Friday 23 September 2016

Tiongkok Menjadikan KTT G20 Hangzhou Ajang Untuk Lebih Berkontribusi di Dunia (1)


Para anggota G20: Argentina, Australia, Brazil, Kanada, Tiongkok, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Republik Korea (Korsel), Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat dan Uni Eropa.
KTT G20 tahunan ke-11 kali ini diselengarakan di Hangzhou 4 & 5 September 2016, dengan thema : 4 “I’s” ---Innovative ; Invigorative ; Interconnected (as “hu lian hu tong 互联互通.”) ; Inclusive.
Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam kata sambutannya ada menyitir kata-kata bijak klasik Tiongkok kuno dengan judul “Berteman Dari Hati ke Hati” :
Berkawan dengan berlandaskan emas, emas habis langsung akan dilupakan.
Berkawan dengan pertimbangan keuntungan setelah habis, langsung bubar.
Berkawan dengan menggunakan kekekuatan, kekuasaan habis maka roboh.
Berkawan dengan memakai emosional, jika putus maka akan terluka,
Berkawan dengan tulus, dari hati ke hati, maka akan kekal abadi.
Baik dalam kerjasama atau antar hubungan manusia, kita harus saling menghargai nasib yang bisa saling bertemu dan bisa menyayangi waktu.
Berawal dari kebaikan hati yang tulus, belajar bersyukur dan berterima kasih; berkawan dengan hati yang tulus.
Berjalan bersama orang yang saleh. Berdampingan dengan teman yang luhur, pasti membuahkan hasil baik.
Dengan hati yang tulus, maka kehidupan Anda pasti akan diberkati sepanjang masa.
【以心相交】习近平在杭州的演讲,引用了一句非常经典的话:以金相交,金耗则忘; 以利相交,利尽则散;以势相交,势败则倾;以权相交,权失则弃;以情相交,情断则伤;唯以心相交,方能成其久远。
合伙做事也好,人际交往也好,都应珍惜缘分,珍惜时光;以善为念,学会感恩;以诚相待,以心相交!与高者为伍,与德者同行,必得善果!
感悟:心存至善,你的人生必有一块祥云!

Dunia Dalam Krisis

Para pakar pada umumnya percaya saat ini, perekonomian global tidak memiliki vitalitas, dan situasi internasional sedang bergolak, ditambah dengan perekonomian global dalam keadaan yang ketidak-pastian.

Proposal dengan thema atau konsep ini diusulkan Tiongkok untuk dunia, untuk mengatasi keadaan ekonomi global saat ini.
Empat “I’s” ini telah didukung oleh mayoritas pemerintahan dunia, pusat-pusat think-tank, organisasi penelitian yang terkait, dan masyarakat umum, tampaknya semua percaya bahwa usulan ini akan menjadi solusi yang diperlukan untuk perekonomian global saat ini.

Satu tahun lalu, Tiongkok telah mengumumkan usulan utama ini kepada dunia, yang akan menjadi tema dari G20 tahun ini : Innovative (Innovasi), Invigorated (Memperkuat), Interconnected (Saling Berhubungan), Inclusive ( ekonomi dunia yang inklusiv dan inovatif).

Pada akhir tahun 2015, Tiongkok telah resmi memperoleh hak untuk menjadi tuan rumah KTT G20, dan Tiongkok telah memainkan kartu trufnya untuk rencana Tiongkok dalam memperbaiki ekonomi global.

Para analis percaya bahwa topik yang ditetapkan untuk setiap KTT G20 sangat erat hubungannya dengan tren ekonomi global. KTT G20 dilaksanakan dengan sistem tiga pemimpin (negara).

Pimpinan yang lalu dan yang saat ini bekerjasama dengan pimpinan (negara-negara) untuk mengatur tema, Utusan Kusus Tiongkok Wang Xiaolong menjelas untuk melanjutkan tema tiga “I’s” yang ditetapkan Turki di KTT Antalya, Tiongkok mengusulkan empat “I’s.”

Pada 2015, KTT Antylia, Turki ditetapkan tiga “I’s” – Investment, Inclusive Growth, Implementation. Ketika pertama kali diajukan tiga “I’s,” beberpa hali Barat mengatakan seharusnya ditambah lagi satu “I” –- karena itu dianggap tidak mungkin.

Analis memperkirakan mengapa mereka mengatakan itu? Karena tiga “I’” yang diusulkan Turki tidak benar-benar bisa menyembuhkan ekonomi global yang dibutuhkan saat ini. Jika dikatakan investasi, tapi ada lebih dari satu investasi dibanyak tempat sekarang. Demikian juga dengan implementasi tidak bisa dilakukan di banyak tempat sekarang. Jadi akhirnya Tiongkok membuat proposal sendiri.

Setelah Tiongkok mengambil alih pimpinan dari Turki, Tiongkok mulai memikirkan bagaimana membuat proposal agar dunia tidak dapat mngatakan ‘tidak mungkin’. Maka semua think tank Tiongkok, lembaga penelitian resmi terkait dan banyak peneliti Tiongkok terlibat dalam memikirkan dan mencari jalan solusi global, dan jenis usulan yang bisa diberikan kepada dunia yang mana dunia akan mampu merespon, dan bisa menjadi sukses pada akhirnya. Begitulah kira-kira datang empat “I’s.”

Namun, Keempat “I’s” ini tidak hanya perpanjangan sederhana dari tema KTT G20 sebelumnya. Ini termasuk solusi usulan Tiongkok dan konsep yang diarahkan untuk ekonomi global saat ini.

Presiden Tiongkok Xi Jinping pernah mengatakan pada tahap pertama KTT K-10 G20, dengan menyitir kata bijak klasik Tiongkok kuno: “Seseorang yang mahir dalam mengobati penyakit harus mengobati tepat pada lokasi penyakit, Seseorang yang mahir menanggulangi kerusakan tubuh harus menghentikan sumber pengerusakannya.”


Ini seperti seseorang yang tampaknya terkena pilek atau flu, tetapi akar masalahnya ada dalam tubuh. Kita harus menemukan patogen dan mengobati dengan obat yang benar dan tepat. Dengan demikian, Empat “I’s” masing-masing memiliki makna yang mendalam.

Menurut analis, “I” yang pertama Innovatif, mengapa dipilih tema ini, karena ekonomi global saat ini telah memasuki cobaan pertumbuhan rendah yang serius, tingkat pekerjaan rendah, mengapakan hal ini terjadi? Dikarenakan tidak cukup inovasi.
“I’s” yang kedua, Invigorated, Mengapa dipilih tema “disegarkan/memperkuat” Hal ini diarahkan pada adanya kebangkitan proteksionisme di seluruh dunia.

“I’s” yang ketiga, Interconnected yang diterjemahkan dalam bahasa Mandarin “hulianhutong 互联互通” yang berarti saling berhubungan. Kita bisa melihat kedua ujung dari Eurasia cukup kaya, sedang bagian tengah cukup miskin. Jika daerah kaya dan daerah yang tidak kaya ini bisa saling berhubugan, maka ekonomi kita akan disegarkan bahkan diperkuatkan.

“I’s” terakhir, Inclusive, kita sekarang memiliki kesenjangan kaya di dunia, sehingga langkah berikutnya ekonomi global adalah menjadi inklusif. Perlu dijadikan lebih universal, agar menjadi normal bagi orang-orang biasa.
Jadi bisa dilihat, 4 usulan Tiongkok ini sebagai solusi khusus dan baik untuk mengobati akar penyebab gejala yang dihadapi ekonomi global saat ini.

Tema empat “I’s” yang secara akurat diambil Tiongkok berdasarkan pemahaman akan dunia dan ingin memberikan obat untuk meningkatkan stabilitas keuangan global dan menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan bagi ekonomi global. Hal itu telah dipertimbangkan dan diseimbangkan untuk semua anggota negara G20.

Mereka akan mencari perubahan baru dengan inovatif atau hal-hal yang transformatif. Kemudian ada kekuatan tengah seperti Korsel, Australia, dan Turki. Kekuatan tengah ini menekankan inklusivitas, jadi kelompok yang berbeda dari negara yang memiliki preferensi yang berbeda untuk arah tema G20. Tahun ini Tiongkok dengan emapt “I’s” berupaya untuk membuat keseimbangan diantata tiga perbedaan itu.

Dihadapkan dengan ekonomi global yang tidak begitu sehat, tampaknya presiden Tiongkok Xi Jinping menggunakan metafora dengan “obat” di beberapa KTT G20 yang lalu. Ia percaya bahwa berhadapan dengan penyakit kronis yang mengganggu ekonomi global, maka gejalanya harus di-dianogsa secara akurat dan disembuhkan.

Dengan konsep semacam ini Tiongkok sebagai tuan rumah KTT G20 ini, menetapkan empat prioritas untuk KTT :
-  “lebih mengefektifkan dan mengefisienkan dalam pengelolaan         ekonomi dan keuangan global,”  
-  “menguatkan perdagangan dan investasi internasional,”   
-  “inklusif dan pembangunan yang saling berhubungan.”  

Tapi banyak yang bertanya, bagaimana memahami empat “obat” yang diusulkan Tiongkok ini?

Diatas platform KTT G20 Hangzhou, Tiongkok akan memimpin rancangan tingkat tinggi ekonomi global untuk pertama kalinya. Dari metode inovatif untuk pertumbuhan dan perbaikan tata kelola ekonomi global untuk perdagangan internasional yang kuat dan investasi serta mempromosikan inklusifitas, pembangunan yang saling berhubungan, yang pertama-tama di antara empat “obat-obat Tiongkok” ini untuk ekonomi global adalah inovasi.

Tapi bagaimana inovatif akan membantu G20? Selama KTT G20 Xi Jinping pernah mengatakan bahwa akar permasalahan ekonomi global saat ini adalah “momentum dari putaran terakhir dari revolusi teknologi dan industri telah mencapai titik akhir.” Karena itulah, dalam rangka untuk sunguh-sunguh memecahkan krisis, negara harus menjadi lebih terlibat dalam inovasi.

Pada 2015, tingkat pertumbuhan ekonomi global hanya 3,2%. 
Sebagian ada yang mengatakan tingkat pertumbuhan ekonomi global hanya sekitar 3% pada 2016, dengan pertumbuhan yang begini rendah mungkin akan menyebabkan ekonomi memasuki keadaan depresi.

Lalu apa alasannnya? Dikarenakan kurangnya inovasi, terutama kurangnya inovasi teknologi. Inovasi teknologi seringkali dapat men-stimulasi pertumbuhan global.

Maka dengan jelas, Tiongkok mencantumkan inovasi sebagai fokus utama dengan harapan memberi peluang untuk sebuah revolusi industri baru atau ekonomi digital. Ini akan menjadi cetak biru untuk inovasi ekonomi dan pertumbuhan global. Sehingga dengan demikian menyelesaikan masalah  kurangnya momentum.

Julian Ventura, Dubes Meksiko untuk Tiongkok mengemukakan, toolbox tradisional untuk pertumbuhan ekonomi tidak cukup untuk mencapai tujuan yang telah kita tentukan untuk itu. Jadi kontribusi yang dibuat Tiongkok dalam proses ini tepat sekali menempatkan isu inovasi pada garis depan agenda. Kita memang perlu menemukan driver pertumbuhan baru. Lebih lanjut dikatakan...

Inovasi telah menyegarkan dan memperkuat ekonomi Tiongkok. Dengan meningkatnya inovasi teknologi dan industri Tiongkok, internet  Plus, manufaktur cerdas (smart manufacturing) dan industri baru lainnya, akan menciptakan peluang bisnis dan permintaan.

Upaya terus-menerus yang sistemik juga memberikan kepada Tiongkok banyak keuntungan. Dan semua ini adalah topik dimana Tiongkok ingin berbagi dengan dunia pada KTT G20  kali ini.
Seperti yang kita ketahui, Tiongkok selama lebih dari 30 tahun telah mengalami terus-menerus perkembangan pesat. Namun dibalik pengalaman itu Tiongkok telah melakukan reformasi jangka panjang, dan itu tidak terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan dengan kebijakan ekonominya.

Dalam hal ini Tiongkok telah sering menggunakan inovasi sistemik. Pada tahun-tahun terakhir, Tiongkok memiliki Zona Perdagangan Bebas Shanghai  dan Zona Finansial Bebas Qianhai (浅海金融自货区) ini semua telah memberi suatu pengalaman yang baik. 

Selain “mencetuskan jalur baru untuk pertumbuhan,” Topik periotas kedua Tiongkok adalah mengefektifkan dan mengefisienkan tata kelola ekonomi dan keungan global, ini menjadi fokus utama lain bagi perekonomian global saat ini.

Bisakah Tiongkok memainkan peran lain untuk meningkatkan efektivitas keuangan internasional?

Pada bulan Juni tahun ini, terjadi Brexit, Inggris meninggalkan Uni Eropa, pasar keuangan dunia terkena pukulan besar, ditambah dengan kerusuhan politik di Turki dan serangan terororis di Eropa, telah membuat situasi intrnasional menjadi kacau dan meningkatkan ketidak-stabilan ekonomi global.

Selain itu, ekonomi global sulit ditekan untuk menghindari pengaruh global yang “cooling off”. IMF memprediksi dan menganalisis ekonomi global dengan mengatakan bahwa adanya resiko terjadinya stagnasi luas dalam ekonomi global.
Prediksi IMF untuk pertumbuhan PDB global turun menjadi 3,1% dibandingkan dengan pertumbuhan PDB global 4,5% pada tahun 2002 dan 2008, jadi turun sepertiga dari PDB dunia.

Tantangan baru terus muncul, sedang masalah lama masih belum terpecahkan. Selain itu beberapa ahli percaya bahwa efisiensi sistem keuangan internasional saat ini juga merupakan alasan penting kenapa terjadinya ketidak-stabilan ekonomi.

Saat ini, sistem keuangan internasional relatif tidak efisien, dan yang lebih gawat lagi beberapa negara mempromosikan kebijakan keuangan mereka sendiri, yang merugikan negara-negara lain. AS, misalnya telah meningkatkan kepentingan AS di seluruh dunia dengan meningkatkan keuntungannya sendiri, hal ini setidaknya telah mempengaruhi pasar modal dari semua negara, dan meningkatkan aliran masing-masing pasar modal, sehingga seluruh sistem keuangan internasional terjadi ketidak-stabilan, dan bahkan menjadi kacau.

Dengan situasi yang demikian, Tiongkok coba mempromosikan pemerataan sistem keuangan internasional dan bahkan lebih dari itu. Jadi dengan KTT G20 tahun ini, Tiongkok berupaya membangun jaringan keamanan keuangan internasional dengan berbasiskan G20, dan pada sisi lain memperluas penggunaan RMB (mata uang Tiongkok) sebagai SDR, sehingga seluruh dunia mengakui nilai sebenarnya dari RMB.

Dengan melakukan hal ini, maka memungkinkan seluruh dunia melakukan bisnis lebih cepat dan lebih  mudah. Di masa lalu, nilai RMB dan stabilitas  tidak diakui dalam sistem keuangan internasional, sehingga RMB hanya bisa dipakai di luar negeri Tiongkok dengan kerugian nilai.

Misalnya, seseorang (Tiongkok) yang melakukan perjalanan ke Turki, berdasarkan nilai tukar 2 RMB = 1 lira, tetapi karena RMB tidak termasuk yang bisa untuk pembayaran global, maka dia harus tukar dulu 3 RMB ke USD, kemudian baru diperdagangkan dengan 1 liar Turki. Jadi orang tersebut harus membayar untuk perbedaan biaya nilai tukar.

Memperdagangkan RMB ke USD, kemudian USD ke lira Turki, tentu saja ini tidak efisien dan menimbulkan biaya yang tidak perlu. Biaya pertukaran dan waktu serta banyaknya resiko nilai tukar.  

Jadi dalam titik ini, memperluas frekuensi, ruang lingkup, dan skala dari RMB dalam keranjang SDR IMF adalah untuk pengakuan bagi posisi RMB, dan yang lebih penting meningkatkan efisiensi perdagangan global.

Masalahnya bagaimana Tiongkok untuk menghapuskan Proteksionisme Perdagangan; apakah obat Tiongkok bisa manjur?

Perdagangan menjadi drive penting untuk pertumbuhan ekonomi, namun pertumbuhan global telah dalam keadaan lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi global selama lima tahun terakhir ini.

Sejak awal Januari tahun lalu, total perdagangan global telah berhenti tumbuh untuk berturut-turut 15 bulan. Ini menjadi fenomena pertama kali terjadi sejak tahun 1989. Analis percaya bahwa mengesampingkan faktor pertumbuhan ekonomi melambat, dengan meningkatkan proteksionisme komprehansif perdagangan telah dipandang sebagai alasan yang lebih dalam lagi (gawat) untuk hal ini.

Menurut laporan terbaru yang dirilis oleh “Global Trade Alert,” pada tahun 2015, terdapat lebih 50% langkah-langkah perdagangan yang diskriminatif dilaksanakan dibanding dengan tahun 2014. 

Data menunjukkan, AS adalah pengguna yang paling sering melakukan tindakan proteksi perdagangan, ada 90 tindakan proteksi hanya dalam setahun yang lalu. Jadi itu berarti bahwa tindakan perlindungan perdagangan baru dilaksanakan rata-rata setiap empat hari.

Selain itu negara-negara dan kawasan maju tradisonal seperti AS, Uni Eropa, India, Rusia dan negara-negara yang pasarnya sedang tumbuh juga menunjukkan tanda-tanda melakukan proteksionisme perdagangan.

Sistem perdagangan saat ini menunjukkan semakin banyak kecendrungan proteksionnisme. Misalnya, AS mempromosikan Trans-Pacific Partnership (TPP) yang akan mempromosikan sistem perdagangan regional. Ini akan mengatur standar dan kondisi lebih serta peraturan tenaga kerja di antara 12 negara yang telah terpilih, dan mereka akan melakukan pertukaran perdagangan, komunikasi, dengan sistem “terpisah.”

AS juga mengusulkan Perdagangan dan Kemitraan Investasi Transatlantic (TTIP/Transatlantic Trade and Investment partnership) di Eropa. Sebuah sistem perdagangan bebas regional akan dibentuk antara AS dan Eropa.

Jika sistem demikian dipisahkan dari perdagangan global, maka akan ada banyak hambatan dalam komunikasi dan pertukaran antara sistem perdagangan ini dan sistem perdagangan lainnya. Sedang sekarang, pertumbuhan perdagangan global lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi global.

Dengan adanya perluasan proteksionisme perdagangan telah jauh merusak pemulihan ekonomi global. Menghadapi lingkaran setan ini, G20 yang menyumbang 80% dari total perdagangan global dipandang sebagai platform yang paling efektif untuk solusi.
Bao Runshi, Mantan Sekjend Organisasi untuk kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD/ Organization for Economic Co-operation and Development) mengatakan, “sejauh untuk mencegah orang dari memasang hambatan, saya percaya bahwa G20 adalah tingkat paling tinggi dan metode yang paling langsung. Setidaknya dalam G20, Anda dapat menerapkan tekanan untuk menghapus batas-batas melalui suara-suara dan kritik-kritik yang dapat didengar.”

Awal tahun 2008, KTT para pemimpin G20 telah merilis komunike untuk membuat janji khusus, untuk memerangi isu proteksionisme perdagangan.

Saat ini, perdagangan global berada dalam keadaan yang parah tidak seperti sebelumnya, itulah sebabnya “memberantas proteksionisme perdagangan” menjadi kunci yang terpenting dalam KTT G20 tahun ini.

Jadi yang harus dilakukan sekarang harus meng-sistemasikan Pertemuan Menteri Perdagangan G20 yang diselenggarakan setiap tahun. Jadi sebuah terobosan besar dalam KTT G20 tahun ini adalah membuatnya sehingga Pertemuan Menperdag G20 dapat diadakan setiap tahun untuk tahun-tahun ke depan, bahkan tidak hanya setahun sekali, mungkin bisa dua atau tiga kali sesering mungkin.

Pertama karena dengan adanya komunikasi, konsulatasi dan bahkan menyelesaikan masalah perdagangan dari negara-negara G20, sehingga banyak isu perdagangn global akan mudah didorong ke depan.

Dengan promosi aktif dari Tiongkok, Pertemuan Menperdag G20 yang berakhir belum lama ini telah memutuskan untuk memperpanjang resolusi untuk tidak mengambil langkah-langkah proteksionisme hingga tahun 2018. Ini yang akan menjadi sorotan dari G20 tahun ini dan menjadi prestasi paling penting tahun ini.

Zhang Shaogang, Dirjend Departemen Perdagangan Internasional dan Perekonomian Tiongkok mengatakan, ini akan mencakup dua hal: Yang pertama, adalah janji untuk mengambil langkah-langkah proteksionisme perdagangan. Yang kedua, adalah untuk secara bertahap mengurangi dan membatalkan tindakan pembatasan yang sudah ditetapkan.

Dengan memperomosikan Pembangunan Yang Berkelanjutan: Berharap Tiongkok bisa membuat dunia menjadi semarak. Menurut data PBB terbaru pada tahun 2015, di dunia masih ada 836 juta orang hidup dalam kemiskinan ekstrim, biaya hidup mereka masih kurang dari 1,25 USD per orang per hari.

Survey yang diadakan bagi seorang warga yang tinggal di daerah kumuh  terbesar di Caracas Ibukota Venezuela mengatakan bahwa mereka ada kira-kira 50 ribu orang yang tinggal disana hidupnya mengandalkan bantuan dari pemerintah. Dan suervei pada 2015 menunjukkan keluarga miskin terdiri 73% dari populasi. Ini satu rekor tertinggi.

Selain di beberapa negara Amerika Latin tertentu, pengurangan dan pengentaskan kemiskinan di Afrika dan Asia barat juga tidak terlihat optimisme. Di daerah Sub-Sahara Afrika, Madagaskar penduduk yang berada dalam kemiskinan ekstrim adalah 82%, di Brundi 78%, di Republik Kongo 77% dan di Malawi 71%.

Dalam rangka untuk mencapai tujuan pembangunan untuk mengelimir kemiskinan, memastikan kesetaraan dan keadilan, pada bulan September 2015, KTT Pembangunan PBB telah meloloskan “Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (the UN Development Summit passed 2030 Agenda for Sustainable Development) yang meliputi 17 tujuan pembangunan berkelanjutan dan 169 target tertentu.

Bagaimana mereka untuk mencapai tujuan besar seperti ini? Maka diperlukan beberapa negara kaya dan beberapa negara yang ekonominya kuat untuk mempromosikan ini.

PDB negara-negara G20 adalah sekitar 80% - 85% dari total PDB global. Dengan kata lain negara-negara ini dapat bersatu untuk bekerjasama untuk pembangunan global dan mempropmosikan (agenda ini), maka hal ini akan menjadi lebih mudah untuk mencapai tujuan PBB.

Dalam KTT G20 tahun ini di Tiongkok, hal ini dengan resmi  telah didaftarkan sebagai agenda utama, sehingga G20 benar-benar bisa memainkan peran pembimbing, dan menjadi peran utama dalam membantu PBB mencapai tujuan besar global ini di tahun 2030.

Selain itu, selama pembukaan KTT G20 Hangzhou, Sekjend PBB, Ban Ki-moon mengatakan saat diwawancarai media di markas PBB di new York bahwa dia menyetujui G20 menggabungkan agenda pembangunan berkelanjutan PBB kedalam rencana Action-Plan G20, yang akan menjadi yang pertama kali dalam sejarah, dengan mengatakan bahwa tindakan ini akan memiliki efek membimbing besar dalam mempromosikan kerjsama pembanguan yang berkelanjutan.

Ban Ki-moon mengatakan, “Ini adalah yang pertama kalinya para pemimpin G20 berkumpul untuk membahas dua tujuan pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim, bagaima kita bisa menerapkan ini secara paralel. Dalam hal ini, kepemimpinan Tiongkok sangat banyak diharapkan oleh dunia.
Selain itu, dalam KTT G20 Hangzhou kali ini telah diundang jumlah terbesar negara-negara berkembang dalam sejarah G20, untuk ikut berpartisipasi dalam acara sepanjang tahun, dengan menggunakan rencana aksi kolektif dan menggabungkan rencana implementasi untuk agenda pembangunan berkelanjutan hingga 2030. 

Perlu disebutkan dalam KTT juga akan dibuat proposal untuk mendukung kerjasama industri di Afrika dan negara-negara kurang berkembang agar negara-negara tersebut dapat mencapai tujuan pengurangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan sedini mungkin.

Alioune Sarr, Menteri Perrdagangan Senegal mengatakan, “kami telah menaruh perhatian besar untuk isu-isu perjanjian investasi global, untuk negara-negara Afrika dan negara-negara paling tidak berkembang di dunia, bagaimana lebih menggabungkan diri ke dalam rantai nilai global adalah sangat penting.
Pada KTT G20, Tiongkok tampaknya berupaya untuk memperhatikan bagaimana mendukung rantai yang berarti bagi nilai domestik dan nilai regional bagi Tiongkok. Dan akan mengeksplorasi aspeks ini serta membuat keputusan yang lebih baik. Demikian yang diharapkan para analis.

Tahun ini Tiongkok membuat proposal yang signifikan untuk G20, yang secara komprehensif untuk meningkatkan G20.

Tahun ini kita ketahui adanya Wall Street krisis, krisis keuangan yang berpusat di Wall Street. Pada tahun 2010 dan 2011 ada krisis utang Eropa. Semua membahas krisis utang Eopa, kemudian setelah beberapa tahun pasar negara berkembang menjadi tidak stabil, maka dibahas pasar negara berkembang.

Tiongkok berpandangan kita tidak boleh picik seperti memperbaiki masalah setelah mengalaminya. Seharusnya melihat jangka panjang, membuat sistem koordinasi pengaturan jangka panjang. Ini yang diperlukan untuk mereformasi dan meng-upgrade kepemimpinan G20, menjadikan mekanisme reaksi krisis jangka pendek di masa lalu untuk menjadikan sistem  kepemimpinan globa jangka panjang baru dari G20.

Banyak pengamat yang mengharapkan usulan Tiongkok untuk G20 tahun ini bisa menambah kepemimpinan G20 dan memberi kehidupan baru bagi dunia.

Pasca P.D. II – G7 Menjadi Kepemimpinan Ekonomi & Keuangan Global

Pasca P.D. II kelompok tujuh negara atau G7 menduduki posisi kepemimpinan ini dalam koordinasi ekonomi global.  
Sekarang, kepemimpinan global telah beralih dari “Tata Kelola Barat” menuju ke “Tata Kelola Gabungan Barat dan Timur” dan G20 secara bertahap berkembang menjadi platform utama untuk mengkoordinasikan urusan ekonomi global.

Banyak yang mengamati apa peran Tiongkok dalam peralihan dari G7 ke G20?

Dari 26 hingga 27 Mei 2016,  KTT G7 yang diadakan di Perfecture Mie, Jepang. Melalui Deklarasi Pimpinan (Leaders’ Declaration)  KTT memutuskan untuk meningkatkan kerjasama dalam ekonomi global, dan urusan pengungsi internasional.
Namun, media Barat berkomentar bahwa tanpa dua kekuatan utama Tiongkok dan Rusia, konsensus G7 akan terbatas. “Bild” Jerman sebagai “KTT Pemimpin Cebol” bahkan mengejek G7 tidak bisa menyelesaikan krisis global, mereka hanya bisa berdoa untuk minta perlindungan di Is Grand Shrine.  


Para anggota G7 : AS, Inggris, Jerman, Prancis, Italia, Jepang dan Kanada, dibentuk pada tahun 1970 oleh negara-negara maju utama Barat. Pada saat itu, negara-negara maju utama Barat mengalami krisis USD, krisis minyak, pembubaran sistem Bretton Wood, dan krisis ekonomi parah pada 1973-1975.
Maksud asli dari G7 untuk mengkoordinasikan kebijakan ekonomi dari negara-negara maju dan bersama-sama mengatasi krisis ekonomi dan moneter global.

Pada tahun 1998, Rusia resmi bergabung dengan G7, terbentuklah G8. Tapi dengan munculnya negara-negara berkembang, G7 mulai melakukan penyesuaian. Mantan PM Inggris, Tony Blair mulai dengan model G8+5 pada tahun 2005, yang pada konferensi G8, Tiongkok, Brazil, India, Meksiko dan Afrika Selatan, lima negara berkembang yang diundang untuk hadir bermaksud untuk memperluas efisiensi G8 ketika membahas is-isu internasional.

Pada awal 2005, G7 mulai mengundang negara-negara berkembang untuk mengambil bagian dalam KTT G7, tapi saat itu, tidak terlalu benar-benar mau melibatkan mereka, negara berkembang diundang seperti Tiongkok dan Meksiko hanya diikut sertakan balam pertemuan sarapan pagi, dengan kata lain, setelah G7 selesai membahas agenda mereka dan telah mendapatkan kesimpulan, mereka mengumumkan kesimpulannya kepada semua orang dalam pertemuan sarapan pagi.

Itulah metode yang mereka gunakan, Tiongkok memiliki perwakilan yang duduk di meja diskusi, tapi hanya sebagai panjangan, yang berarti tidak memiliki hak untuk ikut merancang agenda, hanya boleh mengajukan pendapatnya untuk didengar. Jadi pada saat itu bagi Tiongkok hanya berkesempatan untuk belajar dengan baik.

G20 Dibentuk


G20 dibentuk pada tahun 1999, setelah krisis keuangan Asia 1997-1998, dunia sangat membutuhkan sebuah organisai yang termasuk negara-negara maju utama untuk memperkuat koordinasi kebijakan, dan bersama-sama menangani masalah keuangan dan ekonomi global.

Pada pertengahan September 2008, terjadi krisis subprime mortgage (bank perkreditan) di AS yang meningkat menjadi krisis global. Dalam rangka untuk menangani krisis ini, banyak negara yang mengusulkan untuk diadakan pertemuan global. Pada akhirnya G20 mengadakan KTT pertama untuk Pasar Keuangan dan Ekonomi Dunia di Washington D.C.- AS.

Pada tahun 2008, karena krisis global, negara-negara G7 menyadari mereka tidak bisa memecahkan masalah ini sendiri, jadi kemudian mereka mengubah yang mulanya ‘Pertemuan Menteri Keuangan G20’ menjadi KTT G20.

Pada KTT Washington, anggota G20 mencapai kesepakatan rencana action-plan mengatasi krisis keuangan yang termasuk mengambil langkah-langkah darurat untuk mendukung ekonomi global, menstabilkan pasar keuangan, dan melawa  proteksionisme perdagangan.
Sejak dimulai dari pertemuan ini, G20 memainkan peran yang benar-benar praktis dalam mengkoordinasikan kebijakan negara dan menangani krisis keuangan.

Hal yang baik dengan G20 dapat memberi kesempatan negara yang baru muncul ekonominya dan negara berkembang bisa dengan plaform dialog mengajukan banding dengan negara maju, sehingga semua pihak bisa saling berkoordinasi untuk mencapai kebijakan yang cukup harmonis, atau setidaknya bisa mengingatkan negara-negara maju untuk mempertimbangkan efek yang tidak sengaja diperbuat, dimana kebijakan ekonomi negara maju bisa saja memberi efek yang menyulitkan negara-negara berkembang ketika mereka membuat kebijakan ini.

Meskipun G20 adalah mekanisme tata kelola ekonomi global, dimana Tiongkok untuk pertama berpartisipasi dalam pembentukan, pendiri dan peserta inti, tapi suara Tiongkok dalam organisasi ini telah mengalami proses transisi yang sulit. Selama beberapa tahun pertmana Tiongkok hanya berperan sebagai pihak yang memberikan reaksi dan lebih pasif dalam KTT G20. Pada tahun 2010. KTT Seoul di Korsel (ROK) merupakan batas dimulai Tiongkok berperan.

Di  mulai dari KTT Seoul, suara Tiongkok untuk tata ekonomi global mulai berubah. Pada Agenda Kepemimpinan global, Tiongkok dari akseptor peraturan menjadi pembuat peraturan, dari peserta pasif menjadi pembentuk yang aktif, dari negosiator sampingan menjadi pengambil keputusan inti.
“Belt and Road”, Silk Road Fund, AIIB (Asia Infrastructure Investment Bank), NDB (New Development Bank) yang diusulkan dan ditetapkan satu demi satu oleh Tiongkok, ini menandakan dimulainya  untuk mencoba menggunakan suaranya untuk memimpin tata kelola ekonomi global.

Pada KTT G20 tahun ini, Tiongkok berkesempatan untuk merancang agenda, banyak pihak percaya Tiongkok mampu merancang agenda yang baik dan membantu ekonomi global agar berkinerja lebih baik. Tampaknya sudah banyak negara lain yang memberi dukungan dan menyetujui usulan Tiongkok. Semua tujuan dan hasil yang dirancang Tiongkok sebelumnya pada dasarnya dapat di-implementasikan. Jadi kemungkinan besar ide dan saran dapat diterima dan diikuti semua pihak.

Dari St. Peterburg ke Brisbane dan hingga ke Antalya selama bertahun-tahun, Tiongkok telah secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan G20, tidak hanya memainkan peran dalam meningkatkan petumbuhan ekonomi global, juga telah diuntung dari ini.
Setelah krisis keuangan 2008, dunia telah pulih perlahan-lahan, tapi ekonomi Tiongkok tetap bertahan dalam tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi.

Sebagai tuan rumah KTT G20 berarti dunia akan memiliki kesempatan untuk berbagi pengalaman dalam pembangunan ekonomi dengan yang lain. Selama tiga tahun terkahir ini, Tiongkok telah membuat naik pertumbuhan ekonomi global sebesar 44%.*
Meskipun pertumbuhan ekonomi Tiongkok telah melambat karena adanya penyesuaian struktural dan reformasi, pertumbuhan tahunan masih mencapai 800 milyar USD. Pengaruh Tiongkok terhadap ekomi global tidak bisa diremehkan.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana Tiongkok sebagai tuan rumah KTT G20 untuk mengubah pengaruh Tiongkok menjadi “momentum baru” untuk pembangunan global?

Salah satu kondisi adalah dengan ditingkatkannya investasi di bidang infrastruktur.

Dari tahun 1980 sampai 2015, jumlah investasi aset tetap mengingkat dari 91,09 milyar RMB ke 55,2 trilyun. Investasi infrastruktur meningkat dari 55,89 milyar RMB pada tahun 1980 menjadi 13,13 trilyun RMB, jadi meningkat sebanyak 234 kali lebih banyak dari sebelumnya. Hal ini memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

Para ahli percaya bahwa anggota G20 juga perlu meningkatkan investasi mereka di bidang infrastruktur.
Tiongkok merupakan negara dengan jumlah infrastruktur yang masif. Mayoritas kapubaten ke kabupaten dalam satu provinsi dan provinsi lainnya telah terhubung dengan jalan bebas hambatan.

Tiongkok juga memiliki keunggulan dalam teknologi, personil dan pendanaan untuk melaksanakan proyek-proyek pembangunan skala besar, seperti kereta api berkecepatan tinggi, jalan bebas hambatan, stasiun kereta bawah tanah besar, stasiun kereta api besar, jembatan besar dan panjang dll.

Tiongkok berkemampuan mengekspor ini ke seluruh dunia, tidak heran jika mereka mempromosikan pentingnya keterhubungannya kepada dunia, dan memberitahu mereka dan seluruh dunia yang masih belum tahu bahwa : Anda harus membuka jalan sebelum Anda bisa menjadi kaya (secara tradisi orang Tionghoa percaya jika ingin kaya harus membuka dan membuat jalan).
Selain berbagi pengalaman di bidang ekonomi, Tiongkok juga memberi solusi yang baik untuk topik panas untuk tat kelola global.

Masalah yang paling menarik perahtian adalah dalam kerjasama internasional anti-korupsi. Tahun ini dalam rangka G20 Tiongkok akan aktif mempromosikan “Kerjasama anti-korupsi 3 in 1”
Menlu Tiongkok, Wang Yi menunjukkan pada bulan Mei lalu bahwa mengacu “kerjasama antikorupsi 3 in 1” untuk prinsip-prinsip G20 dalam repatriasi buronan koruptor dan pemulihan asset, mendirikan pusat penelitian tentang pemulangan buronan dan pemulih asset dengan sebuah rencana action-plan yang akan diatur untuk 2017-2018.

Bagi Tiongkok repatriasi dan pemuliahan asset buronan koruptor merupakan komponen penting dari tata kelola global. Akan menjadi prasyarat utama bagi negara untuk memacu kerjasama anti-korupsi, tapi negara itu sendiri yang harus meningkatkan mekanisme anti-korupsi.

Dalam hal ini harus meningkatkan kegiatan pembatasan dan pengawasan sendiri agar kegiatan korupsi terkandangi, dan membentuk sistem sanksi hukuman yang membuat orang menjadi sangat takut melakukan korupsi, dan sistem pencegahan yang tidak memungkinkan korupsi, serta sistem jaminan dimana akan membuat korupsi menjadi sulit.
Tindakan anti-korupsi Tiongkok telah mencapai hasil yang nyata, dan secara luas diakui dan dipuji oleh masyarakat internasional.
“Forbes” majalah AS mengatakan, masalah anti-korupsi di Tiongkok telah makin maju dan terlihat nyata keberhasilannya.

Selain itu “Operation Skynet” dan “Operation Foxcatcher” menuliskan Tiongkok telah mencapai hasil nyata dan terus memperkuat kerjasama anti-korupsi internasional.
Selama tiga tahun terakhir ini, Tiongkok telah membentuk kemitraan anti-korupsi dengan 89 negara dan kawasan, dan menandatangani 44 perjanjian ekstradisi dan 57 perjanjian bantuan peradilan pidana dengan negara-negara asing.

Sejak tahun 2014, ketika APEC Ministerial Meetings (Pertemuan Menteri) meluluskan “Beijing Anti-Corruption Declaration,” ke “Action-plan RUU anti-korupsi G20 2015-2016” disetujui  dan didukung oleh KTT G20, kepada jaringan Otoritas Anti-Korupsi APEC dan Penegak Hukum (the APEC Network of Anti-Corruption Authorities and Law Enforcement) diresmikan di Beijing, Tiongkok terus meningkatkan partisipasinya, bersuara, dan bertanggung jawab dalam tata kelola anti-korupsi global dan rule of law internasional.

Hal ini telah memicu konsensus antara ekonomi internasional utama dan platform multilateral mengenai korupsi itu sendiri, penyebarannya dan akibat kerusakan dan tata kelolanya.
Karena itulah, beberapa ahli percaya bahwa “anti-korupsi 3 in 1” Tiongkok akan membantu mendorong anggota G20 untuk bersatu dan bersama-sama melawan mereka yang terlibat dalam korupsi internsional. Ini akan berpengaruh positif, dan jauh pengaruhnya pada semua pembangunan negara, dan juga membantu menjaga keamaman global.

Tiongkok menginginkan tidak ada tempat bersembunyi dan tempat berlindung bagi koruptor dan bagi semua orang yang terlibat di dalamnya.

G20 adalah jembatan yang menghubungkan Tiongkok dan dunia, tidak hanya membagi pengalaman juga memberi peluang bagi Tiongkok.

“Le Figaro” Prancis menulis sebuah artikel yang mengatakan bahwa karena kompleksitas ekonomi Tiongkok sulit untuk tidak mengevalusasi seberapa sehatnya itu sebenarnya.
Karena banyak komentator yang mengatakan G20 adalah titik awal baru. Ini juga menjadi titik awal bagi Tiongkok untuk berbagi penglaman pembangunan dengan dunia, dan sekaligus sebagai titik balik, karena dunia dapat menggunakan KTT G20 untuk mengevaluasi kembali pengalaman pembangunan Tiongkok.
Diharapkan Tiongkok dapat menggunakan KTT G20 Hangzhou tahun ini untuk berbagi dengan dunia, bagaimana mencapai hingga menjadi seperti sekarang ini. Pada kesempatan kali ini Presdien Xi Jinping berpidato yang akan didengar seluruh dunia tentang pengalaman Tiongkok untuk bisa didengarkan oleh seluruh pemimpin dunia.

Selain itu negara-negara yang datang ke Tiongkok juga akan memberi beberapa pemikiran, dimana Hangzhou yang 30 dan 40 tahun lalu sebagai kota yang terbelakang, kini menjadi kota besar dunia. Kotanya kini lebih indah dan maju seperti mayoritas kota-kota besar dunia. Perubahan ini akan memberi inspirasi kepada seluruh dunia, dan membuat orang berpikir untuk tidak meremehkan pengalaman Tiongkok dalam membangun, yang tadinya hanya terlalu percaya dengan model pengembangan dan pembangunan model AS dan Barat, untuk mau duduk merenungkan atau belajar dari beberapa pengalaman Tiongkok, bahkan mungkin dapat meminjam atau meniru beberapa pengalaman Tiongkok.
Beberapa pengamat percaya KTT G20 merupakan kesempatan yang sangat baik untuk meningkatkan komunikasi Tiongkok dengan dunia, meningkatkan saling berbagi antara Tiongkok dan dunia, meningkatkan saling penyesuaian kebijakan ekonomi antara Tiongkok dan dunia.

KTT G20 Hangzhou merupakan tindakan besar pertama Tiongkok dengan dunia internasional secara mendalam berpartisipasi dan memandu tata kelola global. Pencapaian hasil itu patut diakui, tapi apakah Tiongkok dapat berbuat lebih di KTT ini untuk menghilangkan selubungnya perekonomian global sejak krisis keuangan global sehingga dapat membangun landasan baru dan stabil.

Jika setelah KTT ini dapat membuat ekonomi global lebih seimbang, terbuka, dan berkelanjutan serta lebih memperdalam reformasi Tiongkok dan membuat lebih terbuka bagi Tiongkok, maka KTT ini akan memberi kesan kepada orang-orang dunia tidak hanya daya tarik Hangzhou dengan “bunga osmenthus dan teratai”, juga akan memberi kesan lebih hidup dari contoh transformasi suskses G20, serta terobosan yang dibuat untuk tata kelola global.
( Bersambung....... )

Sumber : Media TV dan Tulisan Luar Negeri.
Tulisan ini pertama dipublikasikan di Kompasiana

Sucahya Tjoa
4 September 2016



1 comment: