Wednesday 20 July 2016

Kong Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung dan Pengeritik Pada Zaman Pra-Dinasti Qin 551 – 221 SM Jilid VI (4)

Kong Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung dan Pengeritik Pada Zaman Pra-Dinasti Qin 551 – 221 SM
Jilid VI

(4)



Pengaruh Pemikiran Laozi Terhadap Daois Zhuangzi Dan Legalis Hanfeizi
老子学说与道家庄子思想和法家韩非子思想的影响 (Lao zi xue shuo yu dao jia zhuang zi si xiang he han fei zi si xiang de ying xiang)

Dalam Jilid III telah dibahas tentang polemik antara Konfusianis dan Daois, kita telah mengetahui tokoh-tokoh dari Daosime Laozi dan Zhuangzi, dimana intisari dari pemikiran kedua tokoh ini telah terjadi polemik dengan pemikiran Konfusianisme, serta pengaruhnya terhadap kebudayaan dan way of thinking dari orang Tionghoa hingga kini.

Dalam tulisan yang lalu juga telah dibahas tentang pengaruh dan bagaimana baiknya untuk mewarisi paham pemikiran Doaisme ini untuk masa kini, yaitu Kesungguhan dan Kebebasan. Yang merupakan nilai kehidupan yang hendak dicapai kaum Daois dalam hidup ini. Memang pemikiran Laozi dan Zhuangzi terlihat adanya kesinambungannya, tapi pemikiran Laozi tidak hanya mempengaruhi pemikiran Zhuangzi satu-satunya, tapi juga mempengaruhi tokoh Legalisme yaitu Hanfeizi (韩非子).

Tetapi apa perbedaan pemikiran Zhuangzi dan Hanfeizi ? Dan apakah yang bisa diwarisi dari pemikiran Hanfeizi ini ?

Para cendikiawan melihat bahwa sumber pemikiran Hanfeizi sama seperti Zhuangzi berasal dari pemikiran Laozi, minimal bagi Hanfei salah satu sumber pemikirannya berasal dari pemikiran Laozi. Atau dapat juga dikatakan bahwa penerus dari ajaran atau pemikiran Laozi ada dua orang, yang pertama adalah Zhuangzi dari Daoisme, yang kedua adalah Hanfeizi dari Legalisme.  

Namun meskipun kedua tokoh ini sumber pemikirannya berasal dari Laozi, tapi fokus dan pendirian pandangannya berbeda sama sekali. Zhuangzi mengejar ‘Kebebasan’ yang mutlak, sedang Hanfeizi mengusulkan ‘Autokrasi’ (Autocracy) total. Yang didambakan oleh Zhuangzi adalah masyarakat yang penuh dengan’Toleransi’, sedang Hanfei mengusulkan bahwa Negara memerintah secara totaliter. Zhuangzi mengejar dan memdambakan masyarakat yang bebas dan penuh toleransi, karena menganggap bahwa manusia itu dilahirkan tanpa dosa (Innocent), secara alamiah sifatnya murni. Hanfeizi mengusulkan ‘Autokrasi’ dan negara memerintah secara totaliter, karena menganggap bahwa sifat dasar manusia adalah jahat ( 人性本恶ren xing ben e). “Sifat manusia itu dasarnya jahat”.  Dari pandangan diatas ini bisa dilihat bahwa pandangan kedua tokoh ini mutlak berlawanan.

Maka sebelum kita membahas pandangan Hanfeizi, terlebih dulu kita sekali lagi membahas pandangan Zhuangzi. Dalam buku “Zhuangzi”《庄子》Bab pertama berjudul “Kisah Plesiran”《逍遥游》(xiao yao you). Cendikiawan menganggap bahwa Bab ini merupakan salah satu yang terpenting untuk mencerminkan pemikiran Zhuangzi. “Kisah Plesiran”《逍遥游》(xiao yao you) mempunyai arti ‘Hidup bebas yang sesungguhnya menurut nurani’,  hal ini telah disinggung dalam tulisan yang lalu.   Dalam buku “Zhuangzi” dalam Bab pertama Zhuangzi menceritakan suatu cerita atau fabel yang sangat poluler dikalangan orang Tionghoa seperti berikut.  

Dilaut utara ada se-ekor ikan besar sekali, besarnya hingga berkilo-kilo meter, ikan ini berubah menjadi burung yang besarnya tiada taranya. Ketika burung ini terbang keatas dari laut, terbangnya tinggi sekali hingga 90.000 li(45.000km), sayapnya seperti awan menutupi langit, saat sayapnya dikibaskan, air laut menjadi bergejolak dan membentuk ombak hingga tingginya 3000 li (1500km).

Burung ini memerlukan 6 bulan untuk terbang dari laut utara ke laut selatan. Saat itu ketika burung ini terbang, para burung kecil seperti burung berajangan, tekukur, dan serangga, menertawainya.

Para burung dan serangga ini menunjuk burung itu dan berkata: “Lihatlah... burung besar itu , untuk apa harus terbang begitu tinggi dan jauh. Bagi kita terbang paling tinggi hanya setinggi cabang pohon tinggi yang teratas, paling tinggi hanya hinggap diatas tiang pancang yang tertinggi. Jika tidak bisa tercapai keatas,  paling hanya jatuh hinggap dipermukaan tanah. Apakah itu tidak lebih baik? Untuk apa terbang tinggi dan jauh seperti burung raksaksa itu ? ”*2        

Pada akhir cerita Zhuangzi bercerita tentang: “Perdebatan untuk yang besar dan yang kecil” (此小大之辨也ci xiao da zhi bian ye). Memang sepertinya terlihat bahwa Zhuangzi dalam hal ini men-tertawakan yang “kecil”, karena setiap orang yang mendengar cerita ini akan timbul pertanyaan bahwa Zhuangzi mentertawakan burung kecil dan serangga tersebut.

Tapi Zhangzi menertawakan satwa kecil ini, apakah karena mereka ini kecil? Banyak yang menaksirkan memang benar demikian, tapi ada sebagian cendikiawan tidak berpendapat demikian. Karena bagi Zhuangzi tidak mungkin menertawakan karena mereka itu kecil, alasannya karena Zhuangzi tidak pernah membedakan yang besar dan yang kecil.

Sehubungan dengan konteks tersebut Pemikiran Zhuangzi dapat dibaca dalam bukunya “Teiori Kesetaraan” 《齐物论 (qi wu lun) {qi= 平齐ping qi = sama dan menyatu (even together); samarata atau dapat diartikan “Teori Kesetaraan”.}  Jadi dalam hal ini mempunyai arti “Semua kehidupan adalah sama” atau “Semua komentar adalah sama”, siapapun tidak ada yang lebih mulia dan ungul dari yang lain. Siapapun tidak patut untuk mentertawakan yang lain. Tidak boleh karena kamu “besar” kemudian harus menertawakan yang kecil, tidak boleh karena kamu tinggi lalu mau menertawakan yang pendek. Pendek kata semua pihak tidak berhak dan patut saling menertawakan dan meremehkan satu sama lain. Jadi tidak mungkin bagi Zhuangzi untuk bermaksud mentertawakan yang kecil maupun yang besar.

Ada cerita lain dari Zhuangzi, juga sangat poluler sebagai berikut : “Pagi Tiga Sore Empat”《朝三暮四chao san mu si.  
Ada seorang tua yang memelihara kera-kera, dan berunding dengan para kera peliharaannya, bagaimana untuk mengatur pembagian kacang sebagai makanannya. Pagi akan diberikan 3 liter, sore hari akan diberikan 4 liter, lalu dia bertanya kepada para kera : “Bagaimana menurut kalian kera-kera?”.   
Kera-kera ini mendengar ini sangat geram sambil mengertakkan giginya tanda tidak setuju sambil berteriak-teriak “Tidak setuju ... tidak setuju...pagi hanya diberi tiga, kurang satu, sedang sore empat...”   
Maka si orang tua ini berkata : “Baik.... baik saya robah... pagi saya beri kalian empat, dan sore saya beri tiga, bagaimana ?” .
Mendengar ini kera-kera berteriak kesenangan sambil ber-jingkrak “ Horee... horee... setuju... setuju....”.
Zhuangzi berkata : “Pagi empat sore tiga dan pagi tiga sore empat bukannya semua sama tujuh? Apa yang beda? ”.
Inilah ‘Teori Kesetaraan” ( 齐物论qi wu lun), apa yang perlu ditertawakan? Semua tidak ada perbedaannya. Jadi yang lucu adalah perdebatannya, bukannya perbedaaan besar kecilnya...

Maka dalam cerita diatas Zhuangzi bukannya menertawakan burung dan serangga karena kecil, melainkan hanya bercerita mereka ini tertawa. Yang besar tidak boleh menertawakan yang kecil, demikian juga yang kecil tidak pantas menertawakan yang besar. Maka dari konteks dan cerita tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa Zhuangzi adalah sosok yang sangat ‘Toleran’(宽容kuan rong). Jadi menurut Zhuangzi kita harus Toleran tidak perduli karena besar ataupun kecil, tinggi atau pendek, pandai atau tidak pandai, cantik atau tidak cantik, gemuk atau kurus harus saling penuh toleransi, karena dalam kehidupan semuanya adalah sama... selama mereka bebas dan bersungguh-sungguh semua akan berharga dalam hidup.

Jadi kuncinya adalah: Ketulusan dan Bebas (真实和自由zhen zhi he zi you). Semua kehidupan yang berprinsip ini harus mendapat kehormatan yang sama, siapapun tidak boleh menertawakan yang satu dengan lainnya. Tidak boleh dengan kesungguhan yang satu menertawakan kesungguhan yang lain, tidak boleh dengan ‘Kebebasan’ yang satu menertawakan ‘Kebebasan’ yang lain. Maksudnya jangan menertawakan orang lain karena dirinya telah benar-benar bebas lalu menertawakan kebebasan dari orang lain.

Pola pemikiran demikian sungguh patut mendapat pujian dan kehormatan yang setinggi-tingginya. Karena seperti diketahui ‘Toleransi’ adalah merupakan suatu sikap yang sangat berharga dalam dunia kini.   

Memang kala itu Zhuangzi tidak dapat menjelaskan makna ‘Toleransi’ seperti pengertian sekarang, namun dengan pemikiran Zhuangzi ini kita patut memberi hormat dan pujian kepada Zhuangzi setinggi-tingginya.... Lebih lagi Zhuangzi tidak hanya mengusulkan ‘Tolreansi’, tapi juga mengusulkan Kebebasan Murni. Dari ini bisa dilihat ‘Betapa Agungnya’ si Zhuangzi (庄子) ini.

Kaum Daoisme telah mewariskan kepada kita : Kutulusan ; Kebebasan dan Toleransi.

Sedang Hanfei韩非 yang juga penerus dari Ajaran Laozi telah memberikan kepada kita pemikiran lain, yang patut kita analisa bagaimana mereka mengatasi keadaan sosial masyarakat dengan pemikiran Legalisme-nya. Kemudian bagaimana baiknya kita mewarisi pemikiran Legalisme ini?    

Jika Zhuangzi mengusul ‘Toleransi’ , maka yang diusulkan Legalis justru menunjukan ‘Kesadisan dan Kekejaman’, kesadisan dan kekejaman kaum Legalisme ini bahkan telah mencapai titik dimana tanpa menghargai ‘Nyawa Manusia’ sama sekali.  Dalam buku ‘Hanfeizi”《韩非子》ada satu cerita seperti berikut.

Ada seorang pejabat bernama Han Zhao Hou (韩昭侯) yang juga beraliran Legalisme, bahkan dalam menjalankan aturan legalnya sangat keras dan tegas. Suatu hari Han Zhao Hou mabuk dan tertidur, ketika bangun dia melihat badannya diselimuti oleh baju jubahnya, lalu dia bertanya: “Siapa yang menyelimuti saya dengan baju jubah ini?”. 
Bawahannya melapor bahwa yang menyelimuti adalah Petugas Pengurus Topi, maka dia memerintah Petugas Topi dan Petugas Pengurus Pakaian untuk ditangkap dan langsung dipenggal kepalanya.  Mengapa Petugas Pengurus Pakaian harus dijatuhi hukuman? Karena telah lalai dengan tugasnya. Pakaian ini seharusnya dia yang mengenakannya sesuai dengan tugasnya. Maka harus dihukum.  Mengapa Petugas Pengurus Topi harus dihukum? Karena telah melanggar tugas. Tugasnya adalah mengurus Topi bukan mengurus mengenakan pakaian.   

Inilah yang dimaksud dengan ketegasan dan kejelasan dari aturan main Legalisme. Dapat dilihat aturan main dari Legalisme sungguh amat kejam. Yang jelas Petugas Topi itu berbaik hati untuk menyelimuti sang majikan saat tertidur karena mabuk.

Masih ada cerita lain dalam buku ini. Suatu saat di Negara Qin terjadi bencana kelaparan, rakyat jelata tidak bisa mendapatkan makanan. Ada seorang pejabat yang mengusulkan Kepada Raja Qin Zhao Xiang (秦昭襄王qin zhao xiang wang), bahwa negara sedang mengalami bencana kelaparan, menanyakan apakah boleh membuka gudang makanan negara untuk membagikan makanan kepada rakyatnya.
Raja Qin Zhao Xiang mengatakan : “ Tidak boleh !”   Mengapa tidak boleh? Karena menurut Undang-undang Negaranya yang berlaku, siapapun yang tidak berjasa tidak bisa mendapatkan ‘Hadiah’.
Raja mengatakan: “Makanan ini adalah diperuntukkan para pejabat yang berjasa, para rakyat jelata ini apakah sudah berjasa? Apakah terkena bencana itu berarti berjasa?”.    
Raja selanjut berkata: “Itu bukan berjasa, maka tidak bisa diberi makanan cuma-cuma sebagai hadiah. Jika rakyat ini tidak berjasa dan tidak mengeluarkan uang sama sekali untuk mendapatkan makanan, apakah itu tidak berarti saya mengajurkan kepada semua orang untuk datang ke gudang saya seenaknya untuk mengambil makanan? Memang benar jika saya tidak memberi makanan kepada mereka, maka mereka akan mati kelaparan. Tapi jika saya membantu mereka, negara saya akan kacau. Jadi dua pilihan, disatu pihak rakyat mati kelapran, tapi negara saya aman, pilihan lain menghidupi rakyat yang kelaparan, tapi saya melanggar dan mengabaikan “Undang-undang” saya, sehingga akan menjadi kekacauan negara. Maka saya memilih biarkanlah rakyat mati kelaparan, tapi negara saya tidak kacau.”.   Dapat dilihat bagaimana kejam dan sadisnya cara kaum Legalis dalam memerintah negara, sangat mengerikan sekali. Sama sekali tidak ber-prikemanusiaan.

Jika kita teliti para kaum Legalis ini ada persamaannya ‘Kejam dan Sadis’.   Termasuk juga tokoh generasi setelah tokoh-tokoh yang telah disebut dimuka, ada juga tokoh setelah mereka misalnya dalam buku “Kisah Pejabat Kejam” 《酷吏传》(ku li zhuan). Misalnya dalam zaman Kaisar wanita pertama di Tiongkok Wuzetian (武则天), ada dua pejabat kejam yang satu bernama Laijunchen (来俊臣), yang satu lagi bernama Zhouxing (周兴).    Suatu hari Laijunchen (来俊臣) mengundang Zhouxing (周兴 ) makan, Laijunxing berkata : “Tuan Zhou kita ini sama-sama pejabat hukum negara,  ada satu soal yang saya ingin minta saran kepada Anda.”.     
Zhouxing berkata:” Tuan Lai merendah sekali, kiranya ada masalah apa?”.    
Laijunchen berkata: “Jika saat mengusut seseorang pesakitan, kita menghadapi seorang pesakitan yang bagaimanapun tidak mau mengaku kesalahannya, kita harus bagaimana?”.
Zhouxing menjawab sambil tertawa: ” Hahaha... Ini mudah ditangani, Anda cukup mencari sebuah bejana besar, kemudian dibawah dan sekelilingnya membakar api. Setelah bejana membara Anda suruh si pesakitan itu masuk dalam bejana membara itu. Dia pasti akan mengaku.”.   
Laijunchen berseru :”Oh...begitu. Kalau begitu saya harus belajar dan mencoba melakukannya.” . 
Setelah Laijunchen berkata itu, dia merintahkan anak buahnya datang: “Sesuai menurut petunjuk Tuan Zhou, coba siapkan bejana besar dan bakarlah api hingga bejana membara.” Setelah semuanya siap, Laijunchen berkata kepada Zhouxing: “Tuan Zhou dengan hormat dan sangat tidak enak sekali, ada yang melapor bahwa Anda telah berusaha makar, silahkan Anda masuk dalam bejana ini..”   
Dengan serta merta Tuan Zhou ini bereriak ........   Sebenarnya Zhouxing dan Laijunchen masih satu partai, tapi mereka sama sekali tidak mempunyai perasaan iba satu sama lainnya. Begitu ada masalah walau teman sudah tidak saling mengenal lagi.

Kaum Legalis hampir semuanya bersifat demikian. Dari tokoh seperti Shangyang (商鞅), dia itu tidak mengenal teman atau orang lain. Shangyang berasal dari Negara Wei, kemudian mengabdi ke Raja negara Qin, yaitu Qin Xiao Gong ( 秦孝公), namun pada masa itu sebagai seorang Shi() tidak ada masalah kemana saja dia akan mengabdi (kita telah jelaskan di tulisan yang lalu di depan). Dimana seorang Shi bisa mengabdi di negara mana saja itu sah-sah saja, ini tidak dipandang sebagai penghianatan terhadap negaranya, karena seorang Shi adalah profisional freelancer yang tidak mengenal batas wilayah.   

Saat di negara Qin,  dia mengajurkan kepada Raja Qinxiaogong (秦孝公) untuk menyerbu negara Wei, ini juga tidak bisa dianggap sebagai penjual negara. Saat itu hal demikian tidak melanggar tatakrama, normal-normal saja. Tapi hanya caranya yang perlu dipertanyakan.    

Sebelum mengadakan penyerangan, Shangyang menulis surat kepada Panglima Perang negara Wei yang bernama Gongzi Ang (公子昂), dalam surat itu dikatakan : “Tuan Gong, dulu kita ketika berdua sama-sama mengabdi di negara Wei, kita sama-sama teman sekerja, sahabat, dan hubungan kita seperti kakak beradik. Tapi sungguh tidak terpikirkan kini kita harus bermusuhan menjadi lawan. Dalam hati saya sebagai Shangyang sungguh sedih, sebagai Shangyang saya tidak tegah untuk menyerang Tuan Gong.  Apakah kamu pikir demikian? Bagaimana jika saya undang Tuan makan, kita bicarakan kemungkinannya untuk bisa damai?”.  
Bagi Gongziang公子昂, dia sangat sadar bahwa tidak mungkin bisa melawan serangan Negara Qin, sekarang diundang untuk bicara untuk perdamaian. Maka dengan sangat senang hati memenuhi undangan ini, tapi apa lacur? Begitu dia tiba ditempat perjamuan, langsung saja ditangkap dan disekap. Setelah disekap, Shangyang memerintahkan tentaranya untuk menyerbu Negara Wei....

Ini benar suatu kelicikan, menurut pandangan kaum Konfusianis benar-benar tidak fair dan melanggar tatakrama. Maka menurut Sima Qian司马迁penulis kitab sejarah, Shangyang tidak bernasib baik, ada sebabnya. Inilah ciri dari kaum Legalis.   Kekejaman kaum Legalis memang terlihat berdarah dingin dan sadis, tapi kadangkala kekejaman ini juga menimpa terhadap dirinya sendiri. Sehingga mereka harus terluka dan menjadi korban juga. Pejabat-pejabat kejam dari kaum Legalis ini telah dikutuk sepanjang sejarah. ...  Kaum Legalisme ini mengapa bisa berbuat demikian kejam? Bahkan terhadap kaum Legalis sendiri, mereka sama sekali tidak memperdulikan dirinya menjadi korban demi untuk terlaksanakan gagasannya.

Penyebabnya oleh cendikiawan disimpulkan dengan tiga alasan :
-   Latar belakang zaman.(时代 shi dai)
-   Berasal dari satu sumber (渊源yuan yuan)
-   Demi Misi (使命shi ming)

Pemikiran Legalisme menjadi matang sudah sejak zaman ‘Peperangan Negara-negara’, terpenting dimulai dari Shangyang dan Hanfei.  Hanfei hidup pada akhir zaman tersebut. Seperti telah diceritakan terduhulu bahwa keadaan ‘Perang Musim Semi & Gugur’(春秋chun qiu) berbeda dengan keadaan ‘Peperangan Negara-negara’(战国zhan guo). Antara dua zaman ini perbedaan yang sangat menyolok terletak pada aturan main dalam berperang.     

Perang pada zaman Chun Qiu 春秋, perang seringkali hanya berlangsung satu hari, kedua belah pihak setelah menyusun barisan, pasukannya saling berhadapan, barulah mulai perang. Jika salah satu pihak telah kalah atau menang, perang akan berhenti, ada aturan yang sportif. Tapi perang pada zaman ‘Peperang Negara-negara’(战国zhan guo), perang sudah tidak ada aturannya, satu peperangan bisa berbulan-bulan, sama sekali tidak ada toleransi. Di Tiongkok ada pemeo yang mengatakan: {Yang lima puluh langkah menertawakan yang seratus langkah} (五十步笑一百步wu shi bu xiao yi bai bu). Pemeo ini datangnya dari Mensius孟子.

Mensius menceritakan bahwa ada seorang prajurit, yang kalah perang dan lari lima puluh langkah. Dan ada lagi prajurit yang lain kalah perang lari seratus langkah. Kemudian prajurit yang lari lima puluh langkah ini menertawai prajurit yang lari seratus langkah. Bolehkah demikian? Semua orang akan mengatakan tidak boleh. Karena kamu walaupun lari seratus langkah atau lima puluh langkah, sama-sama melarikan diri sebagai pecundang. Apa bedanya? Dari sudut pandang Mensius memang ini benar.

Tapi jika konteks ini dirubah dengan latar belakang sejarah yang lain, peristiwa tersebut terjadi pada latar belakang sejarah dizaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’(春秋chunqiu), dan kita tidak memasalahkan lari karena kalah perang, maka “Prajurit yang lari lima puluh langkah boleh menertawakan yang lari seratus langkah”. Mengapa?  

Karena pada zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’ berlaku peraturan perang, dimana pihak yang kalah perang jika lari lima puluh langkah, pihak yang menang tidak boleh mengejar lagi. Ini adalah Hukum Perang kala itu. Maka pihak yang kalah setelah lari 51 langkah, pihak yang menang tidak boleh membunuhnya. Sehingga setelah lari 50 langkah sudah aman, untuk apa harus lari seratus langkah? Maka pada zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’ yang lari 50 langkah boleh menertawakan yang lari 100 langkah.

Tapi pada zaman ‘Peperangan Negara-negara’ satu kali perang yang korban akan puluhan ribu orang, tawanan perang juga dibunuh. Misalnya seorang Panglima Perang negara Qin yang bernama Baiqi (白起), sekali waktu mengubur hidup-hidup tentara negara Zhao () yang menyerah hingga empat puluhan ribu orang. Hanya dalam  hal ini bisa saja catatan sejarah dalam buku sejarah zaman dulu bisa saja tidak akurat dan dibesar-besarkan jumlahnya, tapi walau bagaimanapun jika puluhan ribu yang dikubur  juga cukup mengerikan.

Jadi dalam hal ini Zaman yang berbeda, bisa punya artian yang berbeda. Seorang cendikiawan sejarah Tiongkok Bo Peng Shan (鲍鹏山) mengatakan bahwa zaman ‘Peperangan Negara-negara’ adalah zaman yang paling kejam dan sadis, tapi juga yang paling toleran.

Memang demikianlah keadaannya, karena sangat kejam terhadap rakyat kecil, tapi sangat toleran terhadap para Shi atau Professional Freelancer. Saat itu tidak ada penjara khusus untuk kaum pelanggar intelektual. Sehingga pada zaman ‘Peperagan Negara-negara’ tidak ada Pemikir-pemikir baru, karena kala itu jika ada yang berpikiran beda akan mendapat hukuman dengan hilang nyawanya. 

Seperti  telah diceritakan tentang Mensius yang berkunjung ke Raja-raja, walaupun berbicara sangat tajam, tapi para Raja-raja tetap saja bersikap sangat hormat kepadanya. Mensius saat mengabdi di negara Qi dan Wei, menikmati “kenaikan pangkat” tapi tidak sering hadir ke kantor, benar sangat dihargai dan sangat toleran. Maka zaman ‘Peperangan Negara-negara’ adalah zaman dimana Sangat Kejam dan juga sekali gus Sangat Toleran.

Zhuangzi telah mengembangkan sikap ‘Toleransi’ pada zamannya, Hanfei dan Shangyang mengembangkan ‘Kekejaman’ pada zamannya.  Sedang Zhuangzi dan Hanfei gagasannya bersumber dari satu sumber yaitu Laozi. Seperti telah dibahas di tulisan terdahulu bahwa ciri dari Laozi 老子adalah ‘Sangat Dingin’ sikapnya. Membaca buku Laozi terasa sangat datar dan dingin. Kata-katanya sangat monotone dan datar, tidak perduli apakah si pembaca akan mengerti atau tidak. Tidak berperasaan sama sekali, seperti telah disebutkan di tulisan depan dikatakan bahwa membaca buku “Laozi” akan merasakan suatu karya sastra yang yang indah, lantunan bahasa yang bersanjak, tapi tidak ada suatu perasaan yang menyetuh dan gregeg, hambar-hambar saja dan dingin, dan kesimpulannya banyak bertitik tolak dari hukum logika. Misalnya ‘karena alam itu tidak bisa menjadi tua, maka alam tidak bisa berperasaan ‘cinta benevolence’. Karena alam tidak berpersaaan ‘cinta benevolence’, maka semua yang ada didalam alam dianggap seperti barang sajian. Dan Karena Nabi harus menandingi dunia, maka nabi menganggap rakyat seperti barang sajian.
(天地不老,所以天地不仁. Tian di bu lao, suo yi tian di bu ren天地不仁,所以万物为刍狗tian di bu ren, suo yi wan wu wei chu gou. 圣人效法天,所以百姓为刍狗sheng ren xiao fa tian, suo yi bai xing wei chu gou

Tapi dalam konteks ini maksud sebenarnya dari Laozi bukannya akan menginjak rakyat jelata, beliau mengusulkan agar para penguasa jangan terlalu meng-intervensi dan mengurusi urusan rakyat, dan mengacak-acak urusan rakyat. Tapi ekspresi dalam kata-katanya sangat  dingin seolah-olah rakyat di-istilahkan seperti anjing sajian persembahan. 

Tapi oleh kaum Legalisme, rakyat benar-benar dianggap seperti anjing persembahan. Menurut apa yang diusulkan oleh kaum Legalis, dalam negara, rakyat hanya diperbolehkan  mempunyai dua macam professi, yaitu sebagai Pasukan dan Petani. Rakyat bisa ber-dwifungsi, sehari-hari sebagai petani, tapi saat ada perang harus sebagai pasukan perang. Bertani untuk memberikan hasilnya kepada para penguasa menjadi kaya, saat perang membantu penguasa untuk membunuh orang. Professi yang lain tidak diperkenankan. Rakyat hanya diperbolehkan berlaku sebagai petani dan pasukan perang. Ini benar-benar menganggap rakyat sebagai anjing persembahan, atau dengan kata lain sebagai alat.

Timbul pertanyaan mengapa kaum Legalis ini bisa melahirkan gagasan yang demikian? Yaitu Demi Misi. Misi dari Legalis adalah membuat ‘Negara Menjadi Kuat’. Perbedaan dengan Kaum Konfusianis, Motis, Daois, mereka ini mempunyai misi historis, sedang Legalis misinya adalah Realistis. Legalis menganut ‘Realisme’ dan ‘Negara-isme’ satu-satunya misi hanya satu, bagaimana membuat negara menjadi kuat, itu saja. Yang lain tidak perduli, jadi untuk mencapai tujuan ini segala cara dihalalkan, termasuk rakyat dijadikan tumbal atau sebagai anjing persembahan serta dijadikan alat belaka.

Lalu timbul pertanyaan, negara jadi kuat untuk apa? Memang tujuan negara menjadi kuat dan makmur adalah idaman semua orang, tapi negara makmur dan kuat adalah untuk kebahagiaan rakyat negara. Andaikata sebuah negara yang telah makmur dan kuat, tapi rakyatnya tidak bahagia. Untuk apa? Maka seharusnya demi kebahagiaan rakyat negara, maka kita memperkuat dan memakmurkan negara kita. Hanya menjadikan rakyat jelata menjadi rakyat negara, barulah pantas untuk memakmurkan dan memperkuat negara dan pantas untuk dimakmurkan serta dibuat jadi kuat. Negara yang demikian baru dapat dikatakan Negara kuat yang sebenarnya.

Jika dilihat dari bahasan diatas seolah gagasan Legalisme tidak ada satupun yang positif, bahkan harus mendapatkan kutukan. Namun jika diteliti lebih dalam Legalisme tidak seluruhnya negatif. Bagaimanpun paham mereka ini telah menjadi salah satu bagian penting dari kebudayaan orang Tionghoa.    

Sekarang bagaimana baiknya untuk meneruskan dan mewarisi pemikiran mereka yang positif untuk zaman sekarang? Sebenarnya masih banyak pemikiran Legalisme yang dapat kita simak dan warisi untuk kita trapkan untuk masa kini. Yang paling gamblang ialah ‘Memerintah Negara Berdasar Hukum’ atau singkatnya “Rule of Law”, inilah keunggulan dari kaum Legalisme. Karena bagaimanapun ‘Memerintah Negara Berdasarkan Hukum’ akan lebih dapat di-andalkan daripada ‘Memerintah Negara Dengan Akhlak dan Moral’ atau ‘Berdasarkan Keungulan Seseorang Pemimpin’.

Konfusianis mengusulkan ‘Politik Moral’ sedang Motis mengusul ‘Politik Keunggulan Orang’, Daois mengusulkan ‘Tanpa Ada Politik Pengaturan’. Justru Legalis mengusul ‘Memerintah Negara Berdasarkan Hukum’ atau ‘Rule of Law’, usulan ini bagaimanapun lebih dapat di-andalkan daripada usulan Motis yang mengandalkan keunggulan orang, dan juga dengan usulan Konfusianis yang meng-andalkan moral, lebih-lebih dengan usulan Daois yang akan menjadi negara tanpa pemerintahan tidak bisa kita bayangkan bagaimana keadaannya.

Hanfeizi韩非子 ada bercerita: Raja Wei Ling Gong (卫灵公) mempunyai pacar sodomi bernama Mizi Xia (弥子瑕), saat masih muda Mizi Xia sangat cakep sekali, Raja Wei Ling Gong sangat cinta padanya. Pernah suatu kali ketika mereka berdua bermain di kebun, Mizi Xia memetik buah pear dan menggigitnya sesuap terasa manis dan enak, lalu diberikan kepada Raja Wei, raja langsung saja dimakannya.
Raja kepada orang yang ditemui berkata: “Mizi Xia sungguh-sungguh baik, dia benar-benar cinta saya. Makanan yang enak tidak tegah untuk memakannya sendiri dan diberikan kepada saya. Benar baik anak ini....”.   
Kemudian Mizi Xia umurnya beranjak lebih tua, rupanya sudah tidak cakep lagi, hilang kegantengannya. Raja marah ketika diberi sisa buah Pear yang telah digigitnya terlebih dahulu kepadanya, Raja berkata : “Mizi Xia ! kamu ini benar keterlaluan, sisa makanan bekasmu kamu berikan kepada saya... apakah kamu ini tidak mengerti sopan santun dan tata krama?”
Coba lihat, orang yang sama Raja Wei dan Mizi Xia dan peristiwa yang sama mengenai makan pear, tapi komentar pertama dan kedua berlainan. Bagaimana bisa mengandalkan manusia untuk memerintah? Yang bisa diandalkan hanya ‘Memerintah berdasarkan hukum’(rule of law), lebih lanjut Hanfei memberi pendapat bahwa Hukum mempunyai 3 ciri khusus :
-   Tunggal (yi), ketetapan hukum hanya ada satu, pengertiannya hanya ada satu, tidak boleh yang bisa ditafsirkan macam-macam.
-   Tetap ( gu), hukum harus tetap tidak boleh dengan mudah berubah-ubah. Hukum yang telah ditetapan harus berlaku untuk waktu yang cukup lama.
-   Terbuka (xian), hukum harus terbuka dan disosialisasikan agar setiap orang mengetahui.

Hanfeizi dengan jelas mengatakan, peraturan harus terbuka, biarkanlah setiap rakyat mengetahuinya. (法莫如显  使民知之fa mo ru xian, shi min zhi zhi). 
Kemudian bersifat Tunggal (yi), Tetap ( gu), Terbuka (xian).

Ini semua kebaikannya terletak dimana? Cendikiawan Yi Zhong Tian menyimpulkan ada empat kebaikannya yaitu:
- Hukum Tunggal , berakibat terhindar dari penafsiran yang   berbeda-beda.
- Hukum Hanya Satu, berakibat terhidar tumpang tindihnya hukum dan terhindar banyaknya celah-celah hukum.
- Hukum Tetap atau bersifat tetap, terhindar penguasa tertinggi mudah mengubah-ubah isi hukum.
- Hukum Terbuka, terhindar orang melakukan suatu pelanggaran hukum secara gelap-gelapan. Tidak ada alasan bagi orang untuk pura-pura tidak tahu.

Dengan demikian semua kelicikan, tipu muslihat, kebobrokan semuanya dapat di-eliminir atau ditiadakan. Maka kala itu jika yang memerintah adalah kaum Legalis keamanan negara tersebut akan lebih baik. Jika yang memerintah penjabatnya kejam, keamanan akan lebih baik lagi, kebobrokan akan lebih sedikit.

Karena hukum adalah Tunggal (yi), Tetap ( gu), Terbuka (xian), setiap orang dihadapan hukum adalah sama. Justru ini yang sesungguhnya menjadi dambaan Moti (墨子) yaitu masyarakat yang berkeadilan dan samarata. Seperti yang pernah kita bahas bahwa Moti mendambakan masyarakat yang berkeadilan dan samarata, tapi Moti tidak mendapatkan jalannya. Moti kira untuk mencapai keadaan masyarakat yang dibambakan demikian dengan mengangkat seorang yang terunggul sebagai penguasa tertinggi, yang sedikit lebih tidak unggul sebagai penguasa daerah, dan seterusnya sebagai pemimpin distrik, desa, dan kampung. Idee demikian sama sekali tidak bisa diandalkan.

Namun Kaum Legalis telah bisa menrealisasikan keadaan yang demikian, bagaimana untuk bisa mencapai masyarakat yang berkeadilan dan sama-rata, yaitu dengan Hukum. Bagaimana mencapai usulan Laozi yang menginginkan “Tanpa Berbuat” untuk memerintah yaitu dengan Hukum untuk merealisasikannya. Karena dengan memerintah berdasarkan hukum, maka peran orang sudah tidak signifikan lagi. Jadi pemimpin bisa tidak perlu aktif terus, roda menagement bisa jalan terus. Justru usulan Legalis ini sebenarnya sangat membanggakan, dimana kala itu sudah bisa mengusulkan memerintah dengan ‘Sistim’.

Kaum Legalis telah mewariskan kebudayaan kepada kita sebagai berikut :
-   Keterbukaan (公开gong kai) Openness
-   Samarata (公平gong ping) Equity
-   Berkeadilan (公正gong zheng) Candour
Ini adalah yang diusulkan oleh kaum Legalis.

Dalam Konteks diatas kita perlu jelaskan empat hal penting :
1. Memerintah berdasarkan hukum dapat mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan sama-rata, tapi hanya bersifat realtif dan tidak mutlak, tidak bisa dijamin bahwa akan dicapai masyarakat yang adil dan sama-rata secara mutlak. Hingga kini didunia belum ada suatu sistim yang bisa menjamin masyarakat yang berkeadilan dan sama-rata secara mutlak. Tapi walaupun bagaimanapun dibandingkan dengan memerintah mengandalkan manusia unggul atau manusia super dan memerintah dengan moral, sistim Legalis ini lebih realistik.

2. Syarat yang dimaksud memerintah dengan hukum dengan berkeadilan dan sama-rata, yang terpenting adalah Proseduril Yang Berkeadilan. Karena pertimbangan hukum dalam pengadilan ada dua kesimpulan dalam menetapkan keputusan.Pertama Unsurnya yang adil, dalam hal ini apakah suatu kasus telah diputuskan secara adil, dengan melihat apakah si pelanggar hukum telah dibuktikan kesalahannya dengan jelas, apakah telah dijatuhi sanksi atau hukuman, dan orang baik apakah telah mendapatkan imbalan. Tetapi yang diinginkan adalah ‘Prosedurnya yang adil’.  Jadi apakah prosedur penyelidikannya telah dijalankan dengan benar dan proposonal, walaupun pada akhirnya bisa tidak dapat dibuktikan kesalahannya.  Misalnya seorang yang oleh masyarakat dianggap telah bersalah, tapi dihadapan pengadilan kesalahannya tidak dapat dibuktikan, maka dibebaskanlah orang tersebut dari hukuman. Ini yang dimaksud dengan “Berkeadilan”.

3. Proseduril Adil, prosedur hukum harus adil sesuai dengan hukum yang berlaku, jadi melaksanakan hukum harus sesuai dengan hukum peradaban. Jadi jika hukumnya adalah lalim maka pelaksanaan hukumnya makin lama makin runyam. Kita harus tunduk kepada hukum, tapi hukum itu sendiri harus juga tunduk kepada aturan main yang benar. Hukum ini harus melalui prosedur demokratis dari rakyat yang menyusun dan yang menegakkan hukum. Masalahnya dengan Hukumnya kaum Legalis  bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kepentingan kaum penguasa, atau hukum untuk sang Raja. Maka tidak heran jika hukum ini makin dilaksanakan makin menjadi runyam.

4. Setelah syarat diatas ini dapat terpenuhi, dimana hukum telah ditetapkan oleh rakyat, berkeadilan, proseduril juga sudah adil, tapi hanya dengan hukum tidaklah dapat mengatasi semua masalah, tidak bisa menjamin hukum bisa mengatasi permasalahan masyarakat dunia. Masih banyak permasalahan dimana hukum tidak bisa diandalkan untuk bisa mengatasinya, melainkan masih memerlukan dengan ‘Moral dan Akhlak’ untuk mengatasinya.

Jadi untuk mengharapkan mencapai hal yang optimum, maka motonya haruslah : ‘Memerintah negara berdasarkan hukum, dengan moral dan akhlak mendidik orang’ ( 以法治国   以德育人yi fa zhi guo , yi de yu ren ).

Pendidikan yang dimaksud diatas ini yang paling dapat diandalkan adalah pendidikan  ‘Moral & Akhlak’, dalam hal ini kaum Legalis mengabaikannya. Tapi yang justru banyak membicarakan masalah ‘Moral & Akhlakl’ adalah Kaum Konfusianis.

Maka kembali lagi kita perlu membahas apa saja yang yang telah diwariskan oleh Kaum Konfusianis kepada kita dalam hal ‘Moral’ ini? Marilah kita bahas lagi dalam tulisan berikut ini......

( Bersambung .......... )

*2  南华经    庄子   周苏平    高彦平   注译    安徽人民出版社 Hal. 1

Daftar  Perpustakaan
-       先秦诸子百家争鸣易中天 CCTV
-       经典阅读文库 ---- 论语       李薇/主编
-       经典阅读文库 ---- 道德经       李薇/主编
-       中国古典名著精品 ---- 菜根谭      洪应明  
-       Internet : http://friesian.com/confuci.htm  : Confucius
-       孔子  -----   維基百科,自由的百科全書 Internet
-       网址:http://www.popyard.org
-       中国人生叢书    -----   墨子的人生哲学        杨帆/主编    陈伟/
-       Internet : http://baike.baidu.com
-       The Sayings of Mensius / 英译孟子      史俊赵校编
-       南华经    庄子   周苏平    高彦平   注译    安徽人民出版社
-       庄子   逍遥的自由人     林川耀 译编  出版者 :常春树书坊
-       http://www.sxgov.cn/bwzt/wmsxx2/lf/447465_1.shtml   春秋五霸之---晋文公
-       “When China Rules The World -  The rise of middle kingdom and the end of the western world”  by Martin Jacques ALLEN LANE an imprint of Penguin Book, First Published 2009


No comments:

Post a Comment