Tuesday 12 July 2016

Kong Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung dan Pengeritik Pada Zaman Pra-Dinasti Qin 551 – 221 SM Jilid VI (1)

Kong Hu Cu – Kongfusianisme – Pendukung dan Pengeritik Pada Zaman Pra-Dinasti Qin 551 – 221 SM
Jilid VI

(1)


Apa Daya Tarik dan Yang Patut Kita Warisi? Dari Ajaran Para Pemikir Zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’(Tahun 722SM-481SM) & ‘Peperangan Negara2’
春秋战国时代( Tahun 403SM-221SM)

Mengahadapi Ajaran Pemikir-pemikir Zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’ dan ‘Peperangan Negara-Negara’, dimana latar belakang sejarah yang berbeda dengan sekarang, bagaimana kita harus menanggapinya? Apa saja yang kiranya patut kita serap dalam kondisi dan situasi sekarang ini? Memang tanpa bisa dipungkiri bahwa Ajaran-aajaran dari Pemikir-pemikir zaman itu adalah merupakan warisan kebudayaan berharga tidak saja terhadap orang Tionghoa, tapi juga merupakan warisan kebudayaan dunia yang sangat berharga. Namun apakah ajaran-ajaran ini memang patut kita warisi? Marilah kita coba bahas disini.

Masalah ini tidaklah terlalu mudah untuk kita bahas, misalnya dengan perkataan Kong Hu Cu yang cukup populer : Hanya anak perempuan dan “orang kecilan” yang paling bikin susah untuk dipeliharanya, jika kita dekat, mereka bisa tidak hormat pada kita, jika kita jauhi, mereka bisa mengeluh. (唯女子与小人  为难养也   近之则不孙  远之则怨  wei nv zi yu xiao ren, wei nan yang ye, jin zhi ze bu sun, yuan zhi ze yuan).  

Perkataan ini sungguh menyusahkan dan provokatif, karena dengan telak sekali adalah suatu sikap diskriminasi gender. Tapi bagi yang membela Kong Hu Cu ada yang mengatakan bahwa ini bukan sikap diskriminasi gender, karena dalam perkataan ini disebutkan “orang kecilan,” dan orang kecil itu juga bisa lelaki, jadi tidak bisa dikatakan diskriminasi gender.

Namun dalam konteks ini apakah Kong Hu Cu tidak menunjukkan diskriminasi terhadap “orang kecil”? Jelas terlihat memandang rendah terhadap “orang kecilan”, bahkan memandang rendah terhadap perempuan seperti “orang kecilan” juga. Jadi jelas-jelas ini adalah sikap diskriminasi. “Orang kecilan” mau tidak mau adalah bagian dari seluruh orang lelaki, bukan semua orang lelaki. Tapi untuk anak perempuan adalah mencakup keseluruhan orang wanita. Jadi kesimpulannya Kong Hu Cu memandang rendah sebagian orang lelaki dan keseluruhan orang perempuan/wanita. Sikap yang demikian apakah patut kita warisi dan teruskan?

Perkataan ini menjadi bahan untuk mengeritik Kong Hu Cu bagi penentang beliau sepanjang sejarah. Jadi untuk mengutuk Kong Hu Cu perkataan ini merupakan bahan yang “tepat”. Sehingga ini menjadi kendala dan mempersulit bagi pendukung ajarannya dan bagi yang setuju untuk mewarisi ajaran-ajaran Kong Hu Cu.

Sehingga ada yang dengan absurb membela bahwa yang dimaksud dengan “perempuan” (“女子nv zi”)  yang berarti anak perempuan itu, seharusnya adalah “汝子ru zi” yang berarti anak kamu. Namun pembelaan ini tidak tepat dan mendasar. Karena jika dipakai pengertian ini, maka perkataan diatas pengertiannya akan menjadi “Hanya anak laki kamu dan orang kecilan yang paling susah diperlihara...” ini adalah suatu perkataan yang absurb. Ada dari mereka yang mengatakan bahwa “orang kecilan” disini diartikan anak kecil (小孩子xiao hai zi). Inipun kurang tepat karena dalam tulisan Analek dalam bahasa aslinya, anak kecil disebut bocah/Tongzi (童子tong zi=bocah). Jadi pembelaan ini tidak mendasar dan tidak tepat.   

Yang benar adalah perkataan Kong Hu Cu benar berkonotasi diskriminasi, diskriminasi gender terhadap wanita dan diskriminasi kelas. Bahkan yang bisa membuat orang jadi tidak senang adalah diskirminasi gender terhadap wanita. Tapi perlu dimaklumi bahwa kenyataannya dimasyarakat Tiongkok kuno memang terdapat sikap dimana lebih menghargai lelaki daripada wanita (男尊女卑nan zun nv bei), jadi bila Kong Hu Cu yang hidup dalam latar belakang sejarah yang demikian, tidak heran jika berpandangan demikian.

Yang menjadi heran ialah mengapa perempuan bisa disamakan dengan “orang kecilan” yang tidak bermoral. Maka untuk menghadapi hal tersebut kita harus realistis, memang perkataan Kong Hu Cu ini tidak bisa disangkal bahwa ada diskriminasi gender dan kelas, tapi yang bisa dibela Kong Hu Cu tidak diskriminasi moral. Kong Hu Cu sama sekali tidak memandang bahwa wanita /perempuan itu amoral, dan tidak ada maksud sama sekali untuk merendahkan wanita/perempuan itu tidak bermoralitas.

Untuk lebih jelasnya marilah kita coba kembali pada apa yang dikata Junzi (君子) atau (orang bijak/putra/gentleman), dan “orang kecilan”(小人xiao ren). Pada saat zamannya Kong Hu Cu masih hidup istilah Junzi君子(orang bijak) dan Xiaoren小人(orang kecilan) mempunyai dua macam definisi dan arti.
-       Menunujukan kelas dan kedudukan.
-       Menunjukan sikap dan kebajikan.

Yang pertama, Junzi dan Xiaoren menunjukan kelas dalam masyarakat, merupakan arti yang sebenarnya, dimana antara dua kelas masyarakat ini meng-indikasikan kedudukan yang berbeda. Untuk bisa mengerti ini perlu kita kembali pada ‘Sistim Patriakhalisme’(宗法制度zong fa zhi du)” seperti yang pernah dibahas dalam Tulisan terdahulu. Inti sari dari sistim ini adalah ketentuan akan Putra Mahkota (嫡长子di chang zi) yaitu putra pertama dari istri resmi pertama, yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam keluarga.


Putra Pertama dari Istri Resmi pertama disebut di chang zi 嫡长子= Putra Mahkota
Putra kedua dan seterusnya dari istri resmi pertama disebut Cizi次子.
Putra dari istri muda atau selir-selir yang lain disebut Shuzi庶子.


Putra-putra ini setelah menanjak dewasa harus berpisah dari orang tuanya, untuk Putra Mahkota (嫡长子di chang zi) bagiannya disebut Da Zong = Zong’fa(大宗 = 宗法) Patriat ; yang juga akan menjadi Jun. Jika Putra Mahkota Raja (天子的大宗tian zi de da zong), maka dia disebut Tianzi天子= Anak Langit atau menjadi Raja Diraja (天下之君tian xia zhi jun). Jika Putra Mahkota dari Penguasa Daerah (诸侯zhuhou) disebut Zhu Hou诸侯 atau Raja Negara Bagian disebut Guo Jun国君. Jika Putra Mahkota dari Dafu大夫 disebut Jia Jun家君 .

Jadi anak dari Jun adalah Junzi君子(gentleman). Seperti Gongzi 公子adalah Putra dari Gong, dan Putra dari Wang adalah Wangzi王子. Jadi yang tidak bisa menjadi Jun maka sebagai Chen, mereka ini belum tentu memiliki jabatan atau kedudukan. Yang tidak mendapat kedudukan dibawah Raja disebut Zhuhou诸侯 atau Jun atau Guo Jun国君. Jadi Chennya Zhuhou adalah Dafu大夫 atau Jia Jun家君.   Putra Mahkota (嫡长子di chang zi)  dari Dafu akan menjadi Dafu, tapi putra kedua dan seterusnya serta putra dari istri muda/selir dari Dafu adalah Cizi次子 dan Shuzi庶子 yang hanya bisa menjadi Shi.    Jadi Xiaozong小宗 dari Tianzi天子 kemungkinan menjadi Zhuhou诸侯. Xiaozongnya Zhuhou诸侯 adalah Dafu大夫. Xiaozongnya Dafu menjadi Shi. Tapi Xiozongnya Shi hanya bisa jadi Shu Ren庶人. Shu Ren adalah Rakyat Jelata.  Jadi dengan sendirinya Junzi君子 akan menjadi yang minoritas dan mayoritas adalah Shu Ren庶人 atau Xiao zong zhi ren 小宗之人= orang-orang dari xiao zong berarti ”Orang Kecilan”. 


Maka Junzi君子 dan Xiaoren 小人”Orang Kecilan” terbentuk akibat dari adanya Sistim Patriakhalisme diatas. Jadi merupakan perbedaan kelas dan kedudukan, tidak ada sangkut pautnya dengan Moralitas.

Namun dengan jalannya waktu, kata-kata ini berkembang lain menjadi mempunyai arti tersendiri, yang berkaitan dengan Moralitas.  Karena apa? Karena Putra Mahkota dari Jun dan ‘Bangsawan kelas atasan’ adalah penerus dari kedudukan Ayahnya sebagai Jun/”Putra resmi”, pewaris dari harta, kedudukan, keturunan darah, semua hal yang terbaik dari Ayahnya. Dan mereka mendapatkan sumber daya yang terbaik dalam masyarakat, pendidik dan kebudayaan, sehingga mereka ini merupakan kaum yang mendapatkan pendidikan yang terbaik.

Karena mendapatkan pendidikan yang baik, maka mereka berpengetahuan baik dan tinggi, dan tidak heran jika mempunyai suatu akhlak dan moralitas serta  pengetahuan yang baik.     Jadi Junzi君子 mendapatkan pendidikan yang baik dan unggulan, berupa pendidikan moralitas dari kaum bangsawan, pendidikan moralitas, budipekerti serta tatakrama, kesenian dan kebudayaan kelas wahid. Sehingga akhlak dan moralitasnya tinggi.

Sedang kaum xiao zong atau “orang kecilan” yaitu rakyat jelata pada masa itu, tidak berkesempatan untuk bisa mendapatkan pendidikan yang baik, maka tidak heran jika pengetahuannya juga rendah, akhlak juga bisa rendah, dan selera kebudayaannya juga rendah. Misalnya kaum bangsawan gemar musik klasik, sedang kaum orang kecilan gemar musik “dangdut dan lain sebagainya yang kiranya dianggap rendahan”. Sedang pada zaman Tiongkok kuno kegemaran akan jenis kesenian, musik tertentu justru menunjuk kelas dalam masyarakatnya. Sehingga pada masa itu jika seorang berpengetahuan baik, maka akhlak dan moralnya juga baik.

Demikianlah terjadinya perbedaan kelas antara “Putra resmi” Junzi君子 dan Xiaoren 小人”Orang Kecilan”, yang juga menunjukkan akhlak dan moralitas dari kedua kelas dalam masyarakat itu. Junzi karena berpendidikan baik maka menjadi “Orang Bijak”, sedang rakyat kurang berpendidikan dan rendah pendidikannya, maka akhlak dan selera rendahan dan disebut “orang kecilan”. Sehingga dengan berkembangnya sejarah orang yang berpendidikan, dan bermoral baik disebut Junzi君子 atau Orang Bijak (wisdom man/gentleman), sedang orang yang berjiwa kecil, culas dan lain sejenisnya disebut “Orang Kecilan” Xiaoren小人.

Kembali kita pada perkataan Kong Hu Cu didepan: Hanya anak perempuan dan “orang kecilan” yang paling susah untuk dipeliharanya, jika kita dekat, mereka bisa tidak hormat pada kita, jika kita jauhi, mereka bisa mengeluh. Kiranya memberi kesan dan artian dari perbedaan kelas dan kedudukan. (唯女子与小人  为难养也   近之则不孙  远之则怨  wei nv zi yu xiao ren, wei nan yang ye, jin zhi ze bu sun, yuan zhi ze yuan).

Yang memberi arti sebenarnya sebagai berikut: Perempuan adalah seperti Xiao zong zhi ren 小宗之人, atau orang-orang dari Xiao Zong, jika terlalu dekat, mereka tidak mau rendah hati, jika dijauhi mereka mengeluh, jadi serba salah. Jadi titik kunci dari perkataan Kong Hu Cu diatas ini hanya terletak pada (nan) atau susah, bukannya diskriminasi. Mengapa disebutkan ‘susah’ diurus? Karena walaupun itu da zong大宗atau bangsawan atasan atau xiao zong小宗atau rakyat jelata, mereka semuanya masih ada pertalian kekerabatan. Orang wanita dan orang laki juga masih termasuk keluarga. Jika itu adalah keluarga tapi dijauhi, jelas dia akan mengeluh dan menimbulkan masalah. Tapi jika terlalu dekat maka dia akan lupa bahwa dia itu adalah Xiao Zong atau “orang kecilan”, dikira berkedudukan sama. Lupa bahwa dia adalah wanita dan berkeinginan berkedudukan sama seperti lelaki, tidak mau membedakan lagi senioritas dan yunioritas, jadi tidak boleh terlalu dekat, tapi sekaligus tidak boleh terlalu dijauhi.

Inilah yang merupakan latar belakang sejarah dari perkataan Kong Hu Cu saat melantarkan kata-kata ini, yang mempunyai latar belakang perbedaan kelas pada masa itu.

Jadi jika kita tidak mengetahui atau mengabaikan latar belakang sejarah yang diatas, dan tidak mengerti adanya keadaan strata kelas masyarakat pada masa itu, maka kita tidak akan mengerti, dan akan salah mengartikan perkataan Kong Hu Cu ini.

Tapi keadaan seperti latar belakang sejarah seperti ini sekarang sudah tidak ada lagi. Sistim Patriakhalisme feodal seperti yang telah dilukiskan dalam tulisan ini sudah tidak ada lagi. Tapi permasalahannya masih ada, yaitu bagaimanna hubungan antar manusia dengan manusia itu harus ber-ekosistensi.

Misalnya bagaimana hubungan antara suami istri, lelaki dan perempuan, dengan sang pacar harusnya bagaimana? Apakah masih diperlukan adanya suatu tolok ukur jauh dekat, atas bawa? Juga bisa dikatakan apakah Kong Hu Cu dan semua pemikir-pemikir pada masa itu, telah mendapatkan banyak sekali kesimpulan-kesimpulan. Kesimpulan itu masing-masing berlatar belakang dengan keadaan sejarah pada masa itu, dan latar belakang sejarah ini sudah tidak eksis lagi, tapi permasalahan yang dikemukakan mereka masih ada, misalnya tentang bagaimana untuk menjadi orang harus bersikap dalam masyarakat, bagaimana untuk mengatur dan memerintah negara, permasalahan ini hingga kini masih ada dan harus dihadapi.

Seperti telah diakui bahwa pemikiran-pemikiran yang dihasilkan pada masa itu, telah menjadi tidak saja menjadi warisan budaya bagi orang Tiongkok, tapi juga menjadi warisan budaya bagi dunia. Hanya pemikiran yang cermerlang ini dilahirkan pada 2500 tahuan yang lalu, yang dengan sendirinya latar belakang keadaan telah sangat berbeda dengan sekarang. Tapi pemikiran ini yang telah melalui suatu polemik besar yang berlansung 300 tahunan, polemik terjadi karena para pemikir-pemikir kala itu masing-masing mencoba mengatasi keadaan kacau masyarakat akibat sistim yang telah berlaku telah ‘out of date’, sehingga tidak lagi sesuai dengan perekembangan masyarakat saat itu. Namun para pemikir-pemikir itu masing-masing mencoba mengemukakan resepnya untuk memperbaiki keadaan. Sehingga resep-resep ini hingga kini masih dirasakan relevan dan aktuil serta berguna.

Tapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana kita harus mewarisi dan menyikapi pemikiran ini secara arif dan bijakasana, mengingat keadaan yang sudah sangat berbeda dengan berselang waktu yang sudah sangat lama 2.500 tahunan ini, dimana keadaan yang terjadi saat itu kini sudah tidak ada lagi.    Untuk menjawab pertanyaan diatas ini, yang jelas ada tiga hal penting yang harus diperhatikan. Yaitu kita harus berpikir bagimana untuk tidak mengambil telak secara total itu semua. Terhadap ajaran-ajaran mereka ini,  kita harus bersikap seperti berikut:
-       Jangan mengambil begitu saja secara keseluruhan ajaran-ajaran mereka, karena walaupun ajaran-ajaran mereka ini sangat berpengaruh, tapi masih banyak persoalan dan kelamahannya.
-       Jangan mengawarisi secara keseluruhan ajaran mereka, karena keadaan sudah berubah dan sistim patriakhalisme feodal sudah tidak ada lagi.
-       Jangan mengwarisi langsung secara mutlak dan telak, karena seperti yang telah disebutkan dalam Jilid V bahwa permasalah ini diumpamakan seperti tiga hal berikut :
-       Seperti pertanding sepak bola.
-       Seperti pandai (tukang) besi.
-       Seperti telunjuk tangan.

Jadi untuk mempelajari ajaran-ajaran yang lahir pada masa itu, kita harus seperti menonton pertandingan bola, kita tiak boleh terjun langsung dalam lapangan bertandingan, walaupun melihat adanya kesalahan-kesalahan. Juga harus seperti pandai besi menempah besi, besi tidak bisa ditempah hanya satu sisi saja, demikian juga seperti menunjuk bulan, tidak bisa melihat tulunjuk tangan yang menunjuk, tapi harus melihat sang rembulan. Jadi tidak bisa secara telak mewarisi langsung begitu saja secara bulat-bulat.

Ajaran-ajaran para pemikir ini bisa membangkitkan kekritisan cara kita dalam berpikir, sehingga melatih otak kita dalam menganalisa masalah. Tapi hasil dari pelatihan otak ini hanya tergantung dari kesadaran dan perasaan diri kita sendiri. Maka kita tidak bisa secara langsung mengoper alih begitu saja semua ajaran-ajaran tersebut. Berhubung latar belakang sejarah dan keadaan yang berbeda, dimana strata dan kelas kemasyarakatan juga berbeda. Sehingga tidak bisa secara telak mewarisi langsung begitu saja secara bulat-bulat.

Lalu bagaimana baiknya kita mewarisi jajaran-ajaran para pemikir ini? Yi Zong Tian memberi saran dengan mewarisi secara abstrak, yaitu dengan memberi perupamaan-umpamaan. Misalnya ketika  kita mendengar dan membaca puisi dan nyanyian orang susah yang putus asa atau putus cinta, walaupun kita tidak mengalami hal yang serupa, tapi dalam keadaan hati susah bisa juga menikmati puisi dan nyanyian tersebut. Dengan kata lain kita harus bisa memilah-milah sendiri, dengan secara abstrak, meresapi puisi dan nyanyian tersebut. Memang demikian proses perkembangan pemikiran manusia sepanjang sejarah, demikian juga dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam.   

Misalnya dengan ‘Ilmu Ukur’ yang diciptakan oleh orang Mesir, mengapa orang Mesir bisa menemukan Ilmu Ukur? Karena sungai Nile setiap tahun alirannya berubah-ubah, sehingga tanah ditepian sungai ini juga berubah-ubah, setiap tahun harus mengukur kembali luas tanah sesuai dengan pemilikannya bagi setiap pemiliki tanah tersebut, sehingga setiap tahun harus bisa mengukur luas tanah ini kembali. Maka diciptakan ‘Ilmu Ukur’.

Ilmu ini bisa kita oper alih dan diwarisi, untuk tidak hanya mengukur tepian tanah Sungai Nile. Demikian juga dengan pemikir-pemikir zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’ serta ‘Peperangan Negara-negara’, seperti perkataan Kong Hu Cu diatas : Hanya anak perempuan dan “orang kecil” yang paling susah untuk dipeliharanya, jika kita dekat, mereka bisa tidak hormat pada kita, jika kita jauhi, mereka bisa mengeluh. (唯女子与小人  为难养也   近之则不孙  远之则怨  wei nv zi yu xiao ren, wei nan yang ye, jin zhi ze bu sun, yuan zhi ze yuan ) juga bisa kita warisi secara demikian. Yaitu dalam mengerjakan sesuatu harus menimbang rasa, jangan terlalu dekat dan juga jangan terlalu mejauhi, ambillah jalan tengah yang terbaik. Demikian juga kita dalam melakukan suatu pekerjaan.  Dengan berbuat demikian, berarti telah mengatasi semua kelemahan-kelamahan yang terdapat dalam ajaran pemikir tersebut diatas.

Misalnya dengan pemikiran Moti, yang menekankan akan adanya Dewa dan Roh, mereka mempercayai bahwa Dewa dan Roh itu memang ada dan eksis, dengan maksud agar manusia mau berbuat baik.

Dalam buku Moti ada satu tulisan “Artikel Tentang Hantu”《明鬼篇ming gui pianyang mempunyai arti “Benar-benar ada roh”. Pada permulaan tulisannya langsung mengatakan bahwa : “Mengapa dunia sekarang ini menjadi kacau, mengapa orang sekarang hatinya tidak mantap, kenapa sekarang moralitas dan tatakrama melorot dan hancur, sebabnya karena semua orang tidak percaya adanya Roh (Tuhan). Mereka tidak tahu bahwa didunia ada Dewa dan Roh. Dewa dan Roh mempunyai tugas untuk mengawasi manusia agar mau berbuat baik, dan tidak berbuat hal-hal jahat. Barang siapa yang berbuat baik, maka dia akan mendapat pahala dan kesehatan, serta naik pangkat dan menjadi kaya, barang siapa yang berbuat jahat, maka mendapat hukuman menjadi sakit, menjadi bangkrut dan lain-lain. Karena semua orang tidak percaya, maka moralitas dan tatakrama menjadi runtuh.

Tapi perkataan ini ada kelemahannya, karena jika Dewa & Roh memang ada dan esksis didunia ini, maka bagi yang pecaya atau tidak percaya Dewa & Roh seharusnya tetap saja bisa dihukum bagi yang berbuat jahat dan bagi yang berbuat baik diberi pahala. Ini bisa diumpamakan seperti polisi, polisi itu ada dan tugasnya akan menangkap orang yang melanggar hukum. Jadi bagi seorang yang percaya atau tidak percaya akan adanya polisi, jika dia melanggar hukum, maka polisi akan tetap menangkapnya, tidak mungkin karena kita tidak percaya adanya polisi lalu tidak bisa ditangkap polisi, jika kita melanggar hukum. Dewa & Roh seharusnya juga berbuat demikian. Demikianlah analogi dan hukum logikanya.

Tapi apakah pemikiran ini perlu kita tetap diwarisi? Jawabnya perlu, tapi harus meresapinya dengan logika dan akal sehat, tidak dikarena kita tidak percaya akan adanya dewa & roh atau adanya Tuhan, lalu kita boleh berbuat semaunya, tanpa memperdulikan apakah perbuatan itu adalah perbuatan yang disebut dosa, dalam hati kita harus dibentuk suatu perasaan untuk respek dan merasa takut serta hormat kepada pihak lain.

Pihak lain itu bisa saja adalah Tuhan, Dewa, Roh, atau bisa juga yang lain, misalnya respek terhadap Kebenaran, bagi abdi negara harus respek terhadap Rakyatnya. Masalahnya sekarang banyak orang sudah tidak ada perasaan untuk respek terhadap apapun, jadi perbuatan apa saja juga tegah untuk dilakukannya. Ini sebenarnya sangat menakutkan.   Karena dengan adanya perasaaan respek tersebut seperti yang telah disebutkan diatas maka dapat mencegah seseorang untuk berbuat sewenang-wenang.

Maka untuk mewarisi pandangan Motisme tentang teori “Dewa & Roh” untuk zaman sekarang secara logika adalah sesuatu yang absurb, tapi kita masih bisa tetap bisa menyerapnya sebagian dari Motisme tentang azas keadilan yang diusulkan mereka, yaitu harus memiliki hati respek terhadap pihak lain dan takut berbuat yang tidak patut. Seorang yang memiliki perasaan demikian, maka jika berbuat sesuatu tidak akan sewenang-wenang. Ini adalah yang dimaksud mewarisi ajaran Motisme secara abstrak dan menyimak segi positifnya.

Kemudian bagaimana kita harus mewarisi ajaran dari Konfusinisme, Motisme, Daoisme, dan Legalisme secara abstrak dan menyimak segi positifnya? Untuk lebih jelasnya, baiknya dengan contoh soal. 

Misalnya saja tentang pandangan dan pemikiran kaum Legalis, yang peramasalahannya lebih banyak. Permasalahan kaum Legalis ini sangat tidak menghargai hak rakyat jelata, tidak ber-prikemanusiaan, penganut politik totaliter.   

Salah satu contoh adalah Tokoh Legalis awal Guan Zong (管仲guan zhong), dia menetapkan suatu peraturan bahwa seorang tidak diperkenankan pindah profesi, keturunan petani akan tetap sebagai petani berkerja dalam pertanian, keturunan buruh akan tetap sebagai buruh, keturunan pedagang hanya boleh berdagang dan sebagai pedagang, keturunan kaum pelajar hanya boleh sebagai pelajar. Selain itu juga tidak diperbolehkan pindah tempat tinggal, sebagai petani harus tinggal dilokasi yang ditelah ditentukan untuk petani, demikian juga dengan buruh, pelajar, pedagang harus tinggal dilokasi yang telah ditentukan untuk mereka, tidak boleh pindah keluar dari lokasi yang telah ditentukan sesuai dengan profesinya.

Ini betul-betul meremehkan dan memandang rendah hak-hak rakyat, rakyat sama sekali tidak diberi hak untuk menentukan nasib dan statusnya sendiri serta tidak diperkenankan beralih profesi dan pekerjaan.

Yang kedua, tidak ber-prikemanusiaan. Seperti Shangyang (商鞅) pernah sekali menghukum penggal kepala orang sebanyak lebih dari 700 orang ditepi Sungai Wei, sehingga air sungai menjadi merah. Ini tercatat dalam buku sejarah kuno.

Politik totaliter, semua kekuasan diserahkan kepada hanya seorang Raja atau Penguasa Tertinggi Negara. Bahkan menurut usulan Legalis dalam suatu negara tidak diperbolehkan ada perbedaan pendapat atau bebas mengemukan pendapatnya.

Hanfei韩非 ada mengatakan : Kamu harus melindungi kaum penguasamu, dengan menjamin agar rakyat tidak memberontak, yang terpenting adalah mematikan pikirannya dengan tidak memberi kesempatan mereka (rakyat) untuk berpikir, berbicara dan mengemukan pendapatnya, tidak memberi kesempatan mereka (rakyat) untuk bergerak.
(禁奸之法   太上禁其心   其次禁其言  其次禁其事《韩非子  说疑》 Jin jian zhi fa, tai shang jin qi xin, qi ci jin qi yan, qi ci jin qi shi).   

Dengan kata lain dalam kekuasaan kaum Legalis rakyat tidak diperbolehkan untuk sembarangan berbicara, tidak diperkenankan bergerak semaunya sendiri, serta tidak boleh sembarangan mengemukakan pendapat. Ini sungguh-sungguh keterlaluan, berpikirpun tidak diperkenankan. Dan inilah yang dimaksud dengan “Hukum” oleh kaum Legalisme. Jadi Legal yang dimaksud kaum Legalis ini sama sekali tidak sama dengan Legal atau Hukum pada zaman sekarang ini.

Hukum sekarang prinsip utamanya ialah melarang orang untuk sembarangan bertindak, tapi tidak melarang orang untuk berpikir dan mengemukakan pendapatnya. Sedang kaum Legalis yang pertama adalah melarang orang untuk mengemukakan pendapatnya. Hanfei mengatakan: “Perpustakaan harus dimusnahkan, tempat-tempat baca harus dimusnahkan, perpustakaan dan koleksi buku-buku pribadi harus dimusnahkan, suatu negara yang diperintah oleh seorang kudus,  tidak boleh ada buku, untuk melakukan pendidikan cukup dengan peraturan-peraturan, yaitu dengan membaca peraturan-peraturan dan hukum-hukum tertulis dari dokumen negara. Semua buku tidak boleh dibaca kecuali peraturan-peraturan yang dikeluarkan negara. Kaum cendikiawan dan intelektual harus semua dimusnahkan. Yang tinggal hanya para pejabat, para pejabat ini yang akan menjadi guru. 
(明主之国   无书简之文   以法为教   无先王之语  以吏为师《韩非子  五蠹》Ming zhu zhi guo, wu shu jian zhi wen, yi fa wei jiao, wu xian wang zhi yu, yi li wei shi).

Model negara yang diusulkan oleh Hanfeizi, dalam negara kecuali Peguasa Negara atau Raja dan Pejabat, dalam masyarakat hanya boleh ada dua macam orang yaitu Angkatan Perang dan Petani. Yang menjembati Raja dan Rakyat adalah abdi negara atau pejabat, mereka ini yang membimbing rakyat.

Ini adalah salah satu cikal bakal dari penyebab pokok mengapa Qin Shi Huang 秦始皇 kaisar pertama di Tiongkok membakar buku dan membunuhi kaum terpelajar saat dia berkuasa.   Maka usulan dan ajaran Legalisme ini benar-benar membawa banyak permasalahan, tapi apakah ajaran dan pemikiran yang demikian masih ada yang bisa kita warisi? Ternyata masih ada, yaitu memerintah negara dengan ‘Hukum’. Terbuka, Adil, Sama rata, Tidak Pilih Kasih.   Hanfeizi mengatakan: Hukum harus terbuka dan diumumkan kepada khalayak ramai. (法莫如显  使民知之 《韩非子  难三》fa mo ru xian, shi min zhi zhi).    Hukum harus adil, tidak perduli dia itu bangsawan, pejabat negara atau rakyat jelata, hukum berlaku adil terhadap semua orang.  ( 法不阿贵   绳不扰曲《韩非子  有度》fa bu a gui, sheng bu rao qu).    Jika terjadi pelanggaran, tidak perduli apakah dia itu pejabat istana atau pejabat tinggi harus tetap dihukum, jika berbuat baik dan berjasa tidak perduli apakah dia itu dari rakyat jelata dari strata terendah harus tetap diberi hadiah atau imbalan. (邢过不避大臣   赏善不遗匹夫《韩非子  有度》xing guo bu bi da chen, shang shan bu yi bi fu).   

Ini yang dinamakan Adil. Memerintah negara dengan Terbuka, Adil dan Sama rata. Prinsip ini hingga kinipun tetap berlaku diseluruh dunia. Hukum  harus terbuka, adil dan berlaku bagi setiap individu tidak perduli apapun jabatanannya dan kedudukannya.

Namun kita mungkin akan heran dan bertanya-tanya, mengapa Legalisme yang begitu bengis dan totaliter tapi bisa mencetuskan idee demikian? Penyebabnya karena Peraturan yang dirancang oleh kaum Legalis untuk memerintah negara, adalah untuk bisa dipakai oleh Raja atau Penguasa Tertinggi Negara yang tidak berotak cemerlang, ini adalah suatu keunggulan dari kaum Legalis.

Menurut Konfusianis, Motis, dan Daois penguasa tertinggi haruslah orang yang cemerlang atau orang kudus, tapi penguasa kala itu adalah berdasarkan sistim keturunan. Legalis beranggapan bahwa tidak bisa dijamin bahwa keturunan dari seorang Raja yang cemerlang pasti juga cemerlang. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya keturunannya makin lama makin bodoh dan tidak becus. Jadi agar suatu negara bisa terus berjaya, maka perlu diciptakan suatu sistim atau peraturan atau hukum bagi penguasa ini agar bisa memerintah dengan baik, tidak bisa lagi mengadalkan kecakapan individu belaka. Perlu diciptakan suatu perangkat sistim agar mekanisme pemerintahannya dapat secara otomatis berjalan dengan baik. Sehingga walaupun seorang Raja dungunpun yang memerintah, tapi dia cukup menjalankan pemerintahannya berdasarkan sistim peraturan yang ada.

Jadi keunggulan dari Legalisme adalah beranggapan bahwa ‘Sistim lebih bisa diandalkan daripada kecemerlangan seseorang’.

Maka untuk menanggapi ajaran-ajaran dari para pemikir zaman ‘Perangan Musim Semi & Gugur’ dan ‘Peperangan Negara-negara’ ini kita harus bisa menganalisa dengan melihat latar belakang sejarah dahulu, dan membandingkan dengan situasi kini, dimana yang tidak cocok dengan keadaan sekarang kita singkirkan dan segi-segi positifnya kita ambil untuk diwarisi dan kita coba trapkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Misalnya saja seperti yang diusulkan oleh kaum Konfusianis tentang ‘Cinta Benvolence’, kala itu mereka bertujuan untuk kembali dan mempertahankan ‘Sistim Strata/Kelas’ jelas ini tidak baik, tapi ‘Cinta Benovolence’ adalah sesuatu yang sangat baik, jadi patut kita warisi.

Kaum Legalisme mengusulkan mengatur negara dengan “Hukum/Peraturan” tujuannya untuk melindungi Penguasa Tertinggi atau Raja, ini jelas tidak baik. Tapi kita jelas melihat bahwa ‘Sistim’ lebih handal daripada ‘Kecakapan Manusia’, jadi ini patut kita warisi, demikian juga dengan usulan tentang Hukum harus terbuka, adil dan sama rata dalam memerintah negara, ini patut diwarisi. 

Dengan lain kata kita harus bisa melihat lebih jernih ajaran-ajaran ini, dan mengadakan penyesuaian-penyesuai dengan keadaan kita sekarang untuk pembangunan dan untuk memasukkan dalam kehidupan kita se-hari-hari.   

Namun akan timbul pertanyaan, setelah membaca semua Ajaran-ajaran yang dicetuskan oleh Pemikir-pemikir zaman ‘Perang Musim Semi & Gugur’ & ‘Peperangan Negara-negara’ atau Pra Dinasti Qin, apa saja yang dapat kita warisi dan simak ?

Marilah kita coba bahas ditulisanberikutnya ................

Daftar  Perpustakaan
-       先秦诸子百家争鸣易中天 CCTV
-       经典阅读文库 ---- 论语       李薇/主编
-       经典阅读文库 ---- 道德经       李薇/主编
-       中国古典名著精品 ---- 菜根谭      洪应明  
-       Internet : http://friesian.com/confuci.htm  : Confucius
-       孔子  -----   維基百科,自由的百科全書 Internet
-       网址:http://www.popyard.org
-       中国人生叢书    -----   墨子的人生哲学        杨帆/主编    陈伟/
-       Internet : http://baike.baidu.com
-       The Sayings of Mensius / 英译孟子      史俊赵校编
-       南华经    庄子   周苏平    高彦平   注译    安徽人民出版社
-       庄子   逍遥的自由人     林川耀 译编  出版者 :常春树书坊
-       http://www.sxgov.cn/bwzt/wmsxx2/lf/447465_1.shtml   春秋五霸之---晋文公
-       “When China Rules The World -  The rise of middle kingdom and the end of the western world”  by Martin Jacques ALLEN LANE an imprint of Penguin Book, First Published 2009

1 comment: