Jalur Sutra Maritim Zaman Kuno
Jalur
Sutra Maritim telah dicanangkan Tiongkok untuk kerjasama internasional yang
ditengarai supaya lebih melibatkan semua negara-negara sedang berkembang untuk
saling berpartisipasi dalam membangun perekonomiannya. Dan mengimplementasikan
pembangunan ekonomi di jalur damai dengan moto “Menerima harmoni dengan
keragaman” atau bertoleransi dan harmoni dalam keragaman (宽容共济, 和而不同).
Penulis juga pernah posting:Tiongkok Mengusulkan Membangun
Sepanjang Sabuk Jalan Sutra Ekonomi Dan Jalur Sutra Maritim Abad Ke-21 ( 1 )
Kini kita dapat dikatakan tinggal di desa global, hubungan antara lokasi
maupun kawasan di belahan dunia juga telah nyaman dan cepat. Dengan sarana
penerbangan dan perkapalan baik orang maupun barang dapat dicapai ke setiap
tempat kota besar atau menengah di dunia dalam satu hari. Transaksi kargo yang
sangat padat di seberang lautan yang menghubungkan benua dengan jaringan transportasi
laut yang komplek dan lengkap, juga dapat jalan dengan lancar.
Seperti diketahui, kegiatan
komersial yang sibuk sekarang, transportasi laut telah menyumbang lebih dari
dua per tiga dari total pengiriman barang dunia dan sangat penting untuk
mengintegrasikan ekonomi dunia.
Menempuh badai dan gelombang
yang ganas dilautan, kita memiliki tokoh sejarah--Hang Tuah yang merupakan
seorang pahlawan dan tokoh legendaris pada masa Kesultanan Malaka, tokoh pelaut
yang juga petarung hebat di laut dan daratan pada abad ke-15 dengan semboyan
“Jales Veva Jaya Mahe/Dilaut Kita Jaya”. Selain itu kita juga ingat akan
nama-nama beberapa navigator seperti Christopher Columbus, Vasco da Gama dan
Ferdinand Magellan yang bersyukur telah
mengubah zaman discovery ke seluruh dunia.
Menempuh gelombang dan badai,
orang pergi melaut dengan melakukan perjalanan panjang ke seberang lautan. Kita
tidak bisa melupakan rute laut ketika pertama kali dibuka pada hari ini, rute
panjang dan paling kuno di buka oleh nenek moyang orang Tiongkok yang terkenal
yang disebut Jalur Sutra Maritim Zaman Kuno.
Jalur
Sutra Zaman Kuno adalah rute perdagangan maritim yang dimulai dari pelabuhan
pesisir tenggara Tiongkok, melintas Laut Tiongkok Selatan memasuki Teluk Persia
dan Laut Merah melalui Selat Malaka dan Samudera Hindia hingga mencapai Asia
Barat dan pantai Timur Afrika.
Jalur
ini telah terbentuk sejak zaman Dinasti Qin (秦/221
SM-206 SM) dan Han (汉/206
SM-220M) serta Song(宋/960M-1127M)
Dinasti yang mencapai puncaknya pada Ming (明)
Dinasti awal. Yang telah menghubungkan jalur laut antara Timur dan Barat, serta
terjadinya interaksi pribadi, pertukaran
budaya dan gerakan kargo.
Jalur
Sutra Maritim sesungguhnya dibuka melalui beberapa kesulitan dan bahaya, terus
berkembang selama melenium dan tidak pernah surut, hasil kecermerlangan dan
kecerdasan peradaban manusia ini tidak
lengkang selama 10.000 generasi dan tidak pernah hilang.
“Kitab
Han”(汉书) adalah kitab klasik yang
ditulis lebih dari 2000 tahun lalu, kitab Han merupakan salah satu dari “24
Kitab Klasik Sejarah Tiongkok”. “Kitab Han: Pakta Geografis” mencatat bahwa
perjalanan selama 5 bulan dari Benteng Rinan (日南障), Xuwen (徐闻),
dan Hepu (合浦) dan akan mencapai Kerajaan
Duyuan (都元/Kuala Dungun-Sumatra Indonesia)
diperlukan perjalanan selama 4 bulan akan tiba di Kerajaan Yilumo (邑卢没/Ruhmia/Rahman-kemungkinan di
Myanmar sekarang). Jika diteruskan selama 20 hari akan tiba di Kerajaan Shenli (黮离). Dengan perjalanan kaki lebih
dari 10 hari akan mencapai Kerajaan Fugandoulu (夫甘都卢/Kira-kira di tengah Sungai Irrawaddy, Myanmar. Pada
zaman Dinasti Tang disebut Biao guo/骠国). Perjalanan kapal dari Kerajaan
Fugandoulu selama lebih dari dua bulan akan mencapai Kerajaan Huang Zhi (黄支/India), sebuah Kerajaan yang
sedikit mirip dengan Zhuya (珠崖-
di dekat kota Danzhou/儋州市Pulau Hainan).
Sebelah
selatan Huangzhi ada Kerajaan Yichengbu (已程不/Sinhala/Sri Lanka). Para utusan dari Han kembali
dari sana. Bagian ini digambarkan perjalanan utusan Han dimana mereka pergi
Asia Tenggara, Asia Selatan, dan mencapai India dan kembali ke Sri Lanka.
Seperti
banyak yang mengira “Belt and Road” secara umum dipercayai Jalur Sutra Maritim
dibangun setelah Jalur Sutra Daratan, tetapi berdasarkan “Kitab Han: Pakta
Geografis” yang diduga paling awal dan lengkap dalam menjelaskan Jalur Sutra
Maritim, dari sini bisa dilihat dalam periode ini Jalur Sutra Maritim sudah
disebutkan sejak Dinasti Han Barat, sudah ada rute dari Pelabuhan Laut Tiongkok
Selatan menuju ke arah selatan Peninsula India dan Srilanka.
Secara
umum dapat dikatakan dari tulisan dalam kitab ini, kita bisa melihat sebenarnya
Jalur Sutra Maritim dan Julur Sutra Daratan mungkin dikembangkan pada waktu
yang bersamaan.
Xuwen (徐闻县), kini sebuah desa/kecamatan
terletak di dalam kota Zhanjiang (湛江)
Provinsi Guangdong, menurut “Kitab Han: Pakta Geografi” (汉书 . 地理志) pelabuhan Xuwen menjadi tempat utusan
diberangkatkan. Desa ini terletak paling ujung dari daratan Tiongkok,
berhadapan dengan Pulau Hainan di seberang laut.
Desa
Xuwen ini terletak paling ujung dari daratan Tiongkok, berhadapan dengan Pulau
Hainan di seberang laut.
Dipermukaan
laut dekat desa Erqiao (二桥),
kota Nansha di dalamnya, ada tiga pulau kecil yang dikenal dengan Kepulauan
Tiga Dun atau disebut Three Duns of Great Han.Sekarang fragmen dari batu bata
dan ubin masih terlihatdimana-mana di wilayah ini.
Diatas
ubin ini diukir dengan karakter “hidup” dan segel diukir dengan karakter “segel
resmi pribadi Gu” yang diperoleh dari penggalian makam Han peninggalan sejarah.
Pada
tahun ke-6 saat periode Yunding Han atau tahun 111 SM, Pelabuhan Xuwen
didirikan. Desa Xuwen terletak di paling ujung selatan sedangkan Three Duns of
Great Han berdiri diluar pelabuhan sebagai penghalang alami untuk pelabuhan
kuno ini.
Saat itu
setelah berlayar dari pelabuah laut, kapal hanya bisa berlayar dengan cara rute
ber-zigzag memutar dan berbalik baru dapat dekat dengan pantai.
Dari
Zuwen dan Hepu ke Sri Lanka, satu kali jalan perlu berlayar satu tahun. Bagi
kita sekarang mungkin ini suatu diluar imaginasi. Tidak ada literatur tentang
bagaimana rute ini dibuka dan kemudian itu menjadi yang pertama terbuka untuk
nevigasi, hingga kini masih menjadi misteri.
Dibawah
ini adalah salinan dari “Geng Lu Bu” (更路簿) yang ditranskripkan pada periode Republik Tiongkok
dan ditempatkan di Museum Qionghai, Provinsi Hainan.
“Geng” (更) dari “Geng Lu Bu” adalah unit
satuan untuk mengukur jangkauan. Satu hari dan malam dibagi menjadi 12
“geng.” Durasi ‘geng” dihitung pada
jumlah dupa dibakar. Secara kasar, selama berlayar, kapal pada umumnya dapat
melakukan perjalanan 60 li (里)
selama satu “geng.” Jadi 60 li adalah salah satu “geng.” (1 li里= 0,5 km ).
Ada
banyak versi “Geng Lu Bu” di Rakyat Hainan. Beberapa versi ada yang secara
rinci mencatat detail dari terumbu yang terendam air laut, kepulauan, parung
pasir, dangkal dan saluran air, situasi produk alamnya, astronomi dan
pengetahuan meteorologi dari Kepulauan di Laut Tiongkok Selatan. Hal ini
dicatat dan dikumpulkan oleh nelayan dalam kurun waktu yang lama dari
pengalaman praktis dilapangan mereka. Awalnya “Geng Lu Bu” yang ada adalah
salinan tulisan tangan pada masa Dinasti Ming.
Menurut
Qi Ji Xiang (齐吉祥), Peneliti dari Museum Nasional
Tiongkok , Modus produksi nelayan kuno sangat tradisional. Untuk kurun waktu
yang lama, tidak ada perubahan besar yang terjadi.
Orang
memilih obyek referensi ini dengan insting ketika akan keluar atau berlayar,
yaitu dengan mereka membuat tanda. Dengan cara yang sama, beberapa referensi
obyek nelayan memilih saat melaut juga disimpan di “Geng Lu Bu’ yang
mencerminkan mode navigasi darat saat itu dimana beberapa koordinat geografis
dianggap sebagai objyek acuan utama.
Dengan
memakai navigasi darat memiliki masalah, orang tidak bisa jauh dari pantai dan
pergi berlayar ke tempat yang jauh. Dalam hal ini orang menjadi agak pasif
ketika memilih rute. Meskipun mereka melakukan navigasi lepas pantai, dapat
dikatakan bahwa situasi kelautan terus berubah dengan cepat, sehingga orang
harus sering berurusan dengan hal-hal seperti gelombang laut dan terumbu, jadi
navigasi menjadi sangat sulit.
Perlu
juga diketahui 2000 tahun yang lalu, navigasi laut bukan sesuatu hal yang mudah
dan lancar. Jalur Sutra Maritim dibuka orang Tiongkok harus dianggap sebagai
perjalanan melintasi samudra awal dan jauh dalam sejarah manusia.
Dalam
“Kitab Han: Pakta Gerografi” saat menggambarkan navigasi sepajang rute saat
itu, ada mengatakan “beberapa mungkin dibunuh dalam perompakan, sementara
beberapa mungkin tenggelam ketika menghadapi badai. Bahkan walaupun tidak
megalami hal-hal seperti itu, mereka tidak dapat kembali sampai beberapa tahun
kemudian. Perjalanan ini sesungguhnya sangat berbahaya dan orang-orang harus
melakukan perjalanan jauh sebelum mencapai tujuan.
Meskipun
begitu, masih ada saja yang mau mengambil resiko dan pergi melakukan perlananan
panjang menerjang gelombang, karena perdagangan laut sangat menguntungkan.
Menurut
“Kitab Han; Pakta Geografi” orang membawa emas dan berbagai macam kain sutra.
Emas dan sutra diperdagangkan di negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Emas dan sutra sangat populer dimanapun mereka pergi.
Mereka
menggunakan kapal asing untuk mentransfer barang sehingga dapat menfasilitasi
perdagangan, adegan itu sungguh sangat hidup. Xuwen menjadi makmur selama beberapa
waktu karena perdagangan Jalur Sutra Maritim, kemakmuran ini terus berlangsung
selama 600 tahun di Xuwen.
Selain
itu sejumlah besar barang impor seperti manik-manik, batu ambar, batu akik,
rosario dari krital dan kaca atau beling telah ditemukan dalam makam yang
tergali oleh argeolog di Xuwen. Saat itu lahir pemeo yang mengatakan, untuk
lepas dari kemiskinan seseorang harus pergi ke Xuwen.
Pasca Dinasti Han
Setelah
Dinasti Han Timur, Tiongkok masuk dalam Kerajaan Tiga Negara yang sangat
dikenal perang antar Tiga Kerajaan atau SamKok : Wei(魏), Shu(蜀),
Wu (吴) (tahun 220-265), Dinasti Jin
Barat (西晋 tahun 265-317) dan Jin Timur (东晋 tahun 317-420), dan Dinasti Utara dan Selatan (南北朝 tahun 420-589). Utara dan Selatan
telah terpisah dan rezim sering kali berganti. Dikarenakan kekacauan dan
kerusuhan sosial dalam jangka panjang, Jalur Sutra Daratan mengalami interval
buka dan tutup.
Orang
Barat yang suka untuk mendapatkan barang-barang dari Timur memalui jalur darat
beralih ke jalur maritim, sehingga kapal dagang lebih sering datang dan pergi
melalui Jalur Sutra Maritim.
Pada
tahun ke-5 di periode Huang Wu, dari negara Wu pada periode Tiga Kerajaan,
yaitu tahun 226M, Qin Lun (秦论)
seorang pedagang dari Daqin atau Kekaisaran Romawi kuno, datang ke Wu Timur
dengan kapal. Peristiwa ini jelas tercatat dalam buku resmi “Kitab Liang” (梁书).
Sebelumnya
pada awal abad kedua, orang-orang Romawi datang ke Tongkok melalui daratan.
Mereka baru datang ke Kerajaan Wu Timur (东吴)
melalui laut pada awal abad ke-3. Dimasa lalu kita mengatakan Jalur Sutra
Daratan dibuka oleh Zhang Qian (张骞)
setelah ekspedisinya ke Kawasan Barat.
Sebenarnya
Wu Timur juga yang pertama yang menghubungkan Kekaisaran Romawi dan Tiongkok.
Mereka mengirim misi resmi atau armada resmi yang dipimpin oleh Zhu Ying (朱应) dan Kang Tai (康泰) ke luar negeri. Armada
ekspedisi kedua orang utusan ini berlayar selama setahun sebelum tiba di
Sinhala atau Sri Lanka sekarang.
Setelah
kembali mereka berdua menulis dua buku dengan judul “Catatan Tentang Hal-hal
Asing di Kerajaan Funan” (扶南异物志) dan “Catatan Di Negara Asing Selama Masa Kerajaan Wu”(吴时外国传)dengan mencatat apa yang mereka
lihat dan dengar. Kedua buku sempat beredar dan tersebar, tapi sayang sekarang
hilang. Tetapi Eksiklopedi Leishu seperti “Koleksi Satra Yang Diatur Menurut
Kategori” (艺文类聚) dan “Lembaga Institusi”(通典) ada beberapa catatan transkrip
yang terkait catatan tersebut, yang memungkin orang sekarang mengetahui tentang
aktivitas navigasi mereka.
Seperti
kita ketahui, Kerajaan Wu Timur ini letaknya behadapan dengan Sungai Yangze dan
terhubung dengan laut. Maka mereka memiliki pengalaman kegiatan navigasi dan
teknologi pembuatan kapal. Mereka pergi ke luar negeri untuk memperluas dan
membuka skala komunikasi mereka.
Pada
zaman dinasti Song (宋)
dan Qi(齐) dari awal Dinasti Selatan (南朝), ada utusan resmi lebih dari 10
negara luar yang datang melalui laut untuk berkomunikasi dengan Dinasti-dinasti
ini, mereka datang di Jiankang (建康).
Khususnya, raja Sinhala bahkan menulis surat resmi khusus yang puitis, dengan
mengatakan “Dipisahkan oleh gunung dan lautan, namun kita sering menulis satu
sama lain.”
Ketika
zaman Dinasti Liang(萧梁 tahun 502-560)banyak
negara-negara kecil menganggap Dinasti Liang sebagai negara metropolitan
mereka. Ketika musim navigasi datang, akan lebih banyak kapal yang datang dari
sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa pada saat itu, komunikasi dengan
negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan melalui laut sudah lebih sering
dan pertukaran hubungannya lebih akrab pada Dinasti Selatan.
Penemuan Arkeolog
Di
Kepulauan Xisha (西沙群岛) yang indah, terdapat empat
pulau besar utama, salah satu dari empat kelompok utama
kepulauan di Laut Tiongkok Selatan yang lebar dan tertutup kabut. Dengan Pulau
Yongxin (永兴岛) sebagai pusat, kira-kira 330 km
dari ujung paling selatan dari Kota Sanya (三亚市) di selatan Pulau Hainan.
Pada
tahun 1957, arkeolog dari Provinsi Guangdong berhasil mengumpulkan cangkir
tembikar dengan enam pegangan yang terbuat pada Dinasti Selatan di Kepulauan
Xhisha.
Pada
tahun 1970an dan 1980an, nelayan Tiongkok menemukan peninggalan budaya di bawah laut berupa tembikar,
porselen, koin tembaga, dan patung-patung batu dari waktu ke waktu di North Reef,
Pulau Koral dan di laut di daerah ini.
Dari
tahun 1996 sampai 2012, arkeolog Tiongkok telah melakukan enam survei skala
besar untuk peninggalan budaya ini, melakukan penggalian penyelematan,
percobaan penyelematan atas peninggalan di daerah laut Kepulauan Xisha.
Dari
Dinasti Han Timur, beberapa kapal dagang Tiongkok telah melakukan perjalanan ke Asia Tenggara,
Kepulauan Xisha dan Laut Tiongkok Selatan, mereka bukannya berlayar menelusuri
pantai. Dan jalur ini sudah mulai banyak dikenal orang.
Menurut
“Kitab Han Kemudian/Book of Later Han” (后 汉书)
upeti untuk tujuh prefektur termasuk
Jiaozhi (交趾/Cochin /Vietnam Utara sekarang)
semua diangkut melalui laut.
Kang Tai
(康泰) seorang jenderal dari Wu Timur
pada periode zaman Tiga Kerajaan (Sankok/三国),
berlayar dari Luat Tiongkok Selatan saat ditugasi untuk mengunjungi
negara-negara di luar negeri. dia menulis
sebuah biografi “Funan Zhuang” (扶南传),
di Laut Pasang (涨海)
ada pulau karang dimana ada batu dan karang hidup di perairan pulau-pulau ini.
Laut
Tiongkok Selatan disebut Laut Pasang/Zhang Hai (涨海)
dalam literatur saat itu, karena lautnya sangat bergelombang ketika laut
pasang.
Faxian (法显) seorang Bhiksu pada Zaman
Dinasti Jin (晋). Dia pergi ke India dengan
perjalanan darat, ketika kembali pulang dari Sri Lanka dengan menumpang kapal.
Sepanjang perjalanan telah mengalami banyak kecelakaan, terkahir dia menumpang
kapal dagang besar yang berangkat ke Javadvipa, Sumatera terus menuju ke
Pelabuhan Guangzhou dengan berbekal makanan padat untuk 50 hari.
Bagi
seorang biarawan/bhiksu seperti Faxian yang tinggal di pedalaman Tiongkok utara
dan mengalami beberapa pengalaman navigasi dan berlayar di laut akan sangat
mengejutkan dia.
Dalam
catatan perjalanannya Faxian menuliskan: “Luat itu luas dan tanpa batas. Kita
tidak bisa menunjukkan arah. Kita harus berlayar sesuai dengan psosisi
matahari, bulan dan bintang.”
Rute
menyeberangi Laut Tiongkok Selatan dari Guangzhaou sangat dipersingkat
pelayarannnya. Ini juga membuat Jalur Sutra Maritim menjadi lebih panjang.
Pada
saat itu tampaknya Tiongkok terus berhubungan dekat dengan negara-negara
sahabat di Asia Tenggara dan Asia Selatan, beberapa orang juga telah
memperhatikan Teluk Persia di Laut Arab.
Menurut
kata pengatar dalam “Kitab Liang:
Negara-negara di Asia Selatan,” (梁书海南诸国传序) negara-negara di luar negeri
yang terletak di sebelah selatan dari Jiaozhou dan di laut di sebelah barat
daya. Yang paling dekat 3.000 – 5.000 Li dan yang paling jauh 20.000 sampai
30.000 Li. Mereka berdekatan dengan negara-negara di Kawasan Barat. Pada waktu
itu orang Tiongkok sudah lebih tahu banyak tentang negara di luar negeri.
Di zaman
Dinasti Tang, rute Jalur Sutra Maritim dari Gaunzhou ke Laut Arab, Teluk
Persia, Laut Merah dan pantai timur jauh Afrika, telah jelas tercatat dalam
sejarah. Rute itu disebut rute laut dari Guangzhou ke Asia Barat dan Afrika
Timur.
Menurut
“Kitab Tang Baru :Pakta Geografi” ( 新唐书 地理 志)
mencatat, berlayar dari Guanzhou ke tengggara 200 Li, akan bisa tiba di
Tunmenshan (屯门山), dan terus berlayar ke barat
bisa tiba di Jiuzhoushi (九州石). Dan berlayar empat hari akan bisa tiba di Sinhala
(Sri Lanka).
Jalur
Sutra Maritim zaman Dinasti Qi dan Han (秦&汉). Utusan dari Dinasti Han
kembali dari sana, rute diperpanjang ke barat melewati pantai utara Laut Arab
dan memasuki Teluk Persia. Kemudian perlananan ke ujung utara tiba di Kerajaan
Wula (乌剌) atau sekarang dinamai Teluk Persia
sepanjang pantai timur dimana sungai Efrat bermuara.
Jika
dilanjutkan dengan perjalanan darat 1.000 Li, akan tiba di kota Fuda (缚达), Kerajaan Maomen (茂门). Kota Fuda adalah ibukota
Kekaisaran Arab saat itu. Kini disebut Bagdad, ibukota Irak. Yang merupakan
kota metropoplis di jung barat Jalur Sutra Maritim kemudian.
Setelah
rute memasuki Teluk Persia, ada rute lain yang diperpanjang ke utara dari
perpanjangan ke utara dari Kerajaan Sanlan (三兰)
yang terletak di daerah Dar-es-Salaam sekarang, Tanzania di Afrika. Berlayar
dari Kerajaan Sanlan ke utara selama 20 hari yang akan melalui lebih dari 10
kerajaan kecil, maka akan tiba di Kerajaan She (设国
), sekarang disebut Shihr, Yaman Selatan yang terletak di pintu masuk ke Teluk
Aden. Diteruskan berlayar ke utara kan
taba di Kerajaan Sayiquhejie (萨伊瞿和竭) di luar bagian barat. Itu adalah pintu masuk ke
pantai barat Teluk Persia. Diteruskan berlayar satu hari akan tiba di Kerajaan
Wula (乌剌) dan bertemu dengan rute timur. Dan kemudian
seluruh perjalan perlayaran selesai.
Literatur Geografi Kuno Tiongkok
Pada
zaman Dinasti Tang, Jia Dan (贾 耽),
Perdana Menteri ketika periode raja Zhenyuan (真 元),
menulis sebuah buku geografis bernama “Catatan Geografis dari Tanah Imperial” (皇 华 四 达 记) dimana dicatat tujuh rute dari
Tiongkok ke berbagai tempat yang berbeda. Lima dari rute itu dari jalur darat
dan laut.
Disini
kita coba lebih membahas tentang rute laut dari Guangzhao ke Asia Barat dan
Afrika Timur. Rute ini mulai dari Gaungzhou ke Sinhala atau Sri Lanka melalui
Selat Malaka. Kemudian lebih diperpanjang sepanjang benua India ke Teluk
Persia. Rute ini juga dikenal dengan Rute Laut Timur.
Selain itu
juga dicatat Rute Laut Barat yang
diperpanjang ke Afrika timur seperti sekarang melewati Semenanjung Arabia di
utara, menuju Teluk Persia dan akhirnya bergabung dengan Rute Laut Timur.
Rute-rute ini dicatat dengan jelas dan rinci dalam “Kitab Tang Baru: Pakta
Geografi.”
Dari
sini kita bisa melihat bahwa komunikasi maritim ke Teluk Persia dan wilayah
Afrika Timur telah sangat berkembang dibandingkan dengan yang berada di “Kitab
Han: Pakta Geografi.”
Pada
periode Kaiyuan (开元) Dinasti Tang (618M-907M) seorang
astronom terkenal yang juga seorang Bhiksu Yi Xing (一行
/ Zhang Sui) memrintahkan Nangong Shuo (南宫说) dan lain-lain untuk melaksanakan pengukuran
teritori Dinasti Tang. Untuk tujuan ini, Bhiksu Yi Xing menciptakan alat
sederhana yang disebut “Fuju” (复 矩).
Dalam pengukuran ini, ia mengukur diagonal tinggi Polaris (bintang utara) dan
garis cakrawala di Kutub Utara
Dalam
pengukuran ini, Bhiksu Yi Xing telah dapat mengumpulkan data penting, kira-kira
panjang busur dari satu derajat adalah 351 Li dan 80 langkah (steps). Ini
menjadi sebuah prestasi ilmiah yang penting saat itu yang segera dapat
ditrapkan dalam navigasi.
Biasanya
selama navigasi yang paling ditakutkan adalah badai, bintang-bintang yang
tersembunyi, matahari dan bulan yang redup terhalang awan. Tiongkok negara
pertama yang menemukan kompas. Kompas menjadi salah satu penemuan besar
Tiongkok yang diciptakan untuk dunia.
Namun
kompas tidak ditrapkan untuk navigasi hungga Dinasti Song (960M-1127/9M), atau
dua setangah abad kemudian pada abad ke-11. Buku “Pingzhou Table Talks” (萍洲可谈) yang ditulis oleh Zhu Yu (朱 或
/ 朱 彧) dari Dinasti Song Utara, yang
pertama ada menuliskan situasi penggunaan Kompas selama navigasi.
Ketika
navigator akan memberitahu arah, mereka mengamati bintang di malam hari dan matahari
di siang hari, serta menggunakan kompas saat langit berawan. "Esai
Bermimpi Berenang / Dream Pool Essays" ("梦溪笔谈) yang ditulis Shen Kuo (沈括)
mencatat empat cara untuk menempatkan kompas.
Pada
tahun 1044, Zeng Gongliang (曾 公 亮 ) dari Quanzhou, Fujian (福建 泉州)
mencatat alat berbentuk ikan yang menunjuk ke arah selatan pada buku “Catatan
Lengkap Klasik Barang yang Perlu Dalam Militer/ Complete Essentials for the Military Classics” (武经总要). Dengan memberi petunjuk cara
pembuatannya: potonglah lepengan besi dalam bentuk ikan dan apungkan di atas
air setelah di-magnetisasi, maka lepengan ini akan hanya menunjuk arah selatan
dan utara. Ini tampaknya seharusnya khusus untuk navigasi.
Zhao
Rushi (赵汝 适), seorang manager Kantor Urusan
Pengiriman Untuk Perdagangan (ekspedisi) di Provinsi Fujian pada zaman Dinasti
Selatan (tahun 420-589) mengatakan “Kapal-kapal harus mengikuti kompas. Kita
harus hati-hati mengamati kompas ini siang dan malam. Karena sedikit kesalahan
dapat menyebabkan konsekuensi serius.” Dengan demikian kompas menjadi alat
navigasi untuk pelayaran kelautan untuk kapal.
Joseph
Needham, seorang filosof dan ilmuwan Inggris terkenal, mengatakan penemuan dan
penerapan kompas merupakan karya besar dalan “Ilmu Pengetahuan dan Peradaban
Tiongkok”. Dengan ditrapkan kompas sebagai alat navigasi, maka kompas membawa
perubahan besar dalam teknologi navigasi, yang menjadi akhir era navigasi dan
awal yang baru. Selama manusia mengusai kompas, laut tidak akan lagi menjadi
halangan untuk terjembati bagi manusia lagi.
Navigasi
merupakan penyebab yang ber-resiko dalam berlayar di laut, kita pertama harus
bisa memecahkan masalah lokasi dan navigasi. Jadi kita harus mengetahui lokasi
kapal dan kapal harus berlayar di jalur yang benar.
Perkembangan “Baru”
Pada
zaman Tang Dinasti (tahun 618-907), Liangtianchi (量 天 尺),
alat pengamatan bintang diciptakan di Tiongkok yang kemudian menjadi pencerahan
dalam Navigasi Astronomi Laut. Dalam Dinasti Song orang Tiongkok menemukan
Kompas dan digunakan dalam navigasi pelayaran, teknologi canggih seperti
meletakan dasar yang kuat untuk membuka Jalur Sutra dan Perluasan Perdagangan
luar negeri serta kemakmuran komunikasi budaya dunia.
Sejak
Dinasti Sui (隋tahun 581-618) Tiongkok dapat
dikatakan ter-unifikasi lagi. Pada Dinasti Tang masyarakat Tiongkok masuk dalam
periode kemakmuran yang besar dan perdagangan luar negeri tercapai pada puncak
baru. Sehingga Jalur Sutra Maritim berkembang pada tingkat yang belum pernah
terjadi sebelumnya.
Dalam
zaman Dinasti Tang dan Song (tahun 960), sejumlah pelabuhan perdagangan ke luar
negeri terbentuk di daerah pesisir tenggara Tiongkok seperti Yangzhou, Mingzhou
(Ningbo saat ini), Quanzhaou, Guangzhou yang sangat terkenal. Terutama
Guangzhou sangat berkembang pada saat itu.
Han Yu (韩愈), seorang Perdana Menteri dan
penulis besar dari Dinasti Tang, ketika turun dari jabatannya dan melewati
Gaungzhou, dia menulis catatan “Barang-barang dari luar negeri diangkut ke
negara kita (Tiongkok) setiap hari, berupa mutiara, parfum, gading gajah,
tanduk badak, kulit penyu sisik, dan barang langka lainnya yang tidak ada
habis-habisnya dan dapat dilihat di seluruh Tiongkok.”
Seorang
bhiksu Jepang datang ke Guangzhou pada periode
Kaiyuan (开元/tahun 713-741 ) Dinasti Tang,
dia juga melihat pemadangan seperti itu. Ada banyak kapal dari Brahmin, Persia,
Kunlun, dan negara-negara lainnya, yang dalam ruang kapalnya 6 atau 7 zhang (3
m) dan yang membawa rempah-rempah dan
parfum serta harta lainnya. Banyak orang dari Sinhala (Sri Lanka), Kerajaan
Arab, kerajaan Gutang dan tempat-tempat lain dan juga dari segala tempat di
Tiongkok.
Liu Yuxi
(刘禹锡) seorang penyair besar, juga
menuliskan kata putitis : “Laut tenang dan ikan paus beristirahat. Dibawah
sinar matahari banyak kapal-kapal denga penuh harta.”
Kini
Pelabuhan Huangpu (黄埔)
di Guangzhou, airnya tenang, suatu ketika pernah menjadi pelabuahn yang sibuk
sekali sebelum diganti yang baru. Kapal-kapal penuh dengan harta yang berlabuh,
kini hanya bisa dilihat di gambar, dan patung yang dibuat sebagai relief.
Pada
zaman Tang dan Song Jalur Sutra Maritim telah berkembang cukup makmur, saat itu
terjadi fenomena baru, yang sebelumnya navigasi adalah hal yang masih sangat
spesifik. Yang menjadi peserta utama adalah pedagang, para utusan negara, dan
para biarawan yang menjadi penumpang kapal dagang.
Pada
saat itu, banyak orang sudah mulai memperhatikan laut dan menunjukkan minat
dalam geografi. Maka satu demi satu buku tentang geografi telah diterbitkan.
“Catatan
Geografis Dari Tanah Imperial” (皇 华 四 达 记)
yang ditulis oleh Jia Dan (贾 耽)
dari Dinasti Tang, “ Laporan Dari Linan” (岭外代答) yang ditulis oleh Zhou Qufei (周 去 非) dari Song Dinasti. Serta
“Sebuah Dekripsi Bangsa Babarian” (诸蕃志) oleh Zhao Rushi (赵汝适) dari Song Dinasti, yang mencatat semua kondisi
negara-negara asing secara panjang lebar.
Jia Dan
dari Dinasti Tang ini, sejak kecil sudah gemar dengan geografi. Meskipun
menjabat sebagai pejabat negara sepanjang hidupnya, dan menjabat sebagai
Perdana Menteri selama 13 tahun, Jia Dan tidak pernah lepas memperlajari
geografi. Ketika ada utusan datang dari mengunjungi perbatasan, ia harus bicara
dengan mereka dan meminta rincian
tentang gunung dan sungai serta tanah. Dia walaupun tidak memiliki pengalaman
navigasi, tapi mencatat semua rute dari Guangzhou ke barat dengan lengkap dan
akurat pada saat itu.
Rute
laut dari Guangzhou ke Asia Barat dan Afrika Timur dicatat dalam buku “Kitab
Tang Baru” (新唐书) yang ditulis oleh Ouyang Xiu (欧阳修) dan Song Qi (宋祁) dari Dinasti Song yang ditranskrip
dari "Catatan Geografis Dari Tanah Imperial " (皇 华 四 达 记) yang ditulis oleh Jia Dan.
Pasifik
Barat, Samudra Hindia Utara dan Laut Mediterania yang menjadi bagian dari
sistim air Atlantik, dibagi menjadi beberapa area laut dalam “Laporan Dari
Lingnan” (岭外代答), dan buku juga membahas tentang
beberapa kota yang berfungsi sebagai pusat distribusi perdagangan luar negeri
dan pemahaman makro dari beberpa lauatan kecuali Samudra Artik.
Dalam
Buku “Sebuah Dekripsi Bangsa Babarian” (诸蕃志) dicatat
secara rinci tempat-tempat yang menakjubkan, seperti Sisilia. Dengan
melukiskan: “Ada sebuah gua di bawah tanah diatas gunung di negara ini. Gua ini
menyemburkan api sepanjang tahun. Beberapa orang di negeri ini memasukkan batu
besar dalam gua yang membara (kawah) ini dan setelah beberapa saat akan meledak
menjadi fragmen. Api di gua (kawah) ini akan muncul setiap lima tahun dan
mengalir sepanjang jalan menuju pantai. Kemana saja api ini mengalir semuanya
akan menjadi abu.’
Sekarang
kita mengetahui yang dimaksud dengan tempat ini adalah Gunung Etna di Sisilia,
Italia di Laut Mediterania. Geografi luar negeri dan pemandangan yang indah
telah disebarkan oleh buku-buku ini. Budayaan laut telah membentuk daya tarik
yang unik, sehingga membuat banyak orang penasaran.
Zaman Laksamana Zheng He Muhiba
Ke Samudra Hindia
Pada
zaman Diansti Yuan dan Ming, navigasi maritim di Tiongkok masih kuat. Dan Jalur
Sutra Maritim telah makin berkembang.
Ekspedisi
Cheng Ho (郑和) ke Samudra Hindia ditandai
dengan kejayaan. Ketika Wang Dayuan (旺 大 渊)
dari Nanchang (南昌) di zaman Dinasti Yuan berusia
20 tahun, yaitu pada tahun 1330, ia melakukan perjalanan sepanjang rute Barat
dengan kapal. Ia melewati Pulau Hainan, Asia Tenggara, India, Persia, Arab,
Mesir dan juh ke maroko, meninggalkan Laut Merah tiba di Sri Lanka melalui
Somalia di Afrika timur, Mozambik dan Samudra Hindia, kemudian mencapai
Kalimantan dan Filipina dari Jawa melalui Australia dan kembali pulang ke
Tiongkok, yang berlansung selama lima tahun.
Eskpedisi
spektakuler ini di komandoi oelh Laksamana Zheng He (Cheng Hoo) yang tersohor
hingga kini, seorang kasim yang juga dikenal sebagai Sanbao (三宝) dari Dinasti Ming. Ini adalah
adalah “Zheng He Navigation Chart/Peta Gambar Navigasi Zheng He” (郑 和 航海 图) yang diterbitkan dalam 240
volume dari “Rekaman Peralatan Perang dan
Ketentuan Militer” ((武 略 志)
oleh Mao Yuanyi (茅 元 仪) dari Dinasti Ming. Dalam chart
itu, ryte dimulai dari Nanjing di timur, terus menuju hilir sepanjang Laut
Tongkok Timur dan Luat Tiongkok Selatan, dan mencapai Jawa di sebelah tenggara,
terus ke Pelabuhan Jeddah antara Selat Hormuz di Teluk Persia dan Laut Merah
dan daerah pesisir Somalia, Kenya dan Tanzania di Afrika timur di barat daya,
yang meliputi wilayah luas sepeti Asia Timur, Asia Selatan, Asia Barat dan
Afrika timur di perairan Samudra Pasifik Barat dan Samudra Hindia utara dengan
lebih dari 530 nama yang ditandai.
“Zheng
He Navigation Chart/Peta Gambar Navigasi Zheng He” (郑 和 航海 图)
digambar berdasarkan metode gambar ketika kapal bergerak sebagai pusat
observasi. Disitu ada gunung, air dan landscape/bentang darat/pemandangan.
Sehingga seperti lukisan gulungan panjang tradisional orang Tiongkok, namun
setiap gunung dan bentang darat dapat memandu pelaut untuk berlayar. Ini
sejenis peta operasi navigasi
Data
dari bintang-bintang digambar seperti beroperasi di laut, semacam teknologi
navigasi di langit, garis jarum yang ditunjukan oleh kompas maritim dan catatan
yang menunjukkan jarak antara dua istana bahkan ditandai pada rute.
“Peta
Gambar Navigasi Zheng He” merupakan peta gambar navigasi paling awal dari
angkatan laut Tiongkok, Peta yang paling kuno dari Jalur Sutra Maritim.
Zheng He
memimpin tujuh kali ekspedisi laut ke Samudra Hindia, dengan armada 200 kapal
dan lebih dari 27.000 pelaut dalam setiap ekspedisinya, sehingga memperlihatkan
suatu suana dan keadaan yang sungguh luar biasa megah, yang menunjukkan
satu kekuatan besar dan bersemangat.
Hanpir
tidak terbayangkan bagaiman Zheng He mengomandoi dan mengendalikan armada yang
begitu besar, dengan kondisi komunikasi pada saat itu, dimana belum ada radio
untuk saling berhubungan, sehingga bagaimana mengatur konvoi armada ini tetap
dalam formasi yang di-inginkan. Tidak ada catatan atau dokumen sejarah yang
tersedia untuk itu.
Sehingga
Gavin Menzies, seorang mantan Perwira AL Inggris dalam bukunya “1434 The Year A
Magnificent Chinese Fleet Sailed To Italy And Ignited The Renaissance” ada
menuliskan, suatu ketika pada tahun 1968, dia pernah ditunjuk oleh Admiralm
Gaffin untuk mengkomandoi Armada royal Navy untuk Timur Jauh dalam operasi
sehari-hari sebanyak 20 kapal. Dia menyadari betapa sulitnya mengontrol 20
kapal yang sering dengan tiba-tiba badai datang di Laut Tiongkok Selatan, yang
jarak pandang menjadi hanya beberpa meter. Jarak pandang merupakan ancaman,
sehingga armada harus terus mereposisikan diri.
Dan
pengalaman Menzies terulang ketika mengomandoi HMS Rorqual, ketika melakukan
simulasi dimana seolah-olah HMS Onslauht (kapal selam) tenggelaqm di dalam
laut. Rorqual tiba pertama di lokasi, untuk suatu saat, latihan sejenak dengan
operasi Armada Far East tanpa radio dan comunikasi satelit. Dia merasa sulit
sekali mengendalikan formasi armadanya yang hanya 20 kapal yang terdiri dari
berbagai macam kapal itu. Mneurutnya mungkin jika daalam perairan sedang tenang
akan tidak terlalu sulit untuk mengontrolnya.
Dari
situ Menzies membayangkan bagaimana, para admiral Zheng He pada zaman itu tanpa
teknologi radio seperti sekarang dengan armada besar yang hanya mengadalan
gong, bell, genderang, merpati, dan kembang api. ( lihat buku ini di halaman
12).
Para
ahli hanya bisa berspekulasi menurut bahan yang relevan, pada angkatan laut
zaman Ming, yang memberi komando dan perintah dengan sinyal bendera di siang
hari, yang mirip dengan komunikasi melalui sinyal bendera yang diadopsi oleh
kapal-kapal modern. Pada malam hari, awak kapal di kapal masing-masing yang
berbeda berkomunikasi melalui lentera. Posisi dan jumlah lentera menunjukkan
tingkat dan formasi kapal. Jika visibilitas kurang baik dalam cuaca berawan dan
berkabut atau hujan, mereka hanya bisa memberi komando dan perintah dengan memukul
gong dan genderang. Cara ini yang mungkin digunakan Zheng He dalam mengomandoi
armadanya selama ekspedisi.
Namun
armada Zheng He menyebar ribuan meter di laut, sehingga ia harus memperbaruhi
dan menambah sesuatu yang berbeda untuk cara ini.
Pada
zaman Ming Diansti, Tiongkok menyaksikan terobosan baru dalam teknologi maritim
dan navigasi. Armada besar Zheng He yang berlayar di laut dengan bantuan alat
navigasi yang paling canggih dan teknologi pada zaman itu. Selain dengan navigasi darat, mereka juga
mengadopsi navigasi lain seperti gambar bintang dan kompas.
Ada
perbedaan antara gambar bintang operasi laut dan beberapa cara navigasi lainnya
seperti Liang Tian Chi (量天尺) di masa lalu. Selain Polaris (bintang utara),
bintang lainnya juga diamati, data yang berbeda dibandingkan untuk mendapatkan
data navigasi yang lebih akurat dan memastikan porgram yang benar.
Teknologi navigasi
astrnomi juga terjadi kemajuan pada periode ini. Lebih dari 70 indeks telah
ditandai di “Bagan atau Peta Navigasi Zheng He” dengan nilai-nilai numerik dari
bintang dalam gambaran operasi laut. Yang digambarkan ketinggian laut dan
ukuran bintang untuk menetukan lokasi armada.
Namun
dalam kenyataannya kemanjuan ini masih mengambil Polaris serta bintang lainnya
sebagai obyek referensi. Kadang-kadang juga masih mengukur dua bintang
sekaligus untuk memperbaiki satu sama lain agar mendapatkan data yang lebih
akurat, pada semua rute utama di “Peta Navigasi Zheng He”. Mereka berlayar
menurut sudut arah yang ditunjukan oleh kompas maritim.
Situasi
perairan yang berbeda akan sangat berbeda ketika berlayar di laut, sehingga
cara navigasi harus berubah dan disesuaikan berdasarkan keadaan khusus pada
aspek yang berbeda. Dengan kemanjuan yang terus meningkat, aplikasi komposit cara
navigasi, ekspedisi laut Zheng He bisa menyelesaikan tujuh kali ekspedisi laut
dengan berhasil, ini adalh suatu prestasi yang luar biasa.
Dalam 30
tahun dari tahun ketiga periode Yongle untuk kedelapan periode Xuande atau
tahun 1403-1433, Zheng He memimpin 7 kali ekspedisi ke Samudra Hindia,
mengunjungi lebih dari 30 negara dan kawasan dan menangkap bajak laut,
menyumbang mendirikan kuil dan vihara, menghancurkan kekuatan yang bernmusuhan
dan membuat persahabatan dengan negara-negara sepanjang jalan, sehingga sangat
meningkatkan pemahaman dan persahabatan orang Tiongkok dan negara-negara di
sepanjang Jalur Sutra Maritim.
Ekspedisi
Zheng He ke Samudra Hindia yang cemerlang dalam sejarah navigasi maritim
Tiongkok dan bahkan dunia, telah meninggalkan tanda positif besar pada Jalur
Sutra Maritim kuno.
Dalam
buku Menzies “1434 The Year A Magnificent Chinese Fleet Sailed To Italy And
Ignited The Renaissance” bahkan dituliskan bahwa kebangkitan ilmu pengetahuan
dunia yang dimulai dari zaman Renaisan yang diwali dari Florensia, juga dipicu
dengan buku-buku dan dokomen-dokumen yang dibawa Ekspedisi Zheng He selama
pelayarannya mengarungi Samudra Hindia.
Mesin
yang diciptakan pada era Renaisan banyak diadapatasi dari mesin-mesin kuno
Tiongkok antara lain seperti mesin berikut ini :
Inovasi
terpenting dalam era Renaisan adalah mesin cetak, Teknologi ini diperkenalkan
dari Tiongkok tahun 1300an-1400an,
sehingga menyebabkan melek huruf di Eropa meningkat dan membantu menyebarkan
ide-ide Renaisan.
Pada pokoknya
Jalur Sutra Maritim adalah merupakan rute perdagangan, rute komersial, yang
telah mejadi interaksi dan fusi kebudayaan dari peradaban manusia. Dengan
mundar mandirnya ribuan kapal dari sumua ras dan barang dari dunia yang berbeda
ini yang dimuat, terjadilah petukatan peradaban. Dengan warna kulit yang
berbeda, bvahasa yang belainan, keyakinan agama yang berbeda, melalui jalur
maritim ini mereka saling berkenalan dan kontak.
Dari
pertukaran barang berupa sutra, poreselen, teh rempah-rempah, kaca dan
barang-barang lainnya dengan segala teknologi yang berkaitan dengan
peradabannya, terjadi proses saling mempengaruhi dan interaksi gaya hidup dan
budaya dari para pihak. Ini sem,ua tidaklah heran, karena telah terjadi sanggat
jauh dan sangat lama.......
Sumber :
Media TV Luar Negeri
1434 The
Year A Magnificent Chinese Fleet Sailed To Italy And Ignited The
Renaissance. By Gavin Menzies. Harper
Collins Publishers, 2008
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete