisi pemikiran Legalisme
ini?
Jika
Zhuangzi mengusul ‘Toleransi’ , maka yang diusulkan Legalis justru menunjukan ‘Kesadisan
dan Kekejaman’, kesadisan dan kekejaman kaum Legalisme ini bahkan telah
mencapai titik dimana tanpa menghargai ‘Nyawa Manusia’ sama sekali. Dalam buku ‘Hanfeizi”《韩非子》ada satu cerita seperti berikut.
Ada
seorang pejabat bernama Han Zhao Hou (韩昭侯)
yang juga beraliran Legalisme, bahkan dalam menjalankan aturan legalnya sangat
keras dan tegas. Suatu hari Han Zhao Hou mabuk dan tertidur, ketika bangun dia
melihat badannya diselimuti oleh baju jubahnya, lalu dia bertanya: “Siapa yang
menyelimuti saya dengan baju jubah ini?”.
Bawahannya
melapor bahwa yang menyelimuti adalah Petugas Pengurus Topi, maka dia
memerintah Petugas Topi dan Petugas Pengurus Pakaian untuk ditangkap dan
langsung dipenggal kepalanya. Mengapa
Petugas Pengurus Pakaian harus dijatuhi hukuman? Karena telah lalai dengan
tugasnya. Pakaian ini seharusnya dia yang mengenakannya sesuai dengan tugasnya.
Maka harus dihukum. Mengapa Petugas
Pengurus Topi harus dihukum? Karena telah melanggar tugas. Tugasnya adalah
mengurus Topi bukan mengurus mengenakan pakaian.
Inilah
yang dimaksud dengan ketegasan dan kejelasan dari aturan main Legalisme. Dapat
dilihat aturan main dari Legalisme sungguh amat kejam. Yang jelas Petugas Topi
itu berbaik hati untuk menyelimuti sang majikan saat tertidur karena mabuk.
Masih
ada cerita lain dalam buku ini. Suatu saat di Negara Qin terjadi bencana
kelaparan, rakyat jelata tidak bisa mendapatkan makanan. Ada seorang pejabat
yang mengusulkan Kepada Raja Qin Zhao Xiang (秦昭襄王qin
zhao xiang wang), bahwa negara sedang mengalami bencana kelaparan, menanyakan
apakah boleh membuka gudang makanan negara untuk membagikan makanan kepada
rakyatnya.
Raja
Qin Zhao Xiang mengatakan : “ Tidak boleh !”
Mengapa tidak boleh? Karena menurut Undang-undang Negaranya yang
berlaku, siapapun yang tidak berjasa tidak bisa mendapatkan ‘Hadiah’.
Raja
mengatakan: “Makanan ini adalah diperuntukkan para pejabat yang berjasa, para
rakyat jelata ini apakah sudah berjasa? Apakah terkena bencana itu berarti berjasa?”.
Raja
selanjut berkata: “Itu bukan berjasa, maka tidak bisa diberi makanan cuma-cuma
sebagai hadiah. Jika rakyat ini tidak berjasa dan tidak mengeluarkan uang sama
sekali untuk mendapatkan makanan, apakah itu tidak berarti saya mengajurkan
kepada semua orang untuk datang ke gudang saya seenaknya untuk mengambil
makanan? Memang benar jika saya tidak memberi makanan kepada mereka, maka
mereka akan mati kelaparan. Tapi jika saya membantu mereka, negara saya akan
kacau. Jadi dua pilihan, disatu pihak rakyat mati kelapran, tapi negara saya
aman, pilihan lain menghidupi rakyat yang kelaparan, tapi saya melanggar dan
mengabaikan “Undang-undang” saya, sehingga akan menjadi kekacauan negara. Maka
saya memilih biarkanlah rakyat mati kelaparan, tapi negara saya tidak kacau.”. Dapat dilihat bagaimana kejam dan sadisnya
cara kaum Legalis dalam memerintah negara, sangat mengerikan sekali. Sama
sekali tidak ber-prikemanusiaan.
Jika
kita teliti para kaum Legalis ini ada persamaannya ‘Kejam dan Sadis’. Termasuk juga tokoh generasi setelah tokoh-tokoh
yang telah disebut dimuka, ada juga tokoh setelah mereka misalnya dalam buku “Kisah
Pejabat Kejam” 《酷吏传》(ku li
zhuan). Misalnya dalam zaman Kaisar wanita pertama di Tiongkok Wuzetian (武则天), ada dua pejabat kejam
yang satu bernama Laijunchen (来俊臣),
yang satu lagi bernama Zhouxing (周兴). Suatu hari Laijunchen (来俊臣) mengundang Zhouxing (周兴 ) makan, Laijunxing
berkata : “Tuan Zhou kita ini sama-sama pejabat hukum negara, ada satu soal yang saya ingin minta saran
kepada Anda.”.
Zhouxing
berkata:” Tuan Lai merendah sekali, kiranya ada masalah apa?”.
Laijunchen
berkata: “Jika saat mengusut seseorang pesakitan, kita menghadapi seorang
pesakitan yang bagaimanapun tidak mau mengaku kesalahannya, kita harus
bagaimana?”.
Zhouxing
menjawab sambil tertawa: ” Hahaha... Ini mudah ditangani, Anda cukup mencari
sebuah bejana besar, kemudian dibawah dan sekelilingnya membakar api. Setelah bejana
membara Anda suruh si pesakitan itu masuk dalam bejana membara itu. Dia pasti
akan mengaku.”.
Laijunchen
berseru :”Oh...begitu. Kalau begitu saya harus belajar dan mencoba
melakukannya.” .
Setelah
Laijunchen berkata itu, dia merintahkan anak buahnya datang: “Sesuai menurut
petunjuk Tuan Zhou, coba siapkan bejana besar dan bakarlah api hingga bejana membara.”
Setelah semuanya siap, Laijunchen berkata kepada Zhouxing: “Tuan Zhou dengan
hormat dan sangat tidak enak sekali, ada yang melapor bahwa Anda telah berusaha
makar, silahkan Anda masuk dalam bejana ini..”
Dengan
serta merta Tuan Zhou ini bereriak ........
Sebenarnya Zhouxing dan Laijunchen masih satu partai, tapi mereka sama
sekali tidak mempunyai perasaan iba satu sama lainnya. Begitu ada masalah walau
teman sudah tidak saling mengenal lagi.
Kaum
Legalis hampir semuanya bersifat demikian. Dari tokoh seperti Shangyang (商鞅), dia itu tidak mengenal
teman atau orang lain. Shangyang berasal dari Negara Wei卫, kemudian mengabdi ke Raja negara Qin秦, yaitu Qin Xiao Gong ( 秦孝公), namun pada masa itu
sebagai seorang Shi(士) tidak ada
masalah kemana saja dia akan mengabdi (kita telah jelaskan di tulisan yang lalu
di depan). Dimana seorang Shi bisa mengabdi di negara mana saja itu sah-sah
saja, ini tidak dipandang sebagai penghianatan terhadap negaranya, karena
seorang Shi adalah profisional freelancer yang tidak mengenal batas wilayah.
Saat
di negara Qin, dia mengajurkan kepada
Raja Qinxiaogong (秦孝公) untuk
menyerbu negara Wei魏, ini juga tidak
bisa dianggap sebagai penjual negara. Saat itu hal demikian tidak melanggar
tatakrama, normal-normal saja. Tapi hanya caranya yang perlu dipertanyakan.
Sebelum
mengadakan penyerangan, Shangyang menulis surat kepada Panglima Perang negara
Wei魏 yang bernama Gongzi Ang (公子昂), dalam surat itu dikatakan
: “Tuan Gong, dulu kita ketika berdua sama-sama mengabdi di negara Wei魏, kita sama-sama teman
sekerja, sahabat, dan hubungan kita seperti kakak beradik. Tapi sungguh tidak
terpikirkan kini kita harus bermusuhan menjadi lawan. Dalam hati saya sebagai
Shangyang sungguh sedih, sebagai Shangyang saya tidak tegah untuk menyerang
Tuan Gong. Apakah kamu pikir demikian?
Bagaimana jika saya undang Tuan makan, kita bicarakan kemungkinannya untuk bisa
damai?”.
Bagi
Gongziang公子昂, dia sangat sadar bahwa
tidak mungkin bisa melawan serangan Negara Qin, sekarang diundang untuk bicara
untuk perdamaian. Maka dengan sangat senang hati memenuhi undangan ini, tapi
apa lacur? Begitu dia tiba ditempat perjamuan, langsung saja ditangkap dan
disekap. Setelah disekap, Shangyang memerintahkan tentaranya untuk menyerbu
Negara Wei魏....
Ini
benar suatu kelicikan, menurut pandangan kaum Konfusianis benar-benar tidak
fair dan melanggar tatakrama. Maka menurut Sima Qian司马迁penulis kitab sejarah, Shangyang tidak bernasib
baik, ada sebabnya. Inilah ciri dari kaum Legalis. Kekejaman kaum Legalis memang terlihat
berdarah dingin dan sadis, tapi kadangkala kekejaman ini juga menimpa terhadap
dirinya sendiri. Sehingga mereka harus terluka dan menjadi korban juga. Pejabat-pejabat
kejam dari kaum Legalis ini telah dikutuk sepanjang sejarah. ... Kaum Legalisme ini mengapa bisa berbuat
demikian kejam? Bahkan terhadap kaum Legalis sendiri, mereka sama sekali tidak
memperdulikan dirinya menjadi korban demi untuk terlaksanakan gagasannya.
Penyebabnya
oleh cendikiawan disimpulkan dengan tiga alasan :
- Latar
belakang zaman.(时代 shi dai)
- Berasal
dari satu sumber (渊源yuan yuan)
- Demi
Misi (使命shi ming)
Pemikiran
Legalisme menjadi matang sudah sejak zaman ‘Peperangan Negara-negara’, terpenting
dimulai dari Shangyang dan Hanfei. Hanfei
hidup pada akhir zaman tersebut. Seperti telah diceritakan terduhulu bahwa
keadaan ‘Perang Musim Semi & Gugur’(春秋chun
qiu) berbeda dengan keadaan ‘Peperangan Negara-negara’(战国zhan guo). Antara dua zaman ini perbedaan yang
sangat menyolok terletak pada aturan main dalam berperang.
Perang
pada zaman Chun Qiu 春秋, perang seringkali
hanya berlangsung satu hari, kedua belah pihak setelah menyusun barisan,
pasukannya saling berhadapan, barulah mulai perang. Jika salah satu pihak telah
kalah atau menang, perang akan berhenti, ada aturan yang sportif. Tapi perang
pada zaman ‘Peperang Negara-negara’(战国zhan
guo), perang sudah tidak ada aturannya, satu peperangan bisa berbulan-bulan,
sama sekali tidak ada toleransi. Di Tiongkok ada pemeo yang mengatakan: {Yang lima
puluh langkah menertawakan yang seratus langkah} (五十步笑一百步wu shi bu xiao yi bai bu). Pemeo ini datangnya
dari Mensius孟子.
Mensius
menceritakan bahwa ada seorang prajurit, yang kalah perang dan lari lima puluh
langkah. Dan ada lagi prajurit yang lain kalah perang lari seratus langkah.
Kemudian prajurit yang lari lima puluh langkah ini menertawai prajurit yang
lari seratus langkah. Bolehkah demikian? Semua orang akan mengatakan tidak
boleh. Karena kamu walaupun lari seratus langkah atau lima puluh langkah, sama-sama
melarikan diri sebagai pecundang. Apa bedanya? Dari sudut pandang Mensius
memang ini benar.
Tapi
jika konteks ini dirubah dengan latar belakang sejarah yang lain, peristiwa tersebut
terjadi pada latar belakang sejarah dizaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’(春秋chunqiu), dan kita tidak
memasalahkan lari karena kalah perang, maka “Prajurit yang lari lima puluh
langkah boleh menertawakan yang lari seratus langkah”. Mengapa?
Karena
pada zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’ berlaku peraturan perang, dimana pihak
yang kalah perang jika lari lima puluh langkah, pihak yang menang tidak boleh
mengejar lagi. Ini adalah Hukum Perang kala itu. Maka pihak yang kalah setelah
lari 51 langkah, pihak yang menang tidak boleh membunuhnya. Sehingga setelah
lari 50 langkah sudah aman, untuk apa harus lari seratus langkah? Maka pada
zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’ yang lari 50 langkah boleh menertawakan
yang lari 100 langkah.
Tapi
pada zaman ‘Peperangan Negara-negara’ satu kali perang yang korban akan puluhan
ribu orang, tawanan perang juga dibunuh. Misalnya seorang Panglima Perang
negara Qin yang bernama Baiqi (白起),
sekali waktu mengubur hidup-hidup tentara negara Zhao (赵) yang menyerah hingga empat puluhan ribu orang. Hanya
dalam hal ini bisa saja catatan sejarah
dalam buku sejarah zaman dulu bisa saja tidak akurat dan dibesar-besarkan
jumlahnya, tapi walau bagaimanapun jika puluhan ribu yang dikubur juga cukup mengerikan.
Jadi
dalam hal ini Zaman yang berbeda, bisa punya artian yang berbeda. Seorang
cendikiawan sejarah Tiongkok Bo Peng Shan (鲍鹏山)
mengatakan bahwa zaman ‘Peperangan Negara-negara’ adalah zaman yang paling
kejam dan sadis, tapi juga yang paling toleran.
Memang
demikianlah keadaannya, karena sangat kejam terhadap rakyat kecil, tapi sangat
toleran terhadap para Shi士 atau
Professional Freelancer. Saat itu tidak ada penjara khusus untuk kaum pelanggar
intelektual. Sehingga pada zaman ‘Peperagan Negara-negara’ tidak ada Pemikir-pemikir
baru, karena kala itu jika ada yang berpikiran beda akan mendapat hukuman
dengan hilang nyawanya.
Seperti
telah diceritakan tentang Mensius yang
berkunjung ke Raja-raja, walaupun berbicara sangat tajam, tapi para Raja-raja
tetap saja bersikap sangat hormat kepadanya. Mensius saat mengabdi di negara Qi齐 dan Wei魏, menikmati “kenaikan pangkat” tapi tidak sering hadir
ke kantor, benar sangat dihargai dan sangat toleran. Maka zaman ‘Peperangan
Negara-negara’ adalah zaman dimana Sangat Kejam dan juga sekali gus Sangat
Toleran.
Zhuangzi
telah mengembangkan sikap ‘Toleransi’ pada zamannya, Hanfei dan Shangyang
mengembangkan ‘Kekejaman’ pada zamannya.
Sedang Zhuangzi dan Hanfei gagasannya bersumber dari satu sumber yaitu
Laozi. Seperti telah dibahas di tulisan terdahulu bahwa ciri dari Laozi 老子adalah ‘Sangat Dingin’
sikapnya. Membaca buku Laozi terasa sangat datar dan dingin. Kata-katanya
sangat monotone dan datar, tidak perduli apakah si pembaca akan mengerti atau
tidak. Tidak berperasaan sama sekali, seperti telah disebutkan di tulisan depan
dikatakan bahwa membaca buku “Laozi” akan merasakan suatu karya sastra yang
yang indah, lantunan bahasa yang bersanjak, tapi tidak ada suatu perasaan yang
menyetuh dan gregeg, hambar-hambar saja dan dingin, dan kesimpulannya banyak
bertitik tolak dari hukum logika. Misalnya ‘karena alam itu tidak bisa menjadi
tua, maka alam tidak bisa berperasaan ‘cinta benevolence’. Karena alam tidak
berpersaaan ‘cinta benevolence’, maka semua yang ada didalam alam dianggap
seperti barang sajian. Dan Karena Nabi harus menandingi dunia, maka nabi
menganggap rakyat seperti barang sajian.
(天地不老,所以天地不仁. Tian di bu lao,
suo yi tian di bu ren天地不仁,所以万物为刍狗tian
di bu ren, suo yi wan wu wei chu gou. 圣人效法天,所以百姓为刍狗sheng
ren xiao fa tian, suo yi bai xing wei chu gou)
Tapi
dalam konteks ini maksud sebenarnya dari Laozi bukannya akan menginjak rakyat
jelata, beliau mengusulkan agar para penguasa jangan terlalu meng-intervensi
dan mengurusi urusan rakyat, dan mengacak-acak urusan rakyat. Tapi ekspresi
dalam kata-katanya sangat dingin seolah-olah
rakyat di-istilahkan seperti anjing sajian persembahan.
Tapi
oleh kaum Legalisme, rakyat benar-benar dianggap seperti anjing persembahan.
Menurut apa yang diusulkan oleh kaum Legalis, dalam negara, rakyat hanya
diperbolehkan mempunyai dua macam
professi, yaitu sebagai Pasukan dan Petani. Rakyat bisa ber-dwifungsi, sehari-hari
sebagai petani, tapi saat ada perang harus sebagai pasukan perang. Bertani
untuk memberikan hasilnya kepada para penguasa menjadi kaya, saat perang
membantu penguasa untuk membunuh orang. Professi yang lain tidak diperkenankan.
Rakyat hanya diperbolehkan berlaku sebagai petani dan pasukan perang. Ini benar-benar
menganggap rakyat sebagai anjing persembahan, atau dengan kata lain sebagai
alat.
Timbul
pertanyaan mengapa kaum Legalis ini bisa melahirkan gagasan yang demikian?
Yaitu Demi Misi. Misi dari Legalis adalah membuat ‘Negara Menjadi Kuat’.
Perbedaan dengan Kaum Konfusianis, Motis, Daois, mereka ini mempunyai misi
historis, sedang Legalis misinya adalah Realistis. Legalis menganut ‘Realisme’
dan ‘Negara-isme’ satu-satunya misi hanya satu, bagaimana membuat negara
menjadi kuat, itu saja. Yang lain tidak perduli, jadi untuk mencapai tujuan ini
segala cara dihalalkan, termasuk rakyat dijadikan tumbal atau sebagai anjing
persembahan serta dijadikan alat belaka.
Lalu
timbul pertanyaan, negara jadi kuat untuk apa? Memang tujuan negara menjadi
kuat dan makmur adalah idaman semua orang, tapi negara makmur dan kuat adalah
untuk kebahagiaan rakyat negara. Andaikata sebuah negara yang telah makmur dan
kuat, tapi rakyatnya tidak bahagia. Untuk apa? Maka seharusnya demi kebahagiaan
rakyat negara, maka kita memperkuat dan memakmurkan negara kita. Hanya
menjadikan rakyat jelata menjadi rakyat negara, barulah pantas untuk
memakmurkan dan memperkuat negara dan pantas untuk dimakmurkan serta dibuat
jadi kuat. Negara yang demikian baru dapat dikatakan Negara kuat yang
sebenarnya.
Jika
dilihat dari bahasan diatas seolah gagasan Legalisme tidak ada satupun yang
positif, bahkan harus mendapatkan kutukan. Namun jika diteliti lebih dalam
Legalisme tidak seluruhnya negatif. Bagaimanpun paham mereka ini telah menjadi
salah satu bagian penting dari kebudayaan orang Tionghoa.
Sekarang
bagaimana baiknya untuk meneruskan dan mewarisi pemikiran mereka yang positif
untuk zaman sekarang? Sebenarnya masih banyak pemikiran Legalisme yang dapat
kita simak dan warisi untuk kita trapkan untuk masa kini. Yang paling gamblang
ialah ‘Memerintah Negara Berdasar Hukum’ atau singkatnya “Rule of Law”, inilah
keunggulan dari kaum Legalisme. Karena bagaimanapun ‘Memerintah Negara
Berdasarkan Hukum’ akan lebih dapat di-andalkan daripada ‘Memerintah Negara
Dengan Akhlak dan Moral’ atau ‘Berdasarkan Keungulan Seseorang Pemimpin’.
Konfusianis
mengusulkan ‘Politik Moral’ sedang Motis mengusul ‘Politik Keunggulan Orang’,
Daois mengusulkan ‘Tanpa Ada Politik Pengaturan’. Justru Legalis mengusul ‘Memerintah
Negara Berdasarkan Hukum’ atau ‘Rule of Law’, usulan ini bagaimanapun lebih
dapat di-andalkan daripada usulan Motis yang mengandalkan keunggulan orang, dan
juga dengan usulan Konfusianis yang meng-andalkan moral, lebih-lebih dengan
usulan Daois yang akan menjadi negara tanpa pemerintahan tidak bisa kita
bayangkan bagaimana keadaannya.
Hanfeizi韩非子 ada bercerita: Raja Wei
Ling Gong (卫灵公)
mempunyai pacar sodomi bernama Mizi Xia (弥子瑕),
saat masih muda Mizi Xia sangat cakep sekali, Raja Wei Ling Gong sangat cinta
padanya. Pernah suatu kali ketika mereka berdua bermain di kebun, Mizi Xia
memetik buah pear dan menggigitnya sesuap terasa manis dan enak, lalu diberikan
kepada Raja Wei, raja langsung saja dimakannya.
Raja
kepada orang yang ditemui berkata: “Mizi Xia sungguh-sungguh baik, dia benar-benar
cinta saya. Makanan yang enak tidak tegah untuk memakannya sendiri dan
diberikan kepada saya. Benar baik anak ini....”.
Kemudian
Mizi Xia umurnya beranjak lebih tua, rupanya sudah tidak cakep lagi, hilang
kegantengannya. Raja marah ketika diberi sisa buah Pear yang telah digigitnya
terlebih dahulu kepadanya, Raja berkata : “Mizi Xia ! kamu ini benar
keterlaluan, sisa makanan bekasmu kamu berikan kepada saya... apakah kamu ini tidak
mengerti sopan santun dan tata krama?”
Coba
lihat, orang yang sama Raja Wei dan Mizi Xia dan peristiwa yang sama mengenai
makan pear, tapi komentar pertama dan kedua berlainan. Bagaimana bisa
mengandalkan manusia untuk memerintah? Yang bisa diandalkan hanya ‘Memerintah
berdasarkan hukum’(rule of law), lebih lanjut Hanfei memberi pendapat bahwa
Hukum mempunyai 3 ciri khusus :
- Tunggal
(一yi), ketetapan hukum hanya ada
satu, pengertiannya hanya ada satu, tidak boleh yang bisa ditafsirkan macam-macam.
- Tetap
(固 gu), hukum harus tetap tidak
boleh dengan mudah berubah-ubah. Hukum yang telah ditetapan harus berlaku untuk
waktu yang cukup lama.
- Terbuka
(显xian), hukum harus terbuka dan
disosialisasikan agar setiap orang mengetahui.
Hanfeizi
dengan jelas mengatakan, peraturan harus terbuka, biarkanlah setiap rakyat
mengetahuinya. (法莫如显 使民知之fa
mo ru xian, shi min zhi zhi).
Kemudian
bersifat Tunggal (一yi), Tetap (固 gu), Terbuka (显xian).
Ini
semua kebaikannya terletak dimana? Cendikiawan Yi Zhong Tian menyimpulkan ada empat
kebaikannya yaitu:
- Hukum
Tunggal , berakibat terhindar dari penafsiran yang berbeda-beda.
- Hukum
Hanya Satu, berakibat terhidar tumpang tindihnya hukum dan terhindar banyaknya celah-celah
hukum.
- Hukum
Tetap atau bersifat tetap, terhindar penguasa tertinggi mudah mengubah-ubah isi
hukum.
- Hukum
Terbuka, terhindar orang melakukan suatu pelanggaran hukum secara gelap-gelapan.
Tidak ada alasan bagi orang untuk pura-pura tidak tahu.
Dengan
demikian semua kelicikan, tipu muslihat, kebobrokan semuanya dapat di-eliminir
atau ditiadakan. Maka kala itu jika yang memerintah adalah kaum Legalis
keamanan negara tersebut akan lebih baik. Jika yang memerintah penjabatnya
kejam, keamanan akan lebih baik lagi, kebobrokan akan lebih sedikit.
Karena
hukum adalah Tunggal (一yi), Tetap (固 gu), Terbuka (显xian), setiap orang dihadapan
hukum adalah sama. Justru ini yang sesungguhnya menjadi dambaan Moti (墨子) yaitu masyarakat yang
berkeadilan dan samarata. Seperti yang pernah kita bahas bahwa Moti mendambakan
masyarakat yang berkeadilan dan samarata, tapi Moti tidak mendapatkan jalannya.
Moti kira untuk mencapai keadaan masyarakat yang dibambakan demikian dengan
mengangkat seorang yang terunggul sebagai penguasa tertinggi, yang sedikit
lebih tidak unggul sebagai penguasa daerah, dan seterusnya sebagai pemimpin
distrik, desa, dan kampung. Idee demikian sama sekali tidak bisa diandalkan.
Namun
Kaum Legalis telah bisa menrealisasikan keadaan yang demikian, bagaimana untuk
bisa mencapai masyarakat yang berkeadilan dan sama-rata, yaitu dengan Hukum.
Bagaimana mencapai usulan Laozi yang menginginkan “Tanpa Berbuat” untuk
memerintah yaitu dengan Hukum untuk merealisasikannya. Karena dengan memerintah
berdasarkan hukum, maka peran orang sudah tidak signifikan lagi. Jadi pemimpin
bisa tidak perlu aktif terus, roda menagement bisa jalan terus. Justru usulan
Legalis ini sebenarnya sangat membanggakan, dimana kala itu sudah bisa
mengusulkan memerintah dengan ‘Sistim’.
Kaum
Legalis telah mewariskan kebudayaan kepada kita sebagai berikut :
- Keterbukaan
(公开gong kai) Openness
- Samarata
(公平gong ping) Equity
- Berkeadilan
(公正gong zheng) Candour
Ini
adalah yang diusulkan oleh kaum Legalis.
Dalam
Konteks diatas kita perlu jelaskan empat hal penting :
1. Memerintah
berdasarkan hukum dapat mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan sama-rata, tapi
hanya bersifat realtif dan tidak mutlak, tidak bisa dijamin bahwa akan dicapai
masyarakat yang adil dan sama-rata secara mutlak. Hingga kini didunia belum ada
suatu sistim yang bisa menjamin masyarakat yang berkeadilan dan sama-rata
secara mutlak. Tapi walaupun bagaimanapun dibandingkan dengan memerintah
mengandalkan manusia unggul atau manusia super dan memerintah dengan moral,
sistim Legalis ini lebih realistik.
2. Syarat
yang dimaksud memerintah dengan hukum dengan berkeadilan dan sama-rata, yang
terpenting adalah Proseduril Yang Berkeadilan. Karena pertimbangan hukum dalam
pengadilan ada dua kesimpulan dalam menetapkan keputusan.Pertama Unsurnya yang adil, dalam hal ini apakah suatu kasus telah
diputuskan secara adil, dengan melihat apakah si pelanggar hukum telah
dibuktikan kesalahannya dengan jelas, apakah telah dijatuhi sanksi atau
hukuman, dan orang baik apakah telah mendapatkan imbalan. Tetapi yang
diinginkan adalah ‘Prosedurnya yang adil’.
Jadi apakah prosedur penyelidikannya telah dijalankan dengan benar dan
proposonal, walaupun pada akhirnya bisa tidak dapat dibuktikan kesalahannya. Misalnya seorang yang oleh masyarakat dianggap
telah bersalah, tapi dihadapan pengadilan kesalahannya tidak dapat dibuktikan,
maka dibebaskanlah orang tersebut dari hukuman. Ini yang dimaksud dengan “Berkeadilan”.
3. Proseduril
Adil, prosedur hukum harus adil sesuai dengan hukum yang berlaku, jadi
melaksanakan hukum harus sesuai dengan hukum peradaban. Jadi jika hukumnya
adalah lalim maka pelaksanaan hukumnya makin lama makin runyam. Kita harus
tunduk kepada hukum, tapi hukum itu sendiri harus juga tunduk kepada aturan
main yang benar. Hukum ini harus melalui prosedur demokratis dari rakyat yang
menyusun dan yang menegakkan hukum. Masalahnya dengan Hukumnya kaum
Legalis bukan untuk kepentingan rakyat,
melainkan untuk kepentingan kaum penguasa, atau hukum untuk sang Raja. Maka
tidak heran jika hukum ini makin dilaksanakan makin menjadi runyam.
4. Setelah
syarat diatas ini dapat terpenuhi, dimana hukum telah ditetapkan oleh rakyat,
berkeadilan, proseduril juga sudah adil, tapi hanya dengan hukum tidaklah dapat
mengatasi semua masalah, tidak bisa menjamin hukum bisa mengatasi permasalahan
masyarakat dunia. Masih banyak permasalahan dimana hukum tidak bisa diandalkan
untuk bisa mengatasinya, melainkan masih memerlukan dengan ‘Moral dan Akhlak’
untuk mengatasinya.
Jadi
untuk mengharapkan mencapai hal yang optimum, maka motonya haruslah : ‘Memerintah
negara berdasarkan hukum, dengan moral dan akhlak mendidik orang’ ( 以法治国 以德育人yi
fa zhi guo , yi de yu ren ).
Pendidikan
yang dimaksud diatas ini yang paling dapat diandalkan adalah pendidikan ‘Moral & Akhlak’, dalam hal ini kaum
Legalis mengabaikannya. Tapi yang justru banyak membicarakan masalah ‘Moral
& Akhlakl’ adalah Kaum Konfusianis.
Maka
kembali lagi kita perlu membahas apa saja yang yang telah diwariskan oleh Kaum
Konfusianis kepada kita dalam hal ‘Moral’ ini? Marilah kita bahas lagi dalam tulisan berikut ini......
( Bersambung .......... )
( Bersambung .......... )
*2 南华经 庄子 周苏平 高彦平 注译 安徽人民出版社 Hal. 1
Daftar Perpustakaan
- 先秦诸子百家争鸣: 易中天
CCTV
- 经典阅读文库 ---- 论语 李薇/主编
- 经典阅读文库 ---- 道德经 李薇/主编
- 中国古典名著精品 ---- 菜根谭 洪应明 著
- Internet
: http://friesian.com/confuci.htm :
Confucius
- 孔子
----- 維基百科,自由的百科全書 Internet
-
网址:http://www.popyard.org
- 中国人生叢书 -----
墨子的人生哲学 杨帆/主编 陈伟/著
- Internet
: http://baike.baidu.com
- The
Sayings of Mensius / 英译孟子 史俊赵校编
- 南华经 庄子 周苏平 高彦平 注译 安徽人民出版社
- 庄子 逍遥的自由人 林川耀 译编 出版者 :常春树书坊
-
http://www.sxgov.cn/bwzt/wmsxx2/lf/447465_1.shtml 春秋五霸之---晋文公
-
“When China Rules The World - The
rise of middle kingdom and the end of the western world” by Martin Jacques ALLEN LANE an imprint of
Penguin Book, First Published 2009
No comments:
Post a Comment